KURIKULUM 2013
Catatan
NO Aspek yang Komponen KTSP / Indikator Untuk
Ditelaah Perbaikan
1. Cover/ 1. Judul Kurikulum
Halaman Judul 2. Tahun Berlaku (Tahun Pelajaran)
3. Logo Sekolah atau daerah (Khusus
Sekolah Negeri Logo Pemda DKI Jakarta)
4. Alamat Sekolah diisi dengan lengkap dan
jelas
B. Peraturan
Pengaturan beban belajar
Akademik
Terdapat Pengaturan Beban belajar yang
dinyatakan dalam jam pembelajaran per
minggu, yaitu beban belajar untuk Kelas X, XI
dan XII adalah 48 jam pembelajaran /minggu
Terdapat penetapan durasi waktu setiap
satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
Terdapat penetapan beban belajar Kelas
X, XI, dan XII dalam satu semester paling
sedikit 18 minggu dan paling banyak 20
minggu.
Terdapat penetapan Beban belajar kelas
XII pada semester ganjil paling sedikit 18
minggu dan banyak 20 minggu.
Terdapat penetapan Beban belajar kelas
XII pada semester genap paling sedikit 14
minggu dan paling banyak 16 minggu.
Terdapat penetapan Beban belajar dalam
satu tahun pelajaran paling sedikit 36 minggu
dan paling banyak 40 minggu.
Beban belajar penugasan terstruktur (PT) dan
kegiatan mandiri (KMTT), maksimal 60%
dari waktu kegiatan tatap muka mata
pelajaran yang bersangkutan.
Terdapat pernyataanbahwa satuan Pendi
dikan boleh menambah jam belajar per
minggu berdasarkan pertimbangan kebutuhan
belajar peserta didik dan/atau kebutuhan
akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang
dianggap penting.
Mekanisme/prosedur PKL Mengacu pada per
mendikbud nomor 60 tahun 2014
Terdapat ketentuan tentang praktik kerja
industri
Terdapat penetapan durasi waktu praktik kerja
industri, yaitu minimal setara dengan 500 jam
(125 jam tugas terstruktur)
Uraian tentang strategis dan upaya
peningkatan pelaksanaan praktek kerja industri.
Sistem penilaian : Mengacu pada Pedoman
Penilaian PSMK Tahun 2017
Terdapat deskripsi Penilaian Harian (UH) dan
tata cara pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian Tengah Semester
(UTS) dan tatacara pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian Tingkat Kompetensi
(UTK) dan tata cara pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian Mutu Tingkat
Kompetensi (UMTK) dan tata cara
pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian Sekolah
Berstandar Nasional (USBN) dan tata cara
pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian sekolah (US)
dan tata cara pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian Nasional (UN) dan
tata cara pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian Unit Kompetensi
(UUK) bagi sekolah yang memiliki LSP dan
tata cara pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Ujian Kompetensi
Keahlia (UKK) dan tata cara
pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Pelaporan Hasil
Belajar dan tatacara pelaksanaannya
Terdapat deskripsi Kriteria Ketuntasan Minimal
dan uraiannya
Terdapat Kriteria Kenaikan kelas
Terdapat Kriteria Kelulusan, yaitu :
Kriteria kelulusan sesuai dengan
Permendikbud dan POS yang berlaku.
Terdapat target kelulusan yang akan dicapai
oleh sekolah
Terdapat Uraian tentang program sekolah
dalam meningkatkan kualitas lulusan
Terdapat Uraian tentang program pasca ujian
nasional sebagai antisipasi bagi siswa yang
belum lulus ujian akhir
Catatan :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
.
Mengetahui Jakarta , ………….. 2019
Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah .. Verifikator/ Pengawas
Jakarta ……..
…………………………. …………………………….
NIP. NIP.
Blog Wahyu
Menu
● HOME
● PENDIDIKAN
● INTERNET MARKETING
● GADGET
● KESEHATAN
● PERAWATAN HEWAN
Cari artikel... ?
Sosiolologi mempunyai empat perenan yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum.
Empat peranan sosiologi tersebut adalah berperan dalam proses penyesuaian nilai-nilai dalam
masyarakat, berperan dalam penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat, berperan dalam
penyediaan proses sosial, dan berperan dalam memahami keunikan individu, masyarakat dan
daerah.
Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus memahami tiga sumber kurikulum yaitu siswa
(student), masyarakat (society), dan konten (content). Sumber siswa lebih menekankan pada
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan siswa pada tingkat pendidikan tertentu yang sesuai dengan
perkembangan jiwa atau usianya. Sumber masyarakat lebih melihat kepada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, sedangkan sumber konten adalah
berhubungan dengan konten kurikulum yang akan dikembangkan pada tingkat pendidikan yang
sesuai. Dengan kata lain landasan sosiologi digunakan dalam pengembangan kurikulum dalam
merumuskan tujuan pembelajaran dengan memperhatikan sumber masyarakat (society source)
agar kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar
individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita tidak
hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan itulah kita memiliki
tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sebagai bakti kepada masyarakat
yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Tiap masyarakat memiliki norma dan adat kebiasaan yang harus dipatuhi. Norma dan adat
kebiasaan tersebut memiliki corak nilai yang berbeda-beda, selain itu masing-masing dari kita
juga memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Hal inilah yang menjadi pertimbangan
dalam pengembangan sebuah kurikulum, termasuk perubahan tatanan masyarakat akibat
perkembangan IPTEK. Sehingga masyarakat dijadikan salah satu asas dalam pengembangan
kurikulum.
Ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam
masyrakat, antara lain ;
Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu lembaga
pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terampil yang dapat dijadikan
sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
Fungsi sistem dan lembaga pendidikan dari segi sosiologis bagi kepentingan masyarakat
Dari segi sosiologis sistem dan lembaga pendidikan di dalamnya dapat dipandang sebagai badan
yang mempunyai berbagai fungsi bagi kepentingan masyarakat, antara lain:
· Mengadakan perbaikan, bahkan perombakan sosial
· Mempertahankan kebebasan akademis dan kebebasan mengadkan penelitian ilmiah
· Mendukung dan turut memberi sumbangan kepada pembangunan nasional
· Menyampaikan kebudayaan dan nilai-nilai tradisional
· Mengeksploitasi orang banyak demi kesejahteraan dolongan elite
· Mewujudkan revolusi sosial untuk melenyakan pengaruh pemerintahan terdahulu
· Mendukung golongan tertentu seperti golongan militer, industri atau politik
· Mengarahkan dan mendisiplinkan jalan pikiran generasi muda
· Mendorong dan mempercepat laju kemajuan IPTEK
· Mendidik generasi mudamenjadi arga negara nasional dan warga dunia
· Mengajar keterampilan pokok seperti membaca, menulis, dan berhitung
· Memberi keterampilan dasar berkaitan dengan mata pencaharian.
Kearifan lokal
Setiap bangsa memiliki kearifan lokal sesuai kondisi alam dan sosial budayanya. Kearifan lokal
ini bersifat unik karena menjadi ciri khas dari bangsa tersebut. Bangsa Jepang dikenal sebagai
bangsa yang memiliki semangat juang yang tinggi (Bushido) karena ditempa oleh alam yang
rawan gempa dan minim kekayaan alam, demikian pula yang terjadi pada bangsa Korea.
Indonesia sebagai bangsa yang besar, beragam suku, bahasa, budaya dan hidup di alam yang
subur dan kaya memiliki berbagai keunikan pada setiap daerahnya. Keunikan inilah yang
semestinya dijadikan sebagai pendekatan dalam pendidikan. Mendidik siswa dengan potensi
kearifan lokal disebut In Situ Development.
Kesimpulan
Dalam membuat suatu kurikulum diperlukan kajian yang mendalam tentang budaya & kebiasaan
masyarakat setempat. Kurikulum tidak boleh melanggar adat istiadat & tata karma masyarakat
setempat. Apabila kurikulum melanggar adat istiadat dikhawatirkan menyebabkan masalah-
masalah social baru seperti cultural lag bahkan konflik horizontal.
Untuk mengetahui adat istiadat masyarakat setempat diperlukan penelitian berupa observasi atau
wawancara langsung terhadap masyarakat setempat. Observasi dipilih sebagai metode penelitian
yang tepat dikarenakan hukum adat bersifat abstrakdan tidak tertulis (konvensi). Biasanya hukum
ini terlahir setelah adanya kesepakatan nonformal masyarakat setempat.
ABI SYADDAD
LANDASAN PSIKOLOGIS
PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. LATAR BELAKANG
Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya
landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya, landasan
fisiologis, landasan psikologis, landasan sosial dan budaya, maupun landasan filosofis pengembangan
kurikulum. Dari sekian landasan tadi, saya mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan
psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai hubungan
dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program
pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah
yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu
memperhatikan asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.
B. PEMBATASAN MASALAH
Dalam pemaparan makalah ini, beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan makalah
ini, antara lain;
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
hubungan dengan lingkungan[1], pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu
ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada
perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa[2].
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik, intelektual,
social emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah
membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas
perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat
diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian
dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian
dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan
kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam
psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-
aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari
pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum[3].
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat
dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum yang
senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan
psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang
dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik
harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna
mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran
yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang
diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan
kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta
didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama
berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta
didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya,
seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini
menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam
psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu
pada tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan
kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping
persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
1. Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
2. Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari
peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
3. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar
yang bersifat akademik,
4. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang
menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran
(actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan
tingkah laku anak didik,
2. Bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian
anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,
4. Media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus – menerus.
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan
sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang
supaya diketahui/diturut[4]. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman dapat
dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara insting/terjadi karena secara
kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3
kelas, antara lain[5] ;
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–
masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan
pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut
dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan
pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang telah
terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui
latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya-
daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme/asosiasi,
teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya
pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi
oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa
perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut
hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-reaksi. Menurut
teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya
untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini
yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of
exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan
respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum
latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih
atau diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon
akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan
dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik
dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang
hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus
sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing
bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik
lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu
kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas
menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode
ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya
diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk
mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang
diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus
dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh
pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang memiliki
keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya
diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran
peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja
kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan
karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum
tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran
yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya.
Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
D. KESIMPULAN
Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan. Banyak
hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara termasuk Indonesia.
Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu landasan psikologi
dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses pelaksanaan
kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan. Psikologi yang dimaksud di sini,
terdapat dua aspek psikologi antara lain; psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan
kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu
memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik
Landasan Teoritis
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar”
(standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based
curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai
kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum
berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi
peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan,
berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum)
dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas,
dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum)
sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman
belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil
belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.