Anda di halaman 1dari 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendaftaran Tanah
Kata pendaftaran berasal dari kata cadastre yang dalam bahasa belanda berarti memiliki
makna sebagi suatu istilah yang menunjukan kepada khalayak umum mengenai nilai dan
kepilikan atas sebidang tanah. Kata cadastre juga merupakan turunan dari bahasa romawi yaitu
Capsitatrum yang berarti suatu registrasi yang digunakan untuk menentukan dan menarik pajak
tanah. Hal ini berarti memiliki pengertian yaitu suatu rekaman atas lahan, nilai tanah dan
pemegang haknya guna kepentingan pajak.1 Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah pada Pasal 1 ayat 1 menjelaskan
mengenai pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Sementara
pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono adalah :
“Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara ataupun Pemerintah secara terus
menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai
tanahtanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan
penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaanya”2.
2. Tujuan dan Sistem Pendaftaran Tanah
Tujuan pendaftaran tanah adalah menyediakan data pengunaan tanah bagi pemerintah atau
orang umum yang memerlukan pengadaan perbuatan hukum terhadap suatu bidang tanah yang
telah terdaftar. Kemudian untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan
hukum terhadap pemilik atau pemegang hak atas suatu bagian tanah yang telah terdaftar. Dan
untuk kepentingan terselenggaranya administrasi pertanahan.

Sistem pendaftaran tanah memperhatikan berbagai aspek yang didaftarkan, seperti apa
bentuknya, penyimpanan, dan penyajian data serta tanda bukti hak kepemilikannya. Menurut
1
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2009), Hlm:18.
2
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2003), Hlm: 72
pendapat Boedi Harsono sistem pendaftaran tanah terbagi atas dua sistem yaitu sistem
pendaftaran akta (registration of deeds) dan pendaftaran hak (registration of title) dalam setiap
pendaftarannya untuk memperoleh suatu keabsahan maka harus dibuktikan dengan adanya akta
kepemilikan.

3. Sertifikat Tanah

Dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997 yang dimaksud
sertifikat adalah Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c
UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun
dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan. Kemudian dalam Oasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997
disebutkan bahwa “Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis
dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.”
Sementara itu menurut Ali Achmad Chomsah dalam bukunya, yang dimaksud dengan
Sertifikat adalah3 “surat tanda bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur, diberi
sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya telah ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria
ataupun Kepala Badan Pertanahan Nasional.”

Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak atas Tanah Negara dan Seri
3

Hukum Pertanahan II- Sertipikat dan Permasalahannya (Jakarta :Prestasi Pustaka, 2002) Hlm: 122

Anda mungkin juga menyukai