Anda di halaman 1dari 3

Penerapan Sistem Agroforestri dalam Pengalihfungsian Lahan Kawasan Hutan menjadi

Kawasan Pertanian di Kawasan Bandung Selatan Kabupaten Bandung

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (UU No.41 th.1999
tentang Kehutanan). Hutan merupakan suatu ekosistem yang kompleks, selain berfungsi sebagai
habitat tempat tumbuhnya keanekaragaman hayati, hutan juga memiliki fungsi klimatologis,
hidrologis dan ekonomis. Keberadaan hutan juga berfungsi sebagai produsen oksigen dan penyerap
karbon.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang berupa hutan, yang ditunjuk dan atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hal ini untuk menjamin
kepastian hukum mengenai status kawasan hutan, letak batas dan luas suatu wilayah tertentu yang
sudah ditunjuk menjadi kawasan hutan tetap. Fungsi kawasan hutan di Jawa Barat pada tahun 2015
terbagi atas hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas dan hutan produski tetap.
Kabupaten Bandung memiliki potensi kehutanan yang cukup besar. Menurut Data SLHD
Kabupaten Bandung, luas hutan di wilayah Kabupaten Bandung adalah 59.620,61 Ha. Kawasan
Hutan di Kabupaten Bandung menurut fungsi/status dibagi menjadi kawasan hutan konservasi, hutan
produksi dan hutan produksi terbatas. Kawasan konservasi dibagi menjadi cagar alam, taman wisata,
taman buru, taman hutan raya. Luas kawasan hutan paling besar di Kabupaten Bandung adalah
Kawasan Hutan Lindung, yaitu mencapai 52.236 Ha. Pengelolaan hutan lindung di Kabupaten
Bandung selama ini dilakukan oleh Perhutani KPH Bandung Selatan dan Bandung Utara. Luas hutan
lindung yang dikelola oleh perhutani tahun 2015 adalah 52.236 Ha.
Kawasan Bandung Selatan merupakan salah satu kawasan potensial yang mempunyai arti
penting bagi keutuhan ekosistem di Kabupaten Bandung dalam mendukung kehidupan, pelestarian
fungsi lingkungan hidup, dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Kawasan Bandung Selatan
(KBS) salah satu kawasan konservasi air di Kabupaten Bandung diharapkan dapat mendukung
peningkatan kualitas lingkungan di Kawasan Cekungan Kabupaten Bandung. Kegiatan kawasan
terbangun di daerah Bandung Selatan berhubungan dengan keseimbangan sistem alami, khususnya di
area konservasi air tanah di wilayah tersebut. Kecenderungan pembangunan yang tidak seimbang di
wilayah tersebut telah menimbulkan kekhawatiran; pertama, menyusutnya area tangkapan air dan
turunnya muka air tanah, sehingga mengakibatkan gangguan pasokan air tanah; kedua, perubahan
penggunaan lahan dan penurunan produktivitas tanah yang berakibat meningkatnya limpasan air
permukaan (banjir di wilayah tengah). Dalam perkembangannya, pertumbuhan dan perkembangan
penggunaan lahan di Kawasan Bandung Selatan (KBS) belum terkendali dan potensial kedepannya
bisa menimbulkan gangguan fungsi lindung di kawasan itu sendiri maupun kawasan di bawahnya.
Perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian saat ini
terus meningkat sehingga menimbulkan banyak masalah seperti erosi, penurunan kesuburan tanah,
banjir, kekeringan serta perubahan lingkungan global. Perubahan luas kawasan hutan menjadi lahan
usaha lain terus meningkat seiring berjalannya waktu. Permasalahan ini timbul oleh upaya pemenuhan
kebutuhan terutama pangan baik secara global yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
Berdasarkan data SLHD Kabupaten Bandung tahun 2014, di hutan KPH Bandung Selatan,

laju erosi lahan hutan sudah mencapai nilai 11 Ton/Ha/Tahun. Bisa diperkirakan, di luar kawasan

hutan kemungkinan akan memiliki laju erosi lahan yang lebih besar mengingat lahan bervegetasi yang

dapat mencengkeram air hujan lebih sedikit daripada di hutan. Penebangan dan perambahan hutan,

serta konversi lahan pertanian sawah menjadi tanaman hortikultura tanpa teknik konservasi yang baik,

menjadi penyebab lahan kritis yang memicu erosi. Salah satu tanaman yang memicu terjadinya erosi

yaitu tanaman semusim. Banyak faktor yang membuat tanaman semusim tergolong sebagai tanaman

yang dapat meningkatkan erosi tanah, yakni cara pengolahan yang dilakukan petani dan dari faktor

tanaman semusim itu sendiri. Tanaman semusim memiliki akar yang dangkal sehingga kurang

berperan dalam pencegah erosi. Setelah panen tanah yang tidak ditanami apa apa tersebut menjadi

terbuka sehingga air hujan langsung menyentuh tanah dan menyebabkan terjadinya pelepasan partikel

degan agregat tanah. Hal tersebut menyebab terjadinya erosi percik yaitu erosi disebabkan oleh energi

kinetik air hujan yang mengenai langsung pada permukaan air tanah.

Pengolahan tanah umumnya dilakukan dengan cara guludan menyusur (searah) kontur dan

sebagian memotong kontur (guludan lurus). Tetapi kebanyakan petani lebih suka menggunakan

guludan lurus karena lebih mudah pengolahan tanahnya. Dari segi konservasi tanah penanaman

dengan menggunakan guludan lurus justru membuat tanah menjadi tererosi dan kurang subur. Ini

disebabkan oleh pengolahan tanah yang dinilai tidak tepat. Petani kentang biasanya membuat saluran

air dari atas kemudian dialirkan ke bawah. Akibatnya bagian bawah sering banjir yang membawa

endapan lumpur. Dengan adanya erosi yang tinggi ini menyebabkan menurunnya tingkat kesuburan

dan hilangnya lapisan tanah subur (humus).

Sistem pengelolaan lahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah

dengan menerapkan sistem Agroforestri. Agroforestri merupakan pengkombinasian tanaman berkayu

atau kehutanan baik berupa pohon, perdu, palem-paleman, bambu dan tanaman berkayu lainnya

dengan tanaman pertanian dan peternakan, baik secara tata waktu atupun secara tata ruang.
Agroforestri mempunyai fungsi sosial, ekologi dan ekonomi. Dalam mendukung pengembangan

Agroforestri perlu adanya kelompok kebijakan yang terdiri dari kebijakan di bidang pembangunan

ekonomi yang berbasis pada sumber daya pertanian dan kehutanan, pengembangan kebijakan untuk

pengembangan institusi itu sendiri dan pengembangan kebijakan untuk konservasi dan pelestarian

hutan, rehabilitasi dan konservasi tanah-tanah pertanian.

Sistem agroforestri dapat dikatakan menguntungkan apabila dapat menghasilkan tingkat

output yang lebih banyak dengan menggunakan jumlah input yang sama, atau membutuhkan jumlah

input yang lebih rendah untuk menghasilkan tingkat output yang sama. Produksi dari suatu sistem

agroforestri membutuhkan jangka waktu lama untuk dapat menghasilkan produk dari spesies tanaman

tahunan. Selain itu manfaat keberadaan sistem agroforestri terhadap lingkungan tidak bisa dilihat

dalam waktu pendek. Oleh karena itu analisis jangka panjang dianggap lebih tepat untuk melihat

keseluruhan keuntungan yang dapat diberikan oleh suatu sistem agroforestri.

Anda mungkin juga menyukai