JAMALLUDIN
(433131490120085)
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena adanya
penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, peradangan pada
jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan
hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/
kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013) adalah sebagai
berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah alergen yang sedikit
untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory synchyhal
virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari
cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
d. Refleks gastroesopagus
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh sehingga
mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan asma bronkiale
(Muttaqin, 2008).
3. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma bronchial, yaitu :
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat
pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat disebut asma
ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi saat kanak-kanak, kadar
IgE serum meningkat, mekanisme terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.
Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau asma idiosinkratik yaitu asma
yang terjadi saat dewasa, kadar IgE normal dan bersifat Non-imun.
4. Manifestasi klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma bronkial adalah
sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan
sesak nafas yang kumat-kumatan.
5. Patofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan allergen.
Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan
merangsang pembentukan IgE. IgE akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi.
Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP yang menurun itu akan
menimbulkan degranulasi sel berupa histamin dan kinin. Akibat dari bronkospasme
akan terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif. Tanda gelaja
tersebut merupakan tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).
7
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada
pasein asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat > 250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan adanya
hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri, 2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
7. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
1) Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
2) Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
3) Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
4) Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
5) Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri &
Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
8
a. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu
membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien
dengan batuk yang tidak efektif
b. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.
8. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak berespon terhadap
terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas dengan hipoksemia,
hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi endotrakea, ventilasi mekanis, dan terapi obat
agresif dapat diperlukan untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas akut,
komplikasi lain terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan,
atelektasis, pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).
9
A. Konsep Patient Safety SKP 1 dan SKP 2
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien
di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko, Identifikasi dan Pengelolaan Risiko
(Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak Lanjut dan Implementasi Solusi).
10
2. Memimpin dan mendukung staf untuk komitmen dan focus pada keselamatan pasien
di Rumah Sakit
3. Integrasikan manajemen risiko
4. Sistem pelaporan di Rumah Sakit
5. Komunikasi terbuka dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
11
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, seperti hal berikut :
- nama pasien, dengan dua nama pasien.
- nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis.
- tanggal lahir.
- gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain.
Catatan : Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk
identifikasi.
Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu
proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan
untuk diidentifikasi.
c. Gelang Pasien :
Pasangkan gelang identifikasi pada pergelangan tangan pasien yang dominan
(sesuai dengan kondisi). Petugas akan memastikan gelang terpasang dengan
baik dan nyaman untuk pasien. Jika gelang tidak bisa dipasang di pergelangan
tangan pasien, dapat kenakan pada pergelangan kaki.
d. Warna Gelang
Gelang warna merah muda untuk pasien dengan jenis kelamin perempuan, biru
untuk pasien dengan jenis kelamin laki-laki, merah untuk pasien dengan alergi
obat, kuning untuk pasien dengan risiko jatuh, dan ungu untuk pasien yang
menolak tindakan resusitasi (Do Not Rescucitation).
12
e. Kegiatan Identikasi Pasien :
- Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
- Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
- Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan / prosedur.
- Diberlakukan kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan
identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
Beberapa hal penting identifikasi pasien (dapat berakibat fatal); pada saat :
memberikan obat, darah, atau produk darah, mengambil darah dan spesimen
lain untuk pengujian klinis, sebelum memberikan perawatan dan prosedur, bagi
bayi; identifikasi juga dilakukan sebelum mentransfer dari kamar bayi ke kamar
ibu.
Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek. Pengucapan dapt juga
menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan, misalnya
nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look alike, sound alike).
a. Pengertian :
Komunikasi Efektif adalah komunikasi yang tepat sasaran dan mencapai tujuan.
Komunikasi dikatakan efektif jika, informasi, ide atau pesan yang disampaikan
dapat diterima dan dipahami dengan baik sehingga terbentuk kesamaan
persepsi, perubahan perilaku atau saling mendapatkan informasi atau menjadi
paham.
b. Latar Belakang :
Didalam sebuah Rumah Sakit terdiri dari berbagai profesi; yaitu Medik (Dokter
Umum, Dokter Spesialis), Keperawatan (Perawat Klinik, Bidan) dan Profesi
Lainnya (Farmasi, Analis, Radiografer, dll.) yang memilki kebiasaan dan latar
belakang masing masing profesinya. Namun untuk bekerja dalam melayani
kebutuhan pasien dengan prinsip "patient centre care", masing masing profesi
tidak bisa bekerja sendiri sendiri, tetapi harus menjadi sebuah tim yang solid,
kompak, serta bekerjasama.
c. Strategi Penerapan :
Komunikasi Efektif yang diterapkan di Rumah Sakit Krakatau Medika adalah
dengan menggunakan Strategi SBAR yang terdiri dari :
Hal lain yang diterapkan dalam komunikasi efektif antara lain penyampaian
informasi tentang hal kritis. Jika diperoleh hasil atau data pemeriksaan yang
bersifat "kritis" (memenuhi kriteria kritis); setiap profesi terkait harus segera
menyampaikannya kepada yang berkepentingan dan berwenang dalam
bidangnya.
d. Ekspektasi :
Komunikasi yang efektif ini akan membuat para Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) yang bekerjasama akan mampu mendeteksi masalah kesehatan lebih
awal, meningkatkan akurasi diagnosis, mencegah krisis medis dan intervensi
yang mahal, serta menghindari long stay perawatan. Selain itu juga dapat
meningkatkan pengetahuan pasien terhadap masalah kesehatannya, juga
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses terapi dan pencegahan
penyakit.
Komunikasi yang efektif antar profesi pemberi asuhan, akan sangat membantu
peran integrasi dan coordinative care pada para pasien. Pada akhirnya, hal ini
akan meningkatkan kepuasan pasien, penggunaan sumber dana kesehatan yang
cost effective, mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien, meningkatkan
mutu pelayanan, meningkatkan image pelayanan dan menurunkan kemungkinan
tuduhan pelayanan yang kurang baik.
16
1) Melakukan kegiatan „READ BACK‟ pada saat menerima permintaan
secara lisan atau menerima intruksi lewat telepon dan pasang stiker ‟SIGN
HERE‟ sebagai pengingat dokter harus tanda tangan.
2) Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR saat melaporkan
keadaan pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien antara shift (hand
off) dan melaksanakan serah terima pasien antar ruangan dengan
menggunakan singkatan yang telah ditentukan oleh manajemen.
SBAR adalah pola/tehnik komunikasi yang harus dilakukan untuk melapor
atau berkomunikasi dengan teman seprofesi atau antar profesi (interdisiplin
ilmu) untuk menghindari kesalahan komunikasi dan bertujuan agar dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi pasien.
S (Situation) : Kondisi terkini yang terjadi pada pasien
B (Background) : Informasi penting yang melatarbelakangi
kondisi/keluhan pasien
A (Assessment) : Hasil penilaian/pengkajian kondisi pasien
R (Recomendation): Apa yang perlu dilakukan/saran untuk mengatasi
masalah pasien
17
h. Pemeriksaan diagnostik meliputi volume ekspirasi paksa, kecepatan aliran
ekspirasi puncak, gas darah.
i. Pola gordon
1) Pola aktivitas dan latihan
Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi,mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
– Airway
Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan
otot–otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)
– Breathing
Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi,
dypsnea,takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara
tambahanronkhi, hiperresonan pada perkusi
– Circulation
Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan
tingkatkesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm
2) Pola istirahat tidur
Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur, kualitas dan kuantitas jam
tidur
3) Pola nutrisi – metabolic
– Berapa kali makan sehari
– Makanan kesukaan
– Berat badan sebelum dan sesudah sakit
– Frekuensi dan kuantitas minum sehari
4) Pola eliminasi
– Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari
– Nyeri
– Kuantitas
5) Pola kognitif perceptual
Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)
6) Pola konsep diri
– Gambaran diri
– Identitas diri
– Peran diri
18
– Ideal diri
– Harga diri
7) Pola seksual – reproduksi
Adakah gangguan pada alat kelaminya.
8) Pola peran hubungan
– Hubungan dengan anggota keluarga
– Dukungan keluarga
– Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
9) Pola nilai dan kepercayaan
– Persepsi keyakinan
– Tindakan berdasarkan keyakinan
19
5. Dispnea menurun chin-lift
6. Ortopnea menurun -Posisikan semi fowlwe/
7. Frekuensi napas fowler
membaik - Berikan minum hangat
8. Pola napas - Lakukan fisioterapi dada
membaik jika perlu.
- Lakukan penghisaan lender
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakel
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
4. kolaborasi
- kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
20
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
-
3 Pola Napas Tidak Luaran utama : Pola Intervensi utama : manajemen jalan
Efektif (D.0005) Napas (L.01004) napas
Ekspektasi meningkat (I.01011)
Kriteria hasil : Tindakan :
1. Ventilasi semenit 1. Observasi
meningkat - Monitor pola napas
2. Tekanan ekspirasi
(frekuensi, kedalaman,
meningkat
3. Tekanan inspirasi usaha napas)
meningkat
- Monitor bunyi napas
4. Dyspnea menurun
5. Penggunaan otot tambahan
bantu napas
- Monitor sputum
menurun
6. Pemanjangan fase 2. Terapeutik
ekspirasi menurun - Pertahankan kepatenan jalan
7. Ortopnea menurun
napas dengan head-tili dan
8. Pernapasan cuping
hidung menurun chin-lift
9. Frekuensi napas
- Posisikan semi fowlwe/
membaik
10. Kedalaman napas fowler
membaik
- Berikan minum hangat
11. Ekskursi dada
membaik - Lakukan fisioterapi dada
jika perlu.
- Lakukan penghisaan lender
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakel
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
21
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
22
4. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai.
5. Implementasi
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, membantu pasien
memposisikan fisioterapi dada, mengajarkan batuk efektif, memposisikan untuk
meringankan sesak nafas(posisi semi fowler), memberikan terapi nebulizer.
Implementasi dilakukan dengan kehati-hatian mempertimbangkan kondisi pasien dan
melakukannya sesuai prosedur sasaran keselamatan pasien, sehingga pasien dapat
membaik setelah dilakukan pelayanan kesehatan dengan prosedur yang tepat.
6. Evaluasi
Menurut Moorhead, dkk (2016) evaluasi pada ketidakefektifan bersihan jalan nafas
pada asma bronchial sesuai dengan hasil dari perencanaan yang telah dilakukan yaitu
menunjukkan bersihan jalan nafas yang efektif, yang dibukitkan oleh status
pernafasan : kepatenan jalan nafas berupa frekuensi pernafasan normal, irama
pernafasan reguler, kedalaman inspirasi tidak mengalami gangguan.
Tidak ada cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan seperti pada saat identifikasi pasien dan komunikasi efektif yang dilakukan
perawat dnegan dokter terkait permasalahan pasien atau tidak mengambil tindakan
yang harusnya diambil. Pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dengan benar.
23
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, M.G.,Howard, K.B.,Joanne, M. D., & Wagner, M.C (2016). Nursing intervention
classification (NIC). United States of America: Elsevier Mosby.
Djojodibroto, R.D. (2017). Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta : EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, F., Murr, A. C. Dkk. 2015. Manual diagnosis keperawatan :
rencana, intervensi & dokumentasi asuhan keperawatan . editor edisi bahasa
indonesia, Karyuni, P. E. dkk edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman & Kamitsuru. (2015). Diagnosis keperawatan : definisi keperawatan & klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S.,Johnson, M., & Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC). United States of America: Elsevier Mosby.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Priscilla, L., Karen, M. B., Gerene, B. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.
Putri, H. & Soemarno, S. (2013). Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk Efektif
Pada Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma
Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi Volume 13 Nomor 1, (online),
24
(http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-soemarno.pdf , diakses
tanggal 29 Januari 2018).
Tim pokja SDKI, DPP PPNI. (2016). Setandar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Tim pokja SLKI, DPP PPNI. (2019). Setandar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Tim pokja SIKI, DPP PPNI. (2019). Setandar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Wijaya, A. S., & Putri, Y. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : keperawatan dewasa
teori dan contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
https://krakataumedika.com/info-media/artikel/mengidentifikasi-pasien-dengan-
benar#:~:text=Identifikasi%20pasien%20adalah%20suatu%20sistem,dalam
%20pemberian%20pelayanan%20kepada%20pasien. Diunduh pada tanggal 12
Januari 2021.
https://krakataumedika.com/info-media/artikel/penerapan-komunikasi-efektif-di-rumah-sakit.
Diuduh pada tanggal 12 januari 2021.
25