Anda di halaman 1dari 14

KRITIS

ASKEP SOL

A. Pengertian SOL (Space Occupying Lesion)


SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. SOL Intrakranial
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta hematoma
atau malformasi vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak (Nundy & Nundy,
2016). Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer &
Bare, 2013).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah
semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis,
yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, 2008:
84).

B. Klasifikasi / Jenis SOL

1. Tumor Otak
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya didasari
oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan
tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan tumor otak didasari oleh hasil evaluasi
morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan atas kategori-
kategori (Satyanegara, 2010):

a. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak
infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu, ditemukan
adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun
rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total.

b. Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur tanpa
batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan
rekurensi pasca pengangkatan total.

Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif.


Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua
faktor, yaitu gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan intrakranial (Price,
2005).

2. Hematom Intrakranial
a. Hematom Epidural
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri
meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum
dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan dari
hematom akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar (R. Sjamsuhidajat, 2004).

Hematom yang meluas di daerah temporal menyebabkan tertekannya


lobus temporalis otek ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus (unkis dan sebagian dari girus
hipokampus) mengalami herniasi di bawah tepi tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik (Price, 2005).

Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru
setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan
peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala,
mual, dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik
yang teroenting adalah pupil mata anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar
(R. Sjamsuhidajat, 2004).

Awitan gejala hematoma subdural kronik pada umumnya tertunda


beberapa minggu, bulan bahkan beberapa tahun setelah cidera awal. Pada
orang dewasa, gejala ini dapat dikelirukan dengan gejala awal demensia.
Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural
sehingga terjadi perdarahan lambat ke dalam ruang subdural. Dalam 7
sampai 10 hari setelah perdarahan, darah dikelilingi oleh membran fibrosa.
Terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma sehingga terbentuk
peredaan tekanan osmotik yang menyebabkan tertariknya cairan ke dalam
hematoma. Bertambahnya ukuran hematoma ini dapat menyebabkan
perdarahan lebih lanjut akibat robekan membran atau pembuluh darah di
sekelilinhnya sehingga meningkatkan ukuran dan tekanan hematoma. Jika
dibiarkan mengikuti perjalanan alamiahnya, unsur-unsur kandungan
hematom subdural akan mengalami perubahan-perubahan yang khas.
Hematoma subdural kronik memiliki gejala dan tanda yang tidak spesifik,
tidak terlokalisasi, dan dapat disebabkan oleh banyak proses penyakit lain.
Gejala dan tanda perubahan yang paling khas adalah perubahan progresif
dalam tingkat kesadaran termasuk apati, latergi, berkurangnya perhatian
dan menurunnya kemampuan untuk mempergunakan kecakapan kognitif
yang lebih tinggi (Price, 2005).
C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala peningkatan TIK :

1. Sakit kepala
2. Muntah
3. Papiledema (pembengkakan di daerah saraf mata)

Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

1. Tumor korteks motorik


Gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu sisi tubuh ( kejang
jacksonian )
2. Tumor lobus oksipital
Hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada setengah lapang
pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
3. Tumor serebelum
Pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi
yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus( gerakan mata berirama dan
tidak disengaja )
4. Tumor lobus frontal
Gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah laku, disintegrasi
perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang
merawat diri)
5. Tumor sudut serebelopontin
Tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa
gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),kelemahan atau paralisis (saraf kranial
ketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
6. Tumor intracranial
Bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara dan
gangguan gaya berjalan terutam pada lansia

D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor,
dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan
CT Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan serta informasi prognosi
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
E. PATHWAY
F. ALGORITMA

G. KOMPLIKASI
1. Gangguan fungsi neurologis
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum
maka akan menyebabkan pusing. Ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan
yang sempoyongan dan kecenderungan jatuh ke sisi yang lesu, otot otot tidak
terkoordinasi dan ristagmus (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukan
gerakan horizontal.

2. Gangguan kognitif
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak akan mengalami gangguan
sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, oorientasi persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.

3. Gangguan tidur dan mood


Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga hormone
melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan lemas, depresi dan
penyakit melemahkan sistem tubuh lain.

4. Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin
yang berlebihan dengan menimbulkan ammenurea atau galaktorea
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme. Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan
perubahan tingkat kepuasan.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan
meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah
hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan
serta informasi prognosi
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

I. Manajemen pengobatan
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan kearah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.Pasien dengan
kemungkinan tumor otak harus di evaluasi dan di obati dengan segera bila memungkinkan
sebelum kerusakan neurologis tidak dapat di ubah.Tujuannya adalah mengangkat dan
memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan
neurologic (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian
(dekompresi). MenurutSmeltzer, 2013 penatalaksanaan SOL ada tiga yaitu:

1. Pendekatan pembedahan (Craniotomy)


Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan
beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara
menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang
mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar
dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi
resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.

2. Pendekatan kemoterapi
Untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat
dosis tinggi radiasi.Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini
bisa digunakan pada klien:
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi.
b) Setelah tumor recurance.

3. Stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula di masukkan hingga titik tertentu di
dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan
jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sclerosis dan epilepsy.
Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk
menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada
jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan radiosotop (III) dengan cara
ditempelkan langsung ke dalam tumor.

J. KASUS
Ny.S (47 tahun) dirawat di Ruang ICU dengan diagnosa medis Post op. Sellar
meningioma, Post Craniotomi. Pasien datang dari IGD RS.X dirujuk untuk operasi tumor otak.
riwayat saat masuk RS : Pasien selalu merasakan sakit kepala berat dan gangguan lapang
pandang.

Tanda – tanda vital : TD: 160/100 mmHg, MAP: 120 mmHg, HR: 95x/menit, Suhu:
o
36,4 C, RR: 32x/menit on ventilator dengan mode SIMV +PS, PEEP: 5, Peak airway Pressure :
6-10, FiO2: 50%. Hasil pengkajian : Diameter pupil : 3mm/3mm, Refleks pupil : +/-. GCS :
E4M6VETT. CVP : 10,5 cmH2O.

Hasil pemeriksaan Hematologis :

 Hb : 12,6 g/dl
 Hematokrit : 36%
 Leukosit : 20,8 x103/Ul
 Trombosit : 212 x103/uL
 Eritrosit : 4,12 x106/uL
 GDS : 120 mg/dl
 SGOT: 12 U/L
 SGPT: 9U/L
 Ureum : 18 mg/dL
 Kreatinin : 1,0 mg/dL
 Albumin : 3,7 g/dl
Hasil AGD :

 PH : 7,60
 PCO2 : 20,7 mmHg
 HCO3: 20,3 mmol/L
 PO2: 190,2 mmHg
 SpO2 :99,7 %

Hasil CT-brain : Sellar Meningioma Han I, rontgen : Cord an pulmo tak tampak kelainan.
Pasien mendapatkan terapi : Ceftriaxone 2x2 gr, Ketorolac 3x30 mg, Dexametason
3x4mg, Manitol 4x125 cc, Omeprazol 2x40 mg, Vit K 3x10 mg, Tranexamat 3x500 mg,
Citicollin 2x500 mg, Fenitoin 3x100 mg, Ondansentron 4 mg.
HASIL LAB

Tanggal dan Jam Pemeriksaan


No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
RUTIN
1 Hemogoblin 12,6 g/dl 13.5 - 17.5 Rendah
2 Hematokrit 36 % 33 – 45 Normal
3 Leukosit 20,8 Ribu/UI 4.5 - 11.0 Tinggi
4 Trombosit 212 Ribu/UI 150 – 450 Normal
5 Eritrosit 4,12 Ribu/UI 4.50 – 5.90 Rendah
INDEX
ERITROSIT
1 MCV /um 80.0 – 96.0
2 MCH Pg 28.0 – 33.0
3 MCHC g/dl 33.0 – 36.0
4 RDW % 11.6 – 14.6
5 MPV FI 7.2 – 11.1
6 PDW % 25 – 65
HITUNG JENIS
1 Eosinofil % 0.00 – 4.00
2 Basofil % 0.00 – 2.00
3 Netrofil % 55.00 – 80.00
4 Limfosit % 22.00 – 44.00
5 Monosit % 0.00 – 7.00
6 Golongan Darah O
HEMOSTASIS
1 PT Detik 10.0 – 15.0
2 APTT Detik 20.0 – 40.0
3 INR
KIMIA KLINIK
1 Glukosa darah 120 Mg/dl 60 – 140 Normal
sewaktu
2 SGOT 12 U/1 < 35 Normal
3 SGPT 9 U/1 < 45 Normal
4 Albumin g/dl 3.2 – 4.6
5 Kreatinin 1,0 Mg/dl 0.8 – 1.3 Normal
6 Ureum 18 Mg/dl < 50 Normal
ELEKTROLIT
1 Natrium darah Mmol/L 132 – 146
2 Kalium darah Mmol/L 3.7 – 5.4
ANALISA GAS
DARAH
1 PH 7,60 7.33 – 7.43 Alkalosis
2 PO2 190,2 mmHg 80 – 100 Tinggi
3 PCO2 20,7 mmHg 35 – 45 Rendah
4 HCO3 20,3 mEq/L 22 – 26 Rendah

CPOT

No Indikator Skala pengukuran Skor Hasil


Penilaian
1 Ekspresi wajah Rileks, netral 0 2
Tegang 1
Meringis 2
2 Gerakan tubuh Tidak bergerak 0 2
Perlindungan 1
Gelisah 2
3 Kesesuaian dengan Dapat mentoleransi 0 2
ventilasi mekanik
Batuk, tapi dapat 1
mentoleransi
Fighting ventilator 2
4 Ketegangan otot Rileks 0 0
Tegang dan kaku 1
Sangat tegang /kaku 2
Total skor 6

OBAT-OBATAN

Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects


Pemberian
Ceftriaxone 2 x 2 gr IV Infeksi Bakteri Nyeri, mual muntah,
diare,
pusing,mengantuk
Ketorolac 3 x 30 mg IV Menurunkan Nyeri
nyeri sedang dada,lemas,sesak,bicara
hingga berat rero, masalah
untuk penglihatan dan
sementara keseimbangan
Dexametason 3 x 4 mg IV Mengurangi Insomnia, sakit
peradangan, kepala,pusing,sensasi
reaksi alergi, berputar-putar.
dan penyakit
autoimun
Manitol 4 x 125 cc IV Mengurangi Sering buang air
tekanan dalam keci,haus terus, merasa
kepala karena mual dan ingin muntah
pembengkakan
di otak
Omeprazol 2 x 40 mg IV Menurunkan Diare, demam, mual
produkasi asam muntah
lambung
berlebih
Vit K 3x 10 mg IV Untuk Mudah berkeringat,
pembekuan Gangguan indra
darah pengecap dan bibir
membiru
Tranexamat 3 x 500 mg IV Mengurangi Nyeri kepala,hidung
ekspansi berair dan tersumbat
hematoma
Citicollin 2 x 500 mg IV Penyakit Insomnia, sakit kepala
serebrovaskular dan diare
Fenitoin 3 x 100 mg IV Mencegah Mengantuk, sakit
kejang akibat kepala dan gelisah
epilepsi
Ondansentron 4 mg IV Mual dan Nyeri, keram, sesak
muntah napas

ANALISA DATA

No Analisa Data Masalah Etiologi


.
1. DS : Nyeri Akut Agen cedera fisik,
 Keluarga mengatakan pasien Peningkatan TIK
sering mengeluh sakit kepala
berat
DO :
 Nilai CPOT: 6
 Pasien tampak meringis
kesakitan
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak mual dan
muntah
 TD = 160/100 mmHg
 MAP = 120 mmHg
 CT-brain : Sellar Meningioma
Han I
 Lapang pandang pasien tampak
kabur

2. DS : Hambatan pertukaran Ketidakseimbangan


 Keluarga mengatakan pasien gas ventilasi-perfusi
sering mengeluh sesak
DO :
 RR = 32 x/menit
 HR = 110 x/menit
 PH: 7,60
 PCO2: 20,7 mmHg
 HCO3: 20,3 mmol/L
 PO2: 190,2 mmHg
 GCS : E4M6VETT
 Pasien tampak sesak
 Pasien tampak gelisah
 Pasien tampak sianosis
 Keadaan umum somnolen
 Pola pernapasan :
Irama tidak teratur
Kedalaman tidak teratur
 Adanya pergerakan dinding
dada
3. DS: Risiko infeksi -
 Keluarga pasien mengatakan ditandai dengan
pasien post Sellar meningioma, prosedur invasif (post
dan Post Craniotomi op Sellar
DO: meningioma, Post
 3
Leukosit : 20,8 x10 /uL Craniotomi),
 TD = 160/100 mmHg (Peningkatan
 Suhu = 36,4 leukosit)
 Adanya kemerahan pada luka
post op craniotomi

INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


.
1. Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
cedera fisik, Peningkatan keperawatan 3x24 jam
TIK masalah keperawatan nyeri  Pantau TTV
akut dapat diatasi. Dengan  Kaji keluhan nyeri
kriteria hasil:  Observasi keadaan nyeri
 Nyeri berkurang nonverbal (misal ;
 TD normal ekspresi wajah, gelisah,
 MAP normal = 70-100 menangis, menarik diri,
 Pasien tidak tampak diaforesis, perubaan
meringis kesakitan frekuensi jantung,
 CPOT dipertahankan pernapasan dan tekanan
dari berat ke sedang darah.
(3-4)  Monitor tanda-tanda
peningkatan TIK (mual,
muntah, nyeri kepala,
pandangan kabur)
 Tinggikan kepala 30
derajat
Kolaborasi :
 Berikat obat keterolac,
ondansentron, manitol
sesuai dengan resep
dokter.
2. Hambatan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
b.d ketidakseimbangan keperawatan 3x24 jam  Monitor frekuensi, irama,
ventilasi-perfusi masaah keperawatan dan kedalaman
hambatan pertukaran gas pernafasan
dapat tertasi dengan  Tempatkan klien pada
kriteria hasil : posisi semi fowler
 Frekuensi pernapasan  Pasti tidak ada hambatan
teratur pada ventilator
 Irama pernapasan  Pastikan alarm ventilator
teratur hidup
 Kedalaman pernapasan  Monitor saturasi oksigen
teratur dan AGD
 PaCO2 normal  Monitor volume ekspirasi
 PaO2 normal dan peningkatan
 Arteri PH normal inspirasi
 Saturasi oksigen
normal Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian oksigen

3. Risiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan Mandiri:


ditandai dengan prosedur keperawatan 3x24 jam  Pertahankan teknik
invasif (post op Sellar masalah keperawatan aseptik
meningioma, Post Risiko infeks dapat teratasi  Batasi pengunjung
Craniotomi), (Peningkatan dengan kriteria hasil:  Cuci tangan sebelum dan
leukosit)  Leukosit normal 4-11 sesudah melakukan
x103/uL tindakan keperawatan
 Tidak ada tanda dan  Monitor tanda dan gejala
gejala infeksi sistemik dan lokal
 Suhu 36,5-37,5  Kaji suhu pasien
 Inspeksi area post op
adanya kemerahan,
drainase, panas

Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian ceftriaxon

Anda mungkin juga menyukai