DOSEN PENGAJAR :
DR. I NYOMAN GEDE REMAJA, SH., MH
DISUSUN OLEH :
NYOMAN NOVIANTINI
NIM 017.3.0006
pemakalah kumpulkan dari berbagai sumber. Makalah ini dibuat dalam rangka
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pemakalah mengucapkan
terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Berikut beberapa pihak
2. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung baik
masukan, saran dan kritik yang membangun sehingga makalah ini menjadi lebih
Pemakalah
PENDAHULUAN
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan, bahkan
dalam ilmu hukum terdapat adagium yang berbunyi: “Ubi societas ibi ius” (di
mana ada masyarakat di situ ada hukum). Artinya bahwa dalam setiap
selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “perekat” atas berbagai
komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “perekat”
dan bersifat memaksa serta berisi perintah dan larangan yang apabila dilanggar
manusia dan menciptakan suatu keadilan. Dalam hubungan hukum dan negara,
baik hukum maupun negara muncul dari kehidupan manusia karena keinginan
pasal 1 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 yang menyatakan: “ Negara Indonesia
Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik.
antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada
hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau
hubungan antara negara dengan warga negara (orang banyak / publik ) , yang
termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi
Negara merupakan bahasan khusus tentang salah satu aspek dari administrasi,
yakni bahasan mengenai aspek hukum dari Administrasi Negara. Salah satu
materi yang dibahas dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara yaitu
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah” dalam makalah ini, dan
daerah.
pemerintah daerah ?
1. Bagi Pemerintah
2. Bagi Masyarakat
3. Bagi Pemakalah
PEMBAHASAN
Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga
absolut. Dalam Pasal 10 Ayat (2) UU RI No. 23 Tahun 2014 dinyatakan “Dalam
Instansi Vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
tidak hanya pada aspek ekonomi maupun keamanan, tetapi juga dalam
aspek politik. Seperti yang kita ketahui, Indonesia menganut sistem politik
luar negeri Indonesia yang bebas aktif dimana Indonesia turut serta dalam
proses politik luar negeri diatur oleh pemerintah pusat. Jika pemerintah
tumpang tindih dalam hal politik luar negeri. Walaupun politik luar negeri
dengan urusan politik luar negeri yaitu dalam arti mengangkat pejabat
b) Pertahanan
kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan
sebagainya.
c) Keamanan
Keamanan negara merupakan sesuatu yang harus dijaga dan diatur oleh
hal ini, pemerintah pusat lebih mengatur keamanan yang berskala nasional
d) Peradilan / Yustisi
dilakukan oleh pemerintah pusat adalah mengatur sistem hukum baik itu
Perlu kita ketahui, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal adalah dua hal
terhadap persedian uang yang dimiliki oleh negara dalam rangka untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan oleh negara tersebut. Kebijakan ini pada
pusat. Kebijakan moneter dan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat
fiskal yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Jika pada pelaksanaan
sebagainya.
f) Agama
Segala sesuatu yang berkaitan dengan agama di atur oleh pemerintah pusat
dan dilindungi oleh undang-undang. Seperti yang kita ketahui, agama yang
diakui oleh pemerintah Indonesia ada enam yaitu Islam, Kristen, Katholik,
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dinyatakan dalam
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut Asas Otonomi dan
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas,
Indonesia.
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
pasal tersebut dapat dilihat bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mengandung
pemerintahan lokal;
sendiri; dan
masyarakat.
kerangka tetap menjaga keutuhan NKRI. Adapun asas yang tetap mengikat
untuk bisa mandiri dalam mengelola sumber daya yang ada di daerahnya
dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip
otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi
dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jeni otonomi bagi setiap daerah
tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi
benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
sebagai “Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak
ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur dan kriteria
(3) Dalam hal kebijakan daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan
(4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada
pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam
melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Daerah
Secara yuridis kewenangan adalah hak dan kekuasaan pemerintah yang sah
secara hukum, maka dalam konsep Negara hukum (rechstaat) segala tindakan
legalitas. Pasal 18A UUD NRI 1945 memberikan dasar konstitusional bagi
sebagai berikut:
provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan
dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
undang.
dan daerah yang diamanatkan UUD NRI 1945 dapat dilakukan melalui berbagai
materi dan cakupan pengaturan tentang hubungan pusat dan daerah tidak dapat
dengan berbagai sektor lain yang tidak dapat diperlakukan secara sama. Oleh
kewenangan pusat dan daerah secara umum serta dibutuhkan pula berbagai
Pusat dan Pemerintah Daerah saat ini mengacu pada ketentuan di dalam UU No.
sebelumnya yakni UU No. 32 Tahun 2004. Dalam naskah akademik RUU Pemda
tahun 2011, revisi UU No. 32 Tahun 2004 dilakukan dengan tujuan untuk
menjamin adanya hubungan yang harmonis dan sinergik antar tingkatan dan
susunan pemerintahan.
khusus diatur dalam Pasal 9 yang meliputi urusan pemerintahan absolut, urusan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat dan oleh karena itu tidak
b) keamanan;
c) yustisi;
e) agama.
dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu provinsi dan
pelayanan dasar dan urusan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar
sebagaimana kemudian diperinci berdasarkan Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3)
a) pendidikan;
b) kesehatan;
f) sosial.
a) tenaga kerja;
c) pangan;
d) pertanahan;
e) lingkungan hidup;
i) perhubungan;
l) penanaman modal;
n) statistik;
o) persandian;
p) kebudayaan;
q) perpustakaan; dan
r) kearsipan.
b) pariwisata;
c) pertanian;
d) kehutanan;
f) perdagangan;
g) perindustrian; dan
h) transmigrasi.
kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah
pasal 14 ayat (3) kewenangannya berada di Pemerintah Pusat. Hal ini sudah
rakyat. Di sisi lain, hal tersebut menurut penulis merupakan upaya negara
umum yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) yang antara lain:
undangan.
antara pusat dan daerah yang tercermin dalam pembagian kewenangan tersebut.
dan daerah secara teoretis menurut Clarke dan Stewart dapat dibedakan menjadi
tiga, yakni;
maka cenderung relevan dengan teori The Agency Model. Mengapa demikian?
Sebagaimana teori hubungan pusat daerah menurut the agency model, pembagian
urusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014 diatur sedemikian rupa secara
definitif dan rinci. Hal ini tentu berimplikasi pada kewenangan pemerintah daerah
yang sifatnya jelas dan terbatas hanya pada urusan-urusan yang secara eksplisit
kewenangan daerah pun pada akhirnya harus mengalami reduksi dari segi
dan Kriteria (NSPK) yang dijadikan acuan bagi pemerintahan daerah provinsi,
Pasal 16 UU No. 23 Tahun 2014 dalam ayat (1) dan (2) sebagai berikut;
Daerah.
(2) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat
Dalam pasal selanjutnya yakni pasal 17 ayat (3) terdapat ketentuan mengenai
(3) Dalam hal kebijakan daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan
daerah semakin rigid dan terbatas, bukan hanya dari segi lingkup kewenangannya
tapi juga dalam hal tata cara pelaksanaannya. Seluruh NPSK yang sifatnya sangat
detail dan teknis tersebut juga disusun dan ditentukan oleh pemerintah pusat
secara sepihak tanpa melibatkan pemerintah daerah akan tetapi wajib hukumnya
untuk ditaati dan dipedomani oleh pemerintah daerah. Ketentuan ini jelas akan
dari konsep agency model sebagaimana yang dinyatakan oleh Dennis Kavanagh,
bahwa dalam model agency (pelaksana) ini, tujuan nasional dari sebuah kebijakan
sangat kecil. Di sisi lain, ketentuan mengenai pembatalan kebijakan daerah yang
tidak sesuai dengan NPSK oleh pemerintah pusat juga berpotensi mengebiri
oleh konstitusi.
diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014, dapat pula tercermin konsep otonomi seperti
apa yang dianut. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bagir Manan,
setidaknya ada dua konsep otonomi yang tercermin di dalam pola hubungan
kewenangan pusat dan daerah, yakni otonomi luas dan otonomi sempit. Otonomi
luas lebih di dasarkan pada prinsip residual function atau teori sisa yang fokusnya
ada di pemerintah daerah. Artinya, otonomi luas berlaku bila segala urusan
cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Selain itu, sistem
hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti
otonomi daerah.
yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 jelas tidak mencerminkan otonomi
luas. Hal ini disebabkan UU pemda yang baru tidak menerapkan residual function
atau prinsip sisa yang benar-benar memberikan kewenangan otonomi yang sangat
kewenangan yang dianut dalam regulasi terdahulu yakni UU No. 22 Tahun 1999.
Sejak UU No. 32 Tahun 2004 sistem residual function mulai ditinggalkan dan
menjadi kewenangan pusat, juga terdapat urusan konkuren yang di-share secara
bahkan dari rumusan yang ada, pengaturannya jauh lebih rinci daripada undang-
undang sebelumnya. Selain itu, terdapat pula ketentuan agar setiap kebijakan
konkuren daerah mesti mengikuti norma, pedoman, standar, dan kriteria yang
ditentukan pusat. Hal ini tentu merupakan bentuk pembatasan otonomi. Maka
dapatlah kita katakan bahwa konsep hubungan kewenangan pusat dan daerah di
Konsep ketiga yang dapat kita lihat dalam format pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014 adalah
mengenai ajaran atau sistem rumah tangga yang dianut. Sebelumnya telah
dikemukakan bahwa secara umum dikenal tiga sistem rumah tangga yakni sistem
rumah tangga formal, sistem rumah tangga material, dan sistem rumah tangga
rinci mengenai apa-apa yang termasuk dalam urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum, maka hal ini tentu tidak
sesuai dengan ajaran dalam sistem rumah tangga formal yang pembagian
wewenang, tugas, dan tanggung jawab antara pusat dan daerah untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan tertentu tidak ditetapkan secara rinci. Selain
itu, prinsip concurrence function yang membagi secara tegas urusan pemerintah
pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten juga tidak sejalan dengan ajaran
formal. Sistem rumah tangga formal berpangkal tolak dari prinsip bahwa tidak ada
diselenggarakan daerah. Apa saja yang dapat diselenggarakan oleh pusat pada
dasarnya dapat pula diselenggarakan oleh daerah. Dalam sistem rumah tangga
formal juga tidak secara apriori ditetapkan apa yang termasuk rumah tangga
daerah itu. Tugas dari daerah-daerah tidak dirinci secara nominatif di dalam
undang-undang pembentukannya.
23 Tahun 2014 lebih cenderung kepada ajaran sistem rumah tangga material dan
sistem rumah tangga nyata (riil). Di satu sisi terdapat pembagian urusan
umum, dengan pembedaaan yang tegas antara tiap tingkatan pemerintah yang
merupakan ciri dari sistem rumah tangga material. Sistem rumah tangga material
juga berpangkal tolak pada pemikiran bahwa memang ada perbedaan mendasar
antara urusan pemerintahan pusat dan daerah. Daerah dianggap memang memiliki
sistem ini berangkat dari pemikiran bahwa urusan-urusan pemerintahan itu dapat
masing-masing. Hal ini sejalan dengan ajaran rumah tangga nyata di mana isi
rumah tangga daerah di dasarkan kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata.
Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah di
dasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
terdiri dari Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dinyatakan dalam
Pasal 1 angka 2 UU RI No. 23 Tahun 2014. Sesuai dengan amanat UUD RI 1945,
dan daerah secara teoretis menurut Clarke dan Stewart dapat dibedakan menjadi
tiga, yakni : The Relative Autonomy Model, The Agency Model dan The
Tahun 2014, maka cenderung relevan dengan teori The Agency Model. Mengapa
demikian? Sebagaimana teori hubungan pusat daerah menurut the agency model,
rupa secara definitif dan rinci. Hal ini tentu berimplikasi pada kewenangan
pemerintah daerah yang sifatnya jelas dan terbatas hanya pada urusan-urusan yang
antara pusat dan daerah sebagaimana yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014,
dapat pula tercermin konsep otonomi seperti apa yang dianut. Sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh Bagir Manan, setidaknya ada dua konsep otonomi yang
tercermin di dalam pola hubungan kewenangan pusat dan daerah, yakni otonomi
luas dan otonomi sempit. Otonomi luas lebih di dasarkan pada prinsip residual
function atau teori sisa yang fokusnya ada di pemerintah daerah. Artinya, otonomi
luas berlaku bila segala urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah selain
yang ditentukan oleh pusat, sedangkan otonomi dikatakan terbatas bila urusan-
UU No. 23 Tahun 2014 lebih cenderung kepada ajaran sistem rumah tangga
material dan sistem rumah tangga nyata (riil). Di satu sisi terdapat pembagian
dan umum, dengan pembedaaan yang tegas antara tiap tingkatan pemerintah yang
merupakan ciri dari sistem rumah tangga material. Sistem rumah tangga material
juga berpangkal tolak pada pemikiran bahwa memang ada perbedaan mendasar
antara urusan pemerintahan pusat dan daerah. Daerah dianggap memang memiliki
dengan urusan pemerintahan yang diatur dan diurus oleh pusat. Lebih lanjut
sistem ini berangkat dari pemikiran bahwa urusan-urusan pemerintahan itu dapat
sistem rumah tangga nyata mislanya tercemin dalam ketentuan mengenai urusan
keunggulan yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing. Hal ini sejalan dengan
ajaran rumah tangga nyata di mana isi rumah tangga daerah di dasarkan kepada
keadaan dan faktor-faktor yang nyata. Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau
tugas dan kewenangan kepada daerah di dasarkan pada faktor yang nyata atau riil,
Remaja, I Nyoman Gede. 2017. Buku Ajar Hukum Administrasi Negara. Singaraja
Windari, Ratna Artha. 2017. Pengantar Hukum Indonesia. Depok: Rajawali Pers