Anda di halaman 1dari 51

ii

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PROFIL


KUNJUNGAN PASIEN ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS
SINDANGJAWA KECAMATAN DUKUPUNTANG
KABUPATEN CIREBON

THE IMPACT OF PANDEMIC COVID-19 ON VISIT PROFILE OF

CHILDREN WITH ACUTE RESPIRATORY TRAIN INFECTION (ARI)

AT SINDANGJAWA PUSKESMAS, DUKUPUNTANG DISTRICT,

CIREBON DISTRICT
PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Syarat untuk proposal penelitian pada Program Studi


Akademik Pendidikan Dokter

Oleh

ACHMAD FAZAR

NPM 115170001

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

TAHUN

2020

ii
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PROFIL
KUNJUNGAN PASIEN ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS
SINDANGJAWA KECAMATAN DUKUPUNTANG
KABUPATEN CIREBON

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Syarat untuk mengikuti proposal penelitian pada Program


Studi Akademik Pendidikan Dokter

Oleh

ACHMAD FAZAR

115170001

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
2

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PROFIL


KUNJUNGAN PASIEN ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS
SINDANGJAWA KECAMATAN DUKUPUNTANG
KABUPATEN CIREBON

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Diajukan sebagai syarat kelulusan blokAkademic Writing pada


Program Studi Akademik Pendidikan Dokter

Oleh

ACHMAD FAZAR

115170001

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
3

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PROFIL


KUNJUNGAN PASIEN ANAK DENGAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS
SINDANGJAWA KECAMATAN DUKUPUNTANG
KABUPATEN CIREBON

THE IMPACT OF PANDEMIC COVID-19 ON VISIT PROFILE OF

CHILDREN WITH ACUTE RESPIRATORY TRAIN INFECTION (ARI)

AT SINDANGJAWA PUSKESMAS, DUKUPUNTANG DISTRICT,

CIREBON DISTRICT

Disusun oleh

ACHMAD FAZAR 115170001

Telah disetujui

Cirebon,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Witri Pratiwi, dr.,M.Kes dr.Irman Permana.,M.Kes.,SP.A (K)

Ketua Penguji Penguji

Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein, dr.,Sp.PD, MM.R. Vivi Meidianawaty, dr., M. MedEd
4

PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Achmad Fazar

NPM : 115170001

Alamat : Griya gemilang sakti serang DII/04 Rt/Rw 004/013 Kel/Desa


Sumur Pecung Kecamatan Serang

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya ini adalah penelitian lanjutan yang diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik sarjana FK Unswagati.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Komisi Proposal dan Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di Unswagati.

Cirebon, Oktober 2020

Yang membuat menyatakan,

Achmad Fazar

NPM. 115170001
5

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas proposal ini.Penulisan proposal ini
dilakukan untuk memenuhis salah satu syarat untuk kelulusan blokResearch,
Statistic and Epidemiology di Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung
Jati Cirebon.Saya menyadari sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
proposal ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Bersama ini saya
sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:

1. DR. H. Mukarto Siswoyo, M.Si selaku Rektor Universitas Swadaya


Gunung Jati Cirebon atas kesempatan yang telah diberikan untuk menimba
ilmu di Universitas Swadaya Gunung Jati.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon,
Catur Setiya Sulistiana, dr., MMedEd yang telah memberikan sarana dan
prasarana kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik dan lancar.
3. Witri Pratiwi, dr., M.Kes selaku dosen pembimbing pertama yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing saya dalam
penyusunan proposal ini.
4. Irman Permana, dr., M.Kes.,Sp.A (K) selaku dosen pembimbing kedua
yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing
saya dalam penyusunan Proposal ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Cirebon, Oktober 2020

Penulis
6

DAFTAR ISI
COVER DALAMi
LEMBAR PENGAJUAN PROPOSAL PENELITIANii
COVER DALAMiii
LEMBAR PENGESAHANANiv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIANv
KATA PENGANTARvi
DAFTAR ISIvii
DAFTAR TABELix
DAFTAR GAMBARx
DAFTAR SINGKATANxi
ABSTRAKxii
BAB I PENDAHULUAN1
1.1. Latar Belakang Masalah1
1.2. RumusanMasalah3
1.3. Tujuan Penelitian3
1.3.1 Tujuan Umum3
1.3.2 Tujuan Khusus3
1.4. Manfaat Penelitian3
1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan kesehatan3
1.4. Manfaat untuk Masyarakat3
1.4. Manfaat untuk Lembaga Pendidikan4
1.5. Orisinalitas Penelitian4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA6
2.1. Landasan Teori6
2.1.1 Definisi ISPA6
2.1.2 Klasifikasi ISPA8
2.1.3 Etiologi ISPA8
2.1.4 Faktor Resiko ISPA9
2.1.5 Pencegahan Penyakit ISPA9
2.1.6 Tanda dan Gejala ISPA10
7

2.1.7 Patofisiologi 12
2.1.8 Penatalaksanan Penderita ISPA14
2.1.9 Faktor Resiko Penyakit ISPA15
2.2. Konsep Dasar Anak14
2.3. Covid-1926
2.3.1 DefinisiCovid-1926
2.3.2 KlasifikasiCovid-1926
2.3.3Kontak Erat26
2.3.4 Etiologo& Patogenesis Covid-1926
2.3.5Penularan26
2.3.6 Dampak Covid-19 dalam Pelayanan Kesehatana26
2.4. Kerangka Teori33
2.5. Kerangka Konsep33
2.6. Hipotesis33
BAB IIIOBJEK DAN METODE PENELITIAN34
3.1. Ruang Lingkup Penelitian34
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian34
3.3. Jenis dan Rancangan Penelitian34
3.4. Populasi dan Sampel34
3.4.1Populasi Target34
3.4.2 Populasi Terjangkau34
3.4.3 Sampel Penelitian34
3.5. Definisi Operasional36
3.6. Cara Pengumpulan Data36
3.6.1Alat dan Bahan 36
3.6.2Prosedur Penelitian36
3.7. Alur Penelitian37
3.8. Analisis Data37
3.9. Etika Penelitian38
DAFTAR PUSTAKA39
8

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Orisinalitas


Penelitian……………………………………………………………….........4

Tabel 3.1 Definisi


Operasional………………………………………………………………….36
9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.Patofisiologi................................................................................ 12

Gambar 2.2 Kerangka Teori............................................................................ 33

Gambar 2.3 Kerangka Konsep........................................................................ 33


10

DAFTAR SINGKATAN

APD : Alat Pelindung Diri

CER : Case Fatality Rate

COVID-19 : Corona Virus Disease

EPA : Evironmental protection agency

GCSF : Granulocyte-colony stimulating factor

IFN-Y : Interferon-gamma

IL-1β : Interleukin-1

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

IP10 : Inducible Protein/CXCL10

MCP1 : Monocyte chemoattractant protein

ODP : Orang dalam Pemantauan

OTG : Orang Tanpa Gejala

PDP : Pasien daakam Pangawasan

RM : Rekam Medik

SARS : Severe Acute Respiratory syndrome

TBC : Tuberkulosis

Th1 : T-helper-1

WHO : World Health Organization


11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring perkembangan zaman Puskesmas saat ini tengah
dihadapkan dengan era persaingan global diberbagai sektor
kesehatan.Keberadaan puskesmas mutlak diperlukan karena setiap orang
yang mengalami gangguan kesehatan pasti membutuhkan pengobatan dan
salah satu penyedia layanan kesehatan faskes pertama adalah puskesmas. 1
Seiring dengan bertambahnya populasi manusia dan keadaan
perekonomian yang semakin maju, maka kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan semakin meningkat.Data profil kesehatan Indonesia
menyebutkan Puskesmas harus menambah kapasitas terhadap fasilitas-
fasilitas yang ada.Selain penambahan kapasitas, pihak puskesmas juga
harus meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Hal ini bertujuan
agar proses penanganan pasien bisa berjalan dengan cepat dan pasien
dapat terlayani dengan baik.2
Bahkan Pada awal tahun 2020 ini dunia dikejutkan dengan wabah
virus corona (Covid-19) yang menginfeksi hampir seluruh negara di dunia.
WHO Semenjak Januari 2020 telah menyatakan dunia masuk kedalam
darurat global terkait virus . Ini merupakan fenomena luar biasa yang
terjadi di bumi pada abad ke 21, yang skalanya mungkin dapat disamakan
dengan Perang Dunia II.3
Dengan terjadinya dampak pandemi COVID-19 ini berbeda di
pandangan masyarakat dan orang tua pasien untuk memeriksakan
kesehatan anaknya ketika masa pandemi COVID-19. Dan ada
kekhawatiran orang tua pasien untuk memeriksakan anak nya ketika
sedangan sakit, kekhawatiran untuk pergi ke pelayanan kesehatan
masyarakat atau ke rumah sakit karena takut tertular COVID-19 dari
pengunjung pasien lainnya.4

1
12

Manifestasi klinis biasannya muncul dalam 2 hari hingga 14 hari


setelah paparan.Tanda dan gejala umum infeksi coronavirus antara alain
gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak
napas.Pada kasus yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom
pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Penularan manusia ke
manusia terjadi melalui droplet, kontak dan benda yang terkontaminasi,
maka penularan COVID-19 diperkirakan sama dengan Gejala ISPA.5
ISPA adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya
menular yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan
mematikan, tergantung, faktor lingkungan, faktor penjamu. Namun
demikian, sering juga ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran
pernafasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari
manusia.6
Dikecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon, pada tahun 2020
bulan Agustus 2020 penderita ISPA merupakan jumlah terbesar dari
kunjungan pasien, dimana tercatat penderita ISPA sebanyak 28,58 % dari
total kunjungan. Dengan rata – rata kunjungan 45 pasien per bulan,
Sedangkan penderita ISPA Balita dibanding kunjungan balita sakit
mencapai 48,87 %.17
Hal yang di dapatkan dari pandemi ini adalah kurang pemanfaatan
layanan medis penting untuk pasien dengan kebutuhan kesehatan yang
mendesak yang tidak terkait COVID-19. Ketika pandemi berlanjut, system
layanan kesehatan harus menghadirkan pelayanan yang diperlukan sambil
meminimalkan risiko bagi pasien dan tenaga kesehatan.7
Berdasarkan data rekam medis jumlah kunjungan pasien anak
rawat jalan dan Rujukan ke Rumah sakit mengalami peningkatan. Pada
tahun 2019 bulan Desember 2019 sampai dengan Februari 2020 jumlah
total kunjungan pasiennya 250 dan pada bulan Maret 2020 sampai dengan
Agustus 2020 jumlah total kunjungan pasien anak dengan ispa 1300 pasien
lama dan pasien baru.17
13

Karena itu peneliti sangat tertarik untuk meneliti kunjungan pasien


anak saat terjadi pandemi di Puskesmas Sindangjawa dalam kunjungan
pasien anak sebelum pandemidan sesudah pandemi COVID-19 terjadi
apakah terjadi peningkatan atau terjadi penurunan dalam kunjungan pasien
anak dengan ISPA saat masa pandemi COVID-19.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti


merumuskan masalah mengenai Dampak Pandemi COVID-19 Terhadap
Profil Kunjungan Pasien Anak Dengan ISPA di Puskesmas Sindangjawa
Kabupaten Cirebon.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya Perubahan profil kunjungan pasien anak dengan
ISPA di Puskesmas Sindangjawa.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menganalisis angka kunjunganpasien Anak dengan ISPA di
Puskesmas sindangjawa sebelum pandemi COVID-19.
b. Menganalisis angka kunjungan pasien Anak dengan ISPA di
Puskesmas Sindangjawa sesudah pandemi COVID-19
c. Menganalisis perbedaan angka kunjungan pasien anak dengan ISPA di
Puskesmas Sindangjawa sebelum dan sesudah pandemi COVID-19
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pegawai di Puskesmas Sindangjawa dalam angka kunjungan pasien dan
masukan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas dalam
perencanaan program Kunjungan pasien anak dengan penyakit ISPA.
1.4.2 Manfaat untuk Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat
mempengroleh informasi mengenai kualitas pelayanan yang diberikan
14

oleh puskesmas, sehingga masyarakat dapat menilai kualitas pelayanan


yang diberikan oleh puskesmas dan memperoleh kepuasan.
1.4.3 Manfaat untuk Peneliti

Merupakan ajang aplikasi teori dan melatih pola pikir dalam


menghadapi masalah-masalah khususnya dalam bidang kesehatan dan
promosi kesehatan.

1.5 Orsinalitas Penelitian


Tabel 1.1 Orsinalitas penelitian

Peneliti, Judul dan Jenis Penelitian Hasil Penelitian


Tahun
Sholahuddin Semua data diinput, Pengaturan perawatan
RhatomyandThomas ditabulasi dan dianalisis kesehatan diperlukan
Edison Prasetyo, menggunakan sistem untuk melihat
Impact of COVID-19 statistik SPSS 25.0 perubahan tren dan
on primary care visits: dengan demikian
Lesson learnt from the membantu dalam
early pandemic period perencanaan tindakan
pencegahan yang tepat
untuk ini

Vivi Setiawaty 2018, Pengujian Virus Human


Deteksi Virus menggunakan Metapneumovirus
Penyebab Infeksi multiplex PCR sebagai virus penyebab
Saluran Pernafasan didasarkan pada prinsip ISPA yang paling
Akut di Rumah Sakit Real-Time PCR sesuai banyak terdektesi
(Studi Pendahuluan dengan manual FTD33 dalam specimen kasus
dengan Uji Fast-Track dengan multiprimer ISPA berat yang
Diagnostik) untuk mendeteksi dirawat inap
virus-virus penyabab menggunakan tehnik
ISPA berat yang pemeriksaan diagnostic
15

dirawat inap cepat multiplex Real-


time
Pada penelitian ini yang akan dikaji adalah Profil kunjungan pasien
anak dengan ISPA di Puskesmas Sindangjawa Kecamatan Dukupuntang
Kabupaten Cirebon pada Desember 2019 hingga Agustus 2020. Desain
penelitian yang akan digunakan yaitu menggunakan time series dengandata
sekunder sedangkan yang membedakan dengan penelitian terdahulu adalah:

1. Judul penelitian ini dengan peneliti terdahulu. Judul penelitian ini adalah
Profil kunjungan pasien anak dengan ISPA di Puskesmas Sindangjawa
Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon pada Desember 2019 hingga
Agustus 2020
2. Variabel yang diteliti berbeda dengan penelitian terdahulu.
3. Tempat penelitian berbeda dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini
dilakukan di Puskesmas Sindangjawa Kabupaten Cirebon.
16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi ISPA

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2016) ISPA


merupakan penyakit yang bisa menyerang semua kalangan tanpa melihat
umur dan wilayah. Di Indonesia penyakit ISPA menjadi salah satu
penyakit yang berbahaya diantaranya adalah peneumonia sampai dengan
tahun 2014 angka cakupan peneumonia balita mengalami perkembangan
berarti, yaitu berkisar antara 20%-30%. Pada tahun 2015 terjadi
peningkatan menjadi 63,45%. Angka cakupan peneumonia pada balita
sebesar 0,16% mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2014
sebesar 0,08.12

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu


masalah kematian pada anak di Negara berkembang, ISPA adalah penyakit
saluran pernafasan atas atau bawah, biasanya menular yang dapat
menimbulkan berbagi spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa
gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan,
tergantung, faktor lingkungan, faktor penjamu. Namun demikian, sering
juga ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernafasan akut yang
disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia.Timbulnya
gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa
hari. Gejala meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorokan,
coryza (pilek), sesak nafas, mengi, atau kesulitan bernafas.11

Konsensus pertemuan ahli Infeksi Pernafasan Akut (tahun 2017)


menyatakan bahwa penyakit ISPA menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting untuk diperhatikan, karena ISPA merupakan
penyakit akut dan bahkan dapat menyebabkan kematian pada balita

6
17

diberbagai Negara berkembang termasuk Indonesia.Infeksi saluran


pernafasan atas merupakan penyakit dengan banyak gejala yang bervariasi
diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala tenggorokan
sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. Tipe virus serta
usia, kondisi fisiologis, dan imunologi seseorang juga mempengaruhi
gejala-gejala yang muncul. ISPA dapat terjadi tanpa gejala, atau bahkan
menyebabkan kematian, namun seringkali penyakit ini muncul sebagai
penyakit akut yang dapat sembuh dengan sendirinya.9

World Health Organization (WHO) tahun 2016 menyatakan angka


kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita ditingkat dunia
antara 15—20%, insidensi ISPA dinegara berkembang 0,29% jiwa dan
kawasan industri 0.05% jiwa sedangkan angka kejadian ISPA di Indonesia
151 juta jiwa per tahun. ISPA pada saluran nafas adalah suatu penyakit
yang umum terjadi pada masyarakat , dan menjadi salah satu penyebab
kematian tertinggi pada anak.15

Dikecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon, pada tahun 2020


bulan Agustus penderita ISPA merupakan jumlah terbesar dari kunjungan
pasien, dimana tercatat penderita ISPA sebanyak 28,58 % dari total
kunjungan. Dengan rata – rata kunjungan 45 pasien per bulan, Sedangkan
penderita ISPA Balita dibanding kunjungan balita sakit mencapai 48,87
%.17

Perilaku merokok membahayakan diri sendiri maupun orang lain


yang berada disekitarnya, karena asap rokok mengandung lebih dari 4000
zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker. Berdasarkan
presentase Negara dengan produsen tembakau terbesar di dunia, Indonesia
berada diposisi keenam dengan jumlah produksi tembakau sebesar 136
ribu ton atau sekitar 1,91% dari total produksi tembakau dunia.9
18

2.1.2 Klasifikasi ISPA

Menurut program pemberantasan penyakit ISPA terbagi dua


golongan yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Berdasarkan derajat
beratnya penyakit, ,Pneumonia itu sendiri dibagi lagi menjadi pneumonia
berat dan pneumonia tidak berat. Secara lebih jelasnya ISPA
diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok sebagai berikut :

a. Untuk kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun dibedakan dalam 3


klasifikasi antara lain:
1. Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam
2. Pneumonia ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, nafas cepat sebanyak 50 kali atau lebih/menit untuk
usia 2 bulan sampai< 1 tahun ada nafas cepat serta tidak adanya
“tarikan dinding dada bagian bawah kedalam”
3. Bukan pneumonia ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, tidak ada nafas cepat serta tidak adanya tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam
b. Untuk usia <2 bulan, Klasifikasi terdiri dari:
1. Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas, nafas cepat 60 kali atau lebih/menit atau tarikan kuat
dinding dada bagian bawah kedalam
2. Bukan pneumonia ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar
bernafas tidak adanya nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam.
2.1.3 Etiologi ISPA

Etiologi infeksi saluran pernafasan akut terdiri dari 300 jenis


bakteri,virus, dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara laingenus
Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Korinebakterium.
19

Sedangkan virus penyebab ISPA antara lain Miksovirus, Adnovirus,


pikornavirus, Herpesvirusdan lain-lain.9

Sebagian besar ISPA disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh bahan-bahan seperti aspirasi, minyak mineral, inhalasi bahan-
bahan organic atau uap spoampas tebu dipabrik gula, obat (Nitrofurantoin,
Busulfan, Metotreksat) radiasi dan Desquamative, interstitial pneumonia.11

2.1.4 Faktor Risiko ISPA

Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya ISPA, baik faktor


instrinsik, maupun faktor ekstrinsik.Adapun faktor tersebut adalah sebagai
berikut

1. Faktor intristik
Faktor intristik merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh itu
sendiri. Faktor intristik faktor yang meningkat kerentanan penjamu
terhadap kuman. faktor tersebut terdiri dari status gizi, status imunisasi,
pemberian asi, pemberian vitamin A dan umur pada anak.
2. Faktor ekstrisik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam luar tubuh,
biasanya disebut faktor lingkungan. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang
dapat meningkatkan pemaparan dari penjamu terhadap kuman penyebab
yang terdiri dari tiga unsur yaitu biologis, fisik, social ekonomi yang
meliputi, kondisi fisik rumah, jenis bahan bakar, ventilasi, kepadatan
hunian, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, kebiasaan orang tua
merokok.11
2.1.5 Pencegahan penyakit ISPA
Pencegaahan penyakit ISPA menurut Depkes RI tahun 2012 antara
lain:
a. Menjaga Kesehatan Gizi
Menjaga kesehatan gizi yang baik akan mencegah atau terhindar
dari penyakit, terutama penyakit ISPA misalnya dengan
20

mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak


minum air putih, olahraga dengan teratur, serta istirahat yang
cukup.
b. Imunisasi
Pemberian imunisasi sangat diperlukan. Imunisasi dilakukan untuk
menjaga kekebalan tubuh supaya tidak mudah terserang berbagai
macam penyakit yang disebabkan oleh virus.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan Lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur atau asap rokok yang ada didalam
rumah . Hal tersebut dapat mencegah seseorang menghirup asap
yang bisa menyebabkan penyakit ISPA.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh
virus/atau bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah
terjangkit penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk
kedalam tubuh.

2.1.6 Tanda dan Gejala ISPA


Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat yaitu dalam
beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit ISPA pada Anak dapat
menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala. Tanda dan gejala
ISPA seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit
telinga, dan demam.

Gejala ISPA adalah sebagai berikut :

a. Gejala dari ISPA ringan:

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan


satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Batuk
21

2. Serak, yaitu anak yang bersuara paru pada waktu


mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara
atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendiri atau ingus dari
hidung.
4. Panas atau Demam, suhu badan >37oC atau jika dari
anak diraba.
b. Gejala dari ISPA sedang
1. Pernapasan lebih dari 50x/menit pada anak yang
berumur < 1 tahun atau lebih dari 40x/menit pada anak
yang berumur 1 tahun atau lebih. Cara menghitung
pernapasan ialah dengan menghitung jumlah tarik
napas dengan 1 menit dengan menggerakan tangan.
2. Suhu >39oC (diukur dengan thermometer)
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
5. Telingan sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang
telinga.
6. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendekur)
7. Pernapasan berbunyi seperti mengi

c. Gejala dari ISPA berat


Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala
ISPA ringat atau ISPA sedang disertai 1 atau lebih gejala sebagai
berikut
1. Bibir atau kulit membiru
2. Lubang hidung kembang kepis (dengan cukup lebar)
pada waktu bernapas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
22

4. Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak


tanpa gelisah.
5. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas.
6. Nadi cepat lebih dari 160x/menit atau tidak teraba
7. Tenggorokan berwarna merah.11

2.1.7 Patofisiologi
ISPA

Virus: Mikrovirus, Adenoveirus, Bakteri Genus streptokokus,


Koronavirus, Pikornavirus, stafilokokus, pneumokokus,
Herpesvirus hemofillus, bordetella dan
korinebakterium

Masuk kedalam tubuh melalui


partikel udaran (droplet
infection)

Melekat pada sel epitel


hudung degan mengikuti
proses pernapasan

Masuk ke bronkus dan masuk


ke saluran pernapasan

Demam, batuk, pilek, sakit kepala


dan sebagainya

Gambar 2.1 Patofisiologi ISPA(12)


23

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran


nafas.Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi
bakteri.Timbul mekanisme pertahanan pada jalan napas seperti filrasi
udara, inspirasi dirongga hidung, reflek batuk, reflek epiglottis,
pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan
tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme system
pertahanan tersebut, akibatnya terjadi infasi di daerah-daerah saluran
pernapasan atas maupun bawah.13

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah


tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, oleh
karena itu, maka penyakit ISPA ini termasuk golongan air borne disease.
Penularan melalui udara dimaksud adalah cara penularan yang terjadi
tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontraminasi.
Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak
langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya
adalah karena menghisap udara yang mengandung unsure penyebab atau
mikroorganisme penyebab.13

ISPA dapat menular melalui beberapa cara yaitu:

a. Transmisi drooplate yang berasal dari orang (sumber) yang telah


terinfeksi atau yang telah menderita ISPA. Drooplate dapat
menular selama terjadinya batuk, bersin dan berbicara. Penularan
terjadi bila droplet yang mengandung mikroorganisme ini
tersembur dalam jarak dekat (<1m) melalui udara dan terdeposit di
mukossa mata, mulut, hidung, tenggorokan, atau faring orang lain.
Karena droplet tidak terus melayang di udara.
b. Kontak Langsung
Yaitu kontak langsung atau bersentuhan dengan bagian tubuh yang
terdapat pathogen, sehingga pathogen berpindah ke tubuh yang
bersangkutan.12
24

2.1.8 Penatalaksanaa Penderita ISPA


Bayi baru lahir dan bayi berusia satu bulan atau disebut ‘bayi
muda’ yang menderita pneumonia dapat tidak mengalami batuk dan
frekuensi pernapasan secara normal sering melebihi 50 kali permenit.
Infeksi bakteri pada kelompok usia tersebut dapat hanya menampakkan
tanda klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan pneumonia
dari sepsis dan meningitis.13
Infeksi tersebut dapat cepat fatal pada bayi muda yang telat diobati
dengan sebaik-baiknya di rumah sakit dengan antibiotic parental. Cara
yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena pneumonia
adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan adanya
penyediaan antibiotic yang tepat secara teratur melalui fasilitas perawatan
tingkat pertama dokter praktik umum. Langkah selanjutnya untuk
mengurangi angka kematian karenapneumonia dapat dicapai dengan
menyediakan perawatan rujukan untuk anak yanag mengalami ISPA berat
memerlukan oksigen, antibiotic lini II serta keahlian klinis yang lebih
hebat.
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk
standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi
penggunaan antibiotic untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat.
Adapun pengobatan yang dapat di berikan, yaitu:
a. pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan
antibiotic parenteral, oksigen dan sebagainnya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotic kotrimoksasolperoral.
Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau
dengan pemberian konrimoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dopakai obat antibiotic pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic.
Diberikan perwatan dirumah, untuk batuk dapat
25

digunakan oabat batuk tradisional atau obat batuk lain


yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein, dekstrometorfan dan antihistamiiiin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan kelenjar getah bening di leher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
strepcoccus dan harus diberi antibiotic (penisilin)
selama 10 tanda bahaya seperti bayi atau anak dengan
tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk
pemeriksaan selanjutnya.16

2.1.9 Faktor Risiko Penyakit ISPA


Menurut Departemen Kesehatan RI secara umum terdapat 3(tiga) faktor
risiko terjadinya ISPA yaitu lingkungan, faktor individu anak dan faktor
perilaku.16

Lingkungan merupakan segala sesuatu ataupun kondisi di sekitar


ruang lingkup kehidupan manusia / individu. Salah satu diantaranya adalah
lingkungan fisik yaitu temperatur, cahaya, pertukaran udara, perumahan,
pakaian, air, tanah dan sebagainya.16

Faktor lingkungan memegang peranan yang penting dalam


menentukan terjadinya proses interaksi antara host dengan agent dalam
proses terjadinya penyakit. Secara garis besarnya lingkungan terdiri dari
lingkungan fisik, biologis dan sosial.Keadaan fisik sekitar manusia
berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung maupun tidak
terhadap lingkungan–lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia.
Lingkungan fisik (termasuk unsur kimia) meliputi udara, kelembaban, air
dan pencemaran udara. Berkaitan dengan ISPA adalah termasuk air borne
disease karena salah satu penularannya melalui udara yang tercemar dan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, maka udara secara
26

epidemiologi mempunyai peranan penting yang besar pada transmisi


penyakit infeksi saluran pernapasan.16

Salah satu gangguan yang mungkin disebabkan oleh pencemaran


kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) adalah ISPA. Infeksi
Saluran Pernafasan Atas dapat meliputi bagian atas saja dan bahkan bagian
bawah seperti laringitis, tracheobronchitis, bronkhitis dan pneumonia.15,16

Perkembangan timbulnya penyakit menggambarkan secara spesifik


peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah sejak lama sudah
diperkirakan pengaruh lingkungan terhadap terjadinya penyakit. Apabila
dilihat dari segi ilmu lingkungan, penyakit terjadi karena adanya interaksi
antara manusia dengan lingkungan hidupnya.16

Status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu induk


semang (host), agen penyakit (agent) dan lingkungan (environment)
seperti yang di gambar. Ketiga faktor tersebut akan berinteraksi dan
menimbulkan hasil positif maupun negatif. Hasil interaksi akan
menimbulkan keadaan sehat sedangkan interaksi yang negatif akan
memberikan keadaan sakit.

Gambar 2.2 : Interaksi host, agent, dan environtment

Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap dalam


ruangan yang bersumber dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu atau
arang atau asap. Di samping itu ditentukan oleh ventilasi, kepadatan
penghuni, suhu ruangan, kelembaban, penerangan alami, jenis lantai,
27

dinding, atap, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan


sampah, ketersediaan air bersih, dan debu (polutan).16

2.1.9.1 Faktor Lingkungan


2.1.9.1.1 Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan
paru sehngga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi
pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam
rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang temoat bayi da anak balita
bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih
lama berada di rumah bersama ibunya sehingga dosis pencemaran
tentunya akan lebih tinggi.18
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan
polusi udara diantaranya ada peningkatan risiko bronchitis, pneumonia
pada anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi
pada kelompok umur 5-10 tahun.18

2.1.9.1.2 Tinjauan tentang kualitas kondisi fisik Rumah


a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam dan


pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah atau
mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat
dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai
sistem ventilasi yang baik dan over crowded maka akan menimbulkan
keadaan yang dapat merugikan kesehatan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 tahun 1999


tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas penghawaan atau
ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai, dengan
28

adanya ventilasi yang baik maka udara segar dapat dengan mudah masuk
ke dalam ruangan sehingga kejadian ISPA akan semakin berkurang.

Pencahayaan harus cukup baik waktu siang maupun malam


hari.Pada malam hari pencahayaan yang ideal adalah penerangan
listrik.Pada waktu pagi hari diharapkan semua ruangan mendapatkan sinar
matahari. Pengaruh buruk berkurangnya ventilasi adalah berkurangnya
kadar oksigen, bertambahnya kadar gas karbondioksida, adanya bau
pengap, suhu udara ruangan naik, dan kelembapan udara ruangan
bertambah.

a. Lantai

Lantai yang baik harus selalu kering, tinggi lantai harus


disesuaikan dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka
tanah.Syarat yang penting adalah tidak berdebu pada musim kamarau dan
tidak basah pada musim hujan, sehingga dapat mencegah terjadinya
penularan penyakit terhadap penghuninya.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/


SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, komponen dan
penataan ruangan rumah sehat dimana lantai dalam keadaan kering dan
tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air, mudah di bersihkan dan tidak
rawan kecelakaan. Keadaan lantai perlu diplester dan akan lebih baik
apabila dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan. Jenis lantai
yang terbuat dari tanah saat musim hujan akan lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan terhadap penghuninya dan merupakan tempat
yang baik untuk berkembangbiaknya kuman penyakit, termasuk bakteri
penyebab ISPA. Lantai juga harus sering dibersihkan karena lantai yang
basah dan berdebu menimbulkan sarang penyakit.

b. Kelembaban
29

Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat


menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme.Faktor resiko yang
dapat menyebabkan kelembaban berubah-ubah adalah kontruksi rumah
yang tidak baik seperti atap yang bocor, lantai dan dinding rumah yang
tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami.

Persyaratan kesehatan untuk kelembaban di dalam rumah menurut


Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 /Menkes/SK/VII/1999 adalah
berkisar antara 40% hingga 70%. Kelembaban udara yang tidak
memenuhi syarat dapat menjadi sarana yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme sehingga kuman pathogen dapat tumbuh dan
berkembang terutama pada daerah yang tingkat kelembaban yang tinggi.

c. Pencahayaan

Cahaya matahari sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama


bagi kesehatan.Selain itu, untuk penerangan cahaya matahari juga dapat
mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman
penyakit tertentu seperti ISPA, TBC, Influenza, penyakit mata dan lain-
lain.Agar dapat memperoleh cahaya yang cukup, setiap ruang harus
memiliki lubang cahaya yang memungkinkan masuknya sinar matahari ke
dalam ruangan baik secara lansung maupun tidak langsung.Sedikitnya
setiap rumah harus mempunyai lubang cahaya yang dapat berhubungan
langsung dengan cahaya matahari, minimal 10% dari luas lntai rumah.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829/Menkes/SK/


VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, pencahayaan alami
dianggap baik jika besarnya minimal 60 lux. Pencahayaan alami dan atau
buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan
dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

d. Kepadatan Hunian Rumah


30

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 tahun 1999


tentang persyaratan kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang
tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang,
kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Bangunan yang sempit dan tidak
sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya
oksigen di dalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun,
kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernapasan seperti ISPA.

Kepadatan hunian yang tinggi akan memperburuk sirkulasi udara.


Hal ini akan mengakibatkan penyakit saluran pernapasan terkhususnya
yang disebabkan oleh virus akan lebih cepat menyerang anggota keluarga.
Semakin tinggi kepadatan hunian suatu rumah maka semakin mudah
penularan penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara pada balita
seperti gangguan pernapasan atau ISPA.

e. Suhu

Suhu dalam ruang rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan


gangguan kesehatan hingga hypothermia, sedangkan suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke.
Perubahan suhu udara dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang tidak
memenuhi syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan, kondisi
geografis dan kondisi topografi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 tahun 1999


tentang persyaratan kesehatan perumahan, suhu udara yang ideal dan
nyaman adalah berkisar antara 180C – 300C. Jika suhu udara diatas 300C
diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi udara dengan menambah
ventilasi, dan apabila suhu kurang dari 180C maka perlu memerlukan
pemanas ruangan dengan menggunakan sumber energy yang aman bagi
lingkungan dan kesehatan. Suhu ruangan sangat di pengaruhi oleh suhu
31

udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, suhu benda-benda yang


ada di sekitar.

2.2 Konsep Dasar Anak


2.2.1 Pengertian
Masa kanak-kanak dini atau anak usia pra-sekolah merupakan fase
perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki
kesadaran tentang dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, dapat
mengatur diriya sendiri dan mengenal beberapa hal yang dianggap
berbahaya. Secara umum, aspek-aspek perkembangan pada usia anak pra
sekolah ini dapat diuraikan sebagai berikut.8
a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan


perkembangan berikutnya.Seiring meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik
menyangkut berat badan dan tinggi, maupun tenaganya, memungkinkan
anak untuk lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi
terhadap lingkungan tanpa bantuan orang tua. Pada usia ini banyak
perubahan fisiologis seperti pernapasan yang menjadi lebih lambat dan
dalam serta denyut jantung lebih lama dan menetap Proporsi tubuh juga
berubah secara dramatis seperti pada usia 3 tahun, rata-rata tingginya
sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5
tahun tingginya dapat mencapai 100-110 cm. Tulang kakinya tumbuh
dengan cepat dan tulang-tulang semakin besar dan kuat, pertumbuhan gigi
semakin komplit. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi
yang cukup seperti protein, vitamin, dan mineral.8

b. Perkembangan Intelektual

Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada


periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu
menguasai operasi mental secara logis. Periode ini juga ditandai dengan
berkembangnya representasional atau symbolic function yaitu kemampuan
32

menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan sesuatu yang lain


menggunakan simbol-simbol seperti bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk
melambangkan sesuatu atau peristiwa Melalui kemampuan diatas, anak
mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Ia dapat
menggunakan kata-kata, benda untuk mengungkapkan lainnya atau suatu
peristiwa.8

c. Perkembangan Emosional

Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa


akunya (dirinya) berbeda dengan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran
ini diperoleh dari pengalaman bahwa tidak semua keinginannya dapat
dipenuhi orang lain. Bersamaan dengan itu berkembang pula perasaan
harga diri. Jika lingkungannya tidak mengakui harga dirinya seperti
memperlakukan anak dengan keras, atau kurang menyayanginya maka
dalam diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala, menentang,
atau menyerah dengan terpaksa .Beberapa emosi umum yang berkembang
pada masa anak yaitu, takut (perasaan terancam), cemas (takut karena
khayalan), marah (perasaan kecewa), cemburu (merasa tersisihkan),
kegembiraan (kebutuhan terpenuhi), kasih sayang (menyenangi
lingkungan), phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin mengenal).8

d. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak pra-sekolah, dapat diklasifikasikan kedalam
dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya). Masa Ketiga (2,0-
2,6 tahun) bercirikan (Hidayat ,Aziz Alimul, 2013);
1. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
2. Anak sudah mampu memahami memahami tetang perbandingan.
3. Anak banyak menanyakan tempat dan nama; apa, dimana, darimana,
dsb.
4. Anak sudah mulai menggunakan kata-kata berawalan dan berakhiran.

Tahap Keempat (2,6-6,0 tahun) bercirikan;


33

1. Anak sudah menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.


2. Tingkat berpikir anak sudah lebih maju
3. Anak banyak bertanya tentang waktu, sebab akibat melalui pertanyaan
kapan, mengapa, bagaimana, dsb.
e. Perkembangan Sosial
Pada usia anak pra-sekolah (terutama mulai usia 4 tahun),
perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai
aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan
sosial pada tahap ini adalah
1. Anak mulai mengetahui aturan-aturan (lingkungan keluarga/lingkungan
bermain).
2. Sedikit-sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
3. Anak makin menyadari akan kepentingan diri dan kepentingan orang
lain.
4. Anak sudah bisa bersosialisasi (bermain) dengan anak-anak yang lain
(peer group)
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-
psikologis keluarga. Anak akan mampu menyesuaikan diri dengan
keharmonisan, kerjasama dan berkomunikasi serta konsisten pada
aturan bila lingkungan keluarga bersuasana kondusif.
f. Perkembangan Bermain
Usia anak pra-sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena
setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Terdapat beberapa macam
permainan anak seperti
1. Permainan fungsi (permainan gerak), seperti: meloncat-loncat, berlarian
dsb.
2. Permainan fiksi, seperti: kuda-kudaan, perang-perangan dsb
3. Permainan reseptif atau apresiatif, seperti: mendengar cerita, dongeng
4. Permainan konstruksi, seperti: membuat kue dari tanah, membuat rumah-
rumahan
34

5. Permainan prestasi, seperti: sepak bola, basket,Secara psikologis dan


pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak,
diantaranya;
a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga dsb
b. Anak dapat mengembangkan rasa percaya diri, tanggung jawab.
c. Anak dapat berimajinasi secara luas dan berkreatifitas.
d. Anak dapat mengenal aturan bermain
e. Anak dapat memahami bahwa dirinya dan orang lain sama-sama
mempunyai kelebihan dan kekurangan.
f. Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau
toleransi.
g. Perkembangan Kepribadian
Masa anak-anak awal ini lazim disebut masa Trotzalter atau
periode perlawanan atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi karena ada
perubahan yang signifikan dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan Aku-
nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari lingungannya atau orang
lain, dia suka menyebut nama dirinya apabila bericara dengan orang lain.
Dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak yang
berhadapan yaiu Aku-nya dan orang lain (orang tua, saudara, teman). Dia
sadar bahwa tidak semua keinginannya akan dipenuhi orang lain atau
diperhatikan kepentingannya
Pertentangan didalam diri anak ini dapat menyebabkan ketegangan
sehingga tidak jarang anak meresponsnya dengan sikap membandel atau
keras kepala. Bagi usia anak, sikap membandel ini merupakan suatu
kewajaran, karena perkembangan pribadi mereka sedang bergerak dari
sikap dependen (membutuhkan perawatan) ke independent (bebas). Oleh
karena itu agar tida berkembang sikap membandel anak yang kurang
terkontrol orang tua harus menghadapinya secara bijaksana dan penuh
kasih sayang.
h. Perkembangan Moral
35

Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas
terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan teman sebaya)
melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Melalui proses
berinteraksi ini anak belajar memahami tentang kegiatan atau prilaku yang
baik, buruk, dilarang, disetujui, dsb. Maka berdasarkan pemahaman iti,
anak harus senantiasa dilatih dan dibiasakan bagaimana seharusnya
bertingkah laku yang baik.
Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik buruk, benar salah,
orang tua hendaknya memberikan penjelasan tentang alasannya, seperti;
mengapa harus gosok gigi sebelum tidur, mengapa harus mencuci tangan
sebelum makan, mengapa tidak boleh membuang sampah sembarangan.
Hal ini diharapkan akan mengembangkan self-control atau self discipline
(kemampuan mengendalikan diri) pada anak. Pada usia pra-sekolah
berkembang kesadaran sosial anak yang meliputi sikap simpati atau sikap
kepedulian terhadap sesama.8

i. Perkembangan Kesadaran Beragama


Secara umum, kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut ;
a. Sikap keagamaannya masih bersifat reseptif (menerima) meski
banyak bertanya.
b. Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum
mendalam) meski telah ikut berpartisipasi dalam beribadah.
c. Hal keTuhanan dipandang secara khayalan sesuai taraf
berpikirnya.
Pengetahuan anak tentang agama akan terus berkembang
ketika mendengarkan ucapan-ucapan orang tuanya, melihat sikap
dan prilaku orang tuanya saat beribadah, serta pengalaman dalam
mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang tuanya.8
36

2.3 Covid-19
2.3.1 Definisi Covid

Berdasarkan Panduan Surveilans Global WHO untuk novel Corona-virus


2019 (COVID-19) per 20 Maret 2020, definisi infeksi COVID-19 ini
diklasifikasikan sebagai berikut:4

1. Kasus Terduga (suspect case)


a. Pasien dengan gangguan napas akut (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas), dan riwayat
perjalanan atau tinggal di daerah yang melaporkan penularan di komunitas
dari penyakit COVID-19 selama 14 hari sebelum onset gejala
b. Pasien dengan gangguan napas akut dan mempunyai kontak dengan
kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19 dalam 14 hari terakhir
sebelum onset
c. Pasien dengan gejala pernapasan berat (demam dan setidaknya satu
tanda/gejala penyakit pernapasan, seperti batuk, sesak napas dan
memerlukan rawat inap) dan tidak adanya alternatif diagnosis lain yang
secara lengkap dapat menjelaskan presentasi klinis tersebut.
2. Kasus probable (probable case)
a. Kasus terduga yang hasil tes dari COVID-19 inkonklusif; atau
b. Kasus terduga yang hasil tesnya tidak dapat dikerjakan karena alasan
apapun.
3. Kasus terkonfirmasi yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan laboratorium
infeksi COVID-19 positif, terlepas dari ada atau tidaknya gejala dan tanda
klinis.4

2.3.2 Klasifikasi Covid-19


Klasifikasi infeksi COVID-19 di Indonesia saat ini didasarkan pada
buku panduan tata laksana pneumonia COVID-19 Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes RI). Terdapat sedikit perbedaan dengan
klasifikasi WHO, yaitu kasus suspek disebut dengan Pasien dalam
37

Pengawasan (PdP) dan ada penambahan Orang dalam Pemantauan (OdP).


Istilah kasus probable yangsebelumnya ada di panduan Kemenkes RI dan
ada pada panduan WHO saat ini sudah tidak ada. Berikut klasifikasi
menurut buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disesase (COVID-19).5
1. Pasien dalam Pengawasan (PdP)
a. Orang dengan Infeksi Saluran PernapasanAkut (ISPA) yaitu demam
(≥38ºC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan
seperti: batuk/ sesak nafas/ sakit tenggorokan /pilek/ pneumonia ringan hingga
berat dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.
b. Orang dengan demam (≥38ºC) atau riwayat demam atau ISPA dan pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19.
c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
2. Orang dalam Pemantauan (OdP)
a. Orang yang mengalami demam (≥38ºC) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistempernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk dan tidak ada
penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.
b. Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti
pilek/sakit tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

3. Orang Tanpa Gejala (OTG)


38

Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari


orang konfirmasi COVID-19 Orangtanpagejalamerupakanseseorang
dengan riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.5
2.3.3 Kontak Erat
Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada
dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien
dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala
dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Termasuk kontak erat adalah:
a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan
membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan
alat pelindung diri (APD) sesuai standar
b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus
(termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari
sebelumkasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul
gejala.
c. Orangyangbepergianbersama(radius1meter) dengan segala jenis
alat angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.5

2.3.4 Etiologi dan Patogenesis Covid-19

Patogenesis infeksi COVID-19 belum diketahui seutuhnya. Pada


awalnya diketahui virus ini mungkin memiliki kesamaan dengan SARS
dan MERS CoV, tetapi dari hasil evaluasi genomik isolasi dari 10 pasien,
didapatkan kesamaan mencapai 99% yang menunjukkan suatu virus baru,
dan menunjukkan kesamaan (identik 88%) dengan bat-derived severe
acute respiratory syndrome (SARS)-like coronaviruses, bat-SL-CoVZC45
dan bat-SL-CoVZXC21, yang diambil pada tahun 2018 di Zhoushan, Cina
bagian Timur, kedekatan dengan SARS-CoV adalah 79% dan lebih jauh
lagi dengan MERS-CoV (50%).4
39

Proses imunologik dari host selanjutnya belum banyak diketahui.


Dari data kasus yang ada, pemeriksaan sitokin yang berperan pada ARDS
menunjukkan hasil terjadinya badai sitokin (cytokine storms) seperti pada
kondisi ARDS lainnya. Dari penelitian sejauh ini, ditemukan beberapa
sitokin dalam jumlah tinggi, yaitu: interleukin-1 beta (IL-1β), interferon-
gamma (IFN-γ), inducible protein/CXCL10(IP10) dan monocyte
chemoattractant protein 1 (MCP1) serta kemungkinan mengaktifkan T-
helper-1 (Th1).

Selain sitokin tersebut, COVID-19 juga meningkatkan sitokin T-


helper-2 (Th2) (misalnya, IL4 and IL10) yang mensupresi inflamasi
berbeda dari SARS-CoV. Data lain juga menunjukkan, pada pasien
COVID-19 di ICU ditemukan kadar granulocyte-colony stimulating factor
(GCSF), IP10,MCP1, macrophage inflammatory proteins 1A (MIP1A)
dan TNFα yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak memerlukan
perawatan ICU. Hal ini mengindikasikan badai sitokin akibat infeksi
COVID-19 berkaitan dengan derajat keparahan penyakit.4,5

2.3.5 Penularan

Virus corona merupakan zoonosis, sehingga terdapat


kemungkinkan virus berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada
COVID-19 belum diketahui dengan pasti proses penularan dari hewan ke
manusia, tetapi data filogenetik memungkinkanCOVID-19 juga
merupakan zoonosis. Perkembangan data selanjutnya menunjukkan
penularan antar manusia (human to human), yaitu diprediksi melalui
droplet dan kontak dengan virus yang dikeluarkan dalam droplet. Hal ini
sesuai dengan kejadian penularan kepada petugas kesehatan yang merawat
pasien COVID-19, disertai bukti lain penularan di luar Cina dari seorang
yang datang dari Kota Shanghai, Cina ke Jerman dan diiringi penemuan
hasil positif pada orang yang ditemui dalam kantor. Pada laporan kasus ini
bahkan dikatakan penularan terjadi pada saat kasus indeks belum
40

mengalami gejala (asimtomatik) atau masih dalam masa inkubasi. Laporan


lain mendukung penularan antar manusia adalah laporan 9 kasus penularan
langsung antar manusia di luar Cina dari kasus index ke orang kontak erat
yang tidak memiliki riwayat perjalanan manapun. Penularan ini terjadi
umumnya melalui droplet dan kontak dengan virus kemudian virus dapat
masuk ke dalam mukosa yang terbuka.Suatu analisis mencoba mengukur
laju penularan berdasarkan masa inkubasi, gejala dan durasi antara gejala
dengan pasien yang diisolasi. Analisis tersebut mendapatkan hasil
penularan dari 1 pasien ke sekitar 3 orang di sekitarnya, tetapi
kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak
pasien ke orang sekitar lebih lama sehingga risiko jumlah kontak tertular
dari 1 pasien mungkin dapat lebih besar.4

2.3.6 Dampak Covid-19 dalam Pelayanan Kesehatan

Dalam pelayanan kesehatanPenyebaran Covid-19 ini pun


berdampak ke berbagai sektor, Mulai dari ekonomi, pariwisata,
transportasi, politik hingga pelayanan publik termasuk kesehatan.Di rumah
pelayanan kesehatan, menyebabkan pasien di banyak rumah sakit penuh
sehingga rumah sakit harus menolak dan memilih pasien berdasar prioritas
kondisi dan penyakitnya. Mengetahui semakin membludaknya pasien di
rumah sakit, pemerintah berupaya memperlambat laju percepatan
penyebaran Covid-19 ini dengan menerapkan Kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar.4

Adanya pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) di Indonesia


membuat kekhawatiran masyarakat luas untuk datang memeriksakan diri
ke fasilitas kesehatan (faskes) karena takut tertular Covid-19. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, perlu diberikan informasi kesehatan yang
tepat, cepat dan lengkap agar masyarakat yang memang membutuhkan
layanan kesehatan, khususnya Puskesmas tidak takut untuk datang dan
berobat ke Puskesmas.4
41

Puskesmas merupakan garda terdepan dalam melayani kesehatan


masyarakat di wilayahnya, sehingga Puskesmas tidak pernah berhenti dalam
melayani masyarakat baik didalam gedung maupun diluar gedung. Pada saat
ini, dalam masa adaptasi kebiasaan baru, pelayanan puskesmas telah banyak
dilakukan perubahan untuk mengantisipasi potensi meningkatnya kembali
kasus Covid-19. Selain pelayanan dalam bentuk virtual, pelayanan langsung
kepada masyarakat tetap harus dilaksanakan dengan memenuhi protokol
kesehatan yang telah ditetapkan, misalnya penyediaan alat cuci tangan,
dilakukan pemeriksaan suhu sebelum masuk Puskesmas, pembatasan jumlah
pengunjung/pengantar pada ruang tunggu sesuai jumlah kursi yang ada
hingga pemberlakuan sekat untuk membatasi kontak antara pasien dengan
petugas kesehatan pada tiap-tiap bagian pelayanan.4

Pelayanan kesehatan sangat berhubungan dengan tenaga medis,


apabila medisnya kekurangan atau bahkan imunnya rendah, maka pelayanan
kesehatan tidakakan maksimal.Sehat tidak berarti hanya fisik saja, namun
psikis dan sosial pun juga perlu dijaga supaya seimbang. Perawat dari Rumah
Sakit Persahabatan menuturkan bahwa ia bersama dengan rekan-rekan tenaga
medis lainnya kerap distigma akibat diketahui merawat pasien Covid-19.
Banyak cerita bahwa tenaga medis kerap dikucilkan di lingkungan
masyarakat.Mereka tidak lagi dapat melakukan kehidupan sosial layaknya
masyarakat pada umumnya.Hal ini tentu menambah beban para tenaga medis
sebagai pelayan utama.Bukan hanya ancaman sakit fisik, namun juga psikis
dan sosial. Seperti teori milik Talcott Parsons yang disampaikan oleh
Darmian bahwa:Ketika seseorang tidak bisa memenuhi role-nya di
masyarakat maka ia sebanarnya sedang sakit. Hal ini yang sedang
menjangkiti para tenaga medis, mereka sulit untuk bersosial di masyarakat
akibat stigma yang ditujukan kepadanya. Parsons menyebut penyakit ini
dalam teorinya dengan nama Sick Role. Bisa dikatakan seperti ini karena
pada dasarnya manusia tidak bisa dipisahkan dari peran sosialnya. Stigma
yang menimpa tenaga medis mengindikasikan peran sosialnya menjadi
42

terciderai, ia tidak bisa berkumpul dengan keluarga, di masyarakat mereka


sudah lagi tidak diterima.

Oleh karena itu, dukungan dan kesadaran setiap masyarakat sangat


diperlukan dalam mengatasi pandemi ini.Kesadaran kolektif harus benar-
benar diciptakan dalam hidup masyarakat.Peran pemerintah sebagai
komandan nasional juga sangat strategis dalam membangun kesadarn kolektif
ini. Dukungan pemerintah kepada pelayan kesehatan berupa bantuan Alat
Pelindung Diri (APD),masker, sarung tangan, dan sebagainya sangat
diperlukan. Peran masyarakat dalam menghimpun dana melalui donasi
crowdfunding juga diperlukan dalam upaya bahu membahu menyediakan
pelayanan maksimal kepada pelayan kesehatan sebagai garda terdepan
menyembuhkan pasien terdampak Covid-19.4

Per 14 April 2020, data pasien meninggal di Indonesia lebih banyak


dibandingkan dengan pasien sembuh.Gugus Tugas menyampaikan melalui
juru bicaranya, bahwa pasien meninggal mencapai 459 sedangkan yang
sembuh mencapai 426 orang. Angka ini menunjukkan angka kematian atau
case fatality rate (CER) menjadi 9,49 persen, ini termasuk angka yang tinggi
dibandingkan dengan negara lain. Bahkan dari tenaga medisnya sendiri sudah
terdapat korban sebanyak 24 orang.Pandemi Covid-19 telah berdampak pada
sebagian besar pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia.

Hasil survei Kementerian Kesehatan menunjukkan, sekitar 83,9%


pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia terkena dampak. Salah
satunya, pelayanan imunisasi yang terhenti."Hampir 83,9% pelayanan
kesehatan terdampak. Artinya pelayanan imunisasi tidak dilaksanakan lagi.
Tentu kita tahu dampak kalau imunisasi tidak dilakukan,4
43

2.4 Kerangka Teori

Dampak Pandemi COVID-


19 Terhadap Profil
Kunjungan Pasien anak

Orang dengan gejala: Demam


Orang yang datang dengan menetapi infeksi saluran nafas
salah gejala (Demam, batuk (peningkatan frekuensi saluran
menetap , sakit nafas dan batuk) Penurunan
tenggorokan) Kesadaran

Kunjungan pasien

2.4 Kerangka konsep

Berdasarkan tujuan di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Pandemi COVID-19
Kunjungan pasien
anak dengan ISPA

Variabel Bebas Variabel Terikat


44

2.6 Hipotesis

1. H0 :Tidat dapat perbedaan profil kunjungan pasien Anak dengan ISPA


pada masa pandemik COVID-19

2. H1 : Terdapat penurunan Kunjungan pasien Anak dengan ISPA pada


masa pandemic COVID-19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini mencakup Ilmu Kesehatan Anak


dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sindangjawa di daerah


Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon dan waktu penelitian ini
dimulai dari bulan Desember 2019 sampai bulan Agustus 2020.

3.3. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian observasional deskriptif .


Penelitian observasional deskriptif karena penelitian bertujuan untuk
mendeskripsikan suatu kejadian atau suatu keadaan tertentu tanpa mencari
hubungan antara variabel.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah pasien anak-anak di


wilayah puskesmas sindangjawa di daerah Kecamatan Dukupuntang
Kabupaten Cirebon.

3.4.2 Populasi Terjangkau


45

Populasi terjangkau pasien anak yang berobat di Puskesmas


sindangjawa dari bulan desember 2019 sampai bulan agustus 2020.

3.4.3 Sampel Penelitian

3.4.3.1 Kriteria Inklusi34

Pada penelitian ini kriteria inklusi untuk sampel yang telah


ditetapkan adalah:

1. Pasien anak berusia < 17 tahun yang datang ke


Puskesmas Sindangjawa dan di diagnosis menderita
ISPA
2. Mendatangi dan memeriksakan diri ke Puskesmas
Sindangjawa dari bulan Desember 2019 s/d Agustus
2020.
1.4.3.2 Kriteria Eksklusi
1. Pasien memiliki riwayat penyakit paru kronis
2. Pasien memiliki riwayat penyakit paru kongenital

3.4.3.3 Cara Sampling

Penelitian ini akan menggunakan teknik total sampling.

3.4.3.4 Besar Sampling

Besar sampling menggunakan total sampling dengan total


sampling dengan total 300 orang, yaitu dihitunga dari semua anak-
anak yang di diagnosis menderita ISPA di Puskesmas
Sindangjawa.
46

3.5 Definisi Operasional

Nama Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Variabel Operasional
Kunjunga Jumlah pasien anak Jumlah Data Pasien Rasio
n pasien usia kurang dari 17 pasien kunjungan dalam satu
tahun yang dalam satu puskesmas bulan
berkunjung bulan perdasar
kepuskesmas untuk berdasarkan laporan
berobat. Sebelum data puskesmas
covid pada bulan puskesmas dan daftar
desember 2019 tilik
sampai febuari 2020.
Dan sesudah covid
pada bulan maret
smapi agustus 2020.

3.6 Cara Pengumpulan Data

3.6.1 Alat dan Bahan

Pada penelitian ini jenis data yang digunakan berupa data sekunder
yang didapat dari data laporan puskesmas dan daftar tilik.

3.6.2 Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan :
1. Menyiapkan proposal
47

2. Mengurus surat izin


3. Mengajukan Ethical clearance

2. Tahap pelaksanaan :
1. Menghitung populasi
2. Menentukan sampel
3. Tahap penyelesaian :
1. Mengolah dan menganalisa data
2. Menyusun laporan penelitian
3.7 Alur Penelitian

Pengajuan
Usulan Pengesahan Ethnical clearance
Proposal Proposal

Input Data
Mengolah data &
Menganalisis Pengambilan
Data Data

MenYusun
Laporan
Penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian

3.8 Analisis Data


Analisis univariat
Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Dalam
penelitian ini menggunakan analisisi univariat yang digunakan untuk
mendeskripsikan peningkatan atau penurunan umur dan jenis kelamin
48

kunjungan pasien sebelum pandemi COVID19 dan sesudah pandemi


COVID19
3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini akandilakukan setalah mendapatkan Ethical Clearance dari


Komisi Etik Fakultas Kedokteran UGJ dengan memperhatikan kaidah sebagai
berikut:

1. Anonymity ( Tanpa Nama)


Untuk menjaga indentitas sampel, penelitian tidak mencantumkan
nama sampel namun hanya menggunakan kode sampel
2. Confidentialiy (Kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan semua informasi yang telah diambil
dari catatan rekam medis dan akan dijaga hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian.
3. Justice (Keadilan)
Penelitian ini dilakukan secara jujur, hati-hati, professional,
berperikemanusiaan dan memperhatikan faktor-faktor ketepata,
keseksamaan, dan kecermatan.
4. Beneficence (Manfaat)
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian agar
mendapatkan hasil yang bermanfaat dan maksimal di tingkat populasi
atau sampel. Penelitian ini juga akan meminimalisasikan dampak yang
akan merugikan subjek.
49

DAFTAR PUSTAKA

1. Arianto. Komunikasi Kesehatan (Komunikasi Antara Dokter dan Pasien).


Universitas Tadulako. Palu; 2013.
2. Anggraeni, W. 2015. Prediksi Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan
Menggunakan Metode Genetics Fuzzy Usada Sidoarjo. Jurnal Teknik ITS.
3. Buana, Dana Riksa, "Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam
Menghadapi Pandemi Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga
Kesejahteraan Jiwa," Salam: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, Volume 7,
No. 3 (2020).
4. Centers for Disease Control and Prevention. Coronavirus
(COVID-19) [Internet]. [2020] - [cited 2020 Feb 2]. Available
from: https://www.cdc.gov/coronavirus/about/index.html4.
5. Clinical management of severe acute respiratory infection when novel
coronavirus (2019-nCoV): interim guidance, World Health Organization,
2020 January 28.
6. Depkes, R. I. (2015). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
7. Infection prevention and control during health care when novel
coronavirus (nCoV) infection is suspected. Interim guidance. World
Health Organization, 2020 January 25.
8. Kamilah, S. (2015), Hubungan pola asuh dengan perkembangan anak usia
1-3 tahun di Puskesmas jatinegara Jakarta Timur. Jurnal Ilmu
Keseperawatan Indonesia,5
9. Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia 2016 dan informai kesehatan
tahun 2017.
10. Kementerian Kesehatan RI, 2016, “profil kesehatan Indonesia tahun
2015”.
11. Konsensus. Perteman Ahli Infeksi Saluran Pernafasan Atas 2017.
50

12. Masriadi . Hubungan Merokok dengan kejadian ISPA pada Balita Di


Wilayah kerja Puskesmas Bangko kecamatan Bangko Kabupaten
Merangin Provinsi Jambi. Tahun 2017.
13. Masriadi. Epidemiologi penyakit Menular. Cetakan ke 2, Depok: PT
RajaGrafindo Persada 2017.
14. M, S. 2012. Kekhususan rokok39
Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.
15. Rosana, E< N< Faktor risiko kejadian ISPA pada balita Ditinjau dari
lingkungan dalam rumah di wilayah kerja puskesmas bloda I tahun2016.
16. Saputri, I.W. Analisis Spasial faktor Lingkungan Penyakit ISPA
pneumonia pada balita di provinsi banten tahun 2011-2015 , 2016. 36-102.
17. Simpus Puskesmas Sindangjawa,2020
18. Warjjiman, W., Anggraini, S., & Sintha, K, A. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Alalak Selatan
Banjarmasin. Jurnal keperawatan Suaka insane,2.2017.
19. World Health Organization. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) yang Cenderung menjadi Epidemi dan Pandemi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Geneva. Alhi bahasa: Trust Indonesia
2018.

Anda mungkin juga menyukai