Anda di halaman 1dari 21

Definisi Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi atas setiap

perubahan posisi tubuh, sehingga tubuh tetap stabil dan terkendali. Keseimbangan

ini terdiri atas keseimbangan statis (tubuh dalam posisi diam) dan keseimbangan

dinamis (tubuh dalam posisi bergerak). Keseimbangan statis diperlukan saat

duduk atau berdiri diam. Keseimbagan dinamis diperlukan saat jalan, lari atau

gerakan berpindah dari satu titik ke titik yang lainnya dalam suatu ruang (Nala,

2015).

Keseimbangan secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mempertahankan pusat gravitasi tubuh (center of gravity) dalam basis

dukungannya (base of support). keseimbangan dapat dikategorikan menjadi

keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk

mempertahankan tubuh statis dalam basis dukungannya. Keseimbangan dinamis

didefinisikan sebagai kemampuan untuk beralih dari keadaan dinamis ke keadaan

statis atau kemampuan untuk mempertahankan stabilitas saat melakukan gerakan

dinamis (DiStefano et al., 2009).

Komponen Keseimbangan

Tujuan dari tubuh untuk mempertahankan keseimbangan adalah menyangga

tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat

massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian

tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Komponen-komponen pengontrol

keseimbangan adalah sebagai berikut:


a. Sistem neurologis

Sistem informasi neurologis antara lain berasal dari sistem ekstrapiramidal,

ganglia basalis, dan serebelum.

1) Sistem ekstrapiramidal

Sistem ekstrapiramidalis dianggap sebagai suatu sistem fungsional dengan

tiga lapisan integrasi yakni kortikal, striata (basal ganglia) dan tegmental

(mesencephalon). Fungsi utama dari sistem ekstrapiramidalis berhubungan

dengan gerakan yang berkaitan dengan pengaturan sikap tubuh dan integrasi

otonom (Duus, 2010). Seperti disajikan pada gambar 2.1


Gambar 2.1

Traktus Ekstrapiramidalis (Duus, 2010)

2) Ganglia basalis

Ganglia basalis merupakan bagian dari sistem motorik. Inti utama dari

ganglia basalis adalah nukleus kaudatus, putamen, dan globus palidus, yang

semuanya terletak pada materi putih subkortikal telensepalon. Ketiga inti ini

saling terhubung satu sama lain ke korteks motor di kompleks sirkuit pengaturan.

Mereka memainkan peran penting dalam inisiasi, modulasi gerakan dan kontrol

otot (Baehr and Michael, 2005). Seperti disajikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2

Ganglia basalis (Baehr and Michael, 2005)

3) Serebelum

Serebelum adalah organ pusat untuk kontrol motorik halus. Memproses informasi

dari beberapa sistem sensorik (terutama vestibular dan proprioseptif), impuls


motorik, dan memodulasi aktivitas motorik daerah nuklear di otak dan sumsum

tulang belakang. Secara anatomis, otak kecil terdiri dari dua belahan dan vermis

yang terletak di antaranya. Terhubung ke batang otak oleh tiga Bagian pedunkulus

(Baehr and Michael, 2005).

Fungsional otak kecil dibagi menjadi tiga komponen: vestibulocerebellum,

spinocerebellum, dan cerebrocerebellum. Vestibulocerebellum menerima

masukan aferen terutama dari organ vestibular, dan fungsinya adalah untuk

mengatur keseimbangan. Spinocerebellum memproses impuls proprioseptif dari

jalur spinocerebellar, mengontrol sikap dan pola jalan. Cerebrocerebellum

mempunyai fungsi yang berhubungan dengan korteks motorik dari telencephalon

dan bertanggungjawab untuk pelaksanaan gerakan-gerakan halus yang mulus dan

presisi. Lesi pada serebelum mengakibatkan gangguan gerakan dan keseimbangan

(Baehr and Michael, 2005).

Gambar 2.3

Serebelum (Baehr and Michael, 2005)


b. Sistem informasi sensoris

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular dan somatosensoris.

1) Visual

Sistem visual (penglihatan) mempunyai tugas penting bagi kehidupan

manusia yaitu memberi informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap

lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan objek sekitarnya. Dengan input

visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di

lingkungan. Sistem visual memberikan informasi ke otak kemudian otak

memberikan informasi supaya sistem muskuloskeletal (otot dan tulang) dapat

bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Watson and

Black, 2008).

2) Vestibular

Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan, gerakan kepala, dan

gerakan bola mata. Sistem ini meliputi organ-organ di dalam telinga bagian

dalam. Berhubungan dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah

dan gerakan kepala. Cairan yang disebut endolymph mengalir melalui tiga kanal

telinga bagian dalam sebagai reseptor saat kepala bergerak miring dan bergeser.

Melalui refleks vestibulo-reticular mereka mengontrol gerak mata, terutama

ketika melihat obyek yang bergerak. Kemudian pesan-pesan diteruskan melalui

saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak (brain

stem). Beberapa stimulus tidak menuju langsung ke nukleus vestibular tetapi ke


serebrum, formation retikularis , thalamus dan korteks serebri (Watson and Black,

2008).
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labirin, retikular

formasi dan serebelum. Hasil dari nukleus vestibuler menuju ke motor neuron

melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot

proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural).

Sistem vertibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan

keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Watson and Black,

2008).

3) Somatosensoris (tactile & propioceptive)

Sistem somatosensoris terdiri dari taktil dan propioseptif serta persepsi

kognitif. Informasi propioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis

medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) propioseptif menuju serebelum,

tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lumnikulus medialis dan

thalamus (Willis, 2007).

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian

bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat

indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan

ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain

serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang

(Willis, 2007)

c. Respon otot-otot postural yang sinergis

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari

aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan


dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun

bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur

keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam

berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural

bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya

gravitasi dan aligment tubuh. Kerja otot yang sinergis berarti bahwa adanya

respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya

dalam melakukan fungsi gerak tertentu.

d. Kekuatan otot (muscle strength)

Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan ativitas. Semua

gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot

sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan

otot untuk menahan beban, baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun

beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem

neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot

untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang

teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.

Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan

keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut

berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gravitasi serta

beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.

e. Adaptive system

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan output motorik

ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.


f. Lingkup gerak sendi (joint range of motion)

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan

terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi.

Masukan dari vestibular, visual dan somatosensorik biasanya dikombinasikan

dengan mulus untuk menghasilkan rasa dari orientasi dan gerakan. Dari informasi

sensoris diintegrasi dan diproses di serebellum, basal ganglia dan area motorik

suplementer. Informasi somatosensorik memiliki waktu proses tercepat untuk

respon cepat, diikuti oleh masukan dari visual dan vestibular. Ketika informasi

sensoris dari salah satu sistem tidak akurat karena suatu cidera, central nervous

system (CNS) akan menekan informasi dan menyeleksi dan mengkombinasikan

informasi dari kedua sistem yang lain. Proses adaptasi inilah yang disebut

organisasi sensorik. Kebanyakan individu dapat mengkompensasi dengan baik

jika salah satu dari ketiga sistem terganggu, ini merupakan konsep dasar untuk

program terapi (Kisner and Colby, 2007).

Faktor yang mempengaruhi biomekanika keseimbangan

Keseimbangan terbesar adalah ketika center of mass (COM) atau center of

gravity (COG) tubuh dipertahankan di atas base of support (BOS). COM adalah

titik yang sesuai dengan pusat massa tubuh dan merupakan titik dimana tubuh

berada dalam kondisi keseimbangan yang sempurna. Hal itu ditentukan dengan

mencari rata-rata tertimbang dari COM dari setiap segmen tubuh (Kisner and

Colby, 2007).

a. Pusat gravitasi (center of gravity-COG)


Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda

baik benda hidup maupun mati, titik gravitasi terbaik terdapat pada titik tengah

benda tersebut. Fungsi dari COG adalah untuk mendistribusikan massa benda

secara merata. Pada manusia jika beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini maka

tubuh dalam keadaan yang seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur maka

titik pusat gravitasipun berubah, sehingga akan mengakibatkan gangguan

keseimbangan (unstable). Titik pusat gravitasi akan selalu berpindah secara

otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat, jika COG terletak di dalam dan

tepat di tengah maka tubuh akan seimbang. Jika berada di luar tubuh maka akan

terjadi keadan unstable (Bishop and Hay, 2009).

Semakin rendah atau dekat letak titik berat ini terhadap bidang tumpu, posisi

tubuh akan semakin mantap atau stabil. Pada posisi berbaring posisi titik berat

paling dekat dengan bidang tumpu dibanding posisi duduk, berdiri atau melompat

ke atas sehingga posisi berbaring paling mantap dibanding posisi yang lain (Nala,

2015)

b. Garis gravitasi (line of gravity-LOG)

Garis gravitasi atau garis berat tubuh adalah garis vertikal yang melalui titik

pusat bidang tumpu. Merupakan garis imajiner yang melalui titik berat tubuh.

Semakin dekat letak garis gravitasi dengan titik pusat bidang tumpuan, apabila

melaluinya akan semakin stabil posisi tubuh.

Dalam posisi berdiri garis gravitasi akan melalui pusat gravitasi dan juga pusat

bidang tumpu, sehingga posisi berdiri tegak lebih stabil jika dibandingkan dengan

posisi condong ke depan, belakang atau samping. Jika tubuh bagian atas (kepala

& dada) meluncur ke depan , maka pusat gravitasi juga akan berpindah ke depan.

Dengan sendirinya garis gravitasi akan bergeser ke depan, sehingga tidak melalui

titik pusat bidang tumpu. Tubuh akan berusaha untuk menggeser pusat gravitasi
agar bergeser ke belakang mendekati titik pusat bidang tumpu, dengan cara

menarik bagian tubuh lainnya (tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi

keseimbangan (Nala, 2015)

c. Bidang tumpuan (base of support-BOS)

Bidang tumpuan adalah dasar tempat bertumpu atau berpijak tubuh, baik di

lantai, tanah, balok, meja, kursi, tali atau tempat lainnya. Semakin luas bidang

tumpuan posisi tubuh akan semakin mantap. Posisi berbaring adalah posisi paling

mantap atau stabil dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri karena bidang

tumpunya paling luas yaitu seluruh tubuh. Saat duduk, bidang tumpuan hanya

selebar pantat dan tungkai (bersila) atau selebar ke dua telapak kaki (jongkok).

Jika berdiri, jalan atau lari maka bidang tumpuan lebih kecil yaitu hanya seluas

telapak kaki. Saat melayang tidak ada bidang tumpu, sehingga keseimbangan

tubuh akan goyang atau labil (Nala, 2015).

Strategi motorik untuk menjaga keseimbangan

Untuk mempertahankan keseimbangan, tubuh secara terus menerus

menyesuaikan posisinya dalam ruang untuk menjaga COM di atas BOS atau

membawa COM ke posisinya setelah mengalami gangguan (Kisner and Colby,

2007).

CNS menggunakan tiga sistem pergerakan untuk mengembailkan

keseimbangan setelah terjadi permasalahan. Stretch reflexes, diperantarai oleh

medula spinalis memberikan respon pertama setelah terjadi masalah (memiliki

latensi yang pendek <70 ms). Voluntary responses, mempunyai latensi yang

panjang >150ms. Automatic postural mempunyai latensi menengah 80-120 ms,

respon pertama yang efektif mencegah jatuh (Kisner and Colby, 2007).

Ada tiga strategi utama yang digunakan tubuh untuk memulihkan


keseimbangan dalam menanggapi adanya gangguan tiba-tiba dari permukaan

tumpuan. Ankle strategies, gerakan dari pergelangan kaki untuk mengembalikan

COM ke posisi yang stabil (dalam posisi yang tenang dan gangguan kecil). Hip

strategies, menggunakan gerakan cepat fleksi dan ekstensi panggul untuk

memindahkan COM dalam BOS (untuk gangguan yang cepat dan besar atau

gerakan dengan COG dekat dengan batas stabilitas). Stepping strategies,

melangkah ke depan atau belakang untuk memperlebar BOS dan mengembalikan

control keseimbangan (jika ada kekuatan besar yang menggeser COM keluar dari

batas stabllitas) (Kisner and Colby, 2007).

Balance Exercise

Kontrol postural telah dikaitkan erat dengan kemampuan untuk memahami

lingkungan dengan benar melalui sistem sensoris perifer, serta untuk proses

terpusat dan integrasi masukan propioseptif, visual dan vestibular pada tingkat

CNS. Kemampuan itulah yang memungkinkan CNS untuk membentuk sinergi

otot yang tepat sesuai dengan yang diperlukan sehingga keseimbangan dapat

dipertahankan (Hatzitaki et al., 2002).

Subjek diinstruksikan untuk menggerakkan indikator jarak sejauh mungkin ke

arah yang sedang dievaluasi. Subjek dipantau oleh peneliti selama pengujian, dan

tidak diizinkan untuk menggerakkan indikator dengan menendang atau

mempercepat dengan mendorong indikator di akhir gerakan. Tes diulang jika

subjek (1) Kehilangan keseimbangan selama pelaksanaan tes (mencapai titik

maksimal dan kembali pada posisi awal dengan cepat), (2) Mengangkat tumit

pada kaki yang digunakan untuk tumpuan, (3) kaki yang menjangkau tidak

mempertahankan kontak dengan indikator jarak sementara indikator itu bergerak

(misalnya indikator ditendang), (4) Indikator jarak digunakan untuk menjaga

postur (misalnya menumpukan berat badan pada indikator), atau (5) kehilangan
keseimbangan terjadi selama kembali ke posisi awal setelah jarak telah ditandai

(Gonell et al., 2015).

Jarak normal jangkauan dihitung dengan jarak jangkauan yang bisa dicapai

pada masing-masing arah dibagi dengan panjang tungkai kemudian dikalikan

seratus. Jarak jangakaun komposit dihitung dengan menjumlahkan jarak terjauh

yang bisa dijangkau pada ketiga arah dibagi dengan tiga kali panjang tungkai

kemudian dikalikan seratus (Gonell et al., 2015).

Y balance test yang berasla dari star exercusion balance test merupakan lat

ukur yang valid dan dapat diandalkan untuk mengukur keseimbangan dinamis.

Hasil tes dinyatakan dalam persentase panjang tungkai (%LL). Nilai komposit

yang disarankan adalah 83,2 %LL – 87,5 %LL untuk wanita dan 92,1 %LL – 97,3

%LL untuk laki-laki (Alnahdi et al., 2015).

Nilai jangkauan 20 %LL dianggap buruk, nilai jangkauan 50 %LL dianggap

sedang dan nilai jangkauan diatas 80 %LL dianggap baik. Titik potong nilai

komposit y balance test untuk setiap olah raga berbeda-beda. Penelitian yang

dilakukan pada pemain sepak bola di perguruan tinggi nilai komposit <89 %

memiliki kemungkinan cedera yang meningkat dari 31,7% menjadi 68,1 %

(Butler et al., 2013). Sedangkan pada pemain bola basket tingkat sekolah

menengah atas nilai komposit y balance test yang disarankan untuk menurunkan

persentase terjadinya cedera adalah >94% (Plisky et al., 2006).

Berg Balance Scale

Tipe pengukuran:

Pengukuran terhadap satu seri keseimbangan yang terdiri dari 14 jenis tes

keseimbangan statis dan dinamis dengan skala 0-4 (skala didasarkan pada kualitas

dan waktu yang diperlukan dalam melengkapi tes).


Alat yang dibutuhkan :

stopwatch, kursi dengan penyangga lengan, meja, obyek untuk dipungut dari lantai,

blok (step stool) dan penanda.

Waktu tes:

10 – 15 menit.

Prosedur tes

Pasien dinilai waktu melakukan hal-hal di bawah ini, sesuai dengan kriteria yang

dikembangkan oleh 

1. Duduk ke berdiri

2. Berdiri tak tersangga

3. Duduk tak tersangga

4. Berdiri ke duduk

5. Transfers

6. Berdiri dengan mata tertutup

7. Berdiri dengan kedua kaki rapat

8. Meraih ke depan dengan lengan terulur maksimal

9. Mengambil obyek dari lantai

10. Berbalik untuk melihat ke belakang

11. Berbalik 360 derajad

12. Menempatkan kaki bergantian ke blok (step stool)

13. Berdiri dengan satu kaki didepan kaki yang lain

14. Berdiri satu kaki

Keunggulan dan kelemahan:

–          Meliput banyak tes keseimbangan, khususnya tes fungsional baik statis
maupun dinamis.

–          Keterbatasan dalam menilai gangguan keseimbangan ringan-sedang.

      

  Step test

Tipe pengukuran :

pengukuran kecepatan saat bergerak dinamis naik turun satu trap dengan satu kaki.

Alat yang dibutuhkan :

stopwatch, blok setinggi 7,5 cm.

Waktu tes:

30 detik.

Prosedur tes :

Pasien berdiri tegak tak tersangga, sepatu dilepas, kedua kaki sejajar berjarak

5 cm di belakang blok. Fisioterapis berdiri di salah satu sisi pasien dengan satu

kaki diletakkan di atas blok untuk stabilisasi blok. Pasien dipersilahkan memilih

kaki yang mana yang menapak ke atas blok dan kaki yang menyangga berat

badan. Pasien diajarkan bahwa kaki harus menapak sempurna pada blok dan

kembali pada tempat semula juga dengan sempurna dan ini dilakukan secepat

mungkin. Tes dimulai saat pasien menyatakan siap dengan aba-aba “mulai”

dan stopwatch dihidupakan. Jumlah step dihitung 1 kali jika pasien menapak pada

blok dan kembali ke tempat semula. Tes diakhiri saat stopwatch menunjukkan

waktu 15 detik dengan aba-aba “stop” dan dicatat jumlah step yang dilakukan

pasien. Prosedur yang sama diulangi pada kaki satunya.


Analisa Tes Keseimbangan:

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan PreEx-perimental Design. Desain ini dikatakan

sebagai PreExperimental Design karena belum meru-pakaneksperimen

sungguhsungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh

terhadap terbentuknya variabel dependen.Rancangan ini berguna untuk men-

dapatkan informasi awal terhadap pertanyaan yang ada dalam

penelitian.Rancangan yang dipergunakan adalah OneGroup Pre-test Post-test

Design (Satu Kelompok PratestPost test).Pada desain ini terdapat pretest sebelum

diberi perlakuan.Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat,

karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan (Sukardi,

2003)

Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang terdiri dari 2 orang dan

dibantu oleh 3 orang siswa lain dari SMA N 1 UBUD. Obyek penelitian terdiri dari

3 yaitu eksperimen terkait dengan: 1) Kelenturan (flexibility) dengan cara digelitik

dan menari Dengan gurita, 2) Keseimbangan (balance) dengan cara mengunyah

permen karet, 3) Ke-kuatan (strenght) dengan cara berputar 10 kali.

Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Alat perekam seperti

video dan kamera, untuk membuktikan secara langsung hasil penelitian, 2)

Penggaris untuk mengukur kelenturan tubuh, 3) Permen karet untuk perlakuan

keseimbangan, 4) Penggaris untuk mengukur kelenturan tubuh.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat dan merekam penelitian


sebelum diberikan perlakukan (pretest). Kemudian mencatat dan merekam

penelitian setelah diberikan perlakukan (posttest). Setelah itu dilakukan

perbandingan antara hasil pretest dari percobaan sebelum melakukan “secret

method”dengan hasil percobaan sesudah melakukan “secret method”.

Dalam eksperimen kami, untuk membuat tubuh menjadi lebih seimbang kami

menggunakan “Secret Method” dengan cara mengunyah permen karet. Adapun

hasil dari eksperimen ini sesuai dengan Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil eksperimen sebelum dan sesudah melakukan “Secret Method”

dengan cara mengunyah permen karet

Subyek Pretest Posttest


A Tubuh tidak Tubuh

seimbang seimbang
B Tubuh tidak Tubuh

seimbang seimbang
C Tubuh tidak Tubuh

seimbang seimbang
D Tubuh tidak Tubuh

seimbang seimbang
E Tubuh tidak Tubuh

seimbang seimbang

Sampel dari

eksperimen

sebelum dan Gambar 4.5

sesudah Sebelum Perlakuan


melakukan Gambar 4.6

“Secret Setelah

Method” Perlakuan

Pertama seorang rekan kami melakukan gerakan tanpa diberikan perlakuan,

gerakan tersebut yaitu gerakan berputar ke arah kanan atau searah dengan arah

jarum jam sebanyak sepuluh kali, setelah berputar kemudian lari sepanjang lima

meter jika sudah sampai di garis finis kemudian diintruksikan untuk menguji

keseimbangan tubuhnya dengan mengangkat salah satu kaki dan merentangkan

kedua tangan. Eksperimen pertama dilakukan oleh Subyek A, terlebih dahulu

melakukan gerakan berputar ke arah kanan sebanyak sepuluh kali kemudian berlari

sepanjang lima meter, dalam proses berlari tersebut Subyek A merasakan pusing

sehingga kemampuan berlarinya tidak seimbang. Kemudian setelah diberi

perlakuan dengan cara berputar ke arah kanan sambil mengunyah permen karet

kemudian berlari sepanjang 5 meter tubuh menjadi lebih seimbang dan rasa pusing

berkurang sehingga pada saat mencapai garis finis Subyek A dapat mengangkat

salah satu kakinya dan merentangkan tangannya. Dengan begitu Subyek A telah

berhasil membuktikan tubuhnya seimbang dengan menggunakan “Secret Method”.

Begitu pula yang dilakukan oleh subyek B, C, D dan E, hasilnya pun juga sama

yaitu terjadi peningkatan dalam keseimbangan tubuhnya. Hal tersebut dapat terjadi

karena pada saat mengunyah permen karet sambil berputar konsentrasi terbagi

menjadi dua yaitu ke permen karet dan putaran itu sendiri sehingga pada saat

berlari rasa pusing berkurang dan tubuh menjadi lebih seimbang.

Hal tersebut juga disetujui oleh narasumber kami, menurut narasumber kami,

beliau berpendapat bahwa keseimbangan tubuh dapat dilakukan dengan cara

mengunyah sesuatu saat melakukan suatu gerakan keseimbangan, hal tersebut

disebabkan oleh fokus seseorang dalam melakukan gerakan terbagi,yaitu fokus


pada sesuatu yang diku-nyah dan fokus pada gerakan yang dilakukan. Hal ini juga

berkaitan dengan fisiologi keseimbangan dimana untuk mempertahankan pusat

massa tubuh agar seimbang pada saat bergerak dengan bidang tumpu, serta

menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. Beliau juga

berpendapat bahwa ”keseimbangan tubuh kita juga dikendalikan Batu Otolit yang

ada di telinga yang dapat mengatur keseimbangan di dalam tubuh”. Pada saat

melakukan gerakan sambil mengunyah permen dapat mengendalikan fokus pada

kunyahan, sehingga tidak mengganggu kese-imbangan batu otolit. Batu otolit ini

meru-pakan bagian terpenting dalam ke-seimbangan tubuh, batu otolit ini terdapat

pada kedua telinga. Dari eksperimen yang tanpa menggunakan metode

mengunyah permen, subyek merasakan pusing, hal tersebut disebabkan karena

batu otolitnya terganggu.


AFTAR PUSTAKA

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/691fc24cadc81f1a60b97d28ed6a103d.

pdf (diakses pada tanggal 13 januari 2021)

http://journal.upgris.ac.id/index.php/paudia/article/download/518/471 (diakses pada

tanggal 13 januari 2021)

http://eprints.uny.ac.id/56729/1/REVISI%20UJIAN%202%2019%20april

%20fix.pdf (diakses pada tanggal 13 januari 2021)

https://youtu.be/lGTt1uNP4hs, diakses pada tanggal 13 januari 2021.

https://decungkringo.wordpress.com/2012/03/31, diakses pada tanggal 13 januari

2021.

Irfan, M, dan Jemmi Susanti. 2008. PENGARUH PENERAPAN MOTOR

RELEARNING PROGRAMME (MRP) TERHADAP PENINGKATAN

KESEIMBANGAN BERDIRI PADA PASIEN STROKE HEMIPLEGI. Jurnal Fisioterapi

Indonusa, 8(2).

Irfan. 2016. “Keseimbangan Pada Manusia”, https://ifi.or.id/artikel02.html, diakses

pada tanggal 13 Januari 2021.

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/691fc24cadc81f1a60b97d28ed6a103d.p

df, diakses pada tanggal 13 Januari 2021.

Artikel tentang fisioterapi keseimbangan pada manusia https://ifi.or.id/artikel02.html

yang diakses pada tanggal 13 januari 2021

https://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/virgin/article/download/50/51, diakses pada


tanggal 13 desember 2021

Anda mungkin juga menyukai