Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PATIENT SAFETY PADA ASMA BRONCHIAL

JAMALLUDIN

(433131490120085)

PRODI STUDI PROFESI NERS

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kharisma Karawang

Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang,

Jawa Barat 413116, Indonesia


2020/2021
A. Konsep Asma Bronchial
1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat penyempitan
saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang dengan sendirinya)
yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua interval asimtomatik
(Djojodibroto, 2017).

Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena adanya
penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, peradangan pada
jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan
hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/
kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri & Sumarno, 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial adalah


penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran nafas
yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing).

2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013) adalah sebagai
berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah alergen yang sedikit
untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory synchyhal
virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari
cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh sehingga
mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan asma bronkiale
(Muttaqin, 2008).

3. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma bronchial, yaitu :
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat
pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat disebut asma
ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi saat kanak-kanak, kadar
IgE serum meningkat, mekanisme terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.
Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau asma idiosinkratik yaitu asma
yang terjadi saat dewasa, kadar IgE normal dan bersifat Non-imun.

4. Manifestasi klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma bronkial adalah
sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan
sesak nafas yang kumat-kumatan.

5. Patofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen.
Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan
merangsang pembentukan IgE. IgE akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi.

Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP yang menurun itu akan
menimbulkan degranulasi sel berupa histamin dan kinin. Akibat dari bronkospasme
akan terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Tanda gelaja
tersebut merupakan tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).

7
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada
pasein asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat > 250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan adanya
hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri, 2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.

7. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri &
Sumarno, 2013).

b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif

8
a. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu
membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien
dengan batuk yang tidak efektif
b. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.

8. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak berespon terhadap
terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas dengan hipoksemia,
hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi endotrakea, ventilasi mekanis, dan terapi obat
agresif dapat diperlukan untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas akut,
komplikasi lain terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan,
atelektasis, pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).

9. Pemeriksaan diagnostik / penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
- Gambaran darah tepi: Menunjukkan leukositosis (15.000 – 40.000/mm3 )
- Analisa gas darah : Menunjukkan asidosis metabolik dengan atau tanpa
retensi
- CO2.
- darah (terutama eosinofil, Ig E total, Ig E spesifik)
- sputum(eosinofil,spiral Curshman, kristal Charcot –Leyden).
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks : Menunjukkan terdapat bercak- bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus.
c. Lain –Lain
1. Tes fungsi paru : Untuk mengetahui fungsi paru , menetapkan luas
beratnya penyakit , mendiagnosis keadaan.
2. Spirometri statik : Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

9
A. Konsep Patient Safety SKP 1 dan SKP 2
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien
di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko, Identifikasi dan Pengelolaan Risiko
(Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak Lanjut dan Implementasi Solusi).

Tujuan Patient Safety :


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahansehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan
5. Menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan dan pengunjung Santosa
Bandung International Hospital
6. Mempertahankan reputasi Santosa Bandung International Hospital
7. Memberikan pelayanan yang efektif dan efisien

Manfaat Patient Safety


1. Budaya safety meningkat dan berkembang
2. Komunikasi dengan pasien berkembang
3. Kejadian tidak diharapakn (KTD) menurun
4. Risiko klinis menurun
5. Keluhan berkurang
6. Mutu pelayan Rumah Sakit meningkat
7. Citra Rumah Sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti dengan
kepercayaan diri yang meningkat

Langkah Menuju Patient Safety


1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

10
2. Memimpin dan mendukung staf untuk komitmen dan focus pada keselamatan pasien
di Rumah Sakit
3. Integrasikan manajemen risiko
4. Sistem pelaporan di Rumah Sakit
5. Komunikasi terbuka dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien

SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

1. Ketepatan identifikasi pasien


Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya sehingga memperlancar
atau mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada pasien.

a. Maksud dan Tujuan :


Tujuan dilakukan identifikasi pasien adalah untuk memastikan ketepatan pasien
yang akan menerima layanan atau tindakan, serta untuk menyelaraskan layanan
atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien.
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya pernah terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam
keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas
pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi
lain.
Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat
dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan
untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

b. Kebijakan dan Prosedur


Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif harus dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk

11
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti hal berikut :
- nama pasien, dengan dua nama pasien.
- nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis.
- tanggal lahir.
- gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain.
Catatan : Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk
identifikasi.

Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua


pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di fasilitas
pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan
yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi.

Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu
proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan
untuk diidentifikasi.

c. Gelang Pasien :
Pasangkan gelang identifikasi pada pergelangan tangan pasien yang dominan
(sesuai dengan kondisi). Petugas akan memastikan gelang terpasang dengan
baik dan nyaman untuk pasien. Jika gelang tidak bisa dipasang di pergelangan
tangan pasien, dapat kenakan pada pergelangan kaki.

d. Warna Gelang
Gelang warna merah muda untuk pasien dengan jenis kelamin perempuan, biru
untuk pasien dengan jenis kelamin laki-laki, merah untuk pasien dengan alergi
obat, kuning untuk pasien dengan risiko jatuh, dan ungu untuk pasien yang
menolak tindakan resusitasi (Do Not Rescucitation).

12
e. Kegiatan Identikasi Pasien :
- Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
- Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
- Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan / prosedur.
- Diberlakukan kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan
identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
Beberapa hal penting identifikasi pasien (dapat berakibat fatal); pada saat :
memberikan obat, darah, atau produk darah, mengambil darah dan spesimen
lain untuk pengujian klinis, sebelum memberikan perawatan dan prosedur, bagi
bayi; identifikasi juga dilakukan sebelum mentransfer dari kamar bayi ke kamar
ibu.

2. Peningkatan komunikasi efektif


Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang
buruk dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan
adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat
menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telepon.

Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan dapt juga
menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan, misalnya
nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike).

a. Pengertian :
Komunikasi Efektif adalah komunikasi yang tepat sasaran dan mencapai tujuan.
Komunikasi dikatakan efektif jika, informasi, ide atau pesan yang disampaikan
dapat diterima dan dipahami dengan baik sehingga terbentuk kesamaan
persepsi, perubahan perilaku atau saling mendapatkan informasi atau menjadi
paham.

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan


sikap (attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. proses
13
komunikasi efektif artinya proses dimana komunikator dan komunikan saling
bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua orang atau
kelompok yang hasilnya sesuai dengan harapan. Meningkatkan Komunikasi
Yang Efektif merupakan Sasaran yang kedua dari 6 (enam) Sasaran
Keselamatan Pasien.

b. Latar Belakang :
Didalam sebuah Rumah Sakit terdiri dari berbagai profesi; yaitu Medik (Dokter
Umum, Dokter Spesialis), Keperawatan (Perawat Klinik, Bidan) dan Profesi
Lainnya (Farmasi, Analis, Radiografer, dll.) yang memilki kebiasaan dan latar
belakang masing masing profesinya. Namun untuk bekerja dalam melayani
kebutuhan pasien dengan prinsip "patient centre care", masing masing profesi
tidak bisa bekerja sendiri sendiri, tetapi harus menjadi sebuah tim yang solid,
kompak, serta bekerjasama.

Untuk mewujudkan teamwork yang solid, kompak, saling bekerjasama,


dibutuhkan komunikasi yang baik diantara sesama anggotanya. Komunikasi
Efektif dapat diterapkan untuk menjadi solusi sehingga masing masing anggota
saling memahami dan menghargai demi tercapainya tujuan bersama.

Berkomunikasi Efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama


memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam
bahasa asing orang menyebutnya “the communication is in tune”, yaitu kedua
belah pihak yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang
disampaikan.

c. Strategi Penerapan :
Komunikasi Efektif yang diterapkan di Rumah Sakit Krakatau Medika adalah
dengan menggunakan Strategi SBAR yang terdiri dari :

S : Situation; Yakni penjelasan situasi terkini yang terjadi pada pasien.


B : Background; Yakni informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi
dan latar belakang pasien terkini.
A : Assessment; Yakni hasil pengkajian kondisi pasien terkini/ terakhir.
14
R : Recommendation; Yakni rekomendasi apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah terhadap pasien ybs.

Hal lain yang diterapkan dalam komunikasi efektif antara lain penyampaian
informasi tentang hal kritis. Jika diperoleh hasil atau data pemeriksaan yang
bersifat "kritis" (memenuhi kriteria kritis); setiap profesi terkait harus segera
menyampaikannya kepada yang berkepentingan dan berwenang dalam
bidangnya.

Beberapa aktifitas yang membutuhkan Komunikasi Efektif antar profesi antara


lain adalah : komunikasi/ instruksi dalam bentuk lisan atau telepon,
penyampaian data/ hasil periksaan kritis, sistem rujukan, serta aktifitas serah
terima pasien.

d. Ekspektasi :
Komunikasi yang efektif ini akan membuat para Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) yang bekerjasama akan mampu mendeteksi masalah kesehatan lebih
awal, meningkatkan akurasi diagnosis, mencegah krisis medis dan intervensi
yang mahal, serta menghindari long stay perawatan. Selain itu juga dapat
meningkatkan pengetahuan pasien terhadap masalah kesehatannya, juga
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses terapi dan pencegahan
penyakit.

Komunikasi yang efektif antar profesi pemberi asuhan, akan sangat membantu
peran integrasi dan coordinative care pada para pasien. Pada akhirnya, hal ini
akan meningkatkan kepuasan pasien, penggunaan sumber dana kesehatan yang
cost effective, mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien, meningkatkan
mutu pelayanan, meningkatkan image pelayanan dan menurunkan kemungkinan
tuduhan pelayanan yang kurang baik.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan pada pasien asma bronkial menurut Wijaya & Putri (2013) dan
Priscilla, Karen, Gerene (2016) meliputi :
15
a. Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin ras dll.
Identifikasi pada pasien dilakukan dua kali pengecekan dalam setiap kegiatan
pelayanan ke pasien. Pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang
akan menerima pelayanan atau pengobatan dan kedua untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan atau prosedur yang dilakukan secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi khususnya pada proses pengidentifikasian
pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis atau pemberian pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan
atau prosedur tersebut memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang
identitas pasien dengan bar-code, dan lainlain. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur agar dapat
memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi dengan tepat
dan cepat.

Adapun elemen penilaian untuk identitas pasien adalah sebagai berikut :


1) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang identitas
sedikitnya dua identitas pasien (nama, tanggal lahir atau nomor rekam
medik)
2) Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang ditentukan
dengan ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan,
merah untuk pasien yang mengalami alergi dan kuning untuk pasien dengan
risiko jatuh (risiko jatuh telah diskoring dengan menggunakan protap
penilaian skor jatuh yang sudah ada)
3) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau
produk darah.
4) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan klinis.
5) Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
b. Informasi dan diagnosa medik yang penting

16
1) Melakukan kegiatan „READ BACK‟ pada saat menerima permintaan
secara lisan atau menerima intruksi lewat telepon dan pasang stiker ‟SIGN
HERE‟ sebagai pengingat dokter harus tanda tangan.
2) Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR saat melaporkan
keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien antara shift (hand
off) dan melaksanakan serah terima pasien antar ruangan dengan
menggunakan singkatan yang telah ditentukan oleh manajemen.
SBAR adalah pola/tehnik komunikasi yang harus dilakukan untuk melapor
atau berkomunikasi dengan teman seprofesi atau antar profesi (interdisiplin
ilmu) untuk menghindari kesalahan komunikasi dan bertujuan agar dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi pasien.
S (Situation) : Kondisi terkini yang terjadi pada pasien
B (Background) : Informasi penting yang melatarbelakangi
kondisi/keluhan pasien
A (Assessment) : Hasil penilaian/pengkajian kondisi pasien
R (Recomendation): Apa yang perlu dilakukan/saran untuk mengatasi
masalah pasien

c. Data riwayat kesehatan


d. Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita penyakit asma sebelumnya,
menderita kelelahan yang amat sangat dengan sianosi pada ujung jari.
e. Riwayat kesehatan sekarang
1) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat tidak
ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan nafas
2) Sesak setelah melakukan aktivitas / menhadapi suatu krisis emosional
3) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
f. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat keluarga yang mengalami asma
2) Riwayat keluarga positif menderita penyakit alergi, seperti rinitis alergi,
sinustis, dermatitis, dan lain-lain
g. Pemeriksaan fisik : tingkat distres yang tampak ,tanda-tanda vital, kecepatan
pernapasan dan ekskursi, suara napas di seluruh lapang paru, nadi apikal.

17
h. Pemeriksaan diagnostik meliputi volume ekspirasi paksa, kecepatan aliran
ekspirasi puncak, gas darah.
i. Pola gordon
1)  Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
– Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan
otot–otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)
– Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi,
dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara
tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi
– Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan
tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
2) Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas jam
tidur
3) Pola nutrisi – metabolic
– Berapa kali makan sehari
– Makanan kesukaan
– Berat badan sebelum dan sesudah sakit
– Frekuensi dan kuantitas minum sehari
4) Pola eliminasi
– Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
– Nyeri
– Kuantitas
5) Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
6) Pola konsep diri
– Gambaran diri
– Identitas diri
– Peran diri
18
– Ideal diri
– Harga diri
7) Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
8) Pola peran hubungan
– Hubungan dengan anggota keluarga
– Dukungan keluarga
– Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
9) Pola nilai dan kepercayaan
– Persepsi keyakinan
– Tindakan berdasarkan keyakinan

2. Diagnosis Keperawatan yang muncul


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Pola nafas tidak efektif
d. Intoleransi aktivitas
e. Risiko alergi
f. Risiko cedera

C. Diagnosa keperawatan dan Intervensi menurut SDKI, SILKI, dan SIKI.

No SDKI SLKI SIKI

1 Bersihan jalan Luaran utama : Intervensi utama : manajemen jalan


nafas tak efektif Bersihan jalan napas napas (I.01011)
(D.0149) (L.01001) Tindakan :
Ekspektasi meningkat 1. Observasi
Kriteria hasil : - Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
1. Batuk efektif
usaha napas)
cukup meningkat
- Monitor bunyi napas
2. Produk sputum
tambahan
menurun
- Monitor sputum
3. Mengi menurun
2. Terapeutik
4. Wheezing
- Pertahankan kepatenan jalan
menurun
napas dengan head-tili dan

19
5. Dispnea menurun chin-lift
6. Ortopnea menurun -Posisikan semi fowlwe/
7. Frekuensi napas fowler
membaik - Berikan minum hangat
8. Pola napas - Lakukan fisioterapi dada
membaik jika perlu.
- Lakukan penghisaan lender
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakel
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
4. kolaborasi
- kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2 Gangguan Luaran utama : Intervensi utama : pemantauan


Pertukaran Gas pertukaran gas respirasi (I.01014)
(D.0003) (L.01003) Tindakan
Ekspektasi meningkat 1. Observasi
Kriteria hasil : - Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
1. tingkat kesadaran
- Monitor pola napas
meningkat
- Monitor kemampuan batuk
2. dyspnea menurun
efektif
3. bunyi napas
- Monitor adanya produksi
tambahan menurun
sputum
4. napas cuping
- Monitor adanya sumbatan
hidung menurun
jalan napas
5. PCO2 membaik
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
6. PO2 membaik
paru
7. PH arteri membaik
- Auskultasi bunyi napas
8. Pola napas
- Monitor saturasi oksigen
membaik
- Monitor nilai AGD
2. Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan

20
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
-

3 Pola Napas Tidak Luaran utama : Pola Intervensi utama : manajemen jalan
Efektif (D.0005) Napas (L.01004) napas
Ekspektasi meningkat (I.01011)
Kriteria hasil : Tindakan :
1. Ventilasi semenit 1. Observasi
meningkat - Monitor pola napas
2. Tekanan ekspirasi
(frekuensi, kedalaman,
meningkat
3. Tekanan inspirasi usaha napas)
meningkat
- Monitor bunyi napas
4. Dyspnea menurun
5. Penggunaan otot tambahan
bantu napas
- Monitor sputum
menurun
6. Pemanjangan fase 2. Terapeutik
ekspirasi menurun - Pertahankan kepatenan jalan
7. Ortopnea menurun
napas dengan head-tili dan
8. Pernapasan cuping
hidung menurun chin-lift
9. Frekuensi napas
- Posisikan semi fowlwe/
membaik
10. Kedalaman napas fowler
membaik
- Berikan minum hangat
11. Ekskursi dada
membaik - Lakukan fisioterapi dada
jika perlu.
- Lakukan penghisaan lender
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakel
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan

21
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

4 Intoleransi aktivitas Luaran utama : Intervensi utama : terapi aktivitas


(D.0056) toleransi aktivitas (I.05186)
(L.05047) Tindakan
Ekspektasi meningkat 1. Observasi
Kriteria hasil : - Identifikasi deficit tingkt
aktivitas
1. Frekuensi nadi
- Identifikasi kemampuan
meningkat
berpartisipasi dalam aktivitas
2. Saturasi oksigen
tertentu
meningkat
- Identivikasi sumber daya
3. Kemudahan dalam
untuk aktivitas yang
melakukan
diinginkan
aktivitas sehari-
hari meningkat
4. Keluhan lelah 2. Terapeutik
- Sepakati komitmen untuk
menurun
meningkatkan frekuensi dan
5. Dyspnea saat
rentang aktivitas
aktivitas menurun
- Kordinasi memilih terapi
6. Dyspnea setelah
aktivitas sesuai usia
aktivitas menurun
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin
7. Perasaan lemah
- Libatkan keluarga dalam
menurun
aktivitas jika perlu
8. Frekuensi napas
- Jadwalkan aktivitas dalam
membaik
rutinitas sehari-hari
3. Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, social, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
- Anjurkan keluarga untuk
memberi penguatan positif
atas pertisipasi dalam
aktivitas

22
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai.

5. Implementasi
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, membantu pasien
memposisikan fisioterapi dada, mengajarkan batuk efektif, memposisikan untuk
meringankan sesak nafas(posisi semi fowler), memberikan terapi nebulizer.
Implementasi dilakukan dengan kehati-hatian mempertimbangkan kondisi pasien dan
melakukannya sesuai prosedur sasaran keselamatan pasien, sehingga pasien dapat
membaik setelah dilakukan pelayanan kesehatan dengan prosedur yang tepat.

6. Evaluasi
Menurut Moorhead, dkk (2016) evaluasi pada ketidakefektifan bersihan jalan nafas
pada asma bronchial sesuai dengan hasil dari perencanaan yang telah dilakukan yaitu
menunjukkan bersihan jalan nafas yang efektif, yang dibukitkan oleh status
pernafasan : kepatenan jalan nafas berupa frekuensi pernafasan normal, irama
pernafasan reguler, kedalaman inspirasi tidak mengalami gangguan.
Tidak ada cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan seperti pada saat identifikasi pasien dan komunikasi efektif yang dilakukan
perawat dnegan dokter terkait permasalahan pasien atau tidak mengambil tindakan
yang harusnya diambil. Pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dengan benar.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M.G.,Howard, K.B.,Joanne, M. D., & Wagner, M.C (2016). Nursing intervention
classification (NIC). United States of America: Elsevier Mosby.
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta : EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, F., Murr, A. C. Dkk. 2015. Manual diagnosis keperawatan :
rencana, intervensi & dokumentasi asuhan keperawatan . editor edisi bahasa
indonesia, Karyuni, P. E. dkk edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis keperawatan : definisi keperawatan & klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC). United States of America: Elsevier Mosby.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Priscilla, L., Karen, M. B., Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.
Putri, H. & Soemarno, S. (2013). Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk Efektif
Pada Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma
Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi Volume 13 Nomor 1, (online),

24
(http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-soemarno.pdf , diakses
tanggal 29 Januari 2018).
Tim pokja SDKI, DPP PPNI. (2016). Setandar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Tim pokja SLKI, DPP PPNI. (2019). Setandar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Tim pokja SIKI, DPP PPNI. (2019). Setandar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Wijaya, A. S., & Putri, Y. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : keperawatan dewasa
teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
https://krakataumedika.com/info-media/artikel/mengidentifikasi-pasien-dengan-
benar#:~:text=Identifikasi%20pasien%20adalah%20suatu%20sistem,dalam
%20pemberian%20pelayanan%20kepada%20pasien. Diunduh pada tanggal 12
Januari 2021.
https://krakataumedika.com/info-media/artikel/penerapan-komunikasi-efektif-di-rumah-sakit.
Diuduh pada tanggal 12 januari 2021.

25

Anda mungkin juga menyukai