Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


KONSEP HUBUNGAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT
DAN PEMERINTAH DAERAH

DOSEN PENGAJAR :
DR. I NYOMAN GEDE REMAJA, SH., MH
DISUSUN OLEH :
NYOMAN NOVIANTINI
NIM 017.3.0006

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANJI SAKTI SINGARAJA
TAHUN AJARAN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan kehadirat TuhanYang Maha Esa, karena

atas rahmat, petunjuk, dan karuniaNya pemakalah dapat menyelesaikan makalah

ini. Adapun dalam makalah ini pemakalah mencoba memberikan penjelasan

mengenai hubungan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang

pemakalah kumpulkan dari berbagai sumber. Makalah ini dibuat dalam rangka

menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara yang diberikan

kepada pemakalah dengan judul “Konsep Hubungan Kewenangan Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah”.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam penyusunan makalah ini, pemakalah

mendapat bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu pemakalah mengucapkan

terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Berikut beberapa pihak

yang membantu pemakalah, yaitu :

1. Bapak Dr. I Nyoman Gede Remaja,SH.,MH, selaku dosen mata kuliah

Hukum Administrasi Negara yang memberikan saran dan judul dalam

penyusunan makalah ini.

2. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung baik

berupa material maupun non material demi terselesaikannya makalah ini.

Pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu pemakalah harapkan kepada pembaca untuk memberikan

masukan, saran dan kritik yang membangun sehingga makalah ini menjadi lebih

baik. Akhir kata pemakalah ucapkan terima kasih.

Singaraja, 3 April 2018

Pemakalah

Hukum Administrasi Negara | i


DAFTAR ISI

Hukum Administrasi Negara | ii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan, bahkan

dalam ilmu hukum terdapat adagium yang berbunyi: “Ubi societas ibi ius” (di

mana ada masyarakat di situ ada hukum). Artinya bahwa dalam setiap

pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka

selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “perekat” atas berbagai

komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “perekat”

tersebut adalah hukum. Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan yang

mengatur kehidupan bermasyarakat yang dibuat oleh lembaga yang berwenang

dan bersifat memaksa serta berisi perintah dan larangan yang apabila dilanggar

akan mendapat sanksi. Hukum sangat dibutuhkan dalam pergaulan hidup

manusia, dimana fungsinya adalah memperoleh ketertiban dalam hubungan antar

manusia dan menciptakan suatu keadilan. Dalam hubungan hukum dan negara,

baik hukum maupun negara muncul dari kehidupan manusia karena keinginan

bathinnya untuk memperoleh ketertiban dan keadilan.

Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana diamanatkan dalam

pasal 1 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 yang menyatakan: “ Negara Indonesia

adalah Negara Hukum”. Sebagai Negara Hukum, setiap penyelenggaraan

pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku. Dalam Negara

Hukum, hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan

kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. Sementara tujuan negara hukum

Hukum Administrasi Negara | 1


itu sendiri adalah terciptanya kegiatan kenegaraan, pemerintahan, dan

kemasyarakatan yang bertumpu pada keadilan, kedamaian, dan kemanfaatan..

Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik.

Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan

antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada

kepentingan perseorangan. Sedangkan Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu

hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau

hubungan antara negara dengan warga negara (orang banyak / publik ) , yang

termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi

Negara. Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang mengatur tentang

tindakan pemerintah didalam menjalankan pemerintahan (kegiatan administrasi

negara) dan mengatur tentang hubungan antara pemerintah dengan warga

negaranya. Dalam studi Ilmu Administrasi, mata kuliah Hukum Administrasi

Negara merupakan bahasan khusus tentang salah satu aspek dari administrasi,

yakni bahasan mengenai aspek hukum dari Administrasi Negara. Salah satu

materi yang dibahas dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara yaitu

mengenai lembaga-lembaga penyelenggara negara yang membahas tentang

penyelenggara negara, fungsi-fungsi penyelenggara negara, serta kewenangan dan

penyelenggara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk dapat lebih

memahami tentang kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan

hubungan keduanya maka pemakalah mengangkat judul “Konsep Hubungan

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah” dalam makalah ini, dan

membahas lebih lanjut mengenai kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah

Hukum Administrasi Negara | 2


daerah serta konsep hubungan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kewenangan pemerintah pusat ?

2. Bagaimana kewenangan pemerintah daerah ?

3. Bagaimana konsep hubungan kewenangan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Bagi Pemerintah

Membantu pemerintah didalam menyosialisasikan kewenangan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada masyarakat agar

masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan dan pengawasan

terhadap pejabat adminitrasi negara / aparat pemerintah agar

pelaksanaan administrasi negara berjalan sebagaimana mestinya.

2. Bagi Masyarakat

Membantu masyarakat didalam mengetahui dan memahami mengenai

kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk dapat

berpartisipasi dalam pembangunan dan pengawasan terhadap pejabat

administrasi negara / aparat pemerintah agar pelaksanaan administrasi

negara berjalan sebagaimana mestinya.

3. Bagi Pemakalah

Dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara

dan dapat mengetahui serta memahami materi mengenai kewenangan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta hubungan keduanya.

Hukum Administrasi Negara | 3


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kewenangan Pemerintah Pusat

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 33

tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah (selanjutnya ditulis UU RI No. 33 Tahun 2004), yang

dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga

Pemerintah Non Departemen. Adapun kewenangan Pemerintah Pusat yang dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (selanjutnya ditulis UU RI No. 23 Tahun 2014) disebut kewenangan

absolut. Dalam Pasal 10 Ayat (2) UU RI No. 23 Tahun 2014 dinyatakan “Dalam

menyelenggarakan urusan pemerintah absolut sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), pemerintah pusat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kapada

Instansi Vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat

berdasarkan asas dekonsentrasi.” Adapun kewenangan pemerintah pusat

mencakup kewenangan dalam bidang :

a) Politik Luar Negeri

Indonesia adalah negara yang turut serta dalam membangun hubungan

internasional dengan negara-negara lain di dunia. Hubungan yang terjalin

tidak hanya pada aspek ekonomi maupun keamanan, tetapi juga dalam

aspek politik. Seperti yang kita ketahui, Indonesia menganut sistem politik

luar negeri Indonesia yang bebas aktif dimana Indonesia turut serta dalam

menjaga perdamaian dunia namun tidak mencampuri urusan negara lain.

Hukum Administrasi Negara | 4


Melalui sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, pelaksanaan politik

luar negeri dilakukan oleh pemerintah pusat. Segala kebijakan mengenai

proses politik luar negeri diatur oleh pemerintah pusat. Jika pemerintah

daerah menginginkan suatu hubungan politik dengan negara lain, maka

pemerintah daerah tidak dapat memutuskan proses hubungan politik

dengan sendirinya, namun melalui perantara pemerintah pusat. Hal ini

diperlukan agar wewenang pemerintah daerah dan pemerintah pusat tidak

tumpang tindih dalam hal politik luar negeri. Walaupun politik luar negeri

itu berkaitan dengan pemerintah daerah, hanya pemerintah pusatlah yang

berhak menentukan proses terjadinya hubungan politik ini. Yang dimaksud

dengan urusan politik luar negeri yaitu dalam arti mengangkat pejabat

diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan

lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan

perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar

negeri, dan sebagainya.

b) Pertahanan

Segala sesuatu yang berkaitan dengan pertahanan nasional adalah

wewenang Pemerintah Pusat. Pertahanan dengan skala nasional berkaitan

dengan kedaulatan negara Indonesia itu sendiri. Upaya pemerintah pusat

untuk mengatur bidang pertahanan nasional merupakan salah satu upaya

menjaga keutuhan NKRI. Pemerintah pusat bekerja sama dengan

pemerintah daerah untuk mewujudkan pertahanan nasional yang stabil dan

mantap. Namun, pemerintah daerah tidak memiliki hak untuk mengatur

kebijakan berkaitan dengan pertahanan nasional. Pemerintah daerah hanya

Hukum Administrasi Negara | 5


mempunyai peran sebagai pelaksana di lapangan karena hanya pemerintah

daerah yang tahu tentang situasi daerahnya dan mengerti bagaimana

menjaga pertahanan daerahnya melalui keberadaan masyarakat yang

tinggal di daerah tersebut. Dalam pengusulan kebijakan pertahanan

nasional, pemerintah daerah berhak mengajukan usulan terkait dengan

usaha daerah untuk mewujudkan pertahanan nasional. Usulan yang

diajukan oleh pemerintah daerah selanjutnya ditindak lanjuti oleh

pemerintah pusat untuk ditentukan bagaimana proses selanjutnya. Namun,

dalam mengatur kebijakan yang berkaitan dengan pertahanan nasional,

pemerintah pusat tidak dapat menerapkan kebijakan semena-mena tanpa

mempertimbangkan apa yang menjadi kebutuhan daerah. Yang dimaksud

dengan urusan pertahanan, misalnya : mendirikan dan membentuk

angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara

atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan

mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan

kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan

sebagainya.

c) Keamanan

Keamanan negara merupakan sesuatu yang harus dijaga dan diatur oleh

pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam

hal ini, pemerintah pusat lebih mengatur keamanan yang berskala nasional

yang meliputi keamanan nasional di area darat, laut, maupun udara.

Kebijakan pemerintah pusat yang berkaitan dengan keamanan nasional

diperlukan untuk menjaga keamanan nasional dari gangguan pihak dalam

Hukum Administrasi Negara | 6


dan luar yang dapat menyebabkan suatu konflik seperti konflik sosial

dalam masyarakat. Dalam menerapkan kebijakannya, pemerintah pusat

menggandeng pemerintah daerah agar pelaksanaan kebijakan yang

berkaitan dengan keamanan nasional dapat berjalan dengan baik.

Pemerintah pusat tetap harus menggandeng pemerintah daerah karena

keamanan daerah merupakan cikal bakal terwujudnya keamanan nasional.

Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah yang berkaitan

dengan bidang keamanan diawasi oleh pemerintah pusat agar pelaksanaan

kebijakan tersebut tidak melenceng dari kebijakan keamanan yang dibuat

oleh pemerintah pusat. Yang dimaksud urusan keamanan, misalnya :

mendirikan dan membentuk Kepolisian Negara, menetapkan kebijakan

keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang

kegiatannya mengganggu keamanan negara dan lain sebagainya.

d) Peradilan / Yustisi

Indonesia adalah negara yang berlandaskan pada hukum dan mempunyai

sistem peradilan di Indonesia. Jalannya proses hukum yang berkaitan

dengan kehakiman, diatur oleh pemerintah pusat. Pengaturan yang

dilakukan oleh pemerintah pusat adalah mengatur sistem hukum baik itu

lembaga penegak hukum maupun menentukan siapa yang duduk di

lembaga hukum tersebut. Dalam pelaksanaan pengaturan proses hukum,

pemerintah pusat melibatkan pemerintah daerah, pemerintah daerah

digunakan oleh pemerintah pusat sebagai tempat dimana proses kehakiman

dan hukum berlangsung. Pemeritah pusat menunjuk lembaga peradilan di

setiap daerah untuk mewakili pemerintah pusat dalam menjalankan

Hukum Administrasi Negara | 7


wewenangnya untuk mengatur proses kehakiman. Peranan lembaga

peradilan yang berada di daerah-daerah menunjukkan bahwa pemerintah

pusat benar-benar melibatkan pemerintah daerah dalam menjalankan

proses hukum. Ada kalanya proses hukum dapat diselesaikan melalui

lembaga peradilan yang berada di pemerintahan daerah dan tidak perlu

sampai ke pemerintah pusat. Walaupun hal ini dapat terjadi, pemerintah

daerah tidak berhak untuk melakukan pengaturan apapun terhadap proses

hukum yang berkaitan dengan kehakiman. Yang dimaksud dengan urusan

peradilan / yustisi, misalnya : mendirikan lembaga peradilan, mengangkat

hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan

kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberi grasi, amnesti, abolisi,

membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-

undang (PerPu), dan peraturan lainnya yang beskala nasional.

e) Moneter dan fiskal nasional

Perlu kita ketahui, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal adalah dua hal

yang berbeda. Kebijakan moneter merupakan suatu proses pengaturan

terhadap persedian uang yang dimiliki oleh negara dalam rangka untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan oleh negara tersebut. Kebijakan ini pada

dasarnya merupakan kebijakan yang mempunyai tujuan untuk menjaga

keseimbangan internal seperti pertumbuhan ekonomi yang mencakup

stabilitas harga pasar dan keseimbangan eksternal yang mempunyai tujuan

untuk mencapai keseimbangan dalam neraca pembayaran. Sedangkan

kebijakan fiskal sendiri merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah pusat untuk mengarahkan kondisi ekonomi negara melalui

Hukum Administrasi Negara | 8


proses pengeluaran dan pendapatan khususnya pajak. Kebijakan fiskal

mempunyai tujuan yang berbeda dengan kebijakan moneter. Kebijakan

fiskal lebih bertujuan untuk menstabilkan perekonomian di suatu negara

melalui pajak dan tingkat suku bunga. Kedua kebijakan tersebut

merupakan wewenang yang hanya berhak dilakukan oleh pemerintah

pusat. Kebijakan moneter dan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat

diperlukan guna mengantisipasi dampak globalisasi khususnya di bidang

ekonomi. Dalam melaksanakan kedua kebijakan tersebut, pemerintah

pusat menggandeng pemerintah daerah sebagai bentuk kerjasama.

Pemerintah daerah berperan sebagai pelaksana dari kebijakan moneter dan

fiskal yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Jika pada pelaksanaan

kebijakan di tingkat daerah menemui kendala, pemerintah daerah hanya

dapat mengusulkan cara penyelesaian masalah yang ditemui kepada

pemeritnah pusat, bukan menentukan cara penyelesaiannya sendiri. Yang

dimaksud dengan urusan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan

makro ekonomi, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata

uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan

sebagainya.

f) Agama

Segala sesuatu yang berkaitan dengan agama di atur oleh pemerintah pusat

dan dilindungi oleh undang-undang. Seperti yang kita ketahui, agama yang

diakui oleh pemerintah Indonesia ada enam yaitu Islam, Kristen, Katholik,

Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Semua warga negara Indonesia

mempunyai hak untuk memeluk agamanya sesuai dengan keyakinannya

Hukum Administrasi Negara | 9


masing-masing. Masing-masing pemeluk agama berhak untuk

menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.

Pemerintah pusat sebagai pengatur kebijakan yang berkaitan dengan

agama tentunya mempunyai strategi yang diterapkan sebagai cara merawat

kemajemukan bangsa Indonesia. Peran pemerintah daerah dalam kebijakan

yang berkaitan dengan agama berkaitan dengan hal-hal teknis seperti

perizinan untuk mendirikan rumah ibadah. Selebihnya, hanya pemerintah

pusatlah yang mempunyai wewenang untuk mengatur. Yang dimaksud

dengan urusan agama, misalnya : menetapkan hari libur keagamaan yang

berlaku secara nasional, memberikan pengakuan tehadap keberadaan suatu

agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan

keagamaan dan lain sebagainya.

2.2 Kewenangan Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah adalah penyelenggara Urusan Pemerintah oleh pemerintah

daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dinyatakan dalam

Pasal 1 angka 2 UU RI No. 23 Tahun 2014.

Sesuai dengan amanat UUD RI 1945, pemerintah daerah berwenang untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut Asas Otonomi dan

Tugas Pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk

memepercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas,

Hukum Administrasi Negara | 10


daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan

prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta

potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014

tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang dan diubah lagi

dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 tentang

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintah Daerah (yang selanjutnya ditulis UU RI No. 23 Tahun

2014 jo UU RI No. 2 Tahun 2015 jo UU RI No. 9 Tahun 2015), dinyatakan

“Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Dari rumusan

pasal tersebut dapat dilihat bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mengandung

tiga aspek, yaitu :

1. Aspek hak dan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri, artinya pemerintah daerah diberikan hak dan

kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerahnya tanpa ada intervensi

dari pemerintah di atasnya dalam batas-batas otonom yang diberikan,

berdasarkan pada asas desentralisasi. Desentralisasi bertujuan untuk :

Hukum Administrasi Negara | 11


a) Mengurangi baban pemerintah pusat dan campur tangan tentang

masalah-masalah kecil bidang pemerintahan di tingkat lokal;

b) Meningkatkan dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan lokal;

c) Melatih masyarakat untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya

sendiri; dan

d) Mempercepat bidang pelayanan umum pemerintahan kepada

masyarakat.

2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari

pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam kerangka NKRI.

Otonomi yang diberikan tidak kemudian diartikan bahwa daerah terlepas

dari pemerintahan di atasnya, tetapi tetap mempunyai kewajiban untuk

melaksanakan tugas-tugas tertentu dari pemerintah di atasnya dalam

kerangka tetap menjaga keutuhan NKRI. Adapun asas yang tetap mengikat

bahwa daerah tetap tunduk pada pemerintah di atasnya adalah asas

dekonsentrasi dan asas pembantuan. Di samping itu, norma yang

terkandung dalam Pasal 17 UU RI No. 23 Tahun 2014 juga mengikat

daerah sehingga tidak bisa terlepas dari pemerintah di atasnya.

3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai

pelimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga kemampuan

menggali sumber pembiayaan sendiri. Artinya pemerintah daerah dituntut

untuk bisa mandiri dalam mengelola sumber daya yang ada di daerahnya

tanpa harus tergantung pada pemerintah di atasnya atau daerah-daerah lain

yang ada di Indonesia.

Hukum Administrasi Negara | 12


Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

arti pemerintah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua

urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah

memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,

peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan

pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut,

dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip

otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan

dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah

ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi

dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jeni otonomi bagi setiap daerah

tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi

yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus

benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada

dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Ada perbedaan antara otonomi daerah menurut UU RI No. 32 Tahun 2004

dengan otonomi daerah menurut UU RI No. 23 Tahun 2014. Otonomi daerah

dalam UU RI No. 32 Tahun 2004 disebutkan “Otonomi daerah adalah hak,

wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan”, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 5

Undang-Undang tersebut. Sedangkan dalam UU RI No. 23 Tahun 2014 diartikan

sebagai “Hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

Hukum Administrasi Negara | 13


mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”, sebagaimana disebutkan

dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang tersebut.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak

dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian

pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan.

Di samping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,

pengendalian, koordinasi, pemantauan dan evaluasi, sebagaimana dinyatakan

dalam pasal 17 UU RI No. 23 Tahun 2014 :

(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan daerah untuk menyelenggarakan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

(2) Daerah dalam menetapkan kebijakan daerah, sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur dan kriteria

yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Dalam hal kebijakan daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tidak

mempedomani norma, standar, prosedur dan kriteria sebagaimana

disebutkan dalam ayat (2), pemerintah pusat membatalkan kebijakan

daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada

pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar,

prosedur dan kriteria, penyelenggara Pemerintah Daerah melaksanakan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Hukum Administrasi Negara | 14


Bersamaan dengan itu pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa

pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam

melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

2.3 Konsep Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah

Secara yuridis kewenangan adalah hak dan kekuasaan pemerintah yang sah

secara hukum, maka dalam konsep Negara hukum (rechstaat) segala tindakan

pemerintah yang bersumber dari kewenangannya haruslah bersandarkan pada asas

legalitas. Pasal 18A UUD NRI 1945 memberikan dasar konstitusional bagi

pengaturan hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

sebagai berikut:

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan

kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan

dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam

dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-

undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, untuk mengatur hubungan kewenangan pusat

dan daerah yang diamanatkan UUD NRI 1945 dapat dilakukan melalui berbagai

peraturan perundang-undangan, baik yang secara khusus mengatur otonomi

daerah, atau tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini

Hukum Administrasi Negara | 15


didasarkan pada kenyataan empiris dan yuridis yang menggambarkan bahwa

materi dan cakupan pengaturan tentang hubungan pusat dan daerah tidak dapat

diatur oleh satu undang-undang.

Hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya terkait

dengan berbagai sektor lain yang tidak dapat diperlakukan secara sama. Oleh

karena itu, diperlukan adanya undang-undang yang khusus mengatur hubungan

kewenangan pusat dan daerah secara umum serta dibutuhkan pula berbagai

undang-undang lainnya yang berkaitan dengan otonomi daerah.

Hubungan kewenangan antara pusat dan daerah bertalian dengan pembagian

urusan pemerintahan. Secara khusus, pembagian kewenangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah saat ini mengacu pada ketentuan di dalam UU No.

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari undang-undang

sebelumnya yakni UU No. 32 Tahun 2004. Dalam naskah akademik RUU Pemda

tahun 2011, revisi UU No. 32 Tahun 2004 dilakukan dengan tujuan untuk

memperbaiki berbagai kelemahan dari UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan

konsep kebijakan desentralisasi dalam negara kesatuan, ketidakjelasan pengaturan

dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan hubungan

antara pemerintah dengan warga dan kelompok madani. Praktik penyelenggaraan

pemerintahan daerah di Indonesia menurut UU No. 32 Tahun 2004 belum

sepenuhnya menjamin terwujudnya NKRI yang desentralistis dan mampu

menjamin adanya hubungan yang harmonis dan sinergik antar tingkatan dan

susunan pemerintahan.

Salah satu unsur penting di dalam hubungan pusat-daerah adalah pembagian

kewenangan. Secara yuridis pembagian kewenangan ini oleh undang-undang

Hukum Administrasi Negara | 16


diatur sebagai urusan pemerintahan. Klasifikasi urusan pemerintahan secara

khusus diatur dalam Pasal 9 yang meliputi urusan pemerintahan absolut, urusan

pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Ketentuan tersebut

secara rinci diatur sebagai berikut;

(1) Urusan Pemerintahan Absolut

Urusan pemerintahan absolut dimaksudkan sebagai urusan pemerintahan

yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat dan oleh karena itu tidak

berhubungan dengan asas desentralisasi atau otonomi. Urusan Pemerintahan

absolut yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dalam

Pasal 10 ayat (1) antara lain:

a) politik luar negeri;

b) keamanan;

c) yustisi;

d) moneter dan fiskal nasional; dan

e) agama.

Dalam ketentuan selanjutnya, diatur bahwa Pemerintah Pusat dalam

melaksanakan kewenangan absolut ini dapat melaksanakan sendiri atau

melimpahkannya kepada Pemerintah daerah berdasarkan asas dekonsentrasi.

(2) Urusan Pemerintahan Konkuren

Sebagaimana bunyi Pasal 9 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014, urusan

pemerintahan konkuren dimaksudkan sebagai urusan pemerintahan yang

dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu provinsi dan

kabupaten/kota. Selanjutnya di ayat (4), menyatakan bahwa urusan

konkuren yang diserahkan kepada daerah menjadi dasar bagi pelaksanaan

Hukum Administrasi Negara | 17


Otonomi Daerah. Urusan konkuren tersebut kemudian dibagi menjadi

urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib tersebut

kemudian dibagi lagi menjadi urusan wajib yang berkaitan dengan

pelayanan dasar dan urusan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar

sebagaimana kemudian diperinci berdasarkan Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3)

UU No. 23 Tahun 2014, yaitu:

1. Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain:

a) pendidikan;

b) kesehatan;

c) pekerjaan umum dan penataan ruang;

d) perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;

e) ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; dan

f) sosial.

2. Urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan

dasar, antara lain:

a) tenaga kerja;

b) pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;

c) pangan;

d) pertanahan;

e) lingkungan hidup;

f) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

g) pemberdayaan masyarakat dan desa;

h) pengendalian penduduk dan keluarga berencana;

i) perhubungan;

Hukum Administrasi Negara | 18


j) komunikasi dan informatika;

k) koperasi, usaha kecil, dan menengah;

l) penanaman modal;

m) kepemudaan dan olah raga;

n) statistik;

o) persandian;

p) kebudayaan;

q) perpustakaan; dan

r) kearsipan.

3. Urusan Pemerintahan Pilihan antara lain:

a) kelautan dan perikanan;

b) pariwisata;

c) pertanian;

d) kehutanan;

e) energi dan sumber daya mineral;

f) perdagangan;

g) perindustrian; dan

h) transmigrasi.

Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan

daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di

dasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta

kepentingan strategis nasional. Kemudian, berdasarkan Pasal 14 ayat (1)

mengatakan penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan,

kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah

Hukum Administrasi Negara | 19


Pusat dan Daerah provinsi, tetapi untuk minyak dan gas bumi, Berdasarkan

pasal 14 ayat (3) kewenangannya berada di Pemerintah Pusat. Hal ini sudah

sesuai sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 bahwasannya

penguasaannya haruslah oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat. Di sisi lain, hal tersebut menurut penulis merupakan upaya negara

untuk meminimalisasi ketimpangan pendapatan antara daerah yang kaya dan

yang miskin dalam hal Sumber Daya Alam (SDA).

(3) Urusan Pemerintahan Umum

Pemerintah pusat juga diberikan kewenangan dalam urusan pemerintahan

umum yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) yang antara lain:

a) Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka

memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka

Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;

b) Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;

c) Pembinaan kerukunan antar suku dan intrasuku, umat beragama, ras,

dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal,

regional, dan nasional;

d) Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

e) Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di

wilayah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk

menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan

Hukum Administrasi Negara | 20


prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f) Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan

g) Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan merupakan

kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.

Selanjutnya marilah kita melihat bagaimana konsep hubungan kewenangan

antara pusat dan daerah yang tercermin dalam pembagian kewenangan tersebut.

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa Model hubungan antara pemerintah pusat

dan daerah secara teoretis menurut Clarke dan Stewart dapat dibedakan menjadi

tiga, yakni;

1) The Relative Autonomy Model, yaitu pola hubungan yang memberikan

kebebasan yang relatif besar kepada pemerintah daerah dengan tetap

menghormati eksistensi pemerintah pusat.

2) The Agency Model, model di mana pemerintah daerah tidak memunyai

kekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannya terlihat lebih

sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk menjalankan

kebijaksanaan pemerintah pusatnya. Karenanya pada model ini berbagai

petunjuk rinci dalam peraturan perundang-undangan sebagai mekanisme

kontrol sangat menonjol.

3) The Interaction Model, merupakan suatu bentuk model di mana

keberadaan dan peran pemerintah daerah ditentukan oleh interaksi yang

terjadi antara pemerintahan pusat dan pemerintah daerah.

Hukum Administrasi Negara | 21


Berdasarkan deskripsi ketiga model hubungan tersebut, jika dikorelasikan

dengan model pembagian urusan pemerintahan di dalam UU No. 23 Tahun 2014,

maka cenderung relevan dengan teori The Agency Model. Mengapa demikian?

Sebagaimana teori hubungan pusat daerah menurut the agency model, pembagian

urusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014 diatur sedemikian rupa secara

definitif dan rinci. Hal ini tentu berimplikasi pada kewenangan pemerintah daerah

yang sifatnya jelas dan terbatas hanya pada urusan-urusan yang secara eksplisit

diatur di dalam undang-undang. Selain urusan pemerintahan absolut yang

sepenuhnya sudah menjadi kewenangan pusat, urusan konkuren yang menjadi

kewenangan daerah pun pada akhirnya harus mengalami reduksi dari segi

kebebasan berotonomi. Hal ini disebabkan Pemerintah Pusat mempunyai

kewenangan untuk membuat pengaturan dalam bentuk Norma, Standar, Prosedur,

dan Kriteria (NSPK) yang dijadikan acuan bagi pemerintahan daerah provinsi,

kabupaten/kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah tersebut; berwenang melakukan monitoring, evaluasi dan

supervisi terhadap pemerintahan daerah, dan berwenang untuk melakukan urusan

pemerintahan yang berskala nasional (lintas provinsi) atau internasional (lintas

negara). Di dalam undang-undang yang bersangkutan hal ini termaktub dalam

Pasal 16 UU No. 23 Tahun 2014 dalam ayat (1) dan (2) sebagai berikut;

(1) Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan

konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:

a) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka

penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan

Hukum Administrasi Negara | 22


b) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah.

(2) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam

penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah.

Dalam pasal selanjutnya yakni pasal 17 ayat (3) terdapat ketentuan mengenai

konsekuensi jika pemerintah daerah tidak berpedoman pada ketentuan NPSK

yang ditetapkan oleh pemerintah pusat;

(3) Dalam hal kebijakan daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tidak

mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Kewenangan pemerintah dalam hal Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria

(NPSK) tentu akan membuat urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah semakin rigid dan terbatas, bukan hanya dari segi lingkup kewenangannya

tapi juga dalam hal tata cara pelaksanaannya. Seluruh NPSK yang sifatnya sangat

detail dan teknis tersebut juga disusun dan ditentukan oleh pemerintah pusat

secara sepihak tanpa melibatkan pemerintah daerah akan tetapi wajib hukumnya

untuk ditaati dan dipedomani oleh pemerintah daerah. Ketentuan ini jelas akan

mengurangi bahkan meniadakan kebebasan pemerintah daerah dalam mengatur

Hukum Administrasi Negara | 23


urusan rumah tangganya secara mandiri. Hal ini sangat relevan dengan ciri pokok

dari konsep agency model sebagaimana yang dinyatakan oleh Dennis Kavanagh,

bahwa dalam model agency (pelaksana) ini, tujuan nasional dari sebuah kebijakan

ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah daerah hanya

melaksanakannya dengan lingkup diskresi dan kemungkinan perubahan yang

sangat kecil. Di sisi lain, ketentuan mengenai pembatalan kebijakan daerah yang

tidak sesuai dengan NPSK oleh pemerintah pusat juga berpotensi mengebiri

esensi dari otonomi daerah yang seluas-luasnya sebagaimana yang diamanatkan

oleh konstitusi.

Dalam hubungan kewenangan antara pusat dan daerah sebagaimana yang

diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014, dapat pula tercermin konsep otonomi seperti

apa yang dianut. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Bagir Manan,

setidaknya ada dua konsep otonomi yang tercermin di dalam pola hubungan

kewenangan pusat dan daerah, yakni otonomi luas dan otonomi sempit. Otonomi

luas lebih di dasarkan pada prinsip residual function atau teori sisa yang fokusnya

ada di pemerintah daerah. Artinya, otonomi luas berlaku bila segala urusan

pemerintahan menjadi kewenangan daerah selain yang ditentukan oleh pusat,

sedangkan otonomi dikatakan terbatas bila urusan-urusan rumah tangga

ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara

tertentu pula. Sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa,

sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas

cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Selain itu, sistem

hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti

Hukum Administrasi Negara | 24


keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak

otonomi daerah.

Hubungan kewenangan antara pemerintah Pusat dan Daerah sebagaimana

yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 jelas tidak mencerminkan otonomi

luas. Hal ini disebabkan UU pemda yang baru tidak menerapkan residual function

atau prinsip sisa yang benar-benar memberikan kewenangan otonomi yang sangat

luas (general competence). Residual function adalah sistem pembagian

kewenangan yang dianut dalam regulasi terdahulu yakni UU No. 22 Tahun 1999.

Sejak UU No. 32 Tahun 2004 sistem residual function mulai ditinggalkan dan

berganti menjadi concurrence function, di mana selain urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan pusat, juga terdapat urusan konkuren yang di-share secara

berimbang antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota. Sistem ini dianut kembali di dalam UU No. 23 Tahun 2014,

bahkan dari rumusan yang ada, pengaturannya jauh lebih rinci daripada undang-

undang sebelumnya. Selain itu, terdapat pula ketentuan agar setiap kebijakan

konkuren daerah mesti mengikuti norma, pedoman, standar, dan kriteria yang

ditentukan pusat. Hal ini tentu merupakan bentuk pembatasan otonomi. Maka

dapatlah kita katakan bahwa konsep hubungan kewenangan pusat dan daerah di

dalam UU No. 23 Tahun 2014 menganut prinsip otonomi terbatas.

Konsep ketiga yang dapat kita lihat dalam format pembagian urusan

pemerintahan antara pusat dan daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014 adalah

mengenai ajaran atau sistem rumah tangga yang dianut. Sebelumnya telah

dikemukakan bahwa secara umum dikenal tiga sistem rumah tangga yakni sistem

rumah tangga formal, sistem rumah tangga material, dan sistem rumah tangga

Hukum Administrasi Negara | 25


nyata (riil). Berdasarkan pada klasifikasi urusan pemerintahan yang diatur secara

rinci mengenai apa-apa yang termasuk dalam urusan pemerintahan absolut, urusan

pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum, maka hal ini tentu tidak

sesuai dengan ajaran dalam sistem rumah tangga formal yang pembagian

wewenang, tugas, dan tanggung jawab antara pusat dan daerah untuk mengatur

dan mengurus urusan pemerintahan tertentu tidak ditetapkan secara rinci. Selain

itu, prinsip concurrence function yang membagi secara tegas urusan pemerintah

pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten juga tidak sejalan dengan ajaran

formal. Sistem rumah tangga formal berpangkal tolak dari prinsip bahwa tidak ada

perbedaan sifat antara urusan yang diselenggarakan pusat dan yang

diselenggarakan daerah. Apa saja yang dapat diselenggarakan oleh pusat pada

dasarnya dapat pula diselenggarakan oleh daerah. Dalam sistem rumah tangga

formal juga tidak secara apriori ditetapkan apa yang termasuk rumah tangga

daerah itu. Tugas dari daerah-daerah tidak dirinci secara nominatif di dalam

undang-undang pembentukannya.

Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur di dalam UU No.

23 Tahun 2014 lebih cenderung kepada ajaran sistem rumah tangga material dan

sistem rumah tangga nyata (riil). Di satu sisi terdapat pembagian urusan

pemerintahan yang rinci antara urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan

umum, dengan pembedaaan yang tegas antara tiap tingkatan pemerintah yang

merupakan ciri dari sistem rumah tangga material. Sistem rumah tangga material

juga berpangkal tolak pada pemikiran bahwa memang ada perbedaan mendasar

antara urusan pemerintahan pusat dan daerah. Daerah dianggap memang memiliki

ruang lingkup urusan pemerintahan tersendiri yang secara material berbeda

Hukum Administrasi Negara | 26


dengan urusan pemerintahan yang diatur dan diurus oleh pusat. Lebih lanjut

sistem ini berangkat dari pemikiran bahwa urusan-urusan pemerintahan itu dapat

dipilah-pilah dalam berbagai lingkungan satuan pemerintahan.

Sedangkan konsep sistem rumah tangga nyata mislanya tercemin dalam

ketentuan mengenai urusan pilihan. Di mana urusan pilihan ini memberikan

kewenangan kepada setiap pemerintah daerah untuk mengelola dan

mengembangkan secara mandiri keunggulan yang dimiliki oleh daerahnya

masing-masing. Hal ini sejalan dengan ajaran rumah tangga nyata di mana isi

rumah tangga daerah di dasarkan kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata.

Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah di

dasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan yang sebenarnya.

Hukum Administrasi Negara | 27


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

terdiri dari Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non

Departemen. Adapun kewenangan Pemerintah Pusat yang dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

(selanjutnya ditulis UU RI No. 23 Tahun 2014) disebut kewenangan absolut,

mencangkup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan,

keamanan, peradilan/yutisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.

Pemerintah daerah adalah penyelenggara Urusan Pemerintah oleh pemerintah

daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dinyatakan dalam

Pasal 1 angka 2 UU RI No. 23 Tahun 2014. Sesuai dengan amanat UUD RI 1945,

pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan. Pemberian otonomi

luas kepada daerah diarahkan untuk memepercepat terwujudnya kesejahteraan

rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta

masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hukum Administrasi Negara | 28


Selanjutnya marilah kita melihat bagaimana konsep hubungan kewenangan

antara pusat dan daerah yang tercermin dalam pembagian kewenangan.

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa Model hubungan antara pemerintah pusat

dan daerah secara teoretis menurut Clarke dan Stewart dapat dibedakan menjadi

tiga, yakni : The Relative Autonomy Model, The Agency Model dan The

Interaction Model. Berdasarkan ketiga model hubungan tersebut, jika

dikorelasikan dengan model pembagian urusan pemerintahan di dalam UU No. 23

Tahun 2014, maka cenderung relevan dengan teori The Agency Model. Mengapa

demikian? Sebagaimana teori hubungan pusat daerah menurut the agency model,

pembagian urusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014 diatur sedemikian

rupa secara definitif dan rinci. Hal ini tentu berimplikasi pada kewenangan

pemerintah daerah yang sifatnya jelas dan terbatas hanya pada urusan-urusan yang

secara eksplisit diatur di dalam undang-undang. Dalam hubungan kewenangan

antara pusat dan daerah sebagaimana yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014,

dapat pula tercermin konsep otonomi seperti apa yang dianut. Sebagaimana yang

telah dikemukakan oleh Bagir Manan, setidaknya ada dua konsep otonomi yang

tercermin di dalam pola hubungan kewenangan pusat dan daerah, yakni otonomi

luas dan otonomi sempit. Otonomi luas lebih di dasarkan pada prinsip residual

function atau teori sisa yang fokusnya ada di pemerintah daerah. Artinya, otonomi

luas berlaku bila segala urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah selain

yang ditentukan oleh pusat, sedangkan otonomi dikatakan terbatas bila urusan-

urusan rumah tangga ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur

dengan cara-cara tertentu pula. Sistem supervisi dan pengawasan dilakukan

sedemikian rupa, sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk

Hukum Administrasi Negara | 29


menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga

daerahnya. Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana yang diatur di dalam

UU No. 23 Tahun 2014 lebih cenderung kepada ajaran sistem rumah tangga

material dan sistem rumah tangga nyata (riil). Di satu sisi terdapat pembagian

urusan pemerintahan yang rinci antara urusan pemerintahan absolut, konkuren,

dan umum, dengan pembedaaan yang tegas antara tiap tingkatan pemerintah yang

merupakan ciri dari sistem rumah tangga material. Sistem rumah tangga material

juga berpangkal tolak pada pemikiran bahwa memang ada perbedaan mendasar

antara urusan pemerintahan pusat dan daerah. Daerah dianggap memang memiliki

ruang lingkup urusan pemerintahan tersendiri yang secara material berbeda

dengan urusan pemerintahan yang diatur dan diurus oleh pusat. Lebih lanjut

sistem ini berangkat dari pemikiran bahwa urusan-urusan pemerintahan itu dapat

dipilah-pilah dalam berbagai lingkungan satuan pemerintahan. Sedangkan konsep

sistem rumah tangga nyata mislanya tercemin dalam ketentuan mengenai urusan

pilihan. Di mana urusan pilihan ini memberikan kewenangan kepada setiap

pemerintah daerah untuk mengelola dan mengembangkan secara mandiri

keunggulan yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing. Hal ini sejalan dengan

ajaran rumah tangga nyata di mana isi rumah tangga daerah di dasarkan kepada

keadaan dan faktor-faktor yang nyata. Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau

tugas dan kewenangan kepada daerah di dasarkan pada faktor yang nyata atau riil,

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang sebenarnya.

Hukum Administrasi Negara | 30


3.2 Saran

Masyarakat dan mahasiswa sebaiknya ikut berpartisipasi aktif dalam

pembangunan dan pengawasan terhadap pejabat administrasi negara / aparat

pemerintah agar pelaksanaan administrasi negara berjalan sebagaimana mestinya.

Hukum Administrasi Negara | 31


DAFTAR PUSTAKA

Remaja, I Nyoman Gede. 2017. Buku Ajar Hukum Administrasi Negara. Singaraja

Windari, Ratna Artha. 2017. Pengantar Hukum Indonesia. Depok: Rajawali Pers

Abdul Rauf Alauddin Said. 2015. Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat-

Pemerintah Daerah dalam Otonomi Seluas-luasnya Menurut UUD 1945.

Tersedia pada : http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/viewFile/613/552 .

Diakses pada: 8 April 2018

Anda mungkin juga menyukai