Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK”

Dosen Pembimbing:
MOH.SAIFUDIN , S.Kep., Ns.,M.Kep.

Disusun Oleh:
Nama : Nurul Syafiqah
NIM : 19.02.03.1694

PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTASA ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2019/2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN LANSIA

A. Pengertian Lansia

Lanjut usia merupakan suatu proses terjadinya kemunduran sel-sel


karena proses penuaan yang berakibat berakibat pada kelemahan organ,
kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif. Hal ini
akan menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan, sosial, ekonomi,
psikologis (Depkes,2015).
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan
akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi
hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang
normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkunganya (Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013).
Lanjut usia merupakan periode dimana organisme telah mencapai
kematangan, fungsi dan telah menunjukkan perubahan sejalan dengan
waktu. Beberapa pendapat mengenai usia yaitu tahap akhir dari proses
penuaan menetapkan 60 tahun,65 tahun dan 70 tahun. World Health
Organitation (WHO) atau badan kesehatan dunia menetapkan 65 tahun
sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara
nyata dan seseorang disebut lansia. Lansia banyak menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang perlu penanganan segera terintgrasi (Akhmadi,
2009).

2
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1965 pasal 1,
merumuskan bahwa seseorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau
lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Akhmadi, 2009).

B. Batasan – Batasan Lansia

Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO yang dikutip oleh


Nugroho, (2008) mengelompokkan lansia menjadi 4 tahap yaitu : Usia
pertengahan atau middle age yaitu kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia
atau elderly, antara 60-74 tahun, Lanjut usia tua atau old, antara 75-90
tahun, Usia sangat tua atau very old, lebih dari 90 tahun.
Menurut Burnside yang dikutip oleh Nugroho, (2010)
mengelompokkan lansia menjadi 4 tahap yaitu : Young old atau usia 60-69
tahun, Middle age old atau usia 75-84 tahun, old-old atau usia 80-89 tahun,
very old-old atau usia 90 tahun ke atas.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yang disebut dengan
lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik
pria maupun wanita.

C. Teori Proses Menua

Menurut Nugroho, (2010) dalam buku Keperawatan Gerontik dan


Geriatrik dijelaskan bahwa terdapat teori-teori yang mendefinisikan proses
menua yaitu :
1) Teori Genetik Clok
Setiap species didalam inti selnya atau nucleus memiliki jam
genetik atau jam biologis sendiri dan setiap sepecies mempunyai batas
usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut repliksi tertentu

3
sehingga bila jenis ini berhenti berputar maka akan meninggal dunia
meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit.
2) Teori Mutasi Simpatik atau Error Catastrophe Teori
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatic
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi DNA atau RNA yang menyebabkan terjadinya penuaan
kemampuan fungasional sel. Salah satu hipotesa yang berhubungan
dengan mutasi sel somatik adalah :Hipotesa Error Catastrophe, yaitu
terjadinya kesalahan dalam proses transaksi atau DNA-RNA mampu
dalam proses translasi RNA-protein atau enzim.
3) Teori Kesalahan Genetik
Menurut Orgell dikutip dari Oswari (1997). Proses menjadi tua
disebabkan oleh tumpukan kesalahan selgenetik DNA. Teori tersebut
berdasarkan bahwa gen atau zat pembawa sifat keturunan dari sel
terdapat kromosom memperbanyak diri sebelum terjadi pembelahan sel
yaitu sebelum terjadi pembelahan sel dan sebelum terjadi generasi baru.

(1) Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein paksa translasi dapat

menyebabkan berkurangnya kemampuan system immune tubuh

mengenali diri sendiri atau self recognetion.Jika mutasi somatik

menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel

dapat menyebabkan sistem immune tubuh menganggap sel yang

mengalami perubahan tersebut se lasing dan

dihancurkannya.Perubahan ini menjadi dasar terjadinya peristiwa

autoimmune.

(2) Kerusakan Akibat Radikal Bebas

4
Radikal bebas dapat termasuk di alam bebas dan dalam tubuh.Jika

fagosit pecah serta sebagai produk sampingan di dalam rantai

permasalahan di dalam mitokondria untuk organisme aerobik.RB

terutama terbentuk pada waktu respirasi tersebut.

4) Teori Menua Akibat Moetabolisme

Perpanjangan umur berasosiasi dengan tertundanya proses

degenerasi karena penurunan jumlah kalori atau beberapa proses

metabolisme. Terjadinya penurunan pengeluaran hormon yang

merangsang proliferasi sel misalnya insulin hormon pertumbuhan.

D. Tahapan Proses Penuaan

Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut

(Pangkahila, 2007):

1) Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun) Pada tahap ini, sebagian besar

hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron,

growth hormon dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat

merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini

biasanya tidak tampak dari luar, karena itu pada usia ini dianggap usia

muda dan normal.

2) Tahap Transisi (usia 35-45 tahun) Pada tahap ini kadar hormon

menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram

tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan

tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi

genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang

5
sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes. 3.

Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas) Pada tahap ini penurunan kadar

hormone terus berlanjut yang meliputi DHEA, melatonin, growth

hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid. Terjadi

penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan,

vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ

tubuh mulai mengalami kegagalan.

E. Perubahan Fisik dan Psikososial pada Lansia

1) Perubahan Fisik pada Lansia Menurut Maryam (2008)

Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah :

1. Sel Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan

jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah

cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler,

menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati,

penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme

perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-

10%.

2. Sistem Persyarafan Perubahan persyarafan meliputi : berat otak

yang menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf otaknya

dalam setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarafan,

lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan

stress, mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya penglihatan,

hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf 6 penciuman dan

6
perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan ketahanan

terhadap sentuhan, serta kurang sensitif terhadap sentuan.

3. Sistem Pendengaran Perubahan pada sistem pendengaran

meliputi: terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran)

yaitu gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama

terhadap bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak

jelas, sulit mengerti kata-kta,50% terjadi pada umur diatas 65

tahun. Terjadinya otosklerosis akibat atropi membran timpani.

Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena

meningkatnya keratinin. Terjadinya perubahan penurunan

pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau

stress.

4. Sistem Penglihatan Perubahan pada sistem penglihatan meliputi:

timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea

lebih berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang

menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar,

daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat

pada cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya

lapang pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan

warna biru atau hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang

terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya

berkurang dan juga terhadap akomodasi, lensa menguning dan

berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak,

7
sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan

membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat,

hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang

suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat

dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.

Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan

membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan

jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional

para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.

5. Sistem Kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler

meliputi: terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup

jantung menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan

jantung untuk memompa darah yang menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah,

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,

perubahan posisi yang dapat mengakibatkan tekanan darah

menurun (dari tidur ke duduk dan dari duduk ke berdiri) yang

mengakibatkan resistensi pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh Perubahan pada sistem

pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada pengaturan sistem

tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai thermostat, yaitu

menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai

faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui

8
antara lain temperatur suhu tubuh menurun (hipotermia) secara

fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan mengakibatkan

metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks mengigil dan

tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi

rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem Respirasi Perubahan sistem respirasi meliputi: otot

pernapasan mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia

menurun, paru kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas

bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon dioksida pada arteri

tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang,

sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering

terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada dan

kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.

8. Sistem Pencernaan Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi:

kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa

terjadi setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya

sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit,

esofagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun,

motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik 8

lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah,

hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran

darah berkurang.

9
9. Sistem Perkemihan Perubahan pada sistem perkemihan antara

lain ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa

metabolisme tubuh melalui urine, darah masuk keginjal disaring

oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron

(tempatnya di glomerulus), kemudian mengecil dan nefron

menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%

sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya, kemampuan

mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine menurun. Otot-

otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya

menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni

meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang

menyebabkan retensi urine.

10. Sistem Endokrin Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin

meliputi: produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR

(basal metabolic rate), dan daya pertukaran zat menurun. Produksi

aldosteron menurun, Sekresi hormon kelamin, misalnya

progesterone, estrogen, dan testoteron menurun.

11. Sistem Integumen Perubahan pada sistem integumen, meliputi:

kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi. Timbul

bercak pigmentasi, kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna

kelabu, berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan

10
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, jumlah dan

fungsi kelenjar keringat berkurang.

12. Sistem Muskuloskeletal Perubahan pada sistem muskuloskeletal

meliputi: tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh,

kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan

gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi

serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi

lamban, otot kram, dan menjadi tremor, aliran darah ke 9 otot

berkurang sejalan dengan proses menua. Semua perubahan

tersebut dapat mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah

kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat

menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah,

perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia susah atau

terlambatmengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,

tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh.

2) Perubahan Psikososial pada Lansia

Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan terdapat

perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara lain:

1. Kesepian

Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya

bahwa lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang

dialami dapat berupa kesepian emosional, situasional, kesepian

sosial atau gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian

11
tersebut beberapa hal yang dapat memengaruhi perasaan kesepian

pada lansia diantaranya:

a) Merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima seperti

dari suami atau istri, dan atau anaknya

b) Kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi

dalam suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh

sekumpulan teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar.

Hal itu disebabkan karena tidak mengikuti pertemuan-

pertemuan yang dilakukan di kompleks hidupnya

c) Mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan

hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena

anaknya tidak tinggal satu rumah.

2. Kecemasan

Menghadapi Kematian Ermawati dan Sudarji (2013)

menyimpulkan dalam hasil penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe

lansia memandang kematian. Tipe pertama lansia yang cemas

ringan hingga sedang dalam menghadapi kematian ternyata

memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi. Sementara tipe

yang kedua adalah lansia yang cemas berat menghadapi kematian

dikarenakan takut akan kematian itu sendiri, takut mati karena

banyak tujuan hidup yang belum tercapai, juga merasa cemas

karena sendirian dan tidak akan ada yang menolong saat sekarat

nantinya.

12
3. Depresi

Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut

Jayanti, Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor

yang menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah:

a) Jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi

terjadi depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut

dikarenakan adanya perbedaan hormonal, perbedaan stressor

psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model perilaku

tentang keputusasaan yang dipelajari

b) Status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak

pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal

tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak

kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam

hal ini dari orang terdekat yaitu pasangan) yang

menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan

kesendirian dan c) rendahnya dukungan sosial.

F. Tipe Lansia

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,


lingkungan, kondisi fisik, mental, psikis, dan ekonominya (Nugroho, 2009).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Tipe Arif Bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

13
2) Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3) Tipe Tidak Puas


Konflik lahir batin menetang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.

4) Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe Binggung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.

G. Kebutuhan Hidup Usia Lanjut

Menurut Tamber dan Noorkarsiani (2009), seseorang memiliki


kebutuhan hidup. Orang usia lanjut juga memiliki kebutuhan hidup yang
sama agar dapat hidup sejahtera. Kehidupan hidup lansia antara lain
kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara
rutin, perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman,
kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang
dalam segala usia sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat
diajak berkomunikasi, membagi pengalaman, memberikan pengarahan
untuk kehidupan yang baik. Kebutuhan tersebut diperoleh oleh lansia agar
dapat mandiri. Kebutuhan manusia antara lain:

1) Kebutuhan Fisik (Physiological Needs)


Kebutuhan fisik atau biologis diantaranya seperti kebutuhan pangan,
sandang, papan, dan seks.
2) Kebutuhan Ketentraman (Safety Needs)

14
Kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun
batiniah seperti kebutuhan akan jaminan dihari tua, kebebasan, dan
kemandirian.
3) Kebutuhan Social (Social Needs)
Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain
melalui penyuluhan, organisasi profesi, kesenian, olahraga, dan kesamaan
hobi.
4) Kebutuhan Harga Diri (Estem Needs)
Kebutuhan akan harga diri untuk diakui keberadaanya.
5) Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)
Kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik rohani maupun data
daya fikir berdasarkan pengalaman masing-masing bersemangat untuk
hidup, dan berperan dalam kehidupan.

H. Tugas Perkembangan Lansia

Menurut Ericksson dalam Dewi (2014), kesiapan lansia untuk


beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap perkembangan usia lanjut
dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.

Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan


kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang
sesuai dengan orang-orang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan
sebelumnya seperti berolahraga, mengembangkan hobi, bercocok tanam dll.

Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:

1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun


2) Mempersiapkan diri untuk pension
3) Membentuk hubungan yang baik dengan orang yang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara

15
santai
6) Mempersiapkan diri untuk kematianya dan kematian pasangan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Jenis Kelamin: Laki-laki yang mengalami penurunan pendapatan

cenderung berisiko depresi lebih tinggi dibandingkan perempuan

karena laki-laki merupakan kepala keluarga yang mempunyai peran

besar dalam keluarga (Lee dan Smith, 2009)

b. Tingkat Pendidikan: Tingkat pendidikan lansia dapat mempengaruhi

pendapatan uang pensiunan dan mekanisme koping yang dilakukan

(Hayati, 2014).

c. Anggota Keluarga: Kaji berapa jumlah anggota keluarga inti dan

berapa orang yang sekiranya masih dalam masa pembiayaan klien.

d. Pekerjaan Terdahulu dan Penghasilan Pekerjaan lansia sebelum

pensiun/berhenti bekerja perlu dikaji. Tidak semua pekerjaan apalahi

yang bukan pegawai akan dapat uang pensiun. Selain itu jumlah uang

pensiunan juga dapat memengaruhi tingkat stress dan depresi lansia

(semakin rendah jumlah uang pensiun yang diterima maka semakin

tinggi tingkat stress dan depresi) (Kurniasih, 2013).

2. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama: kaji apa yang dikeluhkan lansia saat ini terkait
dengan kondisi fisiknya.

16
2) Riwayat penyakit sekarang: kaji tentang keluhan/ sakit yang
dirasakan lansia dengan cara menanyakan apakah ada penyakit
seperti hipertensi, asam urat, Dm dan sebagainya.
3) Riwayat penyakit dahulu: kaji apakah dulu pernah mengalami suatu
penyakit (seperti alergi) penyakit metabolism atau penyakit
menular.
4) Riwayat penyakit keluarga: kaji adakah keluarga, anak atau cucu,
lansia juga sakit/ punya suatu penyakit.
3. Pengkajian Status Fungsional
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara
mandiri.Indeks Katz adalah alat yang secara luas digunakan untuk
menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan penyakit
kronis. Format ini menggambarkan tingkat fungsional klien dan
mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi.
Indeks ini merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi,
berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan makan.
Tingkat Kemandirian Lansia :
a. kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
mandi, berpakaian dan mandi
b. kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu
dari fungsi tambahan
c. kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan
d. kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
e. kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
f. kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil.
g. Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut.

17
4. Pengkajian status kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul
akibat kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif.
Akan tetapi perubahan struktur dan fisiologi yang terjadi pada otak
selama penuaan tidak mempengaruhi kemampuan adaptif & fungsi
secara nyata.
Pengkajian status kognitif :
a. SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori dalam
hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh dan
kemam[uan matematis.
b. MMSE (mini mental state exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi,
registrasi,perhatian dank kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.
Nilai kemungkinan paliong tinggi adalaha 30, dengan nialu 21 atau
kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan leboh lanjut.
c. Inventaris Depresi Bec
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang
behubungan dengan depresi.

5. Pengkajian status fisiologis (Head to toe)


Pemeriksaan secara komprehensif (head to toe/per sistem) wajib

dilakukan meski tidak ada keluhan berarti yang dirasakan lansia guna

mengantisipasi penyakit degeneratif diantaranya

a. Kepala: kaji kesimetrisan, kebersihan kulit kepala, uban, kondisi


rambut, (penipisan rambut)
b. Leher: kaji bentuk, pembesaran, kelenjar tiroid atau tidak nyeri
tekan/ tidak

18
c. Mata: kaji bentuk, kesimetrisan, adanya penurunan ketajaman
penglihatan, kesimetrisan terhadap cahaya.
d. Hidung: kaji bentuk adanya sumbatan/ tidak, sesuai penciuman
menurun.
e. Telinga: kaji kesimetrisan, kebersihan telinga, keadaan membrane
timpani, adanya penurunan fungsi pendengaran.
f. Thorax: inspeksi bentuk dada apakah ada alat bantu nafas,
krepitasi, detormity, perkusi paru, suara jantung, bentuk payudara.
g. Abdomen: kaji bentuk bising usus, bentuk abdomen,
h. Genetalia: kaji apakah adanya penurunan fungsi perkemihan
i. Muskoloskeletal: penurunan masa keluhan otot, pemendekan fosa,
penyempitan rongga interver, penurunan mobilitas sendi dan
rentang gerak.
j. Neurologi: penurunan laju refleks, penurunan kemampuan
berespon terhadap insomnia, periode tidur meningkat.
6. Pengkajian status psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial dan terjadi pada
proses penuaan.

B. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan sistem
pendukung/strategi koping (d.0096)
2. Penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan faktor ekonomi
(d.0125)
3. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kesulitan ekonomi ( d.0115).

19
C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosis SLKI SIKI


Dx Keperawatan
1. Koping Tidak Efektif Setelah dilakukan  Promosi Koping
tindakan keperawan  Observasi
berhubungan dengan
status koping membaik - Identifikasi
ketidakadekuatan dengan Kriteria Hasil kemampuan yang
 Status Koping dimiliki
sistem
- Kemampuan - Identifikasi sumber
pendukung/strategi memenuhi peran daya yang tersedia
sesuai usia untuk memenuhi
koping
meningkat tujuan
- Perilaku koping - Identifikasi dampak
adaptif meningkat situasi terhadap peran
- Verbalisasi dan hubungan
kemampuan  Terapeutik
mengatasi masalah - Diskusikan perubahan
meningkat peran yang dihadapi
- Verbalisasi - Gunakan pendekatan
pengakuan masalah yang tenang dan
meningkat meyakinkan
- Verbalisasi - Dukung penggunaan
kelemahan diri mekanisme
meningkat pertahanan yang tepat
 Edukasi
- Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki kepentingan
dan tujuan sama
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Ajarkan cara
memecahkan masalah
secara kontruktif
2. Penampilan Peran Setelah dilakukan  Dukungan
tindakan keperawan Penampilan Peran
Tidak Efektif
diharapkan penampilan  Observasi
berhubungan dengan peran membaik dengan - Identifikasi
Kriteria Hasil penampilan peran
faktor ekonomi
 Penampilan Peran yang tidak terpenuhi

20
- Verbalisasi  Terapeutik
herapan terpenuhi - Fasilitasi adaptasi
meningka peran keluarga
- Verbalisasi terhadap perubahan
kepuasn peran peran yang tidak
meningkat diinginkan
- Verbalisasi - Fasilitasi bermain
harapan terpenuhi peran dalam
meningkat mengantisipasi
- Verbalisasi reaksi orang lain
kepuasan peran terhadap perilaku
meningkat - Fasilitasi diskusi
- Adaptasi peran harapan dengan
meningkat keluarga dalam
peran timbal balik
 Edukasi
- Diskusikan perilaku
yang dibutuhkan
untuk
pengembangan
peran
- Diskusikan
perubahan peran
yang diperlukan
akibatpenyakit atau
ketidakmampuan
- Diskusikan strategi
positif untuk
meneglola
perubahan peran
3. Manajemen Setelah dilakukan  Dukungan koping
tindakan keperawan keluarga
Kesehatan Keluarga
diharapkan manajemen  Observasi
Tidak Efektif kesehatan keluarga  Identifikasi
membaik dengan respons emosional
berhubungan dengan
Kriteria Hasil terhadap kondisi
kesulitan ekonomi  Manajemen saat ini
kesehatan keluarga  Identifikasi
- Kemampuan kesesuaian antara
harapan pasien,
menjelaskan
keluarga dan
masalah kesehatan tenaga kesehatan
 Terapeutik
yang dialami
 Fasilitasi
meningkat penggungkapan
perasaan atara
- Aktivitas keluarga

21
mengatasi masalah pasien dan
anggota keluarga
kesehatan tepat
 Fasilitasi
meningkat memperoleh
pengetahuan,
- Verbalisasi
keterampilan, dan
kesulitan peralatan yang
diperlukan untuk
menjalankan
mempertahankan
perawatan yang keputusan
perawatan pasien
ditetapkan
 Edukasi
menurun  Informasikan
fasilitas perawatan
kesehatan yang
tersedia

22
DAFTAR PUSTAKA

Jayanti, Sedyowinarso & Madyaningrum, 2008. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Tingkat Depresi Lansia di Panti Werdha Wiloso Wredho

Purworejo. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(2), pp. 133-138.

Maryam, R. S., 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba

Medika.

Patricia Gonce Morton et.al. (2011). Keperawatan Kritis: pendekatan asuhan


holistic ed.8; alih bahasa, Nike Esty wahyuningsih. Jakarta: EGC

Psychologymania. (2012). Pengertian-lansia-lanjut-usia. Diakses pada hari Senin,


01 April, 2013. http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-
lansia-lanjut-usia.html

Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan
Gerontik. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA,


intervensi NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty
Wahyuningsih; editor edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta: EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai