Kritis - Sol
Kritis - Sol
ASKEP SOL
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah
semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis,
yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, 2008:
84).
1. Tumor Otak
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya didasari
oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan
tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan tumor otak didasari oleh hasil evaluasi
morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan atas kategori-
kategori (Satyanegara, 2010):
a. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak
infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu, ditemukan
adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun
rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total.
b. Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur tanpa
batas yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan
rekurensi pasca pengangkatan total.
2. Hematom Intrakranial
a. Hematom Epidural
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri
meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum
dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan dari
hematom akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar (R. Sjamsuhidajat, 2004).
Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru
setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan
peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala,
mual, dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik
yang teroenting adalah pupil mata anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar
(R. Sjamsuhidajat, 2004).
1. Sakit kepala
2. Muntah
3. Papiledema (pembengkakan di daerah saraf mata)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor,
dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan
CT Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan serta informasi prognosi
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
E. PATHWAY
F. ALGORITMA
G. KOMPLIKASI
1. Gangguan fungsi neurologis
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum
maka akan menyebabkan pusing. Ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan
yang sempoyongan dan kecenderungan jatuh ke sisi yang lesu, otot otot tidak
terkoordinasi dan ristagmus (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukan
gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak akan mengalami gangguan
sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, oorientasi persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
4. Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin
yang berlebihan dengan menimbulkan ammenurea atau galaktorea
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme. Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan
perubahan tingkat kepuasan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan
meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah
hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan
serta informasi prognosi
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
I. Manajemen pengobatan
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan kearah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.Pasien dengan
kemungkinan tumor otak harus di evaluasi dan di obati dengan segera bila memungkinkan
sebelum kerusakan neurologis tidak dapat di ubah.Tujuannya adalah mengangkat dan
memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan
neurologic (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian
(dekompresi). MenurutSmeltzer, 2013 penatalaksanaan SOL ada tiga yaitu:
2. Pendekatan kemoterapi
Untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat
dosis tinggi radiasi.Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini
bisa digunakan pada klien:
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi.
b) Setelah tumor recurance.
3. Stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula di masukkan hingga titik tertentu di
dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan
jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sclerosis dan epilepsy.
Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk
menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada
jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan radiosotop (III) dengan cara
ditempelkan langsung ke dalam tumor.
J. KASUS
Ny.S (47 tahun) dirawat di Ruang ICU dengan diagnosa medis Post op. Sellar
meningioma, Post Craniotomi. Pasien datang dari IGD RS.X dirujuk untuk operasi tumor otak.
riwayat saat masuk RS : Pasien selalu merasakan sakit kepala berat dan gangguan lapang
pandang.
Tanda – tanda vital : TD: 160/100 mmHg, MAP: 120 mmHg, HR: 95x/menit, Suhu:
o
36,4 C, RR: 32x/menit on ventilator dengan mode SIMV +PS, PEEP: 5, Peak airway Pressure :
6-10, FiO2: 50%. Hasil pengkajian : Diameter pupil : 3mm/3mm, Refleks pupil : +/-. GCS :
E4M6VETT. CVP : 10,5 cmH2O.
Hb : 12,6 g/dl
Hematokrit : 36%
Leukosit : 20,8 x103/Ul
Trombosit : 212 x103/uL
Eritrosit : 4,12 x106/uL
GDS : 120 mg/dl
SGOT: 12 U/L
SGPT: 9U/L
Ureum : 18 mg/dL
Kreatinin : 1,0 mg/dL
Albumin : 3,7 g/dl
Hasil AGD :
PH : 7,60
PCO2 : 20,7 mmHg
HCO3: 20,3 mmol/L
PO2: 190,2 mmHg
SpO2 :99,7 %
Hasil CT-brain : Sellar Meningioma Han I, rontgen : Cord an pulmo tak tampak kelainan.
Pasien mendapatkan terapi : Ceftriaxone 2x2 gr, Ketorolac 3x30 mg, Dexametason
3x4mg, Manitol 4x125 cc, Omeprazol 2x40 mg, Vit K 3x10 mg, Tranexamat 3x500 mg,
Citicollin 2x500 mg, Fenitoin 3x100 mg, Ondansentron 4 mg.
HASIL LAB
CPOT
OBAT-OBATAN
ANALISA DATA
INTERVENSI
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian ceftriaxon