Anda di halaman 1dari 9

PENENTUAN LOKASI JALUR TRASE DENGAN MENGGUNAKAN METODE

AHP (ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS)


Barri Mocahamad Burhan
Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pasundan, Bandung, Jawa Barat

ABSTRAK
Kereta api adalah salah satu moda transportasi angkutan darat yang memiliki jalur berbeda
dengan moda transportasi darat lainya yaitu rel. Peningkatan produksi batubara Milik PT Bukit Asam
hanya dimungkinkan ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang memadai. Pembangunan rel secara
ekonomis lebih di pilih karena biaya angkutan batubara menggunakan transportasi kereta lebih murah
ketimbang moda transportasi jalan raya. Pemilihan trase dengan menggunkan metode AHP akan
menentukan jalur trase yang efektif, efiseien dan ekonomis dengan berdsarkan kriteria yang di tentukan.

Kata Kunci : AHP, Rel, Transportasi

1. PENDAHULUAN
PT Bukit Asam, Tbk (PTBA) sebagai satu-satunya BUMN yang bergerak dibidang Pertambangan
Batubara serta sebagai salah satu pemegang Ijin Usaha Penambangan Batubara beritikad baik untuk
bersama Pemerintah dan pihak terkait mensukseskan tujuan pembangunan koridor ekonomi Sumatera
Selatan sebagai lumbung energi nasional. Letak tambang PTBA yang jauh dari pelabuhan laut
membutuhkan infrastruktur transportasi yang memadai untuk dapat mengangkut produksi batubara.
Peningkatan produksi batubara hanya dimungkinkan apabila ditunjang oleh infrastruktur transportasi yang
memadai. Pembangunan rel kereta api secara ekonomis lebih dipilih karena biaya angkutan batubara
menggunakan transportasi kereta api lebih murah ketimbang menggunakan transportasi jalan raya.
Dikarenakan kondisi lahan yang sudah tidak memadai maka diperlukan lokasi lain untuk menunjang
rencana peningkatan kapasitas pelabuhan PTBA.
Alternatif Trase/Alternatif

Gambar 1 Peta Jalur Alternatif pengembangan batubara

• Alternatif 1 : Stasiun Simpang – Pelabuhan Prajin dengan jarak 28,9 km


• Alternatif 2 : Stasiun Simpang – Pelabuhan Tanjung Lago dengan jarak 66,5 km
• Alternatif 3 : Stasiun Payakabung – Pelabuhan Prajin dengan jarak 48,4 km
• Alternatif 4 : Stasiun Simpang – Pelabuhan Tanjung Lago dengan jarak 63,4 km

Kriteria Pemilihan Jalur Trase


Pemilihan Jalur Trase yang tepat akan membuat pengembangan jalur kereta yang efektif, efisien
dan ekonomis. Kriteria yang akan digunakan sebagai dasar pemilihan jalur trase adalah sebagai berikut :

NO Kriteria Indikator
1 Pengunaan Lahan Eksisting Kesesuain trase dengan peta tematik seperti Peta sungai,
peta semak, peta tegalan, peta permukiman, peta sawah,
peta hutan dan peta lainya yang menjadi pengunaan lahan
lahan eksisiting.
NO Kriteria Indikator
2 Finansial Besarnya biaya investasi jalan rel, besarnya biaya operasi
dan pemeliharaan jalan rel, biaya pembebasan lahan
3 Pola ruang Kesesuain trase dengan peta rencana pola ruang, sesuai
dengan RTRW yang berlaku pada wilayah studi
4 Panjang Trase Panjangnya trase setiap alternatif, di hitung dalam satuan
km.
5 kepadatan penduduk Dampak yang akan berpengaruh pada masyrakat dilihat
dari kepadatan penduduk setiap kecamatan yang akan di
linatsi oleh trase/
Tabel 1 kriteria penetuan alternatif

Expert Choice
AHP (Analytic Hierarchy Process) adalah teori pengukuran melalui perbandingan berpasangan
dan bersandar pada pertimbangan ahli untuk memperoleh skala prioritas. AHP merupakan metodologi
pengambilan keputusan untuk banyak sifat dan alternatif masalah. AHP adalah sebuah rancangan
pendekatan keputusan untuk membantu dalam solusi masalah kriteria komplek dengan sejumlah bidang
aplikasi. Metode ini telah ditemui menjadi efektif dan pendekatan praktek yang dapat mempertimbangkan
keputusan tidak berstruktur dan komplek. Pendekatan ini cocok untuk membuat pilihan anatara beberapa
alternatif sistem komplek dan menyediakan perbandingan dari bagian masalah dalam bentuk hirarkikal.
AHP diimplematasikan dengan software expert shoice (EC). EC memudahkan analisis AHP.

2. METODE
Data-data yang dikumpulkan di analisis menggunakan EC untuk mementukan bobot kriteria dan
alternatif. Analisis penelitian ini menggunkaan AHP yang diimplementasikan dengan software Expert
Choice. Tahapa AHP dan EC yaitu model hirarkikal, perbandingan berpasangan, dan sesitivitas.

Model Hirarkikal
Struktur model AHP membagi masalah dalam sederhana yang mewakili tingkat berbeda dalam
struktur hirarkikal. Dekomposisi dilaksanakan dari atas ke bawah, mulai dari tujuan, kriteria, alternatif
akhir. Struktur model penelitian ini dibagi dalam 3 bagian yaitu tujuan, kriteria dan alternatif. Struktur
model AHP penlitian di tunjukan dalam gambar 2

Gambar 2. Struktur model AHP memeriksa alternatir pemilihan jalur trase

Perbandingan berpasangan
Perbandingan berpasangan memberikan nilai tiap kluster unutk mengukur kepetingan tiap tingkat
dalam hirarki. Tiap elemen tunggal dieveulasi menggunakan perbandingan berpasangan. Perbandingan
dibuat pada 9 titik skala, yang disebut “Fundamental scale of saaty” yang ditunjukan dalam tabel 1 dan
2. Pertimbangan numerik didirikan pada tiap tingkatan hirarki sehingga membentuk berpasangan. N
merupakan sejumlah kriteria dalam tingkatan hirarki tertentu, m merupakan sejumlah alternatif, oleh
karena itu ada n matrik dengan m kolom dalam tingkatan itu yang di tunjukan tabel 3. Semua matrik
berpasangan mempunyai 2 sifat dasar yaitu diagonal utama bernilai 1 (tiap kriteria dibandingkan dengan
dirinya sendiri) dan matrik kebalikan ((iajb = 1/(ibja); kcld = 1/(kdlc)).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Model Hirarkikal
Hirarki model dibuat berdasarkan Gambar 1 dalam Software expert choice yang di tunjukan pada
gambar 2. sebelah kiri menunjukan keriteria dana sebelah kanan menunjukan alternatif. Terdapat 5 kriteria
yang akan digunakan untuk memilih alternatif jalur kereta di Sumatera Selatan. Terdapat 4 Alternatif yang
akan dirangking, sehingga rangking alternatif secara global.
Gambar 3 Model hierarki

Perbandingan Berpasangan
Pembobotan dan perbandingan berpasangan antar kriteria dan antara kriteria dan alternatif
dilakukan menggunakan pendekatan distributive mode. Masing-masing kriteria mempunyai bobot sebagai
berikut:

1. Guna lahan eksisting 21,2 %


2. Finansial 23,6 &
3. Rencana pola ruang 21,6 %
4. Jarak 28,5 %
5. Kepadatan 5,2 %

Bobot tersebut menunjukan besaranya pengaruh kriteria dalam pemilihan alternatif alat pancang.
Hasil pembobotan alternatif secara keseluruhan di tunjukan pada gambar 3. Bobot alternatif secara
keseluruhan dapat dihitung dengan mengalikan masing-masing bobot alternatif dengan bobot kriteria,
selanjutnya hasil perkalian dijumlahkan

Gambar 4. Prioritas model dan hasil sintesis dengan distributive mode

Analisis Sensitivitas
Hasil model ditunjukkan pada Gambar 5 dengan grafik performance dan dynamic. Urutan
alternatif adalah: Alternatif 1, Alternatif 3, Alternatif 4, Alternatif 2.
Gambar 5. Grafik analisisdistributive mode: performance and dynamic analysis

Gambar 6. Analisis sensitivitas distributive mode modifikasi: dynamic analysis

Analisis sensitivitas dilakukan untuk memeriksa kehandalan model hirarki yang dibangun.Analisis
sensitivitas dilakukan dengan memberikan sedikit perubahan masukan pada grafik performance.Hasil
perubahan masukan menghasilkan urutan alternatif yang tidak berubah seperti ditunjukkan pada Gambar
5. Bobot hasil perubahan adalah:Guna lahan Eksisting 27.1%, finansial 27.4%, Rencana Pola ruang 25.1,
Jarak 14.9% dan Kepadatan 5.5%. Setelah diubahnya bobot kriteria tidak ditemukan perubahan yang
signitifikan dengan urutn atas masih pada alternatif 1. Hal ini berarti hasil analisis tegap atau kuat sehingga
hasil dapat di percaya.

4. KESIMPULAN
Rencana pengembangan angkutan batu bara yang di kembangkan oleh PT Bukit Asam ke arah
utara Provinsi Sumatera Selatan, dengan mencari jalur alternatif trase yang paling efektif, efisien dam
ekonomis. Upaya analisis dilakukan dengan menggunkana kriteria yang di dasari oleh pekerjaan
pengembangan kereta dengansudut pandang jurusan Perencanaan wilayah dan kota, di tentukan dengan 5
kriteria yaitu : pengunaan lahan eksisiting, finansial, rencana pola ruang, jarak dan kepadatan penduduk.

Hasil analisis tersebut menujukan bobot kriteria Guna lahan eksisting 21,2 %, Finansial 23,6%,
Rencana pola ruang 21,6 %, Jarak 28,5 % dam Kepadatan 5,2 % dengan tingkat inkossitensi <5% (2%).
Untuk bobot alternatif sebagai berikut Alternatif 1 35,7%, Alternatif 2 16,7%, Alternatif 3 27% dan
Alternatif 4 20,6%. Analisis sensitivitas dilakukan dengan merubah bobot kriteria menjadi : Guna lahan
Eksisting 27.1%, finansial 27.4%, Rencana Pola ruang 25.1, Jarak 14.9% dan Kepadatan 5.5%. Setelah
diubahnya bobot kriteria tidak ditemukan perubahan yang signitifikan dengan urutn atas masih pada
alternatif 1 dengan bobot 32,4%. Hal ini berarti hasil analisis tegap atau kuat sehingga hasil dapat di
percaya.

Berdasarkan analisis diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan kriteria yang
telah di tentukan maka urutan jalur alternatif adalah Alternatif 1, Alternatif 3, Alternatif 4 dan Alternatif
2. Dalam hal ini berarti jalur Alternatif 1 : Stasiun Simpang – Pelabuhan Prajin adalah rute yang memiliki
tingkat kecocokan 32,4% lebih tinggi jika di bandingkan dengan alternatif lainya.
5. DAFTAR PUSTAKA
Saaty, T. L., 2008. “Decision Making With The Analytic Hierarchy Process”. Int. J. Services
Sciences, Vol. 1, No. 1, pp. 83 – 98.

Saaty, T. L., 2000. “Fundamental of Decision Making and Priority Theory. 2nd ed.”, RWS
Publications, Pittsburgh, 478p.

Pemilihan Alat Pancang Menggunakan Expert Choice, 2012


https://jurnal.uns.ac.id/jrrs/article/view/14720 .Accesed, 12-12-2018.

Anda mungkin juga menyukai