Anda di halaman 1dari 22

MANFAAT ANTROPOLOGI HUKUM TERHADAP SUBYEK HUKUM

Oleh :

Nyoman Noviantini (017.3.0006)

UNIVERSITAS PANJI SAKTI

TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat TuhanYang Maha Esa, karena atas

rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Adapun dalam makalah ini penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai

manfaat antropologi hukum terhadap subyek hukum yang penulis kumpulkan dari

berbagai sumber. Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas mata

kuliah Antropologi Hukum yang diberikan kepada penulis . Tidak dapat

dipungkiri bahwa dalam penulisan makalah ini, penulis mendapat bantuan dari

berbagai pihak. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih atas segala

bantuan yang telah diberikan. Berikut beberapa pihak yang membantu penulis,

yaitu :

1. Bapak Dr. I Nym. Gede Remaja, SH, MH, selaku dosen mata kuliah

Antropologi Hukum yang membimbing dan memberikan saran di dalam

penulisan ini.

2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan memberikan masukan-

masukan dalam penulisan makalah ini.

3. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung baik

berupa material maupun non material demi terselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,

untuk itu penulis harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan, saran

dan kritik yang membangun sehingga makalah ini menjadi lebih baik. Akhir kata

penulis ucapkan terima kasih.

Singaraja, 18 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1

1.3 Tujuan...................................................................................................2

1.4 Manfaat.................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Subyek Hukum......................................................................3

2.2 Manfaat Antropologi Hukum Terhadap Subyek Hukum.....................5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...........................................................................................17

3.2 Saran.....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antropologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Antropos yang artinya manusia

dan Logos yang artinya ilmu, jadi Antropologi adalah ilmu yang mempelajari

tentang manusia. Antropologi adalah studi ilmu yang mempelajari tentang

manusia dari aspek budaya, perilaku, nilai, keanekaragaman, dan lainnya.

Antropologi mempelajari perkembangan kehidupan manusia dan budayanya,

dengan cabang-cabang ilmu, diantaranya ilmu prasejarah untuk mempelajari

kehidupan asal usul manusia, etnolinguistik untuk mengetahui ragam bahasa

manusia, dan ilmu yang mempelajari cara manusia berbangsa dan berbudaya

disebut etnologi. Antropologi terbagi dalam beberapa bagian yaitu antropologi

ekonomi, antropologi politik, antropologi pendidikan, dan antropologi hukum.

Antropologi hukum merupakan ilmu yang mempelajari manusia dengan

kebudayaan, khususnya di bidang hukum, atau ilmu tentang manusia dalam

kaitannya dengan kaidah-kaidah sosial yang bersifat hukum. Antropologi hukum

memberikan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan, contohnya terhadap

subyek hukum. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui lebih lanjut mengenai

manfaat antropologi hukum terhadap subyek hukum penulis mengangkat judul

“Manfaat Antropologi Hukum Terhadap Subyek Hukum” dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan subyek hukum?

1.2.2 Apa saja manfaat antropologi hukum terhadap subyek hukum?

1
1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan subyek hukum

1.3.2 Untuk mengetahui manfaat antropologi hukum terhadap subyek

hukum

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Pembaca

Manfaat yang didapatkan dari makalah ini bagi pembaca yaitu

pengetahuan dan pemahaman mengenai subyek hukum dan manfaat

antropologi hukum terhadap subyek hukum.

1.4.2 Bagi Penulis

Manfaat yang didapatkan dari makalah ini bagi penulis yaitu

pengetahuan dan pemahaman mengenai subyek hukum dan manfaat

antropologi hukum terhadap subyek hukum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Subyek Hukum

Subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban. Subyek

hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Manusia

Pengertian secara yuridisnya menyatakan bahwa ada dua alasan

yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu manusia

mempunyai hak-hak subyektif, dan kewenangan hukum. Dalam hal ini,

kewenangan hukum berarti kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu

sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan

(Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai

kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang

yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa

(berumur 21 tahun atau sudah kawin), sedangkan orang-orang yang tidak

cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang yang belum dewasa,

orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dan seorang wanita yang

bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata). Setiap Manusia adalah sebagai

subyek hukum dan pendukung hak serta kewajiban. Akan tetapi, tidak

setiap manusia (orang) wenang berbuat atau bertindak untuk

melaksanakan hak dan kewajiban yang dimilikinya, untuk dapat wenang

3
berbuat atau bertindak melaksanakan hak dan kewajiban yang dimilikinya

dibutuhkan adanya pemenuhan syarat kecakapan.

2. Badan Hukum

Selain manusia, badan hukum juga termasuk sebagai subyek

hukum. Badan hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan, badan

hukum yakni orang yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu, badan

hukum sebagai subyek hukum yang dapat bertindak hukum (melakukan

perbuatan hukum) seperti manusia. Badan hukum dapat melakukan

persetujuan-persetujuan, dan dapat memiliki kekayaan yang terlepas dari

kekayaan anggota-anggotanya, sehingga badan hukum dapat bertindak

dengan perantaraan pengurus-pengurusnya.

Badan hukum menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro yaitu :

“suatu badan yang di samping menusia perorangan juga dapat bertindak

dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan

kepentingan-kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan lain.”

Sarjana lain mengatakan bahwa : “badan hukum adalah kumpulan dari

orang-orang yang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan)

dan kumpulan harta kekayaan yang dipisahkan untuk tujuan tertentu

(yayasan). Sri soedewi Masjchoen sofwan mengatakan : “baik

perhimpunan maupun yayasan, kedua-duanya berstatus sebagai badan

hukum, jadi keduanya merupakan pendukung hak dan kewajiban.

Kalau dilihat dari pendapat tersebut badan hukum dapat

dikategorikan sebagai subyek hukum sama dengan manusia disebabkan

oleh beberapa hal, yaitu :

4
a) Badan hukum itu mempunyai kekayaan sendiri

b) Sebagai pendukung hak dan kewajiban

c) Dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan

d) Ikut serta dalam lalu lintas hukum yang bisa melakukan jual beli

e) Mempunyai tujuan dan kepentingan

Semua hal di atas dilakukan oleh para pengurus badan hukum.

Badan hukum dapat dibedakan dalam dua bentuk, yakni :

a) Badan hukum publik

Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan

berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik

(orang banyak), seperti desa, kabupaten, provinsi, dan negara.

2. Badan hukum privat

Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirkan

berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan

pribadi orang di dalam badan hukum itu, seperti Gereja Indonesia,

Koperasi Indonesia, dan sebagainya.

2.2 Manfaat Antropologi Hukum Terhadap Subyek Hukum

Antropologi hukum memberikan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan,

contohnya terhadap subyek hukum. Subyek hukum yang dimaksud yaitu manusia,

baik manusia yang memenuhi syarat maupun yang belum memenuhi syarat atau

memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kemanfaatan

antropologi hukum tidak saja dapat dilihat dari segi kebutuhan teoritis tetapi juga

dari segi kebutuhan praktis. Bagi kebutuhan teoritis ialah dalam rangka

pengembangan ilmu pengetahuan dan peningkatan mutu berpikir ilmiah,

5
khususnya di lingkungan perguruan tinggi ilmu-ilmu sosial terutama yang

mempelajari manusia dan budaya hukumnya. Bagi kebutuhan praktis ialah dalam

rangka pembangunan hukum, pembentukan peraturan hukum, penegakkan dan

penerapan hukum dan keadilan bagi kehidupan masyarakat. Manfaat antropologi

hukum terhadap subyek hukum yaitu sebagai berikut :

1) Manfaat Bagi Teoritisi

Para teoritisi yang dimaksud ialah para ilmuwan dan mahasiswa

ilmu-ilmu sosial, terutama para sarjana dan calon sarjana ilmu hukum dan

ilmu antropologi hukum, yang tugas dan peranannya lebih banyak

mengabdikan diri bagi kepentingan memajukan ilmu pengetahuan hukum.

Termasuk dalam golongan ini ialah para tenaga peneliti ilmiah hukum,

para dosen, asisten, staf pengajar dan mahasiswa yang lebih banyak

berpikir dan berprilaku sebagai pengamat (toeschouwer) terhadap

kehidupan hukum sebagai gejala masyarakat.

Menurut P.J Bohannan, yang termasuk dalam golongan teoritisi ini

adalah mereka yang titik perhatiannya pada segi intelektual dan filosofis

dari hukum, yang berusaha untuk dapat memahami lebih jauh hal-hal

sebagai berikut :

a. Tentang pengertian hukum pada masyarakat sederhana

(pedesaan) apabila dibandingkan dengan pengertian hukum

dalam masyarakat Barat yang modern.

b. Tentang cara bagaimana masyarakat mempertahankan nilai-

nilai dasar atau bagaimana jika mereka mengadakan perubahan

atas nilai-nilai dasar itu.

6
c. Tentang perbedaan-perbedaan pendapat dan pandangan

masyarakat (bangsa-bangsa) yang tentang apa yang seharusnya

dan sepatutnya mereka lakukan.

d. Tentang masyarakat (bangsa) yang mana yang masih kuat

mempertahankan berlakunya nilai-nilai budaya (hukum) yang

ideologis eksplisit, dan masyarakat yang mana yang tidak kuat

lagi mempertahankannya.

e. Tentang masyarakat (bangsa) yang mana yang mempunyai

norma-norma perilaku hukum yang sudah tinggi dengan

tuntutan yang tinggi dan yang mana tuntutannya tidak begitu

tinggi.

Jadi, titik tolak perhatian bagi para teoritisi bukan pada masalah

perbuatan pelanggaran hukum, kaidah-kaidah hukum mana yang

dilanggar, kaidah-kaidah hukum mana yang menjadi dasar penetapan

hukuman, tetapi arah perhatiannya pada latar belakang pandangan hidup

masyarakat bersangkutan, dan bagaimana cara para anggota masyarakat

berperilaku dalam memelihara lembaga-lembaga hukum atau pranata-

pranata hukum mereka.

Dengan mengetahui struktur masyarakat dan pandangan hidup

masyarakat bersangkutan, mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi

perilaku-perilaku anggota masyarakat, akan memudahkan pembuatan

kesimpulan dan pemberian saran-saran yang baik untuk memperbaiki, atau

untuk mengadakan perubahan terhadap aturan-aturan hukum yang

bersangkutan.

7
Misalnya sebagai contoh dengan mengetahui struktur masyarakat

adat Lampung (pepadun) yang patrinial serta pandangan hidup

masyarakatnya yang disebut Pi-il Pesenggiri (rasa harga diri) yang

meliputi unsur-unsur perilaku yang disebut “juluk adek” (bernama dan

bergelar), “nemui nyimah” (suka menerima tamu dan suka memberi),

”nengah nyappur” (suka bergaul dan bermusyawarah), “sakai sambayan”

(suka bekerja sama dan tolong-menolong), maka akan dapat dipahami

mengapa orang Lampung suka mempertahankan perilaku kemegahan

(ijdelheid), suka tersinggung jika kepribadiannya terganggu, sebaliknya

mengapa perilaku hukumnya dapat mengikuti dan menyesuaikan diri

dengan perkembangan zaman. Begitu pula dapat diketahui perilaku hukum

yang bagaimana yang menyebabkan mereka suka berbuat dan atau suka

tidak berbuat.

Contoh yang lain misalnya dengan diketahuinya struktur

masyarakat Minangkabau yang matrinial, dengan susunan anak

kemenakan batali darah, batali adat, batali emas dan kemenakan di

bawah lutui, dan pengertian adat yang dikatakan “adat yang sebenarnya

adat” (adat ciptaan Tuhan), “adat istiadat” (adat ciptaan poyang leluhur),

“adat yang diadatkan” (adat menurut kesepakatan kerapatan adat), “adat

yang teradat” (adat karena tiru meniru), maka lebih lanjut dapat dipahami

adat yang mana yang tetap bertahan dan adat yang mana yang dapat

menyesuaikan dengan perubahan zaman.

Dengan demikian bertapa pentingnya melakukan penelitian

terhadap perilaku manusia dan budaya hukumnya yang dengan nyata

8
dalam masyarakat dengan pendekatan antropologi hukum, agar dalam

mempelajari perilaku hukum dan peristiwa hukum tidak semata-mata dari

segi kaidah-kaidah hukum yang ideal, tetapi juga dari kenyataan yang

berlaku dan mengadakan analisisnya bukan hanya bertitik tolak dengan

ukuran sistematis hukum Barat.

2) Manfaat Bagi Praktisi Hukum

Para praktisi hukum yang dimaksud ialah para cendikiawan hukum

praktis yang cara berpikir dan berprilaku sebagai pemain (medespeler) di

atas panggung arena hukum dalam kehidupan masyarakat. Termasuk

dalam golongan ini seperti para pembentuk hukum, yaitu para anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, para pelaksana hukum yaitu para pejabat

instansi pemerintahan, para penegak hukum yaitu polisi, jaksa, hakim,

termasuk advokat atau pengacara dan para tersangka, penggugat dan

tergugat, para saksi dalam suatu perkara, dan lainnya di sekitar ruang

lingkup hukum praktis di semua tingkatan.

Golongan praktisi hukum ini membutuhkan bekal pengetahuan

antropologi hukum, dalam mereka menghadapi dan memecahkan masalah

hukum praktis, apakah ketika duduk dalam persidangan legislatif, atau

ketika menghadapi tuntutan rakyat yang merasa dirugikan, atau ketika

menyelesaikan perkara perselisihan di luar pengadilan (menurut hukum

adat), atau di muka pengadilan negeri (menurut hukum perundangan).

Yang kesemuanya itu melibatkan berbagai manusia dan berbagai perilaku

budaya hukumnya. Bukan saja perilaku budaya sesuai dengan tugas dan

peranannya sebagai pejabat tetapi juga perilaku budaya, sifat, watak dan

9
latar belakang yang mempengaruhinya. Mungkin yang duduk di Dewan

Perwakilan Rakyat itu sama-sama dari golongan karya, tetapi yang satu

berasal dari Batak dan yang lainnya berasal dari Sulawesi, atau dari Bali.

Ataupun yang satu beragama islam, yang lainnya beragama Kristen atau

Hindu-Budha. Maupun yang satu berasal dari golongan pengusaha dan

yang lain pegawai negeri dan lain sebagainya.

Begitu pula di sidang pengadilan, perilaku budaya manusianya

berbeda-beda, baik ia sebagai pejabat penegak hukum maupun para saksi,

pengacara, tertuduh, atau penggugat dan tergugat, membawa latar

belakang budaya perilaku yang berbeda-beda. Dilihat dari segi hukum

normatif, menurut ukuran cara berfikir orang-orang Barat yang hukum

ansich, penyelesaian suatu kasus perkara hanya berdasarkan kaidah-kaidah

hukum yang berlaku. Apabila para pihak tidak puas dengan keputusan

hakim tingkat pertama, ia dapat mengajukan banding (apel) atau juga

meneruskannya dengan kasasi ke Mahkamah Agung. Sehingga jika

keputusan hakim sudah berkekuatan pasti maka selesailah perkara itu, dan

itulah keadilan hukum. Tidak demikian halnya dengan sudut pandang

antropologi hukum.

Bagi penegak hukum seperti di Indonesia yang berbekal

antropologi hukum masalahnya tidak berakhir sampai di situ saja. Polisi

sebagai pengusut perkara, Jaksa sebagai penuntut perkara, dan Hakim

sebagai pemutus perkara, tidak akan berhenti demikian saja. Pasal 27 (1-2)

Undang-Undang No.14 tahun 1970 menyatakan bahwa Hakim sebagai

penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami

10
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam

mempertimbangkan berat ringannya pidana, Hakim wajib memperhatikan

pula sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh.

Pasal 27 (1-2) Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tersebut, jika

dilihat dari cara penafsiran antropologi hukum yang sifatnya eklektis

berarti sangan dalam dan luas, ia tidak saja berarti pisau dengan mata

sebelah tetapi ibarat ujung tombak yang bermata dua. Jadi tidak saja

dimaksudkan untuk para Hakim saja, tetapi juga para penegak hukum

yang lain dan para pejabat lain yang berperanan sebagai perilaku hakim

dalam peradilan dan untuk semua yang bersangkutan dalam peristiwa

hukum tersebut. Sehingga ada kemungkinan dikarenakan pertimbangan

antropologis tidak meneruskan pengusutan, atau jaksa tidak melanjutkan

tuntutan ke pengadilan, jika masalahnya akan membawa akibat hukum

yang luas dan dalam arti merugikan kepentingan umum.

Oleh karenanya kita sering mendengar bahwa perkara perselisihan

tanah diselesaikan di luar pengadilan, atau perkara korupsi yang

diberitahukan di surat kabar di deponir, atau suatu gugatan ditarik kembali

oleh penggugat tidak dilanjutkan menjadi perkara, kesemuanya itu

dikarenakan pertimbangan yang bersifat antropologis dan mungkin juga

bersifat politis.

Begitu pula dengan hal yang lain, misalnya tidak sesuainya kaidah

hukum dalam perundangan dengan kenyataan yang berlaku. Misalnya

pasal 20 (1) di dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana No. 8 tahun

1981, bahwa yang berwenang melakukan penahanan terhadap seorang

11
tertuduh untung keperluan penyidikan adalah penyidik dari kepolisian

negara atau pegawai negara yang diberi wewenang khusus untuk itu,

namun yang terjadi misalnya penguasa keamanan setempat seorang

pejabat militer melakukan penahanan terhadap seorang tertuduh yang

sebenarnya bukan wewenangnya. Dilihat dari segi perundangan tindakan

itu menyalahi peraturan atau menyimpang dari ketentuan perundangan

yang berlaku, tetapi mengapa hal itu dapat terjadi. Mungkin karena adanya

pertimbangan antropologi hukum atau antropologi politik bahwa peristiwa

itu harus ditangani pihak militer.

3) Manfaat Bagi Praktisi Politik

Praktisi politik yang dimaksud dalam uraian ini adalah para aktivis

politik, yaitu semua orang yang dalam pikiran dan perilakunya berperanan

dalam arena politik, baik yang duduk dalam pelaksanaan pemerintah

(negara), maupun yang berada di luar pemerintahan, di lembaga-lembaga

partai organisasi politik ataupun organisasi-organisasi masyarakat yang

menyangkut urusan politik. Termasuk dalam golongan ini adalah seperti

para pejabat instansi pemerintahan, para anggota Dewan Perwakilan

Rakyat di semua tingkatan, para anggota lembaga musyawarah desa, para

anggota dan pengurus partai organisasi politik, kader-kader partai

organisasi politik dan sebagainya. Apakah mereka memerlukan

antropologi hukum?

Manfaat antropologi hukum bagi praktisi ialah sebagai tolak ukur

sejauh mana para praktisi itu berperilaku politik dan berperilaku hukum.

Misalnya dilihat dari pengertian ilmu politik bagi para pejabat

12
pemerintahan (negara), bagi para pemegang kekuasaan (power), bagi para

pengambil keputusan (decision making), bagi para pembuat kebijaksanaan

(policy, beleid), bagi sesuatu pembagian (distribution) atau alokasi

(allocation).

Bagi para pejabat sebagai pemegang kendali pemerintahan

(negara), hendaknya ia menyadari dan dapat menjaga keseimbangan di

antara sebagai pelaku politik dan sebagai pelaku hukum, karena ia juga

harus tunduk pada hukum yang berlaku. Adakalanya dikarenakan

semangatnya dalam melaksanakan ideologi pembangunan untuk dapat

mewujudkan masyarakat yang sejahtera, makmur dan adil, ia lupa bahwa

hubungan anatara pemerintah dengan warga negara harus dipelihara

keseimbangannya, sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran hak asasi

manusia.

Di samping itu dikarenakan sudah memegang kekuasaan (power)

baik bersifat perseorangan atau sekelompok penguasa, ada kecendrungan

untuk terus berkuasa, sehingga berpikir dan berprilaku hukum (melahirkan

peraturan perundangan) yang bertujuan mempengaruhi orang lain,

golongan lain atau maayarakat, agar menyesuaikan diri dengan keinginan

penguasa. Dalam pelaksanaannya adakalanya terjadi dikarenakan kegiatan

mempertahankan kekuasaan (power struggle), maka yang berlaku dalam

kenyataan bahwa hukum sama dengan kekuasaan.

Dalam proses pengambilan keputusan (decision making) sebagai

konsep pokok dari politik yang mengikat seluruh masyarakat, yang

seharusnya merupakan keputusan bersama dari suatu kelompok, tetapi

13
yang berlaku adalah keputusan seseorang yang dikultuskan, baik dari

pemimpin yang menonjol ke muka atau yang berada di balik layar.

Kemudian penerapan keputusan disalurkan berdasarkan aturan hukum

yang berlaku. Adakalanya pula keputusan tersebut berdasarkan kehendak

suatu kelompok dengan menyingkirkan dan mengabaikan kehendak

kelompok yang lain, yang juga bernaung berdasarkan aturan hukum yang

berlaku.

Dalam hal kebijaksanaan umum (public policy) yang merupakan

himpunan keputusan yang telah ditetapkan, baik yang berasal dari seorang

pelaku ataupun sekelompok politik dalam usaha menentukan tujuan dan

cara bagaimana mencapai tujuan itu juga harus dikuatkan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakhyat agar ia merupakan kehendak daripada seluruh

rakyat. Namun pada kenyataanya dikarenakan sistem birokrasi yang

kebergantungan dan para pelaksana birokrasi yang berprilaku tanpa

kebijaksanaan, bahwa bukan melayani kepentingan masyarakat malahan

sebaliknya minta dilayani, maka public policy yang telah digariskan

sebagai haluan negara berjalan tidak sebagaimana mestinya.

Begitu pula selanjutnya mengenai apa yang dimaksud dengan

“distribusi” (pembagian) atau “alokasi” (penjatahan) terhadap nilai-nilai

dalam masyarakat yang tidak merata, baik mengenai pembagian

kekuasaan, kedudukan, jabatan dan kebijaksanaan ataupun yang

menyangkut hak asasi manusia, seperti kejujuran, kebebasan berpendapat,

kebebasan pers atau juga menyangkut pembagian kebendaan.

Ketidakseimbangan pembagian dan penjatahan nilai-nilai itu dapat

14
menimbulkan ketegangan (konflik) yang nyata atau yang tersembunyi

(terpendam) dalam masyarakat.

Dengan mengetahui dan memahami objek studi antropologi hukum

dan menyadari bahwa aturan-aturan hukum dan kebijaksanaan-

kebijaksanaan umum itu adalah tidak lain perilaku manusia, di mana

hukum itu ada akibat perilaku politik manusia, maka para praktisi politik

akan menyadari dalam ruang lingkup politik yang bagaimana ia berada. Ia

akan dapat membedakan bagaimana perilaku hukum dalam negara

demokrasi dan negara totaliter, bagaimana perilaku hukum dalam

demokrasi Barat yang bebas dan demokrasi Timur yang terpimpin. Begitu

pula tentang akibat dari sistem birokrasi dalam sistem pemerintahan

demokrasi bebas.

4) Manfaat Bagi Pergaulan Masyarakat

Bumi ini bertambah keci, bukan saja radio dan televisi sudah

sampai ke pelosok desa, tetapi juga telepon sudah mendekati pelosok desa.

Jika dahulu belum ada orang naik haji ke Mekkah yang dapat berbicara

langsung dengan sanak keluarga yang ditinggalkan di Indonesia, maka

sekarang sudah bisa berbicara langsung meskipun dalam jarak yang begitu

jauh. Hal itu dikarenakan kemajuan ilmu dan teknologi yang begitu pesat.

Walaupun demikian, orang-orang Arab sesamanya jika bertemu

saling merangkul dan mengusap-usap kepala dan jenggot di dagunya,

sedangkan orang-orang Indonesia tidak semua kepalanya boleh dipegang

orang lain seperti itu. Orang Indonesia ketika bertemu hanya saling

bersalaman atau berpegangan tangan. Berbeda halnya dengan orang Eropa

15
jika bertemu dengan lain jenisnya akan berciuman maupun berpelukan di

depan umum.

Demikian pula halnya dengan pergaulan di antara anggota

masyarakat di daerah satu dengan yang lain. Dikarenakan latar belakang

budaya, agama, bahasa, adat sopan santun, serta perilaku hukum berbeda

maka cara pendekatan terhadap orangnya juga berbeda-beda. Dalam hal

ini, antropologi hukum akan dapat memberikan sumbangan pemikiran

tentang suatu golongan masyarakat, misalnya dengan menerangkan

tentang susunan masyarakat hukum adat, adat istiadatnya, sifat watak

perilaku orang-orangnya, cara berkenalan, cara berbicara, cara berunding,

maupun cara menyelesaikan penyelesaian kasus perselisihan dan lain

sebagainya. Sehingga, antropologi hukum akan mempermudah seseorang

untuk dapat mendekatkan diri dan berinteraksi dengan golongan

masyarakat yang berada di wilayah berbeda dengannya , oleh karena itu

antropologi hukum memiliki manfaat tersendiri dalam membantu manusia

untuk bergaul dan menyesuaikan diri dengan wilayah sekitarnya.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban. Subyek

hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu manusia dan badan hukum. Manusia dapat

dikatakan sebagai subyek hukum karena dua alasan yaitu manusia mempunyai

hak-hak subyektif, dan kewenangan hukum. Dalam hal ini, kewenangan hukum

berarti kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan

kewajiban. Selain manusia, badan hukum juga termasuk sebagai subyek hukum.

Badan hukum merupakan badan-badan atau perkumpulan, badan hukum yakni

orang yang diciptakan oleh hukum. Oleh karena itu, badan hukum sebagai subyek

hukum yang dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti

manusia. Badan hukum dapat dikategorikan sebagai subyek hukum sama dengan

manusia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu badan hukum itu mempunyai

kekayaan sendiri, sebagai pendukung hak dan kewajiban, dapat menggugat dan

digugat di muka pengadilan, ikut serta dalam lalu lintas hukum yang bisa

melakukan jual beli, dan mempunyai tujuan serta kepentingan.

Antropologi hukum memberikan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan,

contohnya terhadap subyek hukum. Subyek hukum yang dimaksud yaitu manusia,

baik manusia yang memenuhi syarat maupun yang belum memenuhi syarat atau

memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Yang pertama, manfaat

bagi teoritis yaitu dengan antropologi hukum para teoritis dapat mengetahui

struktur masyarakat dan pandangan hidup masyarakat , mengetahui hal-hal yang

melatarbelakangi perilaku-perilaku anggota masyarakat, sehingga akan

17
memudahkan pembuatan kesimpulan dan pemberian saran-saran yang baik untuk

memperbaiki atau untuk mengadakan perubahan terhadap aturan-aturan hukum

yang berlaku. Yang kedua, manfaat bagi praktisi hukum yaitu pengetahuan

antropologi hukum digunakan sebagai bekal didalam menghadapi dan

memecahkan masalah hukum praktis. Yang ketiga, manfaat bagi praktisi politik

yaitu ilmu antropologi hukum digunakan sebagai tolak ukur sejauh mana para

praktisi itu berperilaku politik dan berperilaku hukum. Dan yang terakhir yaitu

manfaat bagi kehidupan masyarakat adalah antropologi hukum akan membantu

mempermudah seseorang untuk dapat mendekatkan diri dan berinteraksi dengan

golongan masyarakat yang berada di wilayah berbeda dengannya , oleh karena itu

antropologi hukum memiliki manfaat tersendiri dalam membantu manusia untuk

bergaul dan menyesuaikan diri dengan wilayah sekitarnya.

3.2 Saran

Manusia seharusnya dapat menyadari akan peranannya di dalam masyarakat

yang berkewarganegaraan. Suatu sistem hukum di suatu negara dapat berjalan

dengan baik apabila manusia yang terlibat di dalamnya dapat memahami dan

menjalankan perannya dengan baik di dalam sistem tersebut. Jadi, kesadaran dari

manusia itu sendiri memiliki peran yang penting dalam berjalannya suatu sistem

hukum di suatu negara.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bebi. Definisi Antropologi Hukum. Tersedia pada :

http://www.academia.edu/16395218/Definisi_Antropologi_Hukum. Diakses

pada: 18 Oktober 2017

Aulia, keisha. 2014. Pembagian Subyek Hukum. Tersedia pada :

http://keishadasar.blogspot.co.id/2014/12/pembagian-subjek-hukum.html. Diakses

pada : 19 Oktober 2017

Hadikusuma, H. Hilman. 2004. Pengantar Antropologi Hukum. Bandung : PT.

CITRA ADITYA BAKTI

Anda mungkin juga menyukai