Dosen Pembimbing :
Oleh :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Pengawasan Fiscus Hubungan Anatara
Pembukuan Dan Spt Sanksi Administrasi Di Bidang Perpajakan” ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami ingin mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membntu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pengawasan Fiscus Hubungan Anatara
Pembukuan Dan Spt Sanksi Administrasi Di Bidang Perpajakan. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Lampiran I SPT
Tahunan PPh WP
Badan
(formulir1771-1)
. anggota Koprasi.
Berdasarkan pada hasil penelitian kelengkapan oleh fiskus, dan apabila SPT telah
memenuhi kriteria pada tabel di atas maka SPT dinyatakan lengkap.
Penelitian formal pemindahan angka-angka ini yang dilakukan oleh fiskus untuk
melihat kecocokan angka-angka yang terdapat dalam SPT induk beserta lampiran-
lampirannya.
Pentingnya melakukan penelitian formal ini adalah untuk mengawasi sejauh mana
Wajib Pajak dalam mematuhi ketentuan formal dalam melakukan kewajibanya
dibidang SPT. Unsur-unsur yang menjadi bahan penelitian formal oleh fiskus ini
disusun sedemikian rupa dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan bagi fiskus
dan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk menghitung dan
memperhitungkan beban pajaknya.
Penelitian formal atas Surat Pemberitahuan Tahunan salah tulis dan atau salah
hitung dilakukan untuk melihat apakan penjumlahaan serta pengurangan yang
dilakukan Wajib Pajak telah benar atau tidak. Penelitian ini menghasilkan dua
kelompok Surat Pemberitahuan Tahunan yaitu:
1) Surat Pemberitahuan Tahunan yang tidak mengandung salah tulis dan atau
salah hitung, yang disebut dengan SPT Balance;
2) Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengandung salah tulis dan atau salah
hitung, yang disebut dengan SPT Unbalance.
Apabila terdapat selisih antar pajak yang terutang dalam satu tahun pajak dengan
pajak yang telah di bayar dimana pajak yang terutang lebih besar maka masih ada
pajak yang masih harus dibayar. Dan besarnya pajak yang masih harus dibayar ini
harus telah dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun
pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasialan
disampaikan.
Apabiala pajak yang terutang dalam satu tahun lebih kecil dari pada pajak yang
telah dibayar maka terdapat selisih pajak lebih bayar, dan jumlah pajak yang lebih
bayar ini diminta kembali oleh Wajib Pajak.
Bagi Wajib pajak dampak atau akibat yang diperoleh apabila Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilannya diteliti secara material adalah:
Berikut adalah Peraturan Dirjen Pajak pasal 6 Nomor : PER - 48/PJ/2011 tentang
tata cara pengolahan SPT
Perseorangan 534
Badan 271
Pasal 21 281
Berdasarkan pada tabel maka kita dapat melihat bahwa jumlah Wajib Pajak mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2006 ke tahun 2007,sedangkan tahun 2008 tidak mengalami
perubahan. Peningkatan pada tahun 2007 yaitu sebesar 1,749 atau 11,56% dengan perincian,
Wajib Pajak Perorangan meningkat sebesar 585 atau 9,54%,Wajib Pajak Badan meningkat
sebesar 475 atau 15,10% dan Wajib Pajak Pasal 21 sebesar 707 atau 12,09%.
Sedangkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa SPT yang dikirim ke Wajib Pajak adalah sesuai
dengan data dan jumlah Wajib Pajak yang ada. Hal ini menandakan bahwa fiskus berupaya
untuk melakukan pengawasan lewat SPT kirim ini agar wajib Pajak dapat memasukan SPT-nya
sesuai dengan ketentuan.
Dari tabel 4.1 dapat dilihat juga bahwa SPT yang masuk kembali ke Kantor Pelayanan Pajak
Jayapura tidak sebanding dengan jumlah Wajib Pajak yang ada. Dimana dari jumlah Wajib Pajak
Perorangan pada tahun 2006 yang berjumlah 6,134,ternyata dari jumlah tersebut tidak semuanya
memasukan SPT-nya, yang masuk hanya 3,129 atau 51%, sedangkan pada tahun 2007 SPT yang
masuk dari 6,719 Wajib Pajak Perorangan hanya 2,411 atau 35,88% ini berarti SPT yang masuk
mengalami ini berarti SPT yang masuk mengalami penurunan yang cukup besar. Pada tahun
2008 jumlah Wajib Pajak Perseorangan 6,719 SPT yang masuk 2,926 atau 43,55%.Jika di
bandingkan dengan tahun 2007 maka SPT yang masuk mengalami peningkatan, namun tidak
demikian jika di bandingkan dengan tahun 2006 ternyata tahun 2007 SPT masuk masih kecil dari
tahun 2006.
Demikian juga dengan SPT masuk Wajib Pajak Badan, pada tahun 2006 dari jumlah Wajib
pajak Badan 3,146 ternyata SPT yang masuk hanya 1,191 atau 61% dari jumlah Wajib Pajak
yang ada, dan pada tahun 2007 dari jumlah Wajib Pajak Badan 3,603 ternyata SPT yang masuk
hanya 1,381 atau 38,33% dengan kata lain mengalami penurunan sebesar 22,67% dari tahun
2007. Sedangkan pada tahun 2008 dari 3,603 Wajib Pajak Badan, SPT yang masuk berjumlah
1,800 atau 49,96% yang berarti terjadi peningkatan dari tahun 2007 sebesar 11,68% namun
angka ini masih di bawah presentase tahun 2006.
Hal yang sama juga terjadi pada SPT Pasal 21. yang mana SPT masuk juga tidak sebanding
dengan SPT yang dikirim ke Wajib Pajak yaitu, pada tahun 2006 dari jumlah Wajib Pajak 5,846
ternyata SPT yang masuk 3,211 atau 54,93%, dan pada tahun 2007 dari jumlah Wajib Pajak
6,553 SPT yang masuk 2,240 atau 34,18% yang berarti mengalami penurunan sebesar 20,75%
dari tahun 2006. Dan pada tahun 2008 dari Wajib Pajak 6,553, SPT yang masuk berjumlah 2,716
atau 41,45% yang berarti naik 7,27% dari tahun 2007, tetapi masih 13,48% di bawah tahun 2006.
Perseorangan 534
Badan 271
Pasal 21 281
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa SPT Kempos dan SPT di tegor dari tahun 2006
sampai tahun 2007 mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2006 terjadi 470 SPT Kempos
dari 6,134 SPT yang di kirim ke Wajib Pajak Perorangan atau 7,66% dari jumlah Wajib Pajak,
sedangkan pada tahun 2007 meningkat sebesar 676 SPT Kempos menjadi 1,146 atau 17,06%
dari jumlah Wajib Pajak 6,719. Demikian juga dengan SPT di Tegor pada tahun 2006 sebanyak
15 atau 0,2% dari jumlah Wajib Pajak 2006. Dan pada tahun 2007 terjadi 534 SPT di Tegor atau
7,95% dari jumlah Wajib Pajak tahun 2007 sebesar 6,719.
Untuk Wajib Pajak Badan pada tahun 2006 terjadi SPT Kempos sebanyak 518 atau 16,47% dari
jumlah SPT yang di kirim pada tahun 2006, dan tahun 2007 meningkat menjadi 744 atau 20,65%
dari 3,605 Wajib Pajak Badan. Sedangkan pada tahun 2006 tidak terjadi SPT di tegor, namun
pada tahun 2007 ternyata ada 271 atau 7,52% SPT di Tegor dari jumlah Wajib Pajak sebanyak
3,603.
Seperti halnya Wajib Pajak Badan maka Wajib Pajak Pasal 21 juga mengalami hal yang serupa.
Dimana pada tahun 2006 terjadi 69 atau 1,18% SPT Kempos dan tahun berikutnya meningkat
dengan angka cukup mencolok yaitu sebesar 2,790 atau 42,58% dari jumlah Wajib Pajak, atau
mengalami peningkatan sebesar 41,40%. Dan untuk SPT ditegor pada tahun 2006 terdapat 164
atau 2,8% dari Wajib Pajak yang ada.
Berdasarkan data tersebut Kantor Pelayanan Pajak Jayapura harus lebih meningkatkan lagi
pengawasan tergadap Wajib Pajak sebab jika dilihat dari hasil analisa, maka SPT yang masuk
sangat kurang dari jumlah Wajib Pajak yang ada dan jumlah SPT yang ditegor cukup tinggi.
Terhadap hasil penelitian oleh Fiskus maka di sarankan agar hasil-hasil tersebut dapat segera
diinformasikan kepada Wajib Pajak agar Wajib Pajak dapat segera memenuhi kewajibannya
berkaitan dengan hasil penilitian tersebut. Mengingat bahwa kegiatan, penelitian formal dan
penelitian material Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan merupakan tugas yang
berhubungan dengan Wajib Pajak maka diharpkan dapat membina kepatuhan dan rasa tanggung
jawab Wajib Pajak dalam mengisi SPT secara benar, lengkap dan jelas. Dan bagi Fiskus sendiri
diharapkan dapat memberikan pelayanan secara cepat dan baik kepada Wajib Pajak
B. Sanksi Perpajakan
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU
KUP), sanksi perpajakan terdiri dari sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Sekarang mari kita bahas jenis sanksi tersebut satu per satu.
1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi kenaikan.
Sekian sanksi tersebut dikenakan untuk berbagai jenis pelanggaran aturan.
a) Pengenaan bunga
Sanksi berupa pengenaan bunga ini berlandaskan pada Pasal 9 Ayat 2(a) dan 2(b) UU
KUP.
Dalam Ayat 2(a) dikatakan, wajib pajak yang membayar pajaknya setelah jatuh tempo
akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga
tanggal pembayaran.
Sementara, pada Ayat 2(b) disebutkan, wajib pajak yang baru membayar pajak setelah
jatuh tempo penyampaian SPT tahunan akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan, yang
dihitung sejak berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Sebagai contoh, berdasarkan undang-undang, batas akhir pembayaran dan pelaporan
PPh adalah masing-masing tanggal 10 (PPh pada umumnya) dan tanggal 15 (PPh Final
0,5%/pajak UMKM, PPh 25) bulan berikutnya.
Jika wajib pajak baru membayar kewajibannya lewat dari tanggal-tanggal tersebut, maka
wajib pajak harus membayar bunga sebesar 2% dari jumlah pajak yang terutang.
b) Sanksi Kenaikan
Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran tertentu.
Contohnya seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah pendapatan pada
SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP.
Jenis sanksi ini bisa berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar dengan kisaran 50%
dari pajak yang kurang dibayar tersebut.
c) Sanksi Denda
Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan
kewajiban pelaporan.
Besarannya pun bermacam-macam, sesuai dengan aturan undang-undang.
Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang dikenakan
senilai Rp 500.000.
Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal denda yang dikenakan
senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan dan Rp100.000 untuk wajib pajak perorangan.
2. Sanksi Pidana
Sanksi ini merupakan jenis sanksi terberat dalam dunia perpajakan.
Biasanya, sanksi pidana dikenakan bila wajib pajak melakukan pelanggaran berat yang
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan dilakukan lebih dari satu kali.
Dalam Undang-Undang KUP, terdapat pasal 39 ayat i yang memuat sanksi pidana bagi orang
yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Sanksi tersebut adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun,
serta denda minimal 2 kali pajak terutang dan maksimal 4 kali pajak terutang yang tidak
dibayar atau kurang dibayar.
Contoh kasus untuk sanksi ini adalah pengusaha yang menerbitkan faktur pajak dan
memungut PPN, namun tidak mendaftarkan diri dan melaporkan kegiatan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP. Sehingga, PPN yang dipungut tidak disetorkan ke kas negara.
PT ABC merupakan PKP yang telah dikukuhkan pada tanggal 21 Januari 2017.
SPT Masa PPN untuk masa Agustus 2018 tidak dimasukan walaupun sudah
ditegur.
PT ABC selaku wajib pajak juga tidak melakukan pembukuan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 28 dan 29 UU KUP 2007
Terhadap PT ABC, dilakukan pemeriksaan dan menghasilkan kurang bayar sebesar
Rp 200 juta. SKPKB diterbitkan Januari 2019
Terhadap kasus ini, dapat diterbitkan SKPKB beserta sanksinya, yakni sebagai berikut:
Pada kasus ini, PT ABC melakukan tindak pelanggaran dua kali tetapi sanksi yang dikenakan
tetap satu kali yaitu 100%
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wajib Pajak yang terbukti melakukan kesalahan, dengan terlambat
menyampaikan SPT, maka ancaman penegakan hukum pidana efektif dapat memberikan
dampak jera. Dengan sanksi pidana, yang bersangkutan tidak lagi mengulangi
perbuatannya yang dapat merugikan Negara. Angka 10 dan Angka 12 Bagian Umum UU
KUP menegaskan bahwa terlambat menyampaikan SPT merupakan pelanggaran yang
dilakukan oleh Wajib Pajak. Dalam Pasal 38 huruf ‘a’ dan pasal 39 huruf ‘c’ menegaskan
bahwa terhadap keterlambatan penyampaian SPT Wajib Pajak harus dikenakan sanksi
pidana. Pelanggaran ini dapat terjadi berulang-ulang sehingga dapat mengerucut pada
tindkaan tidak menyampaikan SPT. Alasan penting diterapkan sanksi pidana bagi
tindakan Wajib Pajak yang terlambat menyampaiakan SPT adalah kemungkinan
mengulang kesalahan ini sangat besar, sehingga ancaman penegakan sanksi administrasi
saja tidak memberi efek jera bagi si pelaku (Wajib Pajak).
Dalam penegakan hukum pidana di bidang perpajakan, terkait dengan kesalahan
atau pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan terlambat menyampaikan
SPT, aparatur perpajakan juga mengalami hambatan-hambatan seperti kekuatan hukum
untuk mendukung penerapan sanksi pidana terhadap 85 Wajib Pajak yang terlambat
menyampaikan SPT, masih sangat lemah, karena belum diatur lebih lanjut dalam UU
KUP.
Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh aparatur perpajakan terhadap sanksi
pidana yang diterima dan akibat-akibatnya masih sangat lemah. Hambatan lain ialah
masalah akses Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan, juga sangat berpengaruh terhadap sanksi pidana yang diterima oleh Wajib
Pajak yang melakukan kesalahan ini.
B. Saran
Perlu pengaturan yang lebih tegas dalam UU KUP terkait dengan masalah
terlambat menyampaikan SPT sebagai suatu pelanggaran yang dapat dilakukan berulang-
ulang, sehingga pelakunya harus diancam dengan sanski pidana yang dapat memberi efek
jera terhadap Wajib Pajak yang melakukannya. Penegasan yang dimaksudkan di sini
adalah perlu merefisi kembali UU KUP yang mengatur tentang keterlambatan
menyampaiakan SPT, dengan memperhatikan pasal 38 Selain itu, aparatur perpajakan
perlu melakukan pengawasan berkaitan dengan kewenangan untuk memastikan bahwa
terlambat menyampaikan SPT yang dilakukan oleh Wajib Pajak adalah suatu pelanggaran
hukum sehingga harus dikenakan sanksi pidana yang memberikan efek jera. Pengawasan
pemerintah itu juga sekaligus dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
penegakan sanksi pidana bagi wajib Pajak yang melakukan pelanggaran akibat terlambat
menyampaikan SPT.