Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT


2.1.1 Sejarah LAFI PUSKESAD
Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) atau yang dahulu
bernama Militaire Scheikundig
Laboratorium (MSL), merupakan lembaga yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun
1818 di Jakarta. Lembaga tersebut berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan yang
dibutuhkan oleh tentara Belanda. Pada tanggal 1 Juni 1950, lembaga ini diambil alih oleh
pemerintah Republik Indonesia dan dibagi menjadi dua bagian, yakni Laboratorium Kimia
Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat
(LKAD) dan Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat
Angkatan Darat (DOAD).
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Kesehatan Angkatan Darat No.
KPTS/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960, terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD
dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (Lafi AD). Pada tanggal 15
Oktober 1970, Lafi AD dipisah kembali menjadi dua bagian, yaitu:
1. Lafi AD, yang selanjutnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan
Darat (Lafi Jankesad).
2. DOAD, yang selanjutnya menjadi Depot Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan kemudian
menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan Jawatan Kesehatan Angkatan Darat
(Dopusbekkes Jankesad).
Pada tahun 1985, Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi
Lafi Puskesad dan pada tanggal 1 April 2005, Lafi Puskesad dipisah kembali menjadi Lafi
Puskesad dan Gudang Pusat (Gupus) II Puskesad. Pada awalnya, kegiatan produksi Lafi
Puskesad dilakukan di Jalan Gudang Utara No. 25 Bandung dengan luas tanah 6.562 m 2 dan luas
bangunan 3.382 m2.
Berdasarkan hasil evaluasi Direktur Jenderal Balai Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sarana fasilitas produksi di tempat tersebut belum
memenuhi persyaratan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No.
544/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB. Oleh sebab itu, pada tahun 1995 diajukanlah
Rencana Induk Pembangunan (RIP) Lafi Puskesad dengan lokasi di Jalan Gudang Utara No. 26
Bandung dengan luas tanah 12.152 m2 dan luas bangunan 6.087,25 m2.
Gedung baru Lafi Puskesad dirancang sesuai dengan persyaratan CPOB. Pada tanggal 28
Februari 1996, RIP tersebut mendapat persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan surat No.
02.01.2.4.96.665. Barulah pada tahun 1997 dimulai pembangunan sarana fasilitas Lafi Puskesad
sesuai dengan RIP yang sudah disetujui tersebut. Pada tahun 2000, Lafi Puskesad telah berhasil
mendapatkan empat sertifikat CPOB untuk sediaan antibiotik β-laktam, selanjutnya pada tahun
2001 diperoleh satu sertifikat CPOB untuk sediaan serbuk injeksi steril antibiotik β-laktam dan
turunannya, serta pada tanggal 1 Juni 2006 diperoleh lima sertifikat CPOB untuk fasilitas non β-
laktam yaitu sediaan tablet biasa non-antibiotika, tablet salut non-antibiotika, kapsul keras non-
antibiotika, serbuk oral non-antibiotika dan cairan obat oral non-antibiotika. Sejak tahun 2015,
Lafi Puskesad hanya memiliki empat sertifikat CPOB untuk sediaan non β-laktam yaitu untuk
sediaan tablet, kapsul keras, serbuk oral, dan cairan obat luar non-antibiotika, sedangkan untuk
sediaan tablet salut sudah disatukan dengan sertifikat tablet menjadi satu sertifikat, yaitu
sertifikat tablet biasa dan tablet salut non-antibiotika. Pada tahun 2017 sertifikat CPOB yang
telah memperoleh resertifikasi adalah sertifikat CPOB untuk Beta-laktam dan turunannya untuk
sediaan tablet dan kapsul keras.

2.2 CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan
untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat
esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu,
bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak
hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat
dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.
Pemerintah menetapkan berlakunya CPOB sebagai pedoman bagi semua industri farmasi
dengan dikeluarkannya SK No.43/Menkes/SK/II/1988. Cara Pembuatan Obat yang Baik bersifat
dinamis dan selalu mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi dengan kriteria
kualifikasi yang selalu diperbaharui. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang terbaru saat ini
adalah Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012. Pemenuhan persyaratan Pedoman CPOB dibuktikan dengan
sertifikat CPOB. Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) meliputi 12 bab dan 14 aneks yang dibicarakan. 12 bab tersebut, yaitu:
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan hygiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri, Audit mutu, dan Audit & persetujuan pemasok
9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak
12. Kualifikasi dan validasi
Selain itu CPOB meliputi 14 Aneks, yaitu:
1. Pembuatan produk steril
2. Pembuatan obat produk biologi
3. Pembuatan gas medicinal
4. Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (Aerosol)
5. Pembuatan produk dari darah atau plasma manusia
6. Pembuatan obat investigasi untuk uji klinis
7. Sistem komputerisasi
8. Cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik
9. Pembuatan radiofarmak
10. Penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat
11. Sampel pembanding dan sampel pertinggal
12. Cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik
13. Pelulusan parametris
14. Manajemen risiko mutu
2.2.1 Manajemen Mutu
Sebuah Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan
tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah
atau tidak efektif. Manajemen Mutu bertanggung jawab untuk mencapai tujuan melalui suatu
“kebijakan mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan Manajemen Mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi. Cara Pembuatan Obat yang Baik
termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan
dan dimonitor efektivitasnya.
Unsur dasar Manajemen Mutu adalah:
1) Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur,
proses, dan sumber daya.
2) Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan
selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut
disebut pemastian mutu.
Pemastian Mutu merupakan konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri
maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian
Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa
obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakainnya. Karena itu pemastian
mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan
pengembangan produk.
Berdasarkan Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman (PPOP) CPOB (2012),
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan
yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau
dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi
hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian
lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi
Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi,
mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan
produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian
dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam
pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
Pengkajian Mutu Produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat
terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses,
kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk.
Manajemen Risiko Mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,
pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan
secara prospektif maupun retrospektif. Manajemen Risiko Mutu hendaklah memastikan bahwa
evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman
dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien, tingkat usaha, formalitas dan
dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.
Manajemen Risiko Mutu hendaklah memastikan bahwa:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah
pengalaman dengan proses dan akhirnya terkait pada perlindungan pasien.
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan
dengan tingkat risiko.

2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam dalam mewujudkan pelaksanaan CPOB di
Industri Farmasi. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil
yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil
hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip dasar CPOB (basic GMP) dan memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higienisitas yang berkaitan dengan pekerjaan.
Personil kunci yang harus ada di suatu Industri Farmasi, mencakup Kepala Bagian Produksi,
Kepala Bagian Pengawasan Mutu, dan Kepala Bagian Manajemen Mutu.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek personalia adalah :
1. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi,
pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda
serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil
hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif. Hendaklah personil tersebut tidak mempunyai
kepentingan lain di luar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya
dalam melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan
pribadi atau finansial.
a. Kepala bagian Produksi hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi,
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam
bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi
kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk :
 Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan.
 Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan
memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat.
 Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala
bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu).
 Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi.
 Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
 Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
Disamping itu, kepala bagian Produksi bersama dengan kepala bagian
Pengawasan Mutu dan penanggung jawab teknik hendaklah memiliki tanggung jawab
bersama terhadap aspek yang berkaitan dengan mutu
b. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker terkualifikasi dan
memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan
keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk:
 Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi.
 Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan.
 Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel,
metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain.
 Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak.
 Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian
pengawasan mutu.
 Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan.
 Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di
departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
c. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang Apoteker yang
terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan
tugas yang berhubungan dengan Sistem Mutu/ Pemastian Mutu, termasuk:
 Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu.
 Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan.
 Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala.
 Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu
 Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap
pemasok).
 Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi.
 Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi.
 Mengevaluasi/mengkaji catatan bets.
 Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan
semua faktor terkait.
d. Masing-masing kepala bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek
yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup:
 Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen
 Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat
 Higiene pabrik
 Validasi proses
 Pelatihan
 Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan
 Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak
 Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk
 Penyimpanan catatan
 Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB
 Inspeksi, penyelidikan dan pengambilan sampel
 Pemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk
2. Pelatihan
a. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena
tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium
(termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain
yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
b. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah
mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan
hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala.
Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing.
Catatan pelatihan hendaklah disimpan.
c. Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area dimana
pencemaran merupakan bahaya, misalnya area bersih atau area penanganan bahan
berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitif.
d. Pengunjung atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak masuk ke area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat dihindarkan, hendaklah
mereka diberi penjelasan lebih dahulu, terutama mengenai higiene perorangan dan
pakaian pelindung yang dipersyaratkan serta diawasi dengan ketat.
e. Konsep Pemastian Mutu dan semua tindakan yang tepat untuk meningkatkan pemahaman
dan penerapannya hendaklah dibahas secara mendalam selama pelatihan.
f. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak
yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa
untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat.
a. Letak bangunan hendaklah diperhatikan untuk menghindari pencemaran dari dan ke
lingkungan di sekitarnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan
industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil
tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas
hendaklah dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat dengan tepat, dibersihkan dan didesinfeksi
sesuai dengan prosedur yang tertulis, serta catatan pembersihan dan desinfeksi hendaklah
disimpan.
b. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian
agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari
tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain.
Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.
c. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu,
didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah
disimpan.
d. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan,
koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan
rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu.
Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar
kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat.
e. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak
mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan /
ketelitian fungsi dari peralatan.
f. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
 Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam
sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.
 Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil
dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain
yang sedang diproses.
g. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang tidak
berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak
boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut.
h. Area yang diatur dalam CPOB, meliputi:
a) Area penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan
hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus. Area ini dapat
menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b) Area produksi
Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi pencemaran silang,
suatu sarana khusus dan self-contained harus disediakan untuk produksi obat tertentu
seperti:
1. Produk antibiotika tertentu (misalnya Penisilin), produk hormon seks, produk
sitotoksik, produk dengan bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi sebaiknya
diproduksi di bangunan terpisah.
2. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk
memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara
satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut
kelas kebersihan yang dipersyaratkan.
3. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses
hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara
teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi
kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah
pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan
proses produksi atau pengawasan.
4. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat
bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang
terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka, tidak
melepaskan partikulat, serta memungkinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu
desinfeksi) yang mudah dan efektif.
5. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,
permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila
terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan
hendaklah berbentuk lengkungan.
6. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi
digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk memudahkan
pembersihan menyeluruh.
7. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah
dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal pembersihan
instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.
8. Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang
sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran terhadap produk.
9. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan dilengkapi bak kontrol
untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu
hendaklah dangkal untuk memudahkan pembersihan dan disinfeksi.
10. Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem
pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah
pencemaran dan pencemaran silang, serta dilengkapi dengan sistem pengendalian
suhu dan kelembaban udara sesuai dengan kebutuhan produk yang diproses.
11. Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan
herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan produk obat
c) Area penyimpanan
1. Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan
dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status
karantina, produk yang diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan
atau produk yang ditarik dari peredaran.
2. Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi
penyimpanan yang baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan
mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
3. Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban) dibutuhkan, kondisi
tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan, dipantau dan dicatat di mana diperlukan.
4. Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat berbahaya lain, dan
zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi terhadap penyalahgunaan, kebakaran
atau ledakan hendaklah disimpan di area yang terjamin keamanannya. Obat narkotika
dan obat berbahaya lain hendaklah disimpan dalam tempat terkunci.
5. Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan perlindungan
bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan hendaklah didesain dan
dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah
barang bila perlu sebelum dipindahkan ke tempat penyimpanan.
6. Apabila status karantina dipastikan dengan cara penyimpanan di area terpisah, maka
area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas.
7. Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk
pengambilan sampel bahan awal. Apabila kegiatan tersebut dilakukan di area
penyimpanan, maka pengambilan sampel hendaklah dilakukan sedemikian rupa
untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang. Prosedur pembersihan yang
memadai bagi ruang pengambilan sampel hendaklah tersedia.
8. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan
produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan.
9. Bahan pengemas dan bahan label hendaklah disimpan di tempat terkunci.
d) Area pengawasan mutu
1. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area
pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan
yang lain.
2. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai
untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut,
pereaksi dan catatan.
3. Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan untuk memberi perlindungan
instrumen terhadap gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan
gangguan lain, atau bila perlu untuk mengisolasi instrument.
4. Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan konstruksi yang
dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap. Pasokan udara ke laboratorium
hendaklah dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah dipasang unit
pengendali udara yang terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi,
mikrobiologi dan radioisotop.
e) Sarana Pendukung
1. Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu.
2. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah
disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak boleh
berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti
pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya
terpisah.
3. Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area
produksi. Apabila suku cadang, asesori mesin dan perkakas bengkel disimpan di area
produksi, hendaklah disediakan ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat
tersebut.
4. Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi dengan baik terhadap area lain dan
dilengkapi pintu masuk terpisah (akses hewan) serta unit pengendali udara yang
terpisah.

2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin
sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal
yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
2.2.4.1 Desain dan Konstruksi
a. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan
tujuannya.
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun
produk jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan hal
sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
e. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta
disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak
menjadi sumber pencemaran.
g. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk.
Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif,
aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.
h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia
atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah
dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan
dengan benar.
i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang
tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan hendaklah
dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang
ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.
k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat
ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun
sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan
serat.
l. Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah
disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas
cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan.
2.2.4.2 Pemasangan dan Penempatan
a. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau
kontaminasi.
b. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk
menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan
kecampurbauran produk.
c. Semua sabuk (belt) dan pulley mekanis terbuka hendaklah dilengkapi dengan
pengaman.
d. Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah dipasang
sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa hendaklah diberi
penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran.
e. Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas.
Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk
menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut
kecuali bila peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja.
f. Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari area produksi
dan pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi penandaan yang jelas.
2.2.4.3 Perawatan
a. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
b. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap
mutu produk.
c. Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia lain seperti cairan alat penguji suhu
hendaklah dievaluasi dan disetujui dengan proses formal.
d. Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi.
e. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah dicatat
dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan nomor
setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan yang
digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets.
f. Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu disanitasi
dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari proses sebelumnya
yang akan memengaruhi mutu produk termasuk produk antara di luar spesifikasi
resmi atau spesifikasi lain yang telah ditentukan.
g. Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara yang sama secara
berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah dibersihkan dalam tenggat
waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan (misal: hasil
urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).
h. Peralatan umum (tidak didedikasikan) hendaklah dibersihkan setelah digunakan
memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah kontaminasi silang.
i. Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status kebersihannya dengan cara yang
baik.
j. Buku log untuk peralatan utama dan kritis hendaklah dibuat untuk pencatatan
validasi pembersihan dan pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan
personil yang melakukan kegiatan tersebut.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi harus diterapkan pada setiap aspek produksi
obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala
sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial harus
dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
1. Higiene Perorangan
a. Tiap personil harus menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum maupun selama bekerja
dan pemeriksaan mata secara berkala.
b. Tiap personil harus menerapkan higiene perorangan yang baik.
c. Tiap personil yang mengidap suatu penyakit yang dapat merugikan kualitas produk,
dilarang menangani bahan-bahan sampai pulih kembali.
d. Tiap personil harus melaporkan keadaan yang dapat merugikan produk.
e. Harus dihindari sentuhan langsung antara tangan dengan bahan maupun produk.
f. Personil menggunakan pakaian pelindung untuk keamanan sendiri.
g. Hanya petugas yang berwenang saja diizinkan memasuki bangunan dan fasilitas
daerah terbatas.
h. Personil diinstruksikan agar mencuci tangan sebelum memasuki daerah produksi.
i. Personil dilarang merokok, makan dan minum di daerah produksi, laboratorium dan
daerah lain yang dapat merugikan produk.
j. Prosedur higiene perorangan harus diberlakukan bagi semua personil.
2. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
a. Bangunan dirancang dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
b. Toilet dengan ventilasi yang baik tersedia dalam jumlah cukup dan tempat cuci bagi
personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.
c. Tersedia sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadi
di tempat yang tepat.
d. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman harus dibatasi di area
khusus dan memenuhi standar kebersihan.
e. Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk, dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai.
f. Rodentisida, insektisida, bahan-bahan fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh
mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau
produk jadi.
g. Ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab sanitasi dan higiene serta
menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan
pembersih yang digunakan ataupun fasilitas-fasilitas yang harus dibersihkan. Prosedur
ini harus dipatuhi oleh seluruh personil.
3. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
a. Peralatan harus dibersihkan, dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta
diperiksa kembali sebelum dipakai.
b. Pembersihan dilakukan dengan cara vakum atau basah dan sedapat mungkin dihindari
pencemaran produk.
c. Pembersihan dan penyimpanan alat maupun bahan pembersih dilakukan pada ruangan
terpisah dari proses pengolahan.
d. Prosedur yang tertulis untuk pembersihan dan sanitasi harus dibuat dan dipatuhi.
e. Catatan pembersihan, sanitasi, sterilisasi, dan inspeksi harus disimpan.
4. Validasi dan Kehandalan Produk
Prosedur Sanitasi dan Higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan
prosedur yang disusun cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi
Dalam Industri Farmasi, produksi harus dilakukan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan serta sesuai dengan ketentuan dari CPOB untuk menjamin produk yang bermutu, serta
dilakukan dan diawasi oleh personel yang terlatih dan terkualifikasi. Produksi dimulai dengan
pemilihan bahan baku sampai proses produksi yang akan menghasilkan produk antara, produk
ruahan, dan produk jadi.
a. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan
sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi
hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat
atau didokumentasikan.
b. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu
bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu.
c. Tiap tahap dalam pengolahan, baik produk maupun bahan hendaklah dilindungi terhadap
pencemaran mikroba atau pencemaran lain.
d. Selama proses pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan
dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila
perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan dalam setiap proses produksi.
e. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sebaiknya dihindarkan. Bila terjadi
penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala bagian Pemastian
Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
f. Sistem penomoran bets/lot
Sistem ini digunakan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan
atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada
tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem penomoran
bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara
berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan
tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran
bets/lot yang bersangkutan.
Proses produksi antara lain:
A. Bahan Awal
Bahan awal atau bahan baku dimulai dari pembelian. Pembelian merupakan suatu
aktivitas dimana memerlukan personel yang memiliki pengetahuan mengenai
supplier/pemasok. Pembelian berawal dari pemasok yang disetujui dan memenuhi spesifikasi
yang relevan dan bila memungkinkan berasal dari produsen langsung.
Pembelian bahan awal yang menyangkut semua pemasukan, pengeluaran dan sisa
bahan harus dicatat. Setiap bahan awal harus memenuhi spesifikasi dan diberi label sesuai
dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan.
Untuk setiap kiriman atau bets harus diberi nomor kiriman yang menunjukkan identitas yang
jelas. Pada tiap penerimaan bahan awal, dilakukan permeriksaan secara visual tentang
kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, kemungkinan adanya kerusakan bahan,
kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Dilakukan pengambilan sampel
bahan awal untuk pengujian apakah sesuai dengan spesifikasinya oleh bagian Pengawasan
Mutu.
Kiriman bahan awal harus dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk dipakai
oleh Kepala Bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal yang diterima dan disimpan di area
penyimpanan diberi label yang jelas. Label dipasang oleh petugas yang ditunjuk oleh
penanggung jawab pengawasan mutu. Label harus setidaknya berisi nama bahan (bila perlu
nomor kode bahan), nomor bets/ kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan, status
bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak), tanggal kadaluarsa/tanggal uji
ulang bila diperlukan.
Pemeriksaan persediaan bahan awal harus selalu diperiksa secara berkala untuk
meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan benar dan dalam kondisi
yang baik. Bahan awal, khususnya yang dapat rusak karena paparan panas, hendaknya proses
penyimpanan dikendalikan suhunya secara ketat, untuk bahan yang peka terhadap
kelembabapan maupun cahaya, disimpan dengan kondisi yang tepat. Penyerahan bahan awal
dilakukan oleh personel yang berwenang dan catatan mengenai persediaan bahan disimpan
dengan baik agar rekonsilasi persediaan dapat dilakukan. Setiap bahan dilakukan
penimbangan dan diperiksa serta hasil penimbangan tersebut dicatat kembali. Semua bahan
awal yang ditolak diberi penandaan yang mencolok, ditempatkan terpisah, dan bisa
dimusnahkan atau dikembalikan ke pemasoknya.
B. Validasi Proses
Validasi proses dilakukan untuk memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang ada. Hasil validasi dan kesimpulannya dicatat sebagai
dokumentasi. Untuk formula pembuatan atau metode preparasi baru diterapkan, hendaknya
mengambil langkah untuk membuktikan apakah prosedur baru tersebut cocok untuk
pelaksanaan produksi yang rutin. Untuk perubahan yang signifikan juga perlu divalidasi.
Menurut CPOB, perlu dilakukan re-validasi secara periodik untuk memastikan bahwa proses
dan prosedur tetap.
C. Pencegahan Pencemaran silang
Risiko pencemaran pasti bisa terjadi dan bisa didapat dari pencemaran bahan awal
atau produk oleh bahan atau produk lain dimana pencemaran ini harus dihindarkan.
Pencemaran silang ini diperoleh akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau
organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa-sisa bahan yang tertinggal
pada alat serta dari pakaian kerja operator. Pencemaran yang berbahaya adalah bahan yang
dapat menimbulkan sensitivitas kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup,
hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan berpotensi tinggi. Produk sediaan parenteral,
sediaan dengan dosis besar, sediaan yang diberikan dalam jangka waktu panjang berpotensi
terpengaruh oleh pencemaran. Dalam menghindarkan pencemaran silang ini, dapat
dilakukan:
 Produksi di dalam gedung terpisah (bagi produk seperti beta laktam, non beta laktam,
hormon, vaksin hidup, sediaan yang mengandung bakteri hidup, dan produk biologi
lainya serta produk darah).
 Tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara.
 Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi ulang
atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara tidak memadai.
 Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk tersebut berisiko
tinggi terhadap pencemaran silang.
 Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif.
 Menggunakan sistem self-contained.
 Pengujian residu dan menggunakan label status kebersihan pada alat.
 Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektivitasnya diperiksa secara
berkala sesuai prosedur yang ditetapkan.
D. Sistem Penomoran Bets/Lot
Sistem penomoran bertujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran selanjutnya harus
saling berkaitan. Sistem penomoran harus menjamin bahwa nomor tidak digunakan secara
berulang. Alokasi nomor bets/lot segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut
mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan kuran bets/lot yang bersangkutan.
E. Penimbangan/Penyerahan
Metode penanganan, penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan dan produk
tercakup dalam prosedur tertulis. Semua pengeluaran bahan dan produk didokumentasikan.
Bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang boleh diserahkan
apabila telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu. Untuk menghindarkan terjadinya
kecampurbauran, pencemaran silang, hilangnya identitas, maka bahan dan produk yang
terkait dari satu bets/lot saja yang boleh ditempatkan dalam area penyerahan. Sebelum
penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal diperiksa kebenaran dari
penandaannya, termasuk label pelulusan dari Pengawasan Mutu. Setelah penimbangan,
penyerahan, dan penandaan, bahan dan produk-produk tersebut diangkut dan disimpan
dengan benar sehingga terjamin keutuhannya sampai pengolahan berikutnya.
F. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang
dikembalikan ke tempat penyimpanan harus didokumentasikan dengan baik dan
direkonsiliasi. Semua bahan yang diperlukan untuk proses produksi tidak boleh dikembalikan
ke gudang, kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
G. Pengolahan Produk Antara dan Produk Ruahan
Semua bahan dan peralatan yang akan digunakan harus diperiksa terlebih dahulu
sebelum digunakan. Peralatan hendaknya dinyatakan bersih secara tertulis sebelum
digunakan. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan. Semua kegiatan
pengolahan harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan dan penyimpangan yang
terjadi wajib dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Wadah dan penutup untuk bahan dan
produk harus selalu bersih dan terbuat dari bahan yang tepat, kemudian wadah dan peralatan
yang berisi bahan dan produk harus diberi label yang tepat. Semua produk diberi label yang
tepat yang menunjukkan ahap pengolahan. Seluruh pengawasan dalam proses harus dicatat
dengan akurat. Hasil sesungguhnya dari tahap pengolahan, harus dicatat dan disesuaikan
dengan hasil teoritis.
H. Bahan dan Produk Kering
Masalah debu dan pencemaran silang adalah masalah yang terjadi saat proses
produksi terjadi. Penggunaan sistem penghisap udara yang efektif dipasang dengan letak
pembuangan untuk mencegah penyebaran debu. Pemakaian alat penghisap debu pada
pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan. Produk juga harus dilindungi dari
pencemaran serpihan logam atau gelas serta mencegah tablet atau kapsul tidak ada yang
terselip atau tertinggal di dalam mesin.
I. Pencampuran dan Granulasi
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk dilengkapi dengan sistem pengendalian
debu. Parameter operasional yang kritis, seperti waktu, suhu, kecepatan untuk tiap proses
produksi, harus tercantum dalam Dokumen Produksi Induk. Untuk bahan yang berisiko
tinggi atau yang dapat menimbulkan senstivitas tinggi, digunakan kantong filter khusus bagi
masing-masing produk. Pada pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi dicegah
terjadinya pencemaran atau pertumbuhan mikroba.
J. Pencetakan Tablet
Mesin pencetak tablet dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang memadai,
dilakukan pengendalian secara fisik, prosedural dan penandaan untuk menghindari campur
aduk antar produk. Untuk pemantauan bobot tablet selama proses, diperlukan alat timbang
yang telah ditara. Tablet yang diambil untuk diuji tidak boleh dikembalikan dan tablet yang
ditolak atau disingkirkan harus ditempatkan dalam wadah yang ditandai dengan jelas serta
dicatat pada Catatan Pengolahan Bets. Sebelum digunakan, Punch and Dyes alat cetak harus
diperiksa keausan dan kesesuaiannya terhadap spesifikasi.
K. Penyalutan
Udara yang dialirkan ke dalam panci penyalut untuk pengeringan, harus disaring
sehingga memiliki mutu yang tepat. Larutan penyalut digunakan dengan cara yang tepat
untuk mengurangi resiko pertumbuhan mikroba.
L. Pengisian Kapsul Keras
Kapsul kosong/cangkang kapsul diperlakukan sebagai bahan awal dan disimpan
dalam kondisi yang baik dimana dapat mencegah kekeringan dan kerapuhan atau efek lain
yang disebabkan oleh kelembaban.
M. Penandaan Tablet Salut dan Kapsul
Campur baur selama proses penandaan tablet salut dan kapsul, proses pemeriksaan,
penyortiran, dan pemolesan kapsul dan tablet salut harus dihindari. Tinta yang digunakan
untuk penandaan harus tinta yang memenuhi persyaratan untuk bahan makanan.
N. Produk Cair, Salep dan Krim
Produk cair, krim, dan salep mudah terkontaminasi, sehingga prosesnya harus
terlindung dari pencemaran. Untuk melindungi produk dari kontaminasi disarankan memakai
sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer dimana area produksi diberi ventilasi yang
efektif dengan udara yang disaring. Kualitas kimiawi dan mikrobiologi air harus dipantau.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap proses pencampuran dan proses akhir pengisian untuk
memastikan kualitas produk. Jika produk ruahan tidak segera dikemas maka waktu paling
lama produk boleh disimpan dan kondisi penyimpanan produk harus ditetapkan dan dipatuhi.
O. Bahan Pengemas
Pengadaan, penanganan dan pengawasan terhadap bahan pengemas primer dan bahan
pengemas cetak serta bahan cetak lain perlu tindakan yang sama seperti pada bahan awal.
Bahan cetak disimpan dan diawasi dengan ketat, label lepas dan bahan cetak lepas lain
disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan ketercampuran, serta
bahan pengemas diserahkan pada personel yang berwenang.
Setiap penerimaan bahan pengemas primer diberi nomor spesifik sebagai identitas.
Bahan-bahan pengemas yang tidak berlaku dimusnahkan dan didokumentasikan.
P. Kegiatan Pengemasan
Proses pengisian dan penutupan langsung diberi label agar terhindar dari
kecampurbauran. Kegiatan pengemasan untuk membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi dan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat. Sebelum kegiatan
pengemasan, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa area kerja dan peralatan telah
bersih. Semua penerimaan produk ruahan, bahan pengemas dan bahan cetak lain diperiksa
dan diverifikasi kebenarannya terhadap Prosedur Pengemasan Induk.
Label, karton dan bahan pengemas serta bahan cetak lain memerlukan prakodifikasi
dengan nomor bets/lot, tanggal kadaluarsa, dan informasi lainnya. Proses prakodifikasi bahan
pengemas dan bahan cetak lain dilakukan di area yang terpisah dari kegiatan pengemasan
lain serta dilakukan pemeriksaan sebelum ditransfer ke area pengemasan.
Pemerikaan kesiapan jalur segera sebelum menempatkan bahan pengemas dan bahan
cetak lain oleh personel dari bagian pengemasan dilakukan untuk memastikan bahwa semua
bahan dan produk yang sudah dikemas dari kegiatan pengemasan sebelumnya telah
disingkirkan dari jalur pengemasan dan area sekitarnya, memeriksa kebersihan jalur dan area
sekitarnya, dan memastikan kebersihan peralatn yang akan dipakai.
Wadah yang dipakai untuk menyimpan produk ruahan, produk yang baru sebagian
dikemas diberi label atau penandaan. Wadah yang akan diisi hendaknya diserahkan pada
jalur atau tempat pengemasan yang bersih. Area pengemasan dibersihkan secara teratur.
Risiko kesalahan yang terjadi dalam pengemasan dapat diperkecil dengan cara:
 Menggunakan label
 Pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label
 Menggunakan alat pemindai dan penghitung label elektronis
 Desain label dan bahan cetak lain sedemikian rupa
 Pemeriksaan secara independen oleh Pengawasan Mutu selama dan pada akhir proses
pengemasan
Pengawasan pada jalur pengemasan selama proses pengawasan meliputi:
 Tampilan kemasan secara umum
 Kelengkapan umum
 Kebenaran produk dan bahan pengemas yang dipakai
 Kebenaran prakodifikasi
 Monitoring pada jalur pengemasan yang berfungsi dengan benar
Pada tahap penyelesaian pengemasan, dilakukan pemeriksaan secara cermat agar
sesuai dengan Prosedur Pengemasan Induk. Hanya produk yang berasal dari satu bets dari
satu kegiatan pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu palet.
Q. Pengawasan Selama Proses (In Process Control)
Dalam rangka memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan
selama proses dari tiap bets produk harus dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah
disetujui oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu. Selama proses pengolahan dan pengemasan,
diambil sampel pada awal, pertengahan, dan akhir proses serta hasil pengujiannya dicatat dan
menjadi bagian dari catatan Bets.
Spesifikasi pengawasan selama proses hendaknya konsisten dengan spesifikasi
produk, yang asalnya dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang diterima dan bila mungkin
dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan metode statistik yang sesuai bila ada.
R. Bahan dan Produk yang Ditolak, Dipulihkan dan Dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak diberi penandaan jelas dan disimpan terpisah di area
terlarang (Restricted Area). Bahan dan produk yang ditolak tersebut bisa dimusnahkan,
dikembalikan ke pemasok atau diolah ulang berdasarkan keputusan Pengawasan Mutu.
S. Karantina dan Penyerahan Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke
gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara
penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan,
persyaratan yang diperlukan untuk mempermudah pelulusan, dan cara pemindahan
selanjutnya ke gudang produk jadi. Area karantina merupakan area terbatas hanya bagi
personel yang diperlukan dan memiliki wewenang pada area tersebut. Pelulusan akhir harus
memenuhi sebagai berikut:
a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan
pengemasan.
b. Sampel pertinggal dari kemasan yang dipasarkan dalam jumlah yang mencukupi untuk
pengujian di masa akan datang.
c. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima.
d. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh
Pengawasan Mutu.
e. Produk Jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada
dokumen penyerahan barang.
Setelah pelulusan suatu bets/lot maka produk tersebut dipindahkan dari area karantina
ke gudang produk jadi. Sewaktu menerima produk jadi maka dilakukan pencatatan
pemasukan bets tersebut ke dalam kartu stok.
T. Penyimpanan Bahan, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan, dan Produk Jadi
Bahan dan produk hendaklah tidak diletakkan langsung di lantai dan dengan jarak
yang cukup terhadap sekelilingnya, serta hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan
yang sesuai. Tiap bets bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi yang disimpan di area gudang hendaklah mempunyai kartu stok, yang secara
periodik direkonsiliasi.
a. Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas
Pemisahan secara fisik atau cara lain yang tervalidasi (misalnya cara elektronik)
hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan atau produk yang ditolak, kadaluarsa,
ditarik dari peredaran atau obat atau bahan kembalian. Semua bahan awal dan bahan
pengemas yang diserahkan ke area penyimpanan hendaklah diperiksa kebenaran identitas,
kondisi wadah dan tanda pelulusan oleh bagian Pengawasan Mutu. Stok tertua bahan
awal dan bahan pengemas dan yang mempunyai tanggal kadaluarsa paling dekat
hendaklah digunakan terlebih dahulu sesuai dengan prinsip FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out).
b. Penyiapan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi
Produk antara, produk ruahan, dan produk jadi hendaklah dikarantina selama
menunggu hasil uji mutu dan penentuan status.

2.2.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan
kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap
merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada
distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga
mencakup semua keputusan yang berhubungan dengan mutu produk.
Tiap pemegang izin poduksi harus mempunyai bagian pengawasan mutu. Bagian ini
harus terpisah dari bagian lain serta berada di bawah tanggung jawab dan wewenang personil
yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sesuai. Selain itu, sarana yang memadai
haruslah tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan
dengan efektif.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan oleh bagian pengawasan mutu
hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan
digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan
mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan
yang diperlukan. Tugas pokok bagian pengawasan mutu, yaitu:
a. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi: bahan baku, bahan kemas,
dan obat jadi.
b. Melakukan pemeriksaan dan pengujian (testing):
1. Bahan baku, bahan kemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi, air, limbah
2. Kimia, fisika (kualitatif dan kuantitatif), mikrobiologi.
c. Sampling (pengambilan sampel).
d. IPC (In Process Control).
e. Penanganan sampel pertinggal dan sampel pembanding.
f. Uji stabilitas untuk menetapkan masa edar dan kondisi penyimpanan bahan baku atau obat
jadi.
g. Uji dalam rangka validasi.
h. Ikut serta dalam rangka kegiatan inspeksi diri.
i. Evaluasi produk kembalian (lulus, olah ulang, musnahkan).
j. Program pemantauan lingkungan produksi.
k. Inspeksi ke ruang produksi.
l. Rekomendasi giat toll in atau toll out.
m. Dokumentasi.
n. Pelatihan personil pengawasan mutu
o. Pemeliharaan alat, bangunan dan fasilitas di Instal Wastu.
Di dalam Pengawasan Mutu hal-hal yang perlu dibicarakan antara lain:
1. Laboratorium
Laboratorium pengujian meliputi: bangunan dan alat-alat penunjang yang lengkap
dan memadai, personalia yang terlatih dan bertanggung jawab, peralahtan/instrumen yang
cocok untuk pengujian dan dikalibrasi secara berkala, pereaksi dan media pembiakan yang
sesuai, baku pembanding resmi yang sesuai dengan monografi yang bersangkutan,
spesifikasi dan prosedur pengujian yang divalidasi dengan fasilitas yang digunakan, catatan
pengujian yang mencakup seluruh aspek yang diperlukan dan contoh pertinggal untuk
disimpan yang dipergunakan dalam pengujian selanjutnya.
2. Pengawasan pada bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah spesifikasi, cara pengambilan
contoh, pengujian terhadap bahan baku, pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat
jadi, uji sterilitas untuk produk steril, uji pirogenitas serta pengawasan lingkungan secara
berkala terhadap mutu kimiawi dan mikrobiologi air dan lingkungan produksi.
3. Proses produksi dan perubahannya
Bagian Pengawasan Mutu ikut serta dalam pembuatan prosedur pengolahan induk
dan prosedur pengemasan induk.
4. Peninjauan catatan produksi dan bets produk
Semua catatan produksi dan pengawasan tiap bets disimpan oleh bagian Pengawasan
Mutu dan bets yang menyimpang diselidiki secara tuntas.
5. Penelitian stabilitas
Penelitian dirancang untuk mengetahui stabilitas dari produk, dan program ini
mencakup jumlah, kondisi penyimpanan dan metode pengujian. Penelitian stabilitas
dilakukan terhadap produk baru, kemasan baru, perubahan formula dan bets yang telah
diluluskan.
6. Laboratorium luar
Seluruh hasil pengujian yang dilakukan oleh laboratorium lain di luar pabrik, tetap
menjadi tanggung jawab pabrik yang besangkutan. Sifat dan luas analisis harus disepakati
dan persetujuan akhir merupakan wewenang pabrik tersebut yang bersangkutan.
7. Penilaian terhadap pemasok
Bagian Pengawasan Mutu bertanggung jawab menentukan pemasok yang dipercaya,
yang sebelumnya dievaluasi dan diinspeksi bersama oleh bagian Pengawasan Mutu, bagian
produksi dan bagian pembelian secara berkala.
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan Inspeksi Diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi telah memenuhi ketentuan CPOB. Program Inspeksi Diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Aspek-aspek untuk Inspeksi Diri meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk
personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan
obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan-selama-proses, pengawasan mutu,
dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem
pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan
hasil inspeksi diri sebelumnya serta tindakan perbaikan.
Tim Inspeksi Diri paling sedikit terdiri dari tiga anggota yang berpengalaman dalam
bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Anggota tim dapat dibentuk dari dalam atau
dari luar perusahaan. Tiap anggota hendaklah independen dalam melakukan inspeksi dan
evaluasi. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun
inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Laporan
inspeksi diri hendaklah dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan. Laporan tersebut
mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan.
Audit Mutu berguna sebagai pelengkap Inspeksi Diri. Audit Mutu meliputi pemeriksaan
dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkan mutu. Audit Mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen
atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) bertanggung jawab bersama bagian
lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan
awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Dibuat daftar
pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas, daftar pemasok ditinjau ulang
secara berkala. Dan evaluasi dilakukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam
daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok
dan sifat bahan yang dipasok. Jika Audit diperlukan, Audit tersebut hendaklah menetapkan
kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB. Semua pemasok sebaiknya dievaluasi
secara teratur
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian
Keluhan dan informasi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat,
bersumber dari dalam maupun luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian
secara teliti. Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari
bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari
luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek,
distributor dan Badan POM.
Penarikan Kembali Produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau beberapa bets
atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak
layak lagi untuk diedarkan. Keputusan ini dapat bersumber dari Badan POM atau dari industri.
Kepala bagian Pemastian Mutu memiliki uraian tugas mencakup penanganan keluhan.
Apabila penanganan keluhan dicakup dalam uraian tugas personil yang bukan kepala bagian
Pemastian Mutu, personil yang ditunjuk wajib telah mendapatkan pelatihan dan dapat
menunjukkan kemampuan untuk melakukan penanganan keluhan.
Tiap keluhan diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam serta mencakup:
a. Pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan.
b. Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta, bila perlu,
pengujian sampel pertinggal dari bets yang sama.
c. Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan bets, catatan distribusi dan
laporan pengujian dari produk yang dikeluhkan atau dilaporkan.
Keluhan yang tidak terkait dengan aspek mutu dan teknis seperti Farmakovigilans
ditangani menurut Peraturan Kepala Badan POM tentang Penerapan Farmakovigilans bagi
Industri Farmasi. Tindak lanjut hasil evaluasi dan penelitian dapat berupa tindakan perbaikan
antara lain :
a. Perubahan formula (eksipien, komposisi, bentuk sediaan)
b. Perubahan prosedur pembuatan
c. Perubahan bahan pengemas
d. Perubahan kondisi
Pelaksanaan penarikan kembali produk diantaranya:.
a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada
produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan agar pesan
tiba dengan cepat digunakan sistem komunikasi yang efektif seperti telepon, surat elektronis
(e-mail), fax, radio dan TV.
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan
cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali segera. Penarikan kembali
hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen.
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin
bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas.
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk
memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif
dari seluruh mata rantai distribusi.
Produk yang diterima dari hasil penarikan kembali hendaklah disimpan pada area yang
ditentukan dan dikunci selama menunggu keputusan hingga saat pemusnahan atau proses ulang.
Pelaksanaan produk kembalian:
a. Produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan ke dalam
persediaan.
2. Produk kembalian yang dapat diproses ulang.
3. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang.
b. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur
pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak hendaklah disiapkan dan
mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan
atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang.
Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian, dilaporkan dan setiap
pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang
baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas merupakan
dasar untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang jelas dan rinci
sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul dari
komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk atau formula pembuatan, prosedur,
metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara
tertulis.
Tujuan utama sistem dokumentasi adalah untuk menentukan, mengendalikan, memantau
dan mencatat seluruh kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak terhadap
semua aspek mutu obat. Sistem Manajemen Mutu mencakup rincian instruksi untuk
memungkinkan pemahaman yang sama bagi semua pihak terhadap persyaratan, memungkinkan
pencatatan yang memadai dari berbagai proses dan evaluasi setiap pengamatan, sehingga
penerapan persyaratan yang sedang berjalan dapat dibuktikan.
Dua jenis utama dokumentasi yang digunakan untuk pengelolaan dan pencatatan
pemenuhan CPOB, yaitu: instruksi (perintah, persyaratan) dan catatan dan/atau laporan.
Pengendalian diterapkan untuk memastikan keakuratan, keutuhan, ketersediaan dan keterbacaan
dokumen. Dokumen berisi instruksi hendaklah bebas dari kekeliruan dan tersedia dalam bentuk
tertulis. Makna dari tertulis adalah tercatat atau didokumentasi di dalam bentuk yang dapat
dibaca. Tiap Protap cara menyiapkan suatu dokumen sebaiknya meliputi proses penarikan kopi
dari pemegangnya dan pemusnahannya.
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang
meliputi: spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi,
dokumen dalam produksi, dokumen dalam Pengawasan Mutu, dokumen dalam penyimpanan dan
distribusi, dokumen dalam pemeliharaan, pembersihan dan pengendalian ruangan dan peralatan,
dokumen dalam penanganan keluhan obat yang ditarik kembali, obat kembalian dan pemusnahan
bahan baku obat dan obat jadi, dokumen untuk peralatan khusus, prosedur dan catatan tentang
Inspeksi Diri, pedoman dan catatan tentang pelatihan CPOB bagi personil.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan
yang digunakan selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu.
Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian,
pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen
disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang.
Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala, dan sebaiknya tidak ditulis tangan. Namun, bila
dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis tangan dengan
jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan
dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal.
Dokumen hendaknya dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up-to-date. Bila
suatu dokumen direvisi hendaknya dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan
dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja. Catatan pembuatan hendaknya disimpan
minimal 1 tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak harus dibuat secara benar dan disetujui
serta dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang kurang memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak haruslah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
suatu produk yang akan diedarkan. Pelulusan bets tersebut menjadi tanggung jawab penuh
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
a. Pemberi kontrak
1. Bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan
pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman
CPOB diikuti.
2. Memberikan informasi yang diperlukan kepada penerima kontrak untuk melaksanakan
pekerjaan kontrak secara benar dan sesuai izin edar dan persyaratan legal lain.
3. Memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh
penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang telah diluluskan oleh bagian pemastian
mutu.
b. Penerima kontrak
1. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang
memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO).
2. Memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
3. Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian apapun yang dipercayakan kepadanya
sesuai kontrak kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh
pemberi kontrak.
4. Membatasi diri dari segala aktifitas yang dapat berpengaruh buruk pada mutu produk
yang dibuat dan/atau dianalisis untuk pemberi kontrak.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan
signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan
ruang lingkup dan cakupan validasi.
2.2.12.1 Validasi
Dalam CPOB, diatur mengenai syarat Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat
mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Bagian Pengawasan Mutu melakukan validasi
terhadap prosedur penetapan kadar dan penerapan alat-alat instrumen yang ada, serta memberi
bantuan dalam pelaksanaan validasi di bagian produksi.
Validasi proses produksi adalah suatu tindakan yang membuktikan bahwa proses yang
dilakukan dapat memberikan hasil konsisten yang sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.
Validasi Proses digunakan untuk pembuatan produk baru, transfer process dan adanya
perubahan proses yang dapat mempengaruhi hasil misalnya perubahan alat, material dan ukuran
bets. Tujuan Validasi proses, sebagai berikut :
1. Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan
digunakan dalam proses produksi rutin (batch processing record), senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan secara terus-menerus.
2. Mengidentifikasi dan mengurangi problem (masalah) yang terjadi selama proses produksi
dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi.
Ada beberapa macam validasi yang dapat digunakan untuk proses produksi, yaitu:
a. Prospective Validation
Merupakan validasi proses produksi yang dilakukan untuk produk-produk baru
(belum pernah diproduksi/dipasarkan sebelumnya). Validasi proses produksi dilakukan
setelah proses Scale Up dan optimalisasi prosedur oleh bagian Research and Development
(R&D) dilakukan dan bukan pada skala trial (laboratorium) dan setelah dilakukan finalisasi
prosedur produksi (batch processing record) oleh Bagian R&D. Validasi Prospektif
hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada hal berikut :
1. Uraian singkat suatu proses.
2. Ringkasan tahap kritis proses pembuatan yang harus diinvestigasi.
3. Daftar peralatan/fasilitas yang digunakan termasuk alat ukur, pemantau dan pencatat
serta status kalibrasinya.
4. Spesifikasi produk jadi untuk diluluskan.
5. Daftar metode analisis yang sesuai.
6. Usul pengawasan selama proses dan kriteria penerimaan.
7. Pengujian tambahan yang akan dilakukan termasuk kriteria penerimaan dan validasi
metode analisisnya, bila diperlukan.
8. Pola pengambilan sampel.
9. Metode pencatatan dan evaluasi hasil.
10. Fungsi dan tanggung jawab.
11. Jadwal yang diusulkan.
Dalam menggunakan prosedur (termasuk komponen) yang telah ditetapkan, bets-bets
berurutan dapat diproduksi dalam kondisi rutin. Secara teoritis, jumlah proses produksi dan
pengamatan yang dilakukan sudah cukup menggambarkan variasi sehingga dapat
memberikan data yang cukup untuk keperluan evaluasi.
Untuk Validasi Prospektif, 3 (tiga) bets berurutan yang memenuhi parameter yang
disetujui dapat diterima telah memenuhi persyaratan validasi proses. Ukuran bets yang
digunakan dalam proses validasi hendaklah sama dengan ukuran bets produksi yang
direncanakan. Jika bets validasi akan dipasarkan, kondisi pembuatannya hendaklah
memenuhi ketentuan CPOB, hasil validasi tersebut hendaklah memenuhi spesifikasi dan
sesuai izin edar (BPOM, 2012).
b. Concurrent Validation
Merupakan validasi yang dilakukan pada proses produksi yang sudah/tengah berjalan
dan diproduksi, yang mana oleh karena satu dan lain hal proses produksi produk tersebut
belum dilakukan Prospective Validation. Validasi proses produksi (Concurrent Validation)
juga karena terdapat perubahan pada parameter kritis yang dapat mempengaruhi mutu dan
spesifikasi produk. Perubahan parameter yang dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi
produk tersebut, antara lain perubahan spesifikasi bahan baku, peralatan utama, prosedur
pembuatan, metode pengujian, dan lain-lain. Untuk validasi konkuren, produksi rutin dapat
dimulai tanpa lebih dahulu menyelesaikan program validasi.
Keputusan untuk melakukan Validasi Konkuren hendaklah dijustifikasi,
didokumentasikan dan disetujui oleh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Persyaratan dokumentasi untuk Validasi Konkuren sama seperti Validasi Prospektif (BPOM,
2012). Berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan melalui proses yang
sedang berlaku (contoh: produk yang sedang beredar).
c. Retrospective Validation
Merupakan validasi yang dilakukan terhadap produk-produk yang sudah lama diproduksi
namun belum divalidasi. Validasi dilakukan dengan cara penelusuran data produksi yang
sedang berjalan dengan menggunakan data dari batch record. Data yang dikumpulkan
merupakan hasil pengujian terhadap parameter kritis pada setiap tahap proses produksi.
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan, namun tidak
berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur pembuatan atau peralatan. Bets yang
dipilih untuk Validasi retrospektif hendaklah mewakili seluruh bets yang dibuat selama periode
pengamatan, termasuk yang tidak memenuhi spesifikasi, dan hendaklah dalam jumlah yang
cukup untuk menunjukkan konsistensi proses. Validasi retrospektif memerlukan data dari 10
(sepuluh) sampai 30 (tiga puluh) bets berurutan untuk menilai konsistensi proses, tetapi jumlah
bets yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi (BPOM, 2012).
Berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan dari proses yang sudah (lama)
berlaku dan dinilai melalui prinsip statistik (contoh: produk yang sudah lama beredar). Selain
adanya Validasi proses terdapat pula beberapa cakupan, antara lain:
1. Validasi Pembersihan
Proses validasi untuk membuktikan efektifitas prosedur pembersihan yang mencakup
penentuan batas residu suatu produk, bahan pembersih dan pencemaran mikroba.
2. Validasi Ulang
Pengulangan dari proses validasi terhadap perubahan yang signifikan dalam status
validasi.
3. Validasi Merode Analisis
Dilakukan untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Validasi metode analisis terdiri dari uji identifikasi, uji kuantitatif
kandungan impuritas, uji batas impuritas, uji kualitatif zat aktif dalam sampel bahan atau
obat atau komponen tertentu dalam obat.
2.2.12.2 Kualifikasi
Kualifikasi Desain adalah langkah pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas,
sistem atau peralatan. Kualifikasi Instalasi hendaknya dilakukan terhadap fasilitas dan peralatan
baru atau yang dimodifikasi. Kualifikasi Operasional merupakan kualifikasi yang dilakukan
setelah Kualifikasi Instalasi yang mencakup kalibrasi, prosedur pengoperasian dan pembersihan,
pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif. Penyelesaian Kualifikasi Operasional
fasilitas, sistem dan peralatan hendaklah dilengkapi dengan persetujuan tertulis. Kualifikasi
fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah operasional hendaknya disertai bukti yang
mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel pengoperasian alat.
Kualifikasi Kinerja, hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi dan Kualifikasi
Operasional selesai dilaksanakan, dikaji, dan disetujui. (BPOM, 2012).
Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan, yaitu:
1. Kualifikasi Desain/ Design Qualification
(DQ)
Kualifikasi Desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas,
sistem atau peralatan baru.
2. Kualifikasi Instalasi/ Instalation Qualification (IQ)
Kualifikasi hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang
dimodifikasi, mencakup :
a) Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuaidengan spesifikasi dan
gambar teknik yang didesain.
b) Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari
pemasok.
c) Ketentuan dan persyaratan kalibrasi.
d) Verifikasi bahan konstruksi.
Kualifikasi Instalasi yaitu untuk menjamin & mendokumentasikan bahwa sistem
atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen
pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi
spesifikasiyang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi dilakukan jika terjadi pemasangan
alat baru, modifikasi alat dan pemindahan alat. Sasaran/target kualifikasi instalasi, yaitu:
a. Memastikan bahwa sistem atau
peralatan telah dipasang sesuai rencana desain yang telah ditentukan (GMP
complience).
b. Memastikan bahwa bahan dan
konstruksi peralatan telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan (jenis baja
anti karat, kemudahan pembersihan, dan lain-lainnya)
c. Memastikan ketersediaan
perlengkapan pengawasan (alat kontrol) dan pemantauan (monitor) sesuai dengan
penggunaannya.
d. Memastikan sistem atau peralatan
aman dioperasikan serta tersedia sistem atau peralatan pengaman yang sesuai.
e. Memastikan bahwa sistem
penunjang, misalnya listrik, air, udara, dan lain-lainnya telah tersedia dalam kualitas
dan kuantitas yang memadai sesuai dengan penggunaannya.
f. Memastikan bahwa kondisi instalasi
dan sistem penunjang telah tersedia dan terpasang dengan benar.
Macam-macam pengecekan Kualifikasi Instalasi, yaitu:
a. Spesifikasi/rancangan alat/sistem
b. Identifikasi kemasan
c. Aksesoris mesin/peralatan
d. Daftar suku cadang (sparepart)
e. Identifikasi bagian alat/mesin/sistem yang penting yang dapat
mempengaruhi proses dan kualitas produk
f. Daftar alat/instrumen yang perlu dikalibrasi
g. Kalibrasi (sertifikat kalibrasi)
h. Prosedur (tata cara) Instalasi
i. Pemeriksaan Instalasi Terpasang dan Sarana Penunjang
3. Kualifikasi Operasional/ Operational
Qualification(OQ)
Kualifikasi Operasional hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Instalasi selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. IQ dilakukan jika terjadi pemasangan alat baru,
modifikasi alat, dan pemindahan alat. Dalam pelaksanaan di lapangan, biasanya IQ dan OQ
dilakukan sekaligus sehingga dokumennya disebut Dokumen IQ/OQ. Kualifikasi
Operasional hendaklah mencakup :
a. Kalibrasi.
b. Prosedur pengoperasian dan
pembersihan.
c. Pelatihan operator dan ketentuan
perawatan preventif
Kualifikasi Operasional yaitu untuk menjamin & mendokumentasikan bahwa
sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan.Sasaran/target Kualifikasi Operasional, yaitu :
a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan
bekerja sesuai rencana desain dan spesifikasi.
b. Memastikan bahwa kapasitas mesin atau
peralatan secara aktual dan operasional telah sesuai dengan rencana design yang telah
ditentukan
c. Memastikan bahwa parameter operasi
yang berdampak terhadap kualitas produk akhir telah bekerja sesuai dengan rancangan
design yang telah ditentukan.
d. Memastikan bahwa langkah operasi
(urutan tata cara kerja) berdasarkan petunjuk operasional, telah sesuai dengan waktu
dan peristiwa dalam operasi secara berurutan.
Macam-macam pengecekan Kualifikasi Operasional, yaitu:
a. Uji simulasi dengan kondisi operasi yang sesungguhnya (tanpa produk).
b. Batas/limit yang masih dapat disetujui.
c. Menetapkan parameter dan batas limit operasi yang dapat mempengaruhi proses dan
produk.
d. Menetapkan kondisi operasional (SOP).
e. Menentukan limit spesifikasi (perawatan, pergantian sparepart, dan lain-lainnya)
4. Kualifikasi Kinerja/ Performance Qualification(PQ)
Kualifikasi kinerja hendaklah dilakukan setelah Kualifikasi Operasional selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi Kinerja hendaklah mencakup:
a. Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan
pengganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi.
b. Uji meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup
batas operasional (BPOM, 2012).
Kualifikasi Kinerja yaitu untuk menjamin & mendokumentasikan bahwa sistem
atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.
Sasaran/target Kualifikasi Kinerja, yaitu:
a. Memastikan bahwa sistem atau
peralatan yang digunakan bekerja sesuai dengan yang diharapkan dan spesifikasi yang
telah ditetapkan.
b. Pada umumnya pelaksanaan
dilakukan dengan plasebo.
c. Selanjutnya dengan menggunakan
produk (obat) dan pada kondisi produksi normal
d. Dilakukan 3 kali secara berurutan
Macam-macam pengecekan Kualifikasi Kinerja, yaitu:
a. Kesinambungan operasi dan fungsinya
b. Dapat diulang kembali (repeatability)
c. Memastikan dalam kondisi yang sama, mutu produk dan spesifikasi obat jadi terwujud

2.3. PENGOLAHAN LIMBAH DALAM INDUSTRI


Industri Farmasi dalam pembuatan produk-produk farmasi menggunakan proses dan
teknologi yang sangat kompleks. Ada beberapa bagian yang banyak menghasilkan limbah dalam
Industri Farmasi antara lain adalah:
1. Penelitian dan pengembangan
2. Laboratorium sintesis kimia
3. Ekstraksi bahan alami
4. Fermentasi
5. Formulasi
Dalam PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup,
membahayakan lingkungan hidup serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Limbah Industri Farmasi merupakan limbah B3 dari sumber yang spesifik. Limbah ini berasal
dari:
1. Hasil buangan dari fasilitas produksi.
2. Pelarut bekas.
3. Produk kadaluarsa dan sisa.
4. Hasil buangan dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
5. Peralatan dan kemasan bekas.
6. Residu proses produksi dan formulasi.
7. Adsorben dari filter (karbon aktif).
8. Residu proses destilasi, evaporasi dan reaksi.
9. Limbah Laboratorium.
10. Residu dari proses insenerasi.
Yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang mengandung arsen (senyawa arsen), raksa
dan senyawanya, kadmium, talium, berilium, senyawa krom (VI), timbal, antimon, fenol dan
senyawa fenol, sianida organik dan anorganik, isosianat, senyawa organoklor, pelarut
terklorinasi, pelarut organik, zat-zat biosida dan fitofarmasi (pestisida), ter dan residu kilang
minyak, senyawa obat, peroksida, klorat, perklorat, eter, bahan kimia dari laboratorium, asbes,
polisiklik aromatis hidrokarbon (PAH), metalkarbonil, senyawa tembaga yang larut asam dan
basa yang digunakan dalam proses pengolahan permukaan dan finishing logam.Dalam
rekomendasi UNIDO (United Nation Industrial Development Organization) tentang penanganan
limbah farmasi menerangkan bahwa pengolahan air limbah meliputi 3 metode, antara lain :
1. Fisika
Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air, termasuk
proses ini adalah :
a. Penyaringan
Air limbah dialirkan melalui saringan yang akan menahan padatan. Penyaringan ini
dilakukan sesuai dengan situasi setempat padatan. Penyaringan ini dilakukan sesuai
dengan situasi setempat.
b. Pemisahan pasir
Pasir dalam air limbah harus dipisahkan karena cenderung untuk mengendap pada pipa-
pipa yang dapat mengganggu kinerja.
c. Pemisahan minyak
Minyak dan lemak-lemak yang tidak dapat diemulsikan harus dipisahkan. Minyak
dipisahkan dengan mengapungkannya pada permukaan air limbah, sedangkan air
dikeluarkan dari bagian bawah.
d. Sedimentasi, pengapungan dan koagulasi
Proses ini untuk memisahkan partikel padat berukuran 0,4 mm dari dalam air limbah
yang berat dengan sedimentasi sedang, yang ringan dengan pengapungan.
2. Biologi
Untuk memisahkan pencemaran organik yang dapat dipecahkan secara biologis oleh
mikroorganisme. Organisme mencerna bahan pencemar organik dengan proses aerob ataupun
anaerob.
3. Kimia
Tujuannya untuk memisahkan bahan pencemar yang tidak larut dalam air tetapi tidak
dapat didegradasi secara biologi, baik organik (bahan warna organik, fenol dan sebagainya)
maupun bahan anorganik seperti Cu, Hg, CN, PO4 dan lain sebagainya.

2.4 KOMPETENSI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur tentang
pekerjaan kefarmasian, dalam bagian ketiga yaitu tentang pekerjaan kefarmasian dalam produksi
sediaan farmasi, menyebutkan bahwa industri farmasi harus memiliki setidaknya 3 (tiga) orang
Apoteker sebagai penanggung jawab masing - masing pada bidang pemastian mutu, produksi,
dan pengawasan mutu setiap produksi sediaan farmasi. Untuk memenuhi tuntutan peran
Apoteker di Industri Farmasi, maka seorang Apoteker harus memiliki beberapa kompetensi
antara lain:
1. Mampu melaksanakan fungsi pendaftaran produk jadi secara efektif, terutama dalam hal
pengisian formulir kelengkapan pendaftaran.
2. Mampu berpartisipasi dalam mengembangkan senyawa atau bahan aktif terapeutik atau
eksipen baru yang lebih baik atau aktif.
3. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan formula sediaan obat, pilot
plant dan up-scaling.
4. Mampu berpartisipasi dalam pengembangan spesifikasi bahan (bahan awal maupun produk
jadi), metode analisis, prosedur pengujian untuk bahan awal, produk jadi dan kemasan.
5. Mampu melaksanakan produksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dan ketentuan lain
dalam rangka menghasilkan produk yang baik/bermutu tinggi.
6. Mampu melakukan pengendalian secara teknis operasi atau proses manufaktur atau
pembuatan sediaan obat.
7. Mampu melaksanakan fungsi pengawasan mutu bahan awal dan sediaan obat sesuai dengan
cara laboratorium yang baik (Good Laboratory Practise) dan CPOB untuk menjamin mutu
produk yang dipasarkan serta untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
8. Mampu melakukan pengemasan dengan bahan pengemas yang sesuai.
9. Mampu merancang dan melakukan uji stabilitas dan berbagai perhitungan untuk
menentukan kondisi penyimpanan produk yang tepat serta waktu kadaluarsa produk.
10. Mampu berpartisipasi dan berkontribusi dalam uji klinik obat baru.
11. Mampu melaksanakan pemeriksaan atau pengujian yang sesuai untuk keperluan perbaikan
mutu produk dan proses yang sudah ada.
12. Mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan validasi proses
13. Mampu melaksanakan promosi dan penyampaian informasi kepada tenaga profesional
kesehatan lain.
14. Mampu melaksanakan pengelolaan persediaan (inventory) yang efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan rutin industri dan yang menjamin pemeliharaan kualitas bahan
selama penyimpanan sesuai dengan sifat bahan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai