Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL

Aspek Penyelesaian Hukum Terhadap Prosedur Penerbitan


Sertifikat Tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota
Semarang

OLEH

MONICA LARASATI NUGRAHA


18.C1.0050

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS KATHOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketetapan Pasal 33 ayat (3) menyatakan bahwa “ Bumi,air serta kekayaan alam yang
terdapat di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebagian besar kemakmuran
rakyat”. Ketetapan Pasal 33 ayat (3) ini menghadirkan rancangan hak penguasaan negara atas
sumber daya alam yang sebagian besar diperuntukkan demi kemakmuran rakyat. Penjelasan
lebih lanjut amanat dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1995 terwujudlah Undang-Undang
No. 5 Tahun 1960 mengenai Ketentuan Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Dari 67
Pasal dalam UUPA,53 Pasal diantaranya mengatur tentang tanah.1

Tanah adalah sumber daya Negara Indonesia yang paling dasar,karena Negara dan
Bangsa hidup serta berkembang di atas tanah. Rakyat Indonesia menempatkan tanah pada
posisi yang paling penting. Hal ini karena tanah menjadi faktor utama dalam peningkatan
produktivitas agraria. Dalam teminology asing tanah disebut dengan land, soil (inggris),
adama (semit) serta dalam sebagian terminology daerah disebut dengan siti, bhumi,
lemah(Jawa), palemah(Bali), taneuh (Aceh), petak, bumi (Dayak), dan rai (Tetum).
Perbedaan istilah tersebut terbentuk bukan hanya karena perbedaan bahasa, namun karena
pemaknaan tanah berbeda tiap manusia yang menggunakannya.2

Sebagian besar individu ingin memiliki dan menguasai tanah karena ingin memenuhi
kebutuhan hidup. Bagi kebanyakan manusia, tanah merupakan kebutuhan pokok yang harus
dimiliki, selain makanan dan pakaian. Tanah merupakan komoditas pemenuhan kebutuhan
hidup yang harus dimiliki agar hidup lebih sejahtera. Secara psikologis manusia, terutama
sebagai keluarga sejahtera, tidak akan merasa tenang sebelum memiliki sendiri tanah dan
bangunan rumah sebagai tempat bernaung.

1 Maria SW Sumarjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi,Sosial dan Budaya,Kompas Gramedia, Jakarta,
2008, hal 95.
2 Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaannya, Bagian
Pertama, Jilid I.Djambatan, Jakarta, 2003, hal 18.
Kepemilikan seseorang atau suatu badan hukum terhadap tanah harus dibuktikan
secara sah dan resmi. Dalam Pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA serta Pasal 32 ayat (1) PP
24/1997 menyebutkan bahwa sertifikat sebagai alat yang dapat membuktikan kepemilikan
atau keabsahan hak atas tanah. Sertifikat tersebut diterbitkan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota sesuai dengan prosedur registrasi terhadap tanahnya atas bidang tanah
tersebut tidak memiliki sertifikat dan tidak dapat dibuktikan kepemilikannya.3

Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Registrasi Tanah menyatakan bahwa


jika registrasi tanah ialah rangkaian aktivitas yang dicoba oleh Pemerintah secara selalu,
berkesinambungan serta tertib, meliputi pengumpulan, pengelahan, pembukuan serta
penyajian dan pemeliharaan informasi raga serta informasi yuridis dalam wujud peta serta
catatan, menimpa bidang-bidang tanah serta satuan rumah susun, tercantum pemberian pesan
ciri fakta haknya untuk bidang-bidang tanah yang telah terdapat haknya serta hak kepunyaan
atas satuan rumah susun dan hak-hak tertentu yang membebaninya. ada pula tujuan registrasi
tanah tersebut bagi Pasal 33 PP No. 24 Tahun 1997, disebutkan sebagai berikut:4

1. Buat membagikan kepastian hukum serta proteksi hukum kepada pemegang hak atas
sesuatu bidang tanah. Satuan rumah susun serta hak-hak lain yang terdaftar supaya
dengan gampang bisa meyakinkan dirinya bagaikan pemegang hak yang
bersangkutan.
2. Mengenai sediakan data kepada pihak yang berkepentingan tercantum pemerintahan
supaya dengan gampang bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam
mengadakan perbuatan hukum menimpa bidang-bidang tanah serta satuan rumah
susun yang telah terdaftar.
3. Agar terwujudnya keteraturan administrasi.

Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini
meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak.
Pendaftaran tanah ini menghasilkan Sertifikat Tanah atau Sertifikat hak atas tanah sebagai

3 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Cetakan ke-1, Jakarta: Universitas Trisakti, 2013, hal 487.
4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, 2007, Hal 78.
tanda bukti yang sah. Sesuai dengan kebijakan dalam Pasal 13 dan 14 ayat (1) huruf K
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa
pelayanan bidang pertanahan merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Permasalahan yang timbul adalah mengenai bentuk
lembaga, pembagian tugas, tata cara kerja serta pelayanan lain dalam bidang pertanahannya
agar UUPA dapat dilaksanakan secara utuh dan sejalan dengan UU No 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Menimbulkan fenomena di masyarakat pada beberapa daerah
terdapat sejumlah kasus “sertifikat ganda”, yaitu sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah
sertifikat yang secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
Akibat dari terbitnya sertifikat ganda tersebut menimbulkan sengketa perdata antara para
pihak, untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut diselesaikan melaluo
lembaga peradilan.5 Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh beberapa oknum demu
keuntungannya pribadi sehingga memperparah timbulnya sengketa.

Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa tanah
antara lain sebagai berikut:

1. Peraturan yang belum lengkap


2. Ketidaksesuaian peraturan
3. Pejabat tanah yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang
tersedia
4. Data yang kurang akurat dan kurang lengkap
5. Kekeliruan pada data tanah
6. Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa
tanah
7. Ulah pemohon hak
8. Transaksi tanah yang keliru
9. Adanya penyelesaian dari instansi lain sehingga tejadi tumpang tindih kewenangan.

Menyikapi berbagai faktor di atas, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan


berupa Proyek Nasional Agraria (PRONA). PRONA sendiri dibentuk berdasarkan Menteri
Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981 yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah sengketa

5 Elza Syarief, Menentukan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Jakarta:Keputusan Populer
Gramedia:2021), hal 8.
tanah dengan cara pelaksanaan sertifikasi tanah secara massal.6 Menurut AP. Perlindungan
menyebutkan bahwa Prona ialah suatu kegiatan yang dibentuk oleh pemerintah di bidang
pertanahan umumnya dan di bidang pendaftaran tanah khususnya. Dalam hal ini merupakan
pendaftaran tanah secara massal dan menyelesaikan sengketa-sengketa tanah yang bersifat
strategis.7

Kantor pertanahan sebagaimana kewenangannya memiliki fungsi melaksanakan


pengurusan menerbitkan sertifikat tanah sesuai dengan hak-hak atas tanah diharapkan dapat
memberikan pelaksanaan tugas yang optimal kepada masyarakat sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Serta, karena sertifikat tanah ini merupakan produk yang diterbitkan oleh
pejabat tata usaha negara, diharapkannya sikap kehati-hatian pejabat tata usaha negara dalam
menerbitkan sertifikat tanah. Sehingga dapat meminimalisirkan sengketa pertanahan dan
terciptanya masyarakat yang taat hukum dan tertib administrasi dalam bidang pertanahan

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah semua tanah yang terdapat di Kota Semarang sudah didaftarkan pada
Kantor Badan Pertanahan Nasional?
2. Bagaimana proses pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah di Kantor Badan
Pertanahan Nasional Kota Semarang?
3. Apakah faktor yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan prosedur penerbitan
sertifikat tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah


di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang
6 H. Achmad Chomzah. 2003. Hukum Agraria (pertahanan) Indonesia Jilid 2. Prestasi Pustaka Publisher,
Jakarta. Hal 57
7 Effendi Perangin-angin, 1994, Hukum Agraria Indonesia: Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukuk,
Penerbit Raja Graffindo Persada, Jakarta, Hal 36
b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi timbulnya hambatan dalam
pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kota Semarang.

2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sebagai informasi dan bertambahnya wawasan bagi mahasiswa/i Fakultas


Hukum dan masyarakat mengenai prosedur pelaksanaan penerbitan sertifikat
tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Semarang.
b. Sebagai informasi dan bertambahnya wawasan bagi mahasiswa/i Fakultas
Hukum dan masyarakat mengenai hambatan yang mungkin timbul dalam
pelaksanaan penerbitan sertifikat tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kota Semarang.
c. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah sebagai bahan
evaluasi mengenai permasalahan yang timbul dalam proses pelaksanaan
penerbitan sertifikat tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota
Semarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Menurut KBBI tanah dapat diartikan sebagai permukaan bumi atau lapisan bumi yang
diatas.8
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 4,tanah adalah permukaan bumi yang
kewenangan penggunaannya meliputi tubuh bumi,air dan ruang angkasa yang ada
diatasnya. 9

Dalam artian ini tanah meliputi tanah yang sudah ada hak diatasnya.
Sedangkan menurut Budi Harsono bahwa dalam hukum tanah,kata tanah dipakai
dalam artian yuridis sebagai suatu pengertian yang telah diberi Batasan resmi oleh
UUPA

Berdasarkan pengertian diatas,tanah mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi


sehingga menjadi kewajiban setiap orang untuk memelihara dan mempertahankan
eksistensi sebagai benda yang bernilai ekonomis. Karena tanah tersebut memiliki
manfaat bagi makhluk hidup yang ada dibumi.

B. Kerangka Teori

Legalitas atas kepemilikan tanah harus dapat dibuktikan secara sah. Kepemilikan
tanah tidak dianggap sah apabila tidak memiliki bukti yang menunjukkan hak
kepemilikan tanah tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk mengurus legalitas
tanah berupa buku tanah atau sertifikat tanah untuk memperkuat hak kepemilikan
tanah tersebut.

8 Kamus Besar Bahasa Indonesia,Departement Pendidikan Nasional:Balai Pustaka


9 Undang-Undang Pokok Agraria tentang Tanah,Pasal 4
a. Penjelasan mengenai sertifikat tanah

Menurut E. Saifudin Sarief tanah ialah benda alami yang terdapat di permukaan
bumi yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan
bahan organic.

Menurut Jacob S. Joffe tanah merupakan benda alam yang tersusun atau horizon
yang terdiri dari bahan kimia mineral dan organic. Biasanya tidak padu dan
mempunyai tebal yang dapat dibedakan dalam morfolofi fisik,kimia dan
biologinya.

Menurut PP no 24 Tahun 1997,sertifikat tanah merupakan surat tanda bukti ha


katas kepemilikan tanah,hak pengelolaan,tanah wafat,hak milik satuan rumah
susun dan hak tanggungan yang mana sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan10

Sertifikat tanah baru dianggap sah dan memiliki legalitas apabila diresmikan oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat tanah memiliki security feature yang
bertujuan untuk mengamankan sertifikat tanah agar tidak mudah dipalsukan.

Sertifikat tanah memiliki beberapa jenis yaitu :

1. Sertifikat Hak Milik (SHM)


Sertifikat ini merupakan sertifikat atas kepemilikan penuh hak lahan atau
tanah yang dimiliki pemegang sertifikat tersebut. Sertifikat Hak Milik dapat
dikatakan sebagai jenis sertifikat yang paling kuat dan dapat dialihkan secara
turun temurun. Sertifikat ini hanya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

2. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)


Sertifikat ini berlaku bagi kepemilikan seseorang atas rumah vertical atau
apartemen yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan Bersama.
10 Peraturan Pemerintah no 24 Tahun 1997 tentang Sertifikat Tanah
3. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat ini merupakan hak seseorang untuk mendirikan bangunan di atas
tanah yang bukan miliknya. Tanah tersebut dapat berupa tanah yang dimiliki
pemerintah ataupun perseorangan. Sertifikat ini dapat berlaku hingga 30 tahun
dan juga dapat diperpanjang hingga batas waktu 20 tahun.

Adapun isi dari sertifikat tanah adalah :

1. Nama pemegang hak atas tanah;


2. Jenis hak atas tanah;
3. Nomor identifikasi bidang tanah;
4. Nomor induk kependudukan atau nomor identitas;
5. Tanggal berakhirnya hak dengan jangka waktu yang ditentukan;
6. Kutipan peta pendaftaran;
7. Tanggal penerbitan;
8. Pengesahan.

Ada 3 tahap dalam pembuatan sertifikat tanah,sebagai berikut :

1. Mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional


2. Petugas dari BPN akan melakukan pengukuran tanah
3. Melakukan pembayaran untuk pendaftaran hak
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah
metode penelitian yang menggunakan data statistik sebagai dasar pengambilan kesimpulan.
Metode kuantitatif menekankan proses pemahaman peneliti atas perumusan masalah untuk
mengkonstruksikan sebuah gejala hukum yang kompleks dan holistik.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data ini
berkaitan dengan cara dan sumber data yang digunakan untuk memperoleh data yang terkait
dengan tujuan penelitian. Cara mengumpulkan dapat berupa studi
pustaka,observasi,wawancara dan kuesioner. Sumber data ini terdiri dari 2 jenis yaitu data
primer dan dana sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama,dari
sumber asalnya dan belum diolah oleh orang lain. Sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh peneliti yang sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data ini berupa
komentar,interpretasi,penggolongan terhadap data primer.

Data sekunder dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis,yaitu :

a. Bahan Hukum Primer : bahan hukum yang mengikat dan terdiri atas norma-norma
dasar hukum
b. Bahan Hukum Sekunder : bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer
c. Bahan Hukum Tersier : Bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum
primer dan sekunder. Misalnya bibliography,kamus,eksiklopedia
d. Teknik Penyajian Data : ada beberapa cara dalam menyajikan data yaitu
tabulasi,grafik,diagram air
e. Teknik Analisis Data : cara pengambilan kesimpulan berdasarkan logiks perhitungan
statistik
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Tentang Sertifikat Tanah


Kamus Besar Bahasa Indonesia,Departement Pendidikan Nasional:Balai Pustaka
Santoso Urip, pendaftaran dan peralihan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2010),
hlm. 2
Syarief Elza, Menentukan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan,
(Jakarta:Keputusan Populer Gramedia:2012), hlm. 8
Lubis Yamin dan Abd. Rahim Lubis, “Hukum Pendaftaran Tanah”, (Bandung:Mandar
Maju,2008), hlm.138
Undang-Undang Pokok Agraria tentang Tanah,Pasal 4

Anda mungkin juga menyukai