NIM : 132011123031
Kelas : AJ 1
A. Immobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktivitas),
misalnya pengalaman trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ektermitas, dan sebagainya. Imobilitas dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya ganguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralisi sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
B. Instabilitas
Keseimbangan merupakan kemampuan relatif untuk mengontrol pusat gravitasi
(center of gravity) atau pusat massa tubuh (center of mass) terhadap bidang tumpu (base
of support). Agar dapat menjaga keseimbangan, pusat gravitasi tersebut harus berpindah
untuk mengompensasi gangguan yang dapat menyebabkan orang kehilangan
keseimbangannya (Barnedh, 2006). Fisiologi dari ketidakseimbangan yang dialami lansi
adalah karena integritas antara tiga sistem sensorik (visual, vestibular, dan proprioseptif),
sistem saraf pusat sebagai unit pemroses (central processing), serta sistem
neuromuskuloskeletal sebagai efektor melalui respon motorik untuk merespon perubahan
gravitasi, pergerakan linear atau angular, dan perubahan lingkungan. Batang otak juga
memiliki sistem dalam mengatur gerakan seluruh tubuh dan keseimbangan. Sistem
keseimbangan postural melibatkan nuklei retikular pontin dan nuklei retikular medular.
Kedua rangkaian ini berfungsi secara antagonistik satu sama lain dimana nuklei retikular
pontin akan merangsang otot-otot antigravitasi dan nuklei retikular medular berfungsi
untuk merelaksasi otot yang sama (Guyton, 2008).
Komponen-Komponen Pengontrol Keseimbangan
1. Sistem Informasi Sensoris
a. Sistem Visual
Kejadian diatas dapat menimbulkan resiko jatuh pada lansia yang merupakan
suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di permukaan
tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan
kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik
yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh (Stanley, 2006). Menurut Callor.A.Miller (2012) terdapat beberapa
faktor resiko jatuh anta lain:
a. Berpartisipasi dalam program latihan yang diawasi dan berdampak rendah yang
berfokus pada peningkatan kekuatan muskuloskeletal, keseimbangan, dan daya
tahan
b. Menghindari aktivitas berdampak tinggi
c. Mengenakan sepatu yang baik dan rendah
d. Menyeimbangkan aktivitas dengan istirahat
e. Menurunkan berat badan jika sesuai
f. Mendapatkan asupan vitamin C dan D yang memadai
g. Menggunakan walker dan perangkat bantu lainnya sebagaimana mestinya untuk
meringankan sendi pembawa berat badan, meningkatkan keseimbangan, atau
mencapai fungsi independen
h. Menggunakan panas lembab dan analgesik untuk rasa sakit (Rencana perawatan
untuk mengelola osteoartritis paling efektif)