Pengertian halusinasi
Merupakan gangguan persepsi sensori dimana klien merasakan orientasi realitas. Klien
merasakan stimuluas berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, dan penghiduan
padahal stimulus tersebut tidak ada.
Faktor predisposisi
Faktor perkembangan, sosial budaya, psikososial, genetik dan biologis.
Psikososial : hubungan interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat berujung pengingkaran terhadap
kenyataan. Pada kasus klien merasa sedih dan berguna karena klien merupakan harapan
keluarganya untuk membantu perekonomian, gagal nikah, dan PHK. Klien merasa malu
karena mengalami sakit gila.
Faktor presipitasi
Stimulus yang diterima individu sebagai ancaman, tantangan, dan tuntutan yang
memerlukan energi lebih untuk koping.
Stressor sosial budaya, faktor biokimia, psikologis, dan perilaku.
Perilaku sosial: klien halusinasi cenderung menyendiri dan juga isi halusinasi dijadikan sistem
kontrol oleh individu shg perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat
mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melakukan
intervensi ialah menimbulkan pengalaman interpersonal yang baik, serta mengusahakan
agar pasien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi maka halusinasi tidak terjadi.
Efek samping
Gejala ekstrapiramidal adalah masalah yang paling mengganggu. Gejala ini paling
sering muncul pada penggunaan piperazin, fenotiazin (flufenazin, perfenazin,
proklorperazin, dan trifluoperazin), butiropenon (benperidol dan haloperidol) serta
sediaan bentuk depot. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan
secara akurat karena bergantung pada dosis, jenis obat, dan kondisi individual
pasien. Gejala ekstrapiramidal termasuk di antaranya:
- Gejala parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering pada orang
dewasa atau lansia dan dapat muncul secara bertahap.
- Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan diskinesia, yang
lebih sering terjadi pada anak atau dewasa muda dan muncul setelah pemberian
hanya beberapa dosis.
- Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah pemberian dosis
awal yang besar dan mungkin memperburuk kondisi yang sedang diobati.
- Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak disadari
[invuntary movements of tongue, face and jaw]) yang biasanya terjadi pada terapi
jangka panjang atau dengan pemberian dosis yang tinggi, tetapi dapat juga terjadi
pada terapi jangka pendek dengan dosis rendah. Tardive dyskinesia sementara
dapat timbul setelah pemutusan obat.
Efek samping
Jangka pendek : kehilangan memori sementara setelah dilakukan terapi.
Jangka panjang : beberapa orang mengeluh memori mereka terpengaruh secara
permanen, memori kenangan mereka tidak pernah datang kembali. Hal ini masih
tidak jelas apakah karena ECT atau faktor lain seperti depresi. Beberapa mengeluh
seperti mereka menganggap kepribadian mereka telah berubah.
(http://www.rcpsych.ac.uk/mentalhealthinformation/therapies/electroconvulsiveth
erapy,ect.aspx)
Kontraindikasi Penggunaan
Tidak ada kontraindikasi yang mutlak dan tidak terbukti menyebabkan kerusakan
otak atau gangguan intelektual permanen. Penyakit neurologik bukan suatu
kontraindikasi. Sebelum diberikan terapi listrik harus dikaji terlebih dahulu status
neurologi dan pemeriksaan jantung.
Davies, Teifon & TKJ Craig. 2009. ABC Kesehatan Mental. Jakarta: EGC.
Fadhli, Aulia. 2010. Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Anggrek.
Tomb, David A. 2003. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC.
Tujuan Askep