FISIKOKIMIA II
Disusun Oleh :
Femmi Anwar
260110130097
I. Tujuan
Mengetahui dan memahami cara identifikasi alkaloid dan basa nitrogen,
barbiturat, sulfonamida dan antibiotik.
II. Prinsip
1. Prinsip reaksi identifikasi untuk golongan alkaloid dan basa nitrogen
Dapat bereaksi dengan reagensia Dragendorf, dapat diamati dari
terbentuknya endapan.
2. Prinsip reaksi identifikasi untuk golongan sulfonamida :
Pengkopelan dengan reagensia pDAB menghasilkan endapan dengan
spektrum warna kuning hingga merah.
3. Prinsip reaksi identifikasi untuk golongan barbiturat :
Pembentukan kompleks berwarna dengan reagensia Parri. Caranya : zat
harus bebas air, di atas kertas saring, tambahkan pereaksi Parri (larutan
kobalt nitrat dalam alkohol), paparkan kertas saring diatas uap amonia.
4. Prinsip reaksi identifikasi golongan antibiotic
Reaksi dengan asam pekat atau basa pekat.
III. Reaksi
1. ALKALOID DAN BASA NITROGEN
Kinin HCl
- Kinin HCl + air + asam sulfat
(Kelly, 2009).
Papaverin HCl
Papaverin HCl + anhidrid asam asetat + asam sulfat pekat
(Kelly, 2009).
Efedrin
Efedrin + CuSO4 dan NaOH
(Clark, 2003).
2. Golongan Sulfonamida dan Barbiturat
Sulfamerazin
Sulfamerazin + Vanilin + asam sulfat
(Fessenden, 1986).
Luminal
(Roth, 1988).
Barbital
(Roth, 1988).
3. Golongan Antibiotik
Amoksislin
Amoksisilin + Asam sulfat pekat
(Roth, 1988).
Tetrasiklin
Tetrasiklin + asam sulfat
(Hasan, 1984).
b. Bahan
1. Anhidrida asam asetat
2. Aquades
3. Asam Sulfat
4. Aseton
5. Barbital
6. Efedrin
7. Kinin
8. Luminal
9. Mekuro klorida
10. Natrium hidroksida
11. Papaverin HCl
12. Pereaksi Koppayi-Zwikker
13. Pereaksi Marquis
14. Pereaksi p-DAB
15. Sulfamerazin
16. Tembaga sulfat
17. Vanilin
Sulfamerazin
Luminal
Barbital
Amoxicillin
Kloramfenikol
Tetrasiklin
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan reaksi pendahuluan untuk
mengidentifikasi beberapa senyawa pada golongan alkaloid dan basa
nitrogen, barbiturat, sulfonamida dan antibiotik. Reaksi pendahuluan untuk
identifikasi senyawa dari beberapa golongan dapat menggunakan beberapa
reagensia kimia yang akan menghasilkan warna yang berbeda jika
direaksikan dengan senyawanya. Warna yang dihasilkan bersifat spesifik
untuk senyawa yang dianalisa, tetapi untuk senyawa yang berada pada satu
golongan akan menghasilkan warna yang hampir sama.
Sampel golongan alkaloid dan basa nitrogen yang diujikan adalah
kinin HCl, papaverin HCl dan efedrin. Secara organoleptis Kinin
merupakan mikrokristal berwarna putih dan tidak berbau. Pada kinin HCl,
uji pertama yang dilakukan adalah mereaksikannya dengan asam sulfat.
Kinin HCl dilarutkan dalam aquadet diatas pelat tetes. Hasilnya, kinin
tidak larut air karena Kinin HCl merupakan senyawa kompleks yang tidak
bermuatan sehingga sukar untuk larut di dalam air. Kemudian
ditambahkan asam sulfat, penambahan asam sulfat ini bertujuan untuk
membuat suasana menjadi asam. Hasilnya kinin menjadi larut.
Penggunaan H2SO4 selain sebagai katalis, juga sebagai pendonor
oksigen dalam reaksi ini. Oleh sebab itu lah larutan asam yang
digunakan harus larutan asam yang mengandung Oksigen. Larutan
tersebut kemudian diamati fluoresensinya dibawah sinar ultraviolet dengan
panjang gelombang 254nm. Hasil yang didapatkan dari penyinaran uv ini
adalah terbentuknya warna biru. Hal ini dikarenakan kinin dapat
berfluoresensi pada panjang gelombang 250 dan 350 nm dengan emisi 450
nm dimana warna biru ini akan terlihat jika senyawa direaksikan dengan
larutan asam membentuk ikatan kompleks. Pada kinin HCl terdapat gugus
kromofor yang dilengkapi dengan auksokrom yang memfasilitasi
terjadinya fluoresensi. Penambahan H2SO4 juga memperkuat
fluoresensi karena pada H2SO4 terdapat oksigen dimana oksigen bersifat
paramagnetic dan itu artinya dapat mempengaruhi dan mempermudah
lintasan antar system.
Fluoresensi sendiri adalah pemedaran sinar pada saat suatu zat
dikenai cahaya. Hal ini karena sifat butir Kristal suatu zat jika mendapat
rangsangan berupa cahaya akan langsung memancarkan cahayanya sendiri
dan berhenti memancar jika rangsangan itu dihilangkan. Prinsip dari
fluorosensi yaitu melibatkan penyerapan radiasi dan pengemisian radiasi
yang umumnya lebih panjang gelombangnya atau lebih rendah energinya.
Energi radiasi yang tidak teremisikan dalam bentuk radiasi kemudian
diubah menjadi energy termal. Suatu senyawa yang menyerap cahaya yang
berada dalam rentang panjang gelombang cahaya tampak akan terlihat
berwarna. Bila senyawa yang sama memancarkan cahaya pada suatu
panjang gelombang yang berlainan, senyawa itu akan tampak berwarna
dua atau berfluorosensi.
Uji kedua dilakukan reaksi kristal menggunakan HgCl2. Kinin HCl
diletakan diatas kaca objek lalu diteteskan beberapa tetes HgCl2,
kemudian dilihat diatas mikroskop dan didapatkan bentuk kristal dari kinin
HCl berupa kristal panjang tipis dengan berbagai macam ukuran yang
berwarna putih.
Sampel golongan alkaloid kedua yang diujikan adalah papaverin
HCl. Papaverin HCl (C20H21NO4.HCl) memiliki pemerian hablur atau
serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa pahit, kemudian pedas (Ditjen
POM, 1979). Pada papaverin HCl ini diuji dengan menambahkan
anhidrida asam asetat dan tiga tetes asam sulfat pekat sebagai penghidrasi
dan katalisator kedalam papaverin HCl yangmembentuk larutan kuning
muda yang kemudian dipanaskan. Proses pemanasan sendiri bertujuan
untuk mengoptimalkan dan mempecepat reaksi, juga sebagai pemutus
ikatan ikatan alkaloid dengan asam klorida sehingga didapatkan senyawa
alkaloid saja. Selanjutnya dilihat dibawah sinar uv 254nm yang
menghasilkan flouresensi warna kuning kehijauan. Fluoresensi terjadi
sebagai akibat reaksi antara anhidrid asam asetat dan asam sulfat pekat.
Terjadi pelepasan gugus OCH3 dan atom Oksigen dari gugus OCH3 yang
lain sehingga menyebabkan adanya fluoresensi. Uji selanjutnya adalah uji
kristal dengan HgCl2. Penambahan reagen ini akan menghasilkan
terbentuknya kristal yang dapat diamati di bawah mikroskop.
Didapatkan penampakan kristal papaverin berbentuk kristal bulat berwarna
putih.
Sampel ketiga yaitu efedrin. Efedrin HCl (C10H15NO.HCl) memliki
pemerian hablur putih atau serbuk putih halus; tidak berbau; rasa pahit
(Ditjen POM, 1979). Pada efedrin, dilakukan 2 pengujian. Uji pertama
yaitu mereaksikannya dengan CuSO4 dan NaOH encer menghasilkan
larutan berwarna ungu kebiruan yang terbentuk dari hasil pembentukan
kompleks antara CuSO4 dan NaOH.. Penambahan NaOH bertujuan
untuk memberikan suasana basa pada reaksi sehingga reaksi dengan
cincin benzene dapat bereaksi dengan CuSO4. Warna biru yang
terbentuk menandakan bahwa senyawa efedrin mengadung gugus alcohol
polivalen dan memiliki gugus yang heterosiklik. Uji yang kedua adalah uji
kristal HgCl2, cara yang digunakan masih sama yaitu sampel ditetesi
HgCl2. Didapatkan hasil kristal berbentuk kotak.
Untuk golongan sulfanilamide, sampel yang diujikan adalah
sulfamerazin. Dimana dalam pengujiannya, dilakukan 5 kali uji. Uji
pertama dilakukan dengan cara melarutkan sulfamerazin dalam HCl encer.
Hal ini dikarenakan senyawa golongan Sulfonamida bersifat amfoter yang
artinya dapat membentuk garam dengan asam maupun dengan basa. Dan
kelarutnya dalam air sangat kecil, garam alkaline lebih baik, walaupun
larutan ini tidak stabil karena mudah terurai sehingga untuk memudahkan
kelarutannya, dilarutkan dalam asam kuat.
Kemudian ditambahkan p-DAB. Hasilnya terbentuk larutan
berwarna kuning dan endapan orange. Hal ini terjadi karena Sulfanilamid
ketika direaksikan dengan Pereaksi p-DAB bereaksi dengan gugus amin
primer pada sulfanilamid sehingga terjadi perubahan warna larutan
menjadi orange.
Uji kedua adalah Uji yang kedua dengan menggunakan CuSO4.
Pada penambahan ini terjadi perubahan warna yaitu terbentuk larutan
berwarna biru muda dan terdapat kristal CuSO4 yang tidak larut.
Perubahan warna ini terjadi karena CuSO4 memiliki kecenderungan untuk
memutuskan ikatan O=NH2. Selain itu perubahan warna juga terjadi
karena adanya pembentukan kompleks Cu(II)-sulfamerazin dimana
sulfamerazin terkoordinasi secara monodentat pada ion pusat Cu2+
melalui NH2 primer. Warna biru juga menandakan bahwa hasil ion Cu2+
yang mengalami reduksi membentuk Cu+.
Uji yang ketiga yaitu uji yang menggunakan vanilin dan asam
sulfat, saat ditambahkan vanilin karena vanilin berupa kristalin maka
hanya terlihat campuran kedua zat padat, karena keduanya berwarna putih
sehingga tidak terjadi perubahan warna. Selanjutnya penambahan asam
sulfat menyebabkan perubahan warna menjadi warna kuning yang
menandakan bahwa terjadinya reaksi oksidasi.
Uji selanjutnya yaitu uji Koppayi zwikker yang hasilnya
didapatkan berupa larutan kuning yang didiamkan larutan tersebut
menguap. Menurut litelatur, seharusnya warna yang terbentuk adalah
merah muda – keunguan. Perbedaan ini dapat terjadi karena reagen yang
digunakan sudah tidak segar lagi atau sudah terurai dan rusak dan sudah
terjadi oksidasi.
Uji yang kelima adalah dengan menambhakan dilakukan reaksi
kristal menggunakan aseton dan air . Reaksi aseton air menggunakan
prinsip perbedaan sifat kelarutan senyawa sulfonamid di dalam aseton dan
air. Diatas kaca objek, sulfamerazin dilarutkan dengan beberapa tetes
aseton. Tunggu beberapa saat, maka akan terlihat bahwa lama-kelamaan
akan kering, hal ini karena aseton menguap dan yang tersisa disana adalah
endapan sulfamerazin. Kemudian diteteskan aquadest. Aquadest yang
ditetskan harus dalam jumlah yang sesuai, jangan terlalu sedikit karena
akan membuat pengendapan kristal menjadi terlalu menumpuk, namun
jangan terlalu banyak juga yang akan menyebabkan endapan kristal jadi
terlalu berhamburan. Adanya aquadest akan menyebabkan kepolaran dari
aseton akan meningkat dan tidak dapat melarutkan sulfamerazin lagi. Hal
yang akan terjadi adalah, aseton akan menguap dan akan tersisa endapan
kristal dalam aquadest. Endapan kristal tersebut lalu diamati dengan
menggunakan mikroskop. Kristal ini dapat terbentuk karena adanya
pergeseran kepolaran dari aseton yang bersifat non polar ke arah yang
lebih polar dengan adanya penambahan aquadest. Selain akibat
penambahan aquadest, faktor Ksp juga mempengaruhi dalam
pembentukan kristal ini, sehingga dibutuhkan kombinasi antara aseton
dengan aquadest. Hasilnya terbentuk kristal roset tidak beraturan.
Sampel yang diujikan selanjutnya yaitu luminal. Luminal
diraksikan dengan reign koppayi zwikker. Luminal yang ditambahkan
dengan reagen Koppayi Zwikker terbentuk larutan berwarna merah muda (
pink ) yag akan menguap setelah beberapa saat. Warna pink ini
menandakan bahwa senyawa yang diuji yang mengandung struktur imida,
yang gugus karbonil dan amina pada karbon yang berdampingan. Luminal
memiliki gugus amina pada karbon yang berdampingan sehingga reaksi
dapat terjadi. Selanjutnya dilakukan reaksi kristal aseton air. Seharusnya
pada uji ini ditambahkan NaOH untu reaksi yang lebih spesifik. Dimana,
pada luminal ketika sudah ditambahkan reagen Koppayi Zwikker yang
kemudian ditambahkan lagi NaOH akan terbentuk warna biru. Uji
dilanjutkan dengan reaksi aseton air. Luminal yang berbentuk kristal tidak
berwarna atau putih yang berbentuk polimorphism diletakkan di atas
object glass dan dilarutkan dengan ditetesi beberapa tetes aseton .setelah
ditetesi aseton, sampel larut kemudian ditetesi air, maka aseton menguap
dan sampel dikembali menjadi kristal yang selanjutya diuji dengan
menggunakan mikroskop. Setelah dilihat dibawah mikroskop terlihat
kristal luminal berbentuk heksagonal.
Sampel selanjutnya yang diuji adalah barbital. Uji pertama yaitu
direaksikan dengan reagen koppayi zwikker. Hasil yang didapat adalah
terbentuk larutan yang berwarna merah muda. Sama seperti luminal, warna
merah muda ini menandakan bahwa barbital Luminal memiliki gugus
amina pada karbon yang berdampingan. Seharusnya, ditambah NaOH agar
lebih spesifik lagi. jika ditambahkan NaOH akan terbentuk warna hijau
sehingga dapat dibedakan antara luminal dan barbital. Uji selanjutnya
adalah reaksi kristal aseton air. Barbital ditambahkan aseton dan air.
Diamati kristal yang terbentuk. Sehingga dihasilkan bentuk kristal lonjong
memanjang seperti batang.
Selanjutnya, sampel golongan antibiotic diuji. Sampel yang diuji
terdiri dari Amoksisilin, kloramfenikol dan tetrasiklin. Amoxicillin
memiliki Struktur kimia yang terdiri atas cincin β-laktam, cincin tiazolidin
rantai samping amida dan gugus karboksil. Pemeriannya berupa serbuk
hablur, putih, praktis tidak berbau, berasa pahit.
Dilakukan 3 uji pada amoksisilin. Uji pertama adalah memanaskan
zat sampel untuk diamati bau. Bau yang timbul bau busuk yang cukup
menyengat. Hal ini terjadi karena secara struktural amoksisilin memiliki
kandungan atom S. Ketika dilakukan pemanasan diatas api, maka akan
terbentuk gas H2S yang berbau busuk.
Uji selanjutnya yaitu uji yang menggunakan asam sulfat pekat
yang sesuai dengan prinsip dari identifikasi antibiotika yaitu dengan
penambahan asam pekat. Pada pelat tetes, ditaruh sedikit amoxicillin lalu
ditambahkan asam sulfat. Warna yang terbentuk adalah kuning, warna ini
dihasilkan dari kompleks yang terbentuk antara amoxicillin dengan asam
sulfat. Selanjutnya diamati warna fluoresensi dari larutan amoxicillin-asam
sulfat tersebut pada 254 nm dan didapatkan warna fluoresensi kuning
kehijauan. Fluoresensi yang dihasilkan disebabkan akibat adanya gugus
kromofor pada struktur dari amoxicillin dan terdapat tambahan auxocrom
sehingga amoxicillin dapat berfluoresensi di panjang gelombang 254 nm.
Uji yang terakhir untuk amoxicillin dengan menggunakan uji
kristal aseton aquadest. Cara yang dilakukan sama dengan uji kristal
aseton air sebelumnya. Pada uji kristal aseton air untuk amoxicillin
terbentuk kristal hablur seperti pasir dan menyebar.
Sampel antibiotik selanjutnya yaitu kloramfenikol. Uji yang
pertama yaitu direaksikan dengan reagen nessler. Hasilnya adalah
terbentuknya larutan hijau muda. Hal ini tidak sesuai dengan yang
seharusnya dimana indikasi dari nessler adalah menghasilkan warna
berwarna kuning yang mengindikasikan adanya cincin aromatik dalam
struktur kloramfenikol. Lalu dilanjutkan dengan raksi kristal aseton air.
Hasilnya adalag kristal yang panjang.
Antibiotik terakhir adalah tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan serbuk
hablur, kuning, tidak berbau, agak higroskopis. Uji pertama direaksikan
dengan reagen Benedict yang menghasilkan larutan berwarna hijau. Hal
tersebut menunjukan bahwa tetrasiklin mengandung gugus hidroksil dalam
posisi para-.
Lalu direaksikan dengan reagen Marquis. Reaksi dengan Marquis
menunjukkan reaksi positif karena tetrasiklin memiliki cincin aromatis
terkonjugasi sehingga dapat melakukan resonansi, hal ini ditunjukkan
dengan terbentuknya warna kuning jingga dengan endapan jingga.
Uji yang terakhir dengan menggunakan asam sulfat yang
mengahasilkan warna jingga disertai dengan pengendapan. Menurut
literatur yang ada, penambahan asam Sulfat ke dalam Tetrasiklin
menyebabkan timbulnya warna merah keunguan, sedangkan pada
praktikum didapatkan warnacoklat tua dengan warna orange
disekelilingnya, ini disebabkan adanya pemberian padatan Tetrasiklin
yang berlebihan atau sebalikanya asam pekat yang diberikan berlebihan
(terlewat jenuh) sehingga warna ungu yang muncul terlihat kehitaman.
VIII. Simpulan
1. Cara identifikasi senyawa golongan alkaloid, basa nitrogen, sulfonamida,
barbiturat dan antibiotika dapat diketahui dengan reaksi pewarnaan dan
beberapa dengan reaksi kristalisasi seperti amoksisilin kloramfenikol,
eritromisin, sulfomezarin, luminal dan barbital.
Daftar Pustaka
Kelly, W.N. 2009. Pharmacy : What it is and how it works. CRC Press. New
York.
Roth, H. J. dan Gottfried Blasche. 1988. Farmasi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sudarma, I Made & Mulyanto. 2008. Studi Sintesis analog Sulfanilamid dari
Senyawa Bahan Alam Alkaloid Papaverine. Jurnal Ilme dasar Vol. 9, No.
2.
Tjay TH & Rahardja K. 2002. Obat-obat Penting. Khasiat Penggunaan, Dan Efek-
efek Sampingnya, edisi ke lima. Jakarta: PT Gramedia.
Wiryana. 2007. “Antibiotika, resistensi, dan rasionalitas terapi”. Journal of
internal medicine. Vol, 8, No. 3