Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AUDIT PERPAJAKAN

“PENGAWASAN FISCUS HUBUNGAN ANATARA


PEMBUKUAN DAN SPT SANKSI ADMINISTRASI
DI BIDANG PERPAJAKAN”

Dosen Pembimbing :

Oleh :

Gaudensia Yusri (171600088)


Maria Grasela Nio (171600078)
Maria Elisabeth I.S Ritan (171600069)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Pengawasan Fiscus Hubungan Anatara
Pembukuan Dan Spt Sanksi Administrasi Di Bidang Perpajakan” ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami ingin mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membntu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pengawasan Fiscus Hubungan Anatara
Pembukuan Dan Spt Sanksi Administrasi Di Bidang Perpajakan. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Surabaya, 4 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak diberlakukannya sistem Self Assesment dalam perpajakan di Indonesia mulai
tahun fiscal 1984, wajib pajak diberi kewenangan penuh untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak-pajak yang menjadi
kewajibannya. Hal ini membuat fiskus harus lebih meningkatkan pengwasannya terhadap
wajib pajak, terutama dalam hal memasukan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan).
Dalam hal memasukkan SPT, wajib pajak diminta untuk memasukkan SPT nya tepat pada
waktunya sesuai dengan ketentuan, begitu pula dengan angka-angka yang tertuang dalam
SPT yang dimasukkan wajib pajak, yang menyangkut penghasilan kena pajak dan biaya-
biaya yang dimasukkan oleh wajib pajak. Hal yang manusiawi apabila wajib pajak atau
masyarakat cukup berat untuk melaksanakan kewajibannya membayar pajak secara sukarela
dan benar. Karenanya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebagai pihak yang diberikan tugas
dan fungsi untuk menghimpun dan mengelola pajak masyarakat mempunyai tugas dalam
mengawasi wajib pajak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengawasan Fiskus Terhadap SPT


A. Pengawasan Fiskus
Pengawasan yang dilakukan oleh fiskus terhadap SPT yang dilaporkan oleh Wajib
Pajak dapat dilakukan dengan melakukan penelitian SPT. Penelitian SPT atau e-SPT
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT Tahunan atau
e-SPT Tahunan dan lampiran-lampirannya serta kelengkapan lampiran yang disyaratkan
dan penilaian tentang kebenaran penulisan dan perhitungannya termasuk menerbitkan
Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan apabila SPT yang diterima tidak lengkap.
Penelitian terhadap SPT yang disampaikan oleh WP, pemungut/pemotong pajak atau
pengusaha kena pajak bertujuan untuk memastikan mengenai:
 Kelengkapan SPT beserta lampirannya
 Kebenaran secara formal yaitu mengenai pengisian, penulisan dan
penghitunngannya.
 Kepatuhannya
 Segi pelayanan
SPT dianggap lengkap apabila semua elemen SPT induk dan semua lampiran yang
diisyaratkan telah diisi dengan lengkap dan benar serta ditandatangani oleh wajib pajak
atau pengusaha kena pajak atau kuasanya.Hasil penelitian berupa data dan informasi akan
digunakan sebagai dasar untuk menentukan criteria seleksi dalam rangka pemeriksaan
pajak.
Penelitian SPT ini dibagi dalam dua jenis yaitu :
1. Penelitian Formal.
Penelitian formal adalah suatu kegiatan yang meliputi penelitian kelengkapan
lembar dan lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan, kelengkapan pengisian Surat
Pemberitahuan Tahunan beserta lampiran-lampirannya serta penelitian kemungkinan
adanya salah tulis atau salah hitung dalam pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan.
Penelitian formal atas kelengkapan dan pengisian  Surat Pemberitahuan Tahunan di
lakukan untuk menentukan:
 Ketetapan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan;
 Kelengkapan Surat Pemberitahuan Tahunan beserta lampirannya yang
disampaikan oleh Wajib Pajak;
 Kelengkapan pengisian unsur-unsur dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
induk dan semua lampirannya;
 Kecocokan angka-angka yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
dan angka-angka yang tercantum dalam lampirannya;
 Adanya tanda tangan Wajib Pajak pada Surat Pemberitahuan Tahunan  Induk
(formulir 1771) atau tanda tangan kuasa Wajib Pajak;
 Adanya Surat Kuasa Khusus apabila Surat Pemberitahuan Tahunan ditanda
tangani oleh kuasa Wajib Pajak;
 Adanya SSP PPh Pasal 29, kecuali SPT Lebih Bayar atau SPT Nihil;
 Apakah Wajib Pajak menyetor PPh Pasal 29 tepat pada Waktunya;
 Apakah ada kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung.
Penelitian atas ketepatan waktu penyampaian SPT dilakukan petugas penelitian
formal terhadap bukti penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Ini dilakukan oleh fiskus melalui Lembar Pengawasan Arus Dokumen (KP. PDIP
3.16-96). Penelitian mengenai ketepatan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan ini mempenyai arti penting tersendiri bagi fiskus yaitu untuk memenuhi
ketentuan dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1994 pasal 3 (3) (4), dalam
hubungannya dengan pasal 7.
Dalam penelitian formal untuk menentukan kelengkapan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan beserta lampirannya, kelengkapan pengisian unsur-unsur
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, kecocokan angka-angka
yang tercantum dalam SPT Induk dengan angka-angka yang tercantum dalam
lamperan SPT, penghitungan, dan adanya tanda tangan dari Wajib Pajak dan / atau
kuasanya. Dengan perincian penelitian sebagai berikut:
I. SPT tahun pajak
II. Lampiran- lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan.

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Pribadi dan lampirannya


Nama Formulir

Kode Formulir Keterangan

SPT PPh WP Orang Pribadi

Perhitungan Penghasilan Neto dalam

1770 negeri Induk SPT

1770 – I Daftar pemotongan pemungutan PPh Lampiran I

oleh pihak lain, PPh yang ditanggung


pemerintah, penghasilan Neto dan
pajak atas penghasilan yang dibayar /
1770 – II dipotong / terutang di luar negri Lampiran II

Lampiran-lampiran SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

Nama bentuk KODE


No Formulir FORMULIR KETERANGAN

Lampiran I SPT
Tahunan PPh WP
Badan
(formulir1771-1)

Diisi dan sampaikan bagi WP


Badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan neto
Lampiran II SPT dalam negeri dari usaha dan
Tahunan PPh WP dari luar usaha.Dalam hal
I Badan tidak ada penghasilan
01 (formulir1771-II) dimaksud, for mulir ini diisi
. nihil dan wajib disampaikan.

 Diisi dan disampaikan dalam


 Lampiran III SPT
hal ada pemotongan/
tahunan PPh WP
pemungutan PPh oleh pihak
Badan (formulir
lain dan PPh yang di
1771-III)
02 tanggung pemerintah.

. Apabila tidak ada diisi nihil

  Diisi dan di sampaikan dalam

Lampiran IV SPT KP.PPh.2.2.1- hal ada penghasilan neto dan

tahunan PPh WP 96 pajak atas penghasilan yang

Badan (formulir dibayar/ terutang luar negeri.

1771-IV) Apabila tidak ada diisi nihil


03
. Diisi dan disampaikan dalam
hal terdapat deviden,bonus
Lampiran V SPT
KP.PPh.2.2.2- dan gratifikasi. Apabila tidak
tahunan PPh WP
96 ada diisi nihil.
Badan (formulir
1771-V) Diisi dan disampaikan WP
04 Badan mengenali Daftar
. susunan
Surat Setoran Pajak  KP.PPh.2.2.3- pengurus/komisaris/Badan
(PPh pasal 29) 96 pemeriksa koprasi/daftar
pemegang saham/pemilik

05 modal, daftar cabang/ Badan

. anggota Koprasi.

Disampaikan apabila pada


KP.PPh.2.2.4- angka N.12 dari induk SPT
96 menunjukan adanya PPh yang
masih harus dibayar. Dalam
ll.

III hal nihil atau lebih bayar


Lain – Lain
. maka SSP nihil tidak perlu
Neraca dan laporan KP.PPh.2.2.5- dilampirkan
Rugi/laba 96
01
 
. Wajib disampaikan oleh WP
Surat Kuasa Khusus
Disampaikan apabila SPT
02 Tahunan tidak ditandatangani
. oleh WP sendiri.
Daftar harta dan KP.PDIP.5.1
perhitungan
03 penyusutan /
Disampaikan apabila WP
. amortisasi.
melakukan penyusutan/
amortisasi

Berdasarkan pada hasil penelitian kelengkapan oleh fiskus, dan apabila SPT telah
memenuhi kriteria pada tabel di atas maka SPT dinyatakan lengkap.

III. Pemindahan Angka Dari lampiran ke SPT Induk.


Pemindahan angka-angka ini meliputi lampiran-lampiran yang ada dalam
SPT yaitu meliputi huruf:
 Penghasilan Neto
a. Penghasilan Neto dalam Negeri (Diisi dari 1771-I bagian D Nomor 5)
b. Penghasilan Neto luar Negeri (Diisi dari 1771- III kolom 5), diisi jika terdapat
penghasilan.
 Kredit Pajak
 PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain (Diisi dari 1771-ll dan 1771-
lll), diisi jika tadak ada pungutan/potongan.

Penelitian formal pemindahan angka-angka ini yang dilakukan oleh fiskus untuk
melihat kecocokan angka-angka yang terdapat dalam SPT induk beserta lampiran-
lampirannya.

Pentingnya melakukan penelitian formal ini adalah untuk mengawasi sejauh mana
Wajib Pajak dalam mematuhi ketentuan formal dalam melakukan kewajibanya
dibidang SPT. Unsur-unsur yang menjadi bahan penelitian formal oleh fiskus ini
disusun sedemikian rupa dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan bagi fiskus
dan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk menghitung dan
memperhitungkan beban pajaknya.

Penelitian formal atas Surat Pemberitahuan Tahunan salah tulis dan atau salah
hitung dilakukan untuk melihat apakan penjumlahaan serta pengurangan yang
dilakukan Wajib Pajak telah benar atau tidak. Penelitian ini menghasilkan dua
kelompok Surat Pemberitahuan Tahunan yaitu:

1) Surat Pemberitahuan Tahunan yang tidak mengandung salah tulis dan atau
salah hitung, yang disebut dengan SPT Balance;
2) Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengandung salah tulis dan atau salah
hitung, yang disebut dengan SPT Unbalance.

SPT Unbalance ini delanjutnya dilakukan penyuntingan untuk disesuaikan sehingga


menjadi balance dan kemudian dikirim ke operator untuk direkam ulang.

Hasil dari penelitian formal ini berupa:


 Dalam hal penilaian kelengkapan, apabila dalam SPT Wajib Pajak terdapat
kekurangan maka SPT tersebut dikembalikan ke Wajib Pajak;
 STP dan Pemberitahuan Hasil Penelitian SPT, dalam hal SPT yang semula
Nihil/ Kurang Bayar setelah diteliti ternyata terdapat salah tulis dan atau salah
hitung, sehingga menghasilakan tambahan pajak yang harus dibayar.
 STP, dalam hal Surat Pemberitahuan Tahungn Pajak Penghasilan, tidak
masuk atau terlambat disampaikan dan atau terlambat disetor.
2. Penelitian Material
Penelitian Material Surat Pemberitahuan Tahunan adalah kegiatan penelitian
tentang kebenaran penghitungan Penghasilan Kena Pajak untuk Pajak Penghasilan,
Kebenaran penghitungan Dasar Pengenaan Pajak, Pakak Keluaran dan Pengkreditan
untuk Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan data yang ada dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan beserta lampirannya dan data lainnya. Terhadap Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Penelitian Material dilakukakn untuk
melihat kebenaran penghitungan Penghasilan Kena Pajak.
Fiskus harus memperlihatkan tiga unsur yang penting dalam hubungannya dengan
Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana pengawasan, yaitu: Penghitungan,
Perhitungan, Pembayaran. Mengenai unsur-unsur ini akan penulis uraikan sebagai
berikut:
 Unsur Penghitungan
Yaitu unsur untuk menentukan besarnya pajak yang terutang dalam satu tahun
pajak. Pengitungan ini dimulai dari penjumlahan laba bruto usaha dan penghasilan
bruto dari luar usaha kemudian dikurangi pengeluaran penghasilan bruto. Penekanan
dalam materi ini  adalah penelitian terhadab biaya-biaya yang diperkenankan untuk
mengurangi penghasilan bruto (Pasal 6 (1) UU PPh) dan biaya-biaya yang tidak
diperkenankan mengurangi penghasilan bruto (Pasal 9 (1) UU PPh), hal tersebut
diatas untuk Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan.
Selanjutnya setelah dikurangi dengan pengurangan penghasilan bruto maka hasilanya
akan menjadi penghasilan neto. Kemudian penghasilan neto ini dikompensasi dengan
kerugian akan menghasilkan Penghasilan Kena Pajak, yang kemudian dikalikan tarif
pasal 17 UU PPh, yang akhirnya menghasilkan pajak yang terutang dalam satu tahun
pajak.
Unsur Perhitungan Yaitu unsur yang memperhitungkan pajak yang telah di bayar
sendiri oleh Wajib Pajak atau dipungut/ dipotong oleh pihak lain, yang digunakan
sebagai pengurang pajak yang terutang dalam satu tahun, sehingga didapat tiga
kemungkinan yaitu:
 Pajak yang masih harus di bayar
 Pajak yang lebih bayar
 Nihil
 Pembayaran atau pengembalian

Apabila terdapat selisih antar pajak yang terutang dalam satu tahun pajak dengan
pajak yang telah di bayar dimana pajak yang terutang lebih besar maka masih ada
pajak yang masih harus dibayar. Dan besarnya pajak yang masih harus dibayar ini
harus telah dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun
pajak berakhir, sebelum  Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasialan
disampaikan.

Apabiala pajak yang terutang dalam satu tahun lebih kecil dari pada pajak yang
telah dibayar maka terdapat selisih pajak lebih bayar, dan jumlah pajak yang lebih
bayar ini diminta kembali oleh Wajib Pajak.

Bagi Wajib pajak dampak atau akibat yang diperoleh apabila Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilannya diteliti secara material adalah:

a) Peneliltian material Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan akan


menghasilkan SKPKB,dalam hal terdapat pajak kurang bayar.
b) Penelitian material atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
akan menghasilkan SKPLB, dalam hal ternyata dari hasil penelitian itu
terdapat kelebihan pembayaran pajak daripada yang seharusnya terutang.
c) Penelitian material atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
menghasilakan SKPN, dalam hal ternyata dari hasil penelitian jumlah pajak
penghasilan yang terutang sama besarnya dengan jumlah yang telah dibayar.
d) Nota pemindahan ke Pemeriksaan dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan yang semula menyatakan Kurang Bayar atau Nihil setelah
diteliti menjadi Lebih Bayar kelompok A dan B.

Perubahan atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan akibat penelitian


diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan pemberitahuan hasil penelitian yang
dilampirkan dengan SKP.

 Berikut adalah Peraturan Dirjen Pajak pasal 6 Nomor : PER - 48/PJ/2011 tentang
tata cara pengolahan SPT

Terhadap SPT Tahunan Lebih Bayar, Kantor Pelayanan Pajak harus


melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 18 (delapan belas) hari
sejak SPT Tahunan/e-SPT Tahunan diterima sebagaimana dimaksud pada
Pasal 5 ayat (1).
Terhadap SPT Tahunan selain pada ayat (1), Kantor Pelayanan Pajak harus
melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak
SPT Tahunan/e-SPT Tahunan diterima sebagaimana dimaksud pada Pasal 5
ayat (1).
Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), SPT Tahunan/e-SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan
Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan beserta Formulir Surat Jawaban
atas Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diketahui bahwa isi amplop SPT bukan merupakan SPT Tahunan
maka Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan Surat Pembatalan Tanda Terima
SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diketahui bahwa Wajib Pajak salah mengisi Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) pada lembar informasi amplop SPT Tahunan maka Kantor
Pelayanan Pajak mengirimkan Surat Pembetulan Tanda Terima SPT Tahunan
kepada Wajib Pajak.
Atas permintaan kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak wajib menyampaikan kelengkapan SPT
Tahunan/e-SPT Tahunan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan ke
Kantor Pelayanan Pajak Tempat Wajib Pajak terdaftar.
Dalam hal Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan telah
dikirimkan sesuai dengan alamat Wajib Pajak namun tidak sampai kepada
Wajib Pajak maka jangka waktu bagi Wajib Pajak untuk menyampaikan
kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan adalah paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterimanya kembali Surat Permintaan Kelengkapan
SPT Tahunan/e-SPT Tahunan dari pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau
jasa kurir oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat
(7) Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT
Tahunan, maka SPT Tahunan/e-SPT Tahunan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 5 ayat (1) dianggap tidak disampaikan.
Dalam hal SPT Tahunan/e-SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kantor Pelayanan Pajak harus
menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan
bahwa SPT Tahunan/e-SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.
Terhadap SPT yang telah dilakukan penelitian dan dinyatakan lengkap,
dilakukan perekaman.
Apabila berdasarkan perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (10)
diketahui bahwa Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan lebih dari satu
kali maka Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan Surat Pembatalan Tanda
Terima SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
Jangka waktu perekaman SPT ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
SPT Lebih Bayar diterima lengkap atau 3 (tiga) bulan sejak SPT Kurang
Bayar/Nihil diterima lengkap.
Kasus :
Keadaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2006 – 2008 di KPP Jayapura

Wajib Pajak SPT Kempos SPT Di Tegor

No. Jenis PajaK 2006 2007 2006 2007 2006 2007

Perseorangan 534

1 6,134 6,719 470 1,146 15

Badan 271

2 3,146 3,603 518 744 -

Pasal 21 281

3 5,846 6,553 69 2,790 164

TOTAL 15,126 16,875 1,057 4,680 179 1,086

Sampai dengan Semester I

Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Jayapura

Berdasarkan pada tabel maka kita dapat melihat bahwa jumlah Wajib Pajak mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2006 ke tahun 2007,sedangkan tahun 2008 tidak mengalami
perubahan. Peningkatan pada tahun 2007 yaitu sebesar 1,749 atau 11,56% dengan perincian,
Wajib Pajak Perorangan meningkat sebesar 585 atau 9,54%,Wajib Pajak Badan meningkat
sebesar 475 atau 15,10% dan Wajib Pajak Pasal 21 sebesar 707 atau 12,09%.
Sedangkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa SPT yang dikirim ke Wajib Pajak adalah sesuai
dengan data dan jumlah Wajib Pajak yang ada. Hal ini menandakan bahwa fiskus berupaya
untuk melakukan pengawasan lewat SPT kirim ini agar wajib Pajak dapat memasukan SPT-nya
sesuai dengan ketentuan.

Dari tabel 4.1 dapat dilihat juga bahwa SPT yang masuk kembali ke Kantor Pelayanan  Pajak
Jayapura tidak sebanding dengan jumlah Wajib Pajak yang ada. Dimana dari jumlah Wajib Pajak
Perorangan pada tahun 2006 yang berjumlah 6,134,ternyata dari jumlah tersebut tidak semuanya
memasukan SPT-nya, yang masuk hanya 3,129 atau 51%, sedangkan pada tahun 2007 SPT yang
masuk dari 6,719 Wajib Pajak Perorangan hanya 2,411 atau 35,88% ini berarti SPT yang masuk
mengalami ini berarti SPT yang masuk mengalami penurunan yang cukup besar. Pada tahun
2008 jumlah Wajib Pajak Perseorangan 6,719 SPT yang masuk 2,926 atau 43,55%.Jika di
bandingkan dengan tahun 2007 maka SPT yang masuk mengalami peningkatan, namun tidak
demikian jika di bandingkan dengan tahun 2006 ternyata tahun 2007 SPT masuk masih kecil dari
tahun 2006.

Demikian juga dengan SPT masuk Wajib Pajak Badan, pada tahun 2006  dari jumlah Wajib
pajak Badan 3,146 ternyata SPT yang masuk hanya 1,191 atau 61% dari jumlah Wajib Pajak
yang ada, dan pada tahun 2007 dari jumlah Wajib Pajak Badan 3,603 ternyata SPT yang masuk
hanya 1,381 atau 38,33% dengan kata lain mengalami penurunan sebesar 22,67% dari tahun
2007. Sedangkan pada tahun 2008 dari 3,603 Wajib Pajak Badan, SPT yang masuk berjumlah
1,800 atau 49,96%  yang berarti terjadi peningkatan dari tahun 2007 sebesar 11,68% namun
angka ini masih di bawah presentase tahun 2006.

Hal yang sama juga terjadi pada SPT Pasal 21. yang mana SPT masuk juga tidak sebanding
dengan SPT yang dikirim ke Wajib Pajak yaitu, pada tahun 2006 dari jumlah Wajib Pajak 5,846
ternyata SPT yang masuk 3,211 atau 54,93%, dan pada tahun 2007 dari jumlah Wajib Pajak
6,553 SPT yang masuk 2,240 atau 34,18% yang berarti mengalami penurunan sebesar 20,75%
dari tahun 2006. Dan pada tahun 2008 dari Wajib Pajak 6,553, SPT yang masuk berjumlah 2,716
atau 41,45% yang berarti naik 7,27% dari tahun 2007, tetapi masih 13,48% di bawah tahun 2006.

SPT Kempos dan SPT di Tegor Tahun 2006 – 2007


No Wajib Pajak SPT Kempos SPT Di Tegor

. Jenis PajaK 2006 2007 2006 2007 2006 2007

Perseorangan 534

1 6,134 6,719 470 1,146 15

Badan 271

2 3,146 3,603 518 744 -

Pasal 21 281

3 5,846 6,553 69 2,790 164

TOTAL 15,126 16,875 1,057 4,680 179 1,086


Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Jayapura

 Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa SPT Kempos dan SPT di tegor dari tahun 2006
sampai tahun 2007 mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2006 terjadi 470 SPT Kempos
dari 6,134 SPT yang di kirim ke Wajib Pajak Perorangan atau 7,66% dari jumlah Wajib Pajak,
sedangkan pada tahun 2007 meningkat sebesar 676 SPT Kempos menjadi 1,146 atau 17,06%
dari jumlah Wajib Pajak 6,719. Demikian juga dengan SPT di Tegor pada tahun 2006 sebanyak
15 atau 0,2% dari jumlah Wajib Pajak 2006. Dan pada tahun 2007 terjadi 534 SPT di Tegor atau
7,95% dari jumlah Wajib Pajak tahun 2007 sebesar 6,719.

Untuk Wajib Pajak Badan pada tahun 2006 terjadi SPT Kempos sebanyak 518 atau 16,47% dari
jumlah SPT yang di kirim pada tahun 2006, dan tahun 2007 meningkat menjadi 744 atau 20,65%
dari 3,605 Wajib Pajak Badan. Sedangkan pada tahun 2006 tidak terjadi SPT di tegor, namun
pada tahun 2007 ternyata ada 271 atau 7,52%  SPT di Tegor dari jumlah Wajib Pajak sebanyak
3,603.

Seperti halnya Wajib Pajak Badan maka Wajib Pajak Pasal 21 juga mengalami hal yang serupa.
Dimana pada tahun 2006 terjadi 69 atau 1,18% SPT Kempos dan tahun berikutnya meningkat
dengan angka cukup mencolok yaitu sebesar 2,790 atau 42,58% dari jumlah Wajib Pajak, atau
mengalami peningkatan sebesar 41,40%. Dan untuk SPT ditegor pada tahun 2006 terdapat 164
atau 2,8% dari Wajib Pajak yang ada.

Berdasarkan data tersebut  Kantor Pelayanan Pajak Jayapura harus lebih meningkatkan lagi
pengawasan tergadap Wajib Pajak sebab jika dilihat dari hasil analisa, maka SPT yang masuk
sangat kurang dari jumlah Wajib Pajak yang ada dan jumlah SPT yang ditegor cukup tinggi.
Terhadap hasil penelitian oleh Fiskus maka di sarankan agar hasil-hasil tersebut dapat segera
diinformasikan kepada Wajib Pajak agar Wajib Pajak dapat segera memenuhi kewajibannya
berkaitan dengan hasil penilitian tersebut. Mengingat bahwa kegiatan, penelitian formal dan
penelitian material Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan merupakan tugas yang
berhubungan dengan Wajib Pajak maka diharpkan dapat membina kepatuhan dan rasa tanggung
jawab Wajib Pajak dalam mengisi SPT secara benar, lengkap dan jelas. Dan bagi Fiskus sendiri
diharapkan dapat memberikan pelayanan secara cepat dan baik kepada Wajib Pajak

B. Sanksi Perpajakan
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU
KUP), sanksi perpajakan terdiri dari sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Sekarang mari kita bahas jenis sanksi tersebut satu per satu.
1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi kenaikan.
Sekian sanksi tersebut dikenakan untuk berbagai jenis pelanggaran aturan.
a) Pengenaan bunga
Sanksi berupa pengenaan bunga ini berlandaskan pada Pasal 9 Ayat 2(a) dan 2(b) UU
KUP.
Dalam Ayat 2(a) dikatakan, wajib pajak yang membayar pajaknya setelah jatuh tempo
akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga
tanggal pembayaran.
Sementara, pada Ayat 2(b) disebutkan, wajib pajak yang baru membayar pajak setelah
jatuh tempo penyampaian SPT tahunan akan dikenakan denda sebesar 2% per bulan, yang
dihitung sejak berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Sebagai contoh, berdasarkan undang-undang, batas akhir pembayaran dan pelaporan
PPh adalah masing-masing tanggal 10 (PPh pada umumnya) dan tanggal 15 (PPh Final
0,5%/pajak UMKM, PPh 25) bulan berikutnya.
Jika wajib pajak baru membayar kewajibannya lewat dari tanggal-tanggal tersebut, maka
wajib pajak harus membayar bunga sebesar 2% dari jumlah pajak yang terutang.

b) Sanksi Kenaikan
Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran tertentu.
Contohnya seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah pendapatan pada
SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP.
Jenis sanksi ini bisa berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar dengan kisaran 50%
dari pajak yang kurang dibayar tersebut.

c) Sanksi Denda
Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan
kewajiban pelaporan.
Besarannya pun bermacam-macam, sesuai dengan aturan undang-undang.
Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang dikenakan
senilai Rp 500.000.

Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal denda yang dikenakan
senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan dan Rp100.000 untuk wajib pajak perorangan.

2. Sanksi Pidana
Sanksi ini merupakan jenis sanksi terberat dalam dunia perpajakan.
Biasanya, sanksi pidana dikenakan bila wajib pajak melakukan pelanggaran berat yang
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan dilakukan lebih dari satu kali.
Dalam Undang-Undang KUP, terdapat pasal 39 ayat i yang memuat sanksi pidana bagi orang
yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Sanksi tersebut adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun,
serta denda minimal 2 kali pajak terutang dan maksimal 4 kali pajak terutang yang tidak
dibayar atau kurang dibayar.
Contoh kasus untuk sanksi ini adalah pengusaha yang menerbitkan faktur pajak dan
memungut PPN, namun tidak mendaftarkan diri dan melaporkan kegiatan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP. Sehingga, PPN yang dipungut tidak disetorkan ke kas negara.

Contoh Penghitungan Sanksi Pajak


Berikut ini merupakan contoh penghitungan sanksi pajak:

PT ABC merupakan PKP yang telah dikukuhkan pada tanggal 21 Januari 2017.

Berikut ini administrasi perpajakan PT ABC terkait pelanggarannya:

 SPT Masa PPN untuk masa Agustus 2018 tidak dimasukan walaupun sudah
ditegur.
 PT ABC selaku wajib pajak juga tidak melakukan pembukuan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 28 dan 29 UU KUP 2007
 Terhadap PT ABC, dilakukan pemeriksaan dan menghasilkan kurang bayar sebesar
Rp 200 juta. SKPKB diterbitkan Januari 2019

Terhadap kasus ini, dapat diterbitkan SKPKB beserta sanksinya, yakni sebagai berikut:

 Pokok Pajak kurang bayar sebesar Rp 200.000.000,00


 Sanksi Pasal 13 ayat (3), 100% sebesar Rp 200.000.000,00
 Sanksi Pasal 13 ayat (2), (5 x 2%) sebesar Rp 20.000.000,00
 STP sebesar Rp 50.000,00
Total pajak yang harus dibayarkan oleh PT ABC adalah sebesar Rp 420.050.000,00

Pada kasus ini, PT ABC melakukan tindak pelanggaran dua kali tetapi sanksi yang dikenakan
tetap satu kali yaitu 100%
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wajib Pajak yang terbukti melakukan kesalahan, dengan terlambat
menyampaikan SPT, maka ancaman penegakan hukum pidana efektif dapat memberikan
dampak jera. Dengan sanksi pidana, yang bersangkutan tidak lagi mengulangi
perbuatannya yang dapat merugikan Negara. Angka 10 dan Angka 12 Bagian Umum UU
KUP menegaskan bahwa terlambat menyampaikan SPT merupakan pelanggaran yang
dilakukan oleh Wajib Pajak. Dalam Pasal 38 huruf ‘a’ dan pasal 39 huruf ‘c’ menegaskan
bahwa terhadap keterlambatan penyampaian SPT Wajib Pajak harus dikenakan sanksi
pidana. Pelanggaran ini dapat terjadi berulang-ulang sehingga dapat mengerucut pada
tindkaan tidak menyampaikan SPT. Alasan penting diterapkan sanksi pidana bagi
tindakan Wajib Pajak yang terlambat menyampaiakan SPT adalah kemungkinan
mengulang kesalahan ini sangat besar, sehingga ancaman penegakan sanksi administrasi
saja tidak memberi efek jera bagi si pelaku (Wajib Pajak).
Dalam penegakan hukum pidana di bidang perpajakan, terkait dengan kesalahan
atau pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan terlambat menyampaikan
SPT, aparatur perpajakan juga mengalami hambatan-hambatan seperti kekuatan hukum
untuk mendukung penerapan sanksi pidana terhadap 85 Wajib Pajak yang terlambat
menyampaikan SPT, masih sangat lemah, karena belum diatur lebih lanjut dalam UU
KUP.
Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh aparatur perpajakan terhadap sanksi
pidana yang diterima dan akibat-akibatnya masih sangat lemah. Hambatan lain ialah
masalah akses Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan, juga sangat berpengaruh terhadap sanksi pidana yang diterima oleh Wajib
Pajak yang melakukan kesalahan ini.

B. Saran
Perlu pengaturan yang lebih tegas dalam UU KUP terkait dengan masalah
terlambat menyampaikan SPT sebagai suatu pelanggaran yang dapat dilakukan berulang-
ulang, sehingga pelakunya harus diancam dengan sanski pidana yang dapat memberi efek
jera terhadap Wajib Pajak yang melakukannya. Penegasan yang dimaksudkan di sini
adalah perlu merefisi kembali UU KUP yang mengatur tentang keterlambatan
menyampaiakan SPT, dengan memperhatikan pasal 38 Selain itu, aparatur perpajakan
perlu melakukan pengawasan berkaitan dengan kewenangan untuk memastikan bahwa
terlambat menyampaikan SPT yang dilakukan oleh Wajib Pajak adalah suatu pelanggaran
hukum sehingga harus dikenakan sanksi pidana yang memberikan efek jera. Pengawasan
pemerintah itu juga sekaligus dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
penegakan sanksi pidana bagi wajib Pajak yang melakukan pelanggaran akibat terlambat
menyampaikan SPT.

Anda mungkin juga menyukai