Anda di halaman 1dari 40

Tugas Kelompok

MAKALAH “ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM


ISLAM”
Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Nikmah Dalimunthe, S. Ag, M.H

Disusun oleh: Kelompok II


Aisyah Fitri Pulungan
Akhir Syahputra
Fadhillah Jannati Nurhafidzah
Maudy Suci Annisa
Zulfah Hidayah Sari
Zulpan Rasidin Hutasuhut

Kelas D1 Reguler
Stambuk 2015

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)


Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
Uiversitas Negeri Medan
2017

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi kesempatan serta
ridho-Nya sehingga penulisan makalah ini berjalan dengan lancar. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk menunaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan dosen
pengampu Ibu Nikmah Dalimunthe, S.Ag, M.H.
Kami sebagai tim penyusun menyatakan bahwa makalah ini sangat penting dan perlu
untuk mahasiswa pelajari. Materi makalah ini dapat digunakan guru maupun mahasiswa sebagai
calon guru untuk belajar secara mandiri mengenai pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam Islam. Atas dasar kebutuhan dan materi yang kami emban, maka judul makalah ini ialah
“Ilmu Pengetahauan dan Teknologi dalam Islam”.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan sumber yang telah mendukung
kesuksesan dari penyusunan hingga selesainya penulisan makalah ini. Mengingat penyajian
materi yang masih dirasa kurang lengkap, maka kami mengharapkan kritik dan saran.

Medan, 30 Oktober 2017


Hormat Kami,

Kelompok II

Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................................1
1.1  Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3  Tujuan....................................................................................................................................2
1.4  Manfaat..................................................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................................3
2.1 Iman, Amal, dan IPTEK sebagai Satu Kesatuan.............................................................3
2.2 Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu................................................................22
2.3 Tanggung Jawab Ilmuan .................................................................................................29
BAB III Penutup....................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................32
3.2 Saran................................................................................................................................33
Daftar Pustaka........................................................................................................................34
BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Dizaman modern saat ini ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam kemajuan suatu
bangsa, serta ilmu tersebut akan berpengaruh terhadap taraf ekonomi, sosial dan intelektual
seseorang. Dari tahun ke tahun IPTEK sudah berkembang dengan pesat. Bahkan untuk oknum-
oknum tertentu IPTEK merupakan suatu kebutuhan primer.
Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam
kehidupan bagi umat manusia. Martabat manusia di samping ditentukan oleh peribadahannya
kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. Bahkan di dalam Al-qur’an sendiri Allah menyatakan bahwa hanya orang yang
berilmulah yang benar takut kepada Allah.
Dialog antara Allah dan Malaikat ketika Allah mau menciptakan manusia dan malaikat
mengatakan bahwa manusia akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah, Allah
membuktikan keunggulan manusia dari pada malaikat dengan kemampuan manusia menguasai
ilmu melalui kemampuan menyebutkan nama-nama. IPTEK dan seni dalam praktik mampu
mengangkat harkat dan martabat manusia karena melalui IPTEK dan seni manusia mampu
melakukan eksplorasi kekayaan alam yang disediakan oleh Allah. Oleh karena itu, dalam
pengembangan IPTEK dan seni, nilai-nilai islam tidak boleh diabaikan agar hasil yang diperoleh
memberikan kemanfaatan sesuai dengan fitrah hidup manusia.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang.
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran
(qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam
sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala
ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat
diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak
boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai
standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari.
Standar atau kriteria inilah yang seharusnya digunakan umat Islam, bukan standar
manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini
mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK, didasarkan pada ketentuan halal-
haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah
dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK dan telah diharamkan oleh
Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan
manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban
barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan IPTEK
modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban barat
tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka pemakalah akan mendalami materi
mengenai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Islam.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari makalah ini adalah:
“bagaimanakah ilmu pengetahauan dan teknologi dalam Islam?”
1.3  Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan membantu mempermudah mahasiswa mengikuti
perkuliahan Pendidikan Agama Islam, mengetahui ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam,
serta mengetahui kewajiban dan tanggung jawab seorang Ilmuan.
1.4  Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan materi mengenai ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam Islam. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi
1) Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang
IPTEK, 2) Pembaca, sebagai media informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
Islam secara teoritis maupun secara praktis.
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1  Iman, Amal, dan IPTEK sebagai Satu Kesatuan


Al-qur’an al-Karim merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad saw yang
bersifat abadi. Ia merupakan sumber hidayah, pengetahuan, teknologi, serta sumber kebahagian
hidup di dunia dan akhirat. Kandungan al-qur’an bersifat universal, mengatur segala aspek
kehidupan manusia, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
penelitian.
Ayat-ayat yang pertama kali diturunkan (Al-‘alaq:1-5), justru mengandung perintah
untuk mempelajari ilmu pengetahuan dengan baca dan tulis serta mengembangkannya melalui
penelitian, seperti untuk mengetahui kekuasaan dan keajaiban-Nya dalam menciptakan manusia
dari segumpal darah. Misalnya, firman Allah:
‫﴾ عَلَّ َم‬96:4﴿ ‫﴾ الَّ ِذ ۡى عَلَّ َم بِ ۡالقَلَ ۙ ِم‬96:3﴿ ‫﴾ اِ ۡق َر ۡا َو َربُّكَ ااۡل َ ۡك َر ۙ ُم‬96:2﴿ ‫ق‬
ٍۚ َ‫ق ااۡل ِ ۡن َسانَ ِم ۡن َعل‬ َ َ‫ك الَّ ِذ ۡى َخل‬
َ َ‫﴾ خَ ل‬96:1﴿ ۚ‫ق‬ ۡ ِ‫اِ ۡق َر ۡا ب‬
َ ِّ‫اس ِم َرب‬
96:5﴿ ؕ ۡ‫﴾ااۡل ِ ۡن َسانَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم‬
Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu, Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang telah
mengajari manusia dengan perantaraan kalam. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya”. (Al-‘alaq: 1-5)
Rangkaian ayat di atas menunjukkan pentingnya memiliki kemampuan membaca dan
menulis, menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan, serta mengadakan penelitian dari
ayat-ayat Allah. Hal itu tidak saja pada ayat-ayat quraniyah tetapi juga kauniyah, yaitu alam
ciptaan-Nya seperti langit, bumi dan seisinya agar dapat menghasilkan kemajuan ilmu dan
teknologi.
Ilmu pengetahuan ibarat binatang buruan, dan tulisan sebagai tali pengikat. Oleh karena
itu, berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditulis dan disusun, baik berbentuk karya
tulis ilmiah dari hasil penelitian maupun dengan menggunakan media lainnya. Hal itu dilakukan
agar tidak mudah hilang dan dapat dipelajari manusia dari generasi ke generasi.
Ayat lain yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan adalah sebagaimana firman Allah
pada surah Az-zumar: 9:
۟ ‫اخ َرةَ َويَرْ ج‬
‫ُوا َرحْ َمةَ َربِِّۦه ۗ قُلْ هَلْ يَ ْست َِوى ٱلَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوٱلَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمونَ ۗ إِنَّ َما‬ ِ ‫ت َءانَٓا َء ٱلَّ ْي ِل َسا ِجدًا َوقَٓائِ ًما يَحْ َذ ُر ٱلْ َء‬ ٌ ِ‫أَ َّم ْن هُ َو ٰقَن‬
۟ ُ‫يَتَ َذ َّك ُر أُ ۟ول‬
ِ َ‫وا ٱأْل َ ْل ٰب‬
‫ب‬

Artinya: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan yang tidak mengetahui? sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”. (Az-Zumar: 9)
Al-qur’an juga mendorong manusia untuk menguasai dan mengembangkan teknologi,
baik teknologi pertanian, peternakan, kedokteran, maupun teknologi yang lain yang bermanfaat
untuk masyarakat. Sehingga terciptalah berbagai jenis barang elektronik, mobil, kapal laut,
pesawat terbang, satelit, roket, dan lainnya.
Al-qur’an mempersilahkan manusia untuk menjelajah, melintas, dan menembus penjuru
langit, dan bumi sebagai antariksawan. Misalnya, firman Allah pada surah ar-Rahman ayat 33:
٣٣﴿ ‫ض فَانفُ ُذوا اَل تَنفُ ُذونَ إِاَّل بِس ُْلطَا ٍن‬
ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ ِ َ‫نس إِ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم أَن تَنفُ ُذوا ِم ْن أَ ْقط‬
ِ ‫ار ال َّس َما َوا‬ ِ ِ ‫﴾يَا َم ْع َش َر ْال ِجنِّ َواإْل‬
Artinya: “Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintas) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan
(teknologi)”. (Q.S. Ar-Rahman: 33).
Sedangkan dorongan Al-qur’an untuk mengembangkan penelitian antara lain dapat
dilihat di dalam isyarat firman-firman Allah di bawah ini:
ِ َّ‫ق َوأَ َج ٍل ُم َس ّمًى َوإِ َّن َكثِيرًا ِمنَ الن‬
‫اس بِلِقَا ِء َربِّ ِه ْم‬ ِّ ‫ض َو َما بَ ْينَهُ َما إِال بِ ْال َح‬ َ َ‫أَ َولَ ْم يَتَفَ َّكرُوا فِي أَ ْنفُ ِس ِه ْم َما َخل‬
ِ ‫ق هَّللا ُ ال َّس َما َوا‬
َ ْ‫ت َواألر‬
َ‫لَ َكافِرُون‬
Artinya: “Dan , mengapa mereka tidak memikirkan tentang kejadian diri mereka?” (Q.S. Ar-
Rum: 8).
ِ ‫) َوفِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَفَال تُ ْب‬20( َ‫ات لِ ْل ُموقِنِين‬
(22) َ‫) َوفِي ال َّس َما ِء ِر ْزقُ ُك ْم َو َما تُو َع ُدون‬21( َ‫صرُون‬ ٌ َ‫ض آي‬
ِ ْ‫َوفِي األر‬
Artinya: “Dan di bumi ini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin.
Dan juga pada diri kamu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (Az-Zariyat: 20-
22).
Kata “afala tubshirun” (apakah kamu tiada memperhatikan?) di dalam Al-qur’an diulang-
ulang sampai lima kali. Ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mengadakan penelitian,
sedangkan isyarat “unzhur” disebut sebanyak 26 kali, “unzhuru” sebanyak 9 kali. Al-qur’an juga
banyak mengandung ungkapan problematik sejak 14 abad yang lalu, yang kemudian telah
dibuktikan oleh penemuan-penemuan ilmiah, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Para ahli menafsirkan “zarrah” dengan “atom” sesuai dengan pengertian bahasa dewasa ini,
berpendapat bahwa Al-qur’an telah mengoreksi teori Demokritos yang menganggap “atom”
bagian terkecil dari segala benda. Allah berfirman dalam surah Saba’ ayat 3:

ِ ْ‫ت َواَل فِي اأْل َر‬


‫ض َواَل‬ ِ ‫َوقَا َل الَّ ِذينَ َكفَرُوا اَل تَأْتِينَا السَّا َعةُ ۖقُلْ بَلَ ٰى َو َربِّي لَتَأْتِيَنَّ ُك ْم عَالِ ِم ْال َغ ْي‬
ِ ‫ب ۖاَل يَ ْع ُزبُ َع ْنهُ ِم ْثقَا ُل َذ َّر ٍة فِي ال َّس َما َوا‬
ٍ ‫أَصْ َغ ُر ِم ْن ٰ َذلِكَ َواَل أَ ْكبَ ُر إِاَّل فِي ِكتَا‬
‫ب ُمبِي ٍن‬
Artinya: “Dan orang-orang yang kafir berkata: Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada
kami. Katakanlah: Pasti datang, demi Tuhanku Yang mengetahui yang ghaib, sesungguhnya
kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada seberat zarrah pun yang ada di langit dan
ada di bumi yang tersembunyi dari pada-Nya dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan
yang lebih besar, melainkan tersebut dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz)”.
b.      Ketika Al-qur’an memaparkan peristiwa Ash-Habul Kahfi (sekelompok pemuda yang memasuki
gua) sebagai manifestasi kekuasaan Tuhan terhadap waktu dan kehebatan genggamannya
terhadap perbedaan gerak, sebagaimana difirmankan dalam surah Al-Kahfi ayat 25:
۟ ‫ٱزدَاد‬
‫ُوا تِ ْسعًا‬ َ َ‫وا فِى َك ْهفِ ِه ْم ثَ ٰل‬
ْ ‫ث ِم ۟ائَ ٍة ِسنِينَ َو‬ ۟ ُ‫َولَبث‬
ِ
Artinya: “Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun
lagi”.
c.       Energi yang pada abad ke XX ini merupakan kebutuhan pokok hidup manusia yang tersimpan
dalam tumbuh-tumbuhan sebagai akibat proses potosintesis telah diisyaratkan dalam surah Yasin
ayat 80:
]٣٦:٨٠[ َ‫ض ِر نَارًا فَإ ِ َذا أَ ْنتُ ْم ِم ْنهُ تُوقِ ُدون‬
َ ‫الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ْم ِمنَ ال َّش َج ِر اأْل َ ْخ‬
Artinya: “Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu
menyalakan (api) dari kayu itu”.
Zat hijau daun atau klorofil yang ada pada daun serta ranting-ranting pohon yang berperan dalam
mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui potosintesis. Proses yang
ditemukan baru pada akhir abad 18 ini telah diisyaratkan oleh Tuhan dalam kitab suci-Nya yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad saw pada sekitar abad ke 7 Masehi.
d.      Salah satu gejala besar dewasa ini yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan adalah masa
“The Expanding Universe” kosmos yang mengembang. Hal ini sesuai dengan tafsir yang telah
diterbitkan oleh Majlis Tinggi Urusan Agama Islam di Kairo, telah diisyaratkan Al-qur’an:
َ‫َوٱل َّس َمٓا َء بَنَ ْي ٰنَهَا بِأَي ْ۟ي ٍد َوإِنَّا لَ ُمو ِسعُون‬
Artinya: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa meluaskannya”. (Az-Zariyat: 47).
e.       Demikian pula teori gerakan bumi, baik mengenai peredarannya mengitari matahari maupun
gerakan lapisan perut bumi telah diisyaratkan Al-qur’an:
َ‫ى أَ ْتقَنَ ُك َّل َش ْى ٍء ۚ إِنَّهۥُ خَ بِي ۢ ٌر بِ َما تَ ْف َعلُون‬
ٓ ‫ص ْن َع ٱهَّلل ِ ٱلَّ ِذ‬ ِ ‫َوت ََرى ْٱل ِجبَا َل تَحْ َسبُهَا َجا ِم َدةً َو ِه َى تَ ُمرُّ َم َّر ٱل َّس َحا‬
ُ ۚ‫ب‬
Artinya: “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh
setiap sesuatu, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (An-Naml: 88).
Jelaslah bahwa Islam dengan Al-qur’an dan Hadis mengandung segala peraturan pola
kehidupan manusia di dunia, termasuk dalam hal ini adalah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mereka sering menyangkal bahwa ilmu pengetahuan berseberangan dengan ilmu agama. Agama
sebagai penghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sungguh, klaim ini tidak sesuai
dengan ajaran Islam dan kenyataan yang terdapat di dalam ayat-ayat sucinya.
Teknologi
Teknologi (technology) terdiri dari kata technique dan logie. Technique, secara harfiah
berarti rancang bangun tentang sesuatu, sedangkan logie berarti ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, teknologi secara harfiah adalah ilmu tentang teknik. Teknologi adalah perpaduan
antara teknik dan ilmu pengetahuan atau penggunaan ilmu pengetahuan yang mendasari teknik
atau penggunaan teori-teori ilmu pengetahuan dalam rancang bangun tentang sesuatu. (Abuddin
Nata, 2010: 243).
Pengertian teknologi yang lain adalah kemampuan teknik dalam pengertiannya yang utuh
dan menyeluruh, bertopang kepada pengetahuan ilmu-ilmu alam yang bersandar kepada proses
teknis tertentu. (Tim Departemen Agama RI, 2004: 45). Dalam pembahasan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dari segi Islam, sudah selayaknya bila kita meneliti kembali sumber
ajarannya yaitu al-qur’an mengenai hal tersebut. Karena “pengembangan” merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan. (Achmad Baiquni, 1996 : 65)
Apabila kini orang mengatakan ilmu pengetahuan dan juga teknologinya sudah maju
degan pesat sudah mencapai tingkat yang sangat mengagumkan, kita tidak dapat membuat
kalkulasi berapa prosen pengetahuan yang telah mampu digali oleh manusia dari pengetahuan
yang Allah turunkan dalam bentuk wahyu dan dalam bentuk sunnatullah. Manusia tidak dapat
membuat prediksi kandungan pengetahuan di alam ini. Setiap massa ilmuan selalu menghasilkan
penemuan-penemuan baru diberbagai bidang.
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang bersumber dari alam ini, Allah
memerintahkan agar kita selalu menggalinya, melakukan perjalanan, pengamatan, penelitian,
sebagaimana Allah nyatakan dalam firman-Nya:
۟ ‫ُوا فِى ٱأْل َرْ ض ثُ َّم ٱنظُر‬
¼َ ِ‫ُوا َك ْيفَ َكانَ ٰ َعقِبَةُ ْٱل ُم َك ِّذب‬
‫ين‬ ۟ ‫قُلْ ِسير‬
ِ
Artinya: Katakanlah:“Bepergianlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan itu”.(QS. al-An’am (6):11)
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, manusia hanyalah subjek yang menemukan,
mengolah, dan merumuskan sehingga lahir sebuah teori. Manusia bukanlah pencipta. Sekecil dan
sesederhana apapun ilmu pengetahuan itu, sumbernya tetap dari Allah SWT. Dalam rangka tugas
kekhalifahannya, manusia terus berupaya dan berusaha mencari tahu bagaimana cara
memanfaatkan alam yang terhampar luas ini.
ٍ َ‫ض َج ِميعًا ِّم ْنهُ ۚ إِ َّن فِى ٰ َذلِكَ َل َءا ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون‬ ِ ْ‫ت َو َما فِى ٱأْل َر‬
ِ ‫َو َس َّخ َر لَ ُكم َّما فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
Artinya: “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan di bumi   semuanya,
(sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan) Alloh bagi kaum yang berpikir”. (QS. al-Jatsiyah (45): 13)
Belajar, mencari dan mengembangakan ilmu pengetahuan dengan membaca, mencoba,
memperhatikan, menyelidiki dan merumuskan susatu teori hendaklah semuanya dilakukan
dengan berbasis iman. Tuhan mengajar manusia apa yang belum diketahuinya. Allah
menciptakan pendengaran, peglihatan, dan hati agar dapat memahami apa yang Allah ajarkan,
baik yang Allah turunkan melalui wahyu-Nya maupun yang Allah turunkan melalui fenomena
alam ini. Al-Qur’an  memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan
ilmiahnya.
ٰ
ۚ ُ ‫ك إِٓاَّل أَن يَ َشٓا َء ٱهَّلل‬ ِ ‫فَبَدَأَ بِأَوْ ِعيَتِ ِه ْم قَ ْب َل ِوعَٓا ِء أَ ِخي ِه ثُ َّم ٱ ْست َْخ َر َجهَا ِمن ِوعَٓا ِء أَ ِخي ِه ۚ َك َذلِكَ ِك ْدنَا لِيُوسُفَ ۖ َما َكانَ لِيَأْ ُخ َذ أَ َخاهُ فِى ِد‬
ِ ِ‫ين ْٱل َمل‬
‫ق ُك ِّل ِذى ِع ْل ٍم َعلِي ٌم‬َ ْ‫ت َّمن نَّ َشٓا ُء ۗ َوفَو‬ ٍ ‫نَرْ فَ ُع َد َر ٰ َج‬
Artinya:  “Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki, dan diatas tiap-tiap orang yang
berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui”. (QS. Yusuf (12): 76).
Kita tidak boleh berhenti mencari ilmu, menurut Nabi kewajiban mencari ilmu dimulai
dari bayi sampai akhir hayat. Kewajiban ini bukan hanya milik laki-laki, tetapi juga wanita.
Dalam hal ini secara sederhana peran umat islam sekarang ini adalah mengintegrasikan islam
dan IPTEK dalam proses pembentukan manusia yang berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan
sehingga peran aktif umat islam dapat dilaksanakan bagi kenyamanan hidup umat manusia.

Manfaat teknologi, antara lain:


a.       Memperoleh kemudahan
Manusia sebagai khalifah Allah diberikan kemampuan akal pikiran untuk
memanfaatkannya dengan tepat. Untuk meraih kebutuhan hidup yang tidak mungkin dicapai
melalui kemampuan fisik semata. Kemampuan itu memang telah ditentukan oleh Allah SWT,
sebagaimana Allah menyatakan dalam firman-Nya dalam surah al-Jatsiyah (45): 13.
Memperoleh kemudahan dalam hidup dengan mengembangkan potensi diri dan dengan
memanfaatkan segala yang Allah tundukkan bagi manusia di alam ini sejalan dengan kehendak
Allah. Hal itu dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
‫ص ْمهُ ۖ َو َمن َكانَ َم ِريضًا‬ ُ َ‫ت ِّمنَ ْٱلهُد َٰى َو ْٱلفُرْ قَا ِن ۚ فَ َمن َش ِه َد ِمن ُك ُم ٱل َّش ْه َر فَ ْلي‬ ٍ َ‫اس َوبَيِّ ٰن‬
ِ َّ‫نز َل فِي ِه ْٱلقُرْ َءانُ هُدًى لِّلن‬ ِ ‫ىأ‬
ُ ٓ ‫ضانَ ٱلَّ ِذ‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
۟ ‫وا ْٱل ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّر‬
‫ُوا ٱهَّلل َ َعلَ ٰى َما هَ َد ٰى ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم‬ ۟ ُ‫أَوْ َعلَ ٰى َسفَر فَ ِع َّدةٌ ِّم ْن أَي ٍَّام أُ َخ َر ۗ يُري ُد ٱهَّلل ُ ب ُك ُم ْٱليُ ْس َر َواَل يُري ُد ب ُك ُم ْٱل ُعس َْر َولِتُ ْك ِمل‬
ِ ِ ِ ِ ٍ
َ‫تَ ْش ُكرُون‬
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.
(QS. al-Baqarah (2): 185)
Allah juga menyatakan bahwa memang Allah sengaja memberikan berbagai kemudahan
kepada manusia agar manusia hidup dengan mudah.
‫ك لِ ْليُ ْس َر ٰى‬
َ ‫َونُيَ ِّس ُر‬
Artinya: “Dan Kami memberi kemudahan agar kamu memperoleh kemudahan”. (QS. al-A’la
(87) : 8)
b.      Mengenal dan mengagungkan Allah
Kesempurnaa alam dengan struktur dan sistemnya terbentuk dengan sempurna karena
Allah SWT. Semakin luas dan dalam pengetahuan manusia akan rahasia alam ini, maka semakin
dekat manusia untuk mengenal Allah. Hal itu dapat kita pahami dari berbagai ayat al-Qur’an, di
antaranya:
Artinya: “(17) Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana dia  diciptakan?
(18) Dan langit, bagaimana dia ditinggikan? (19) Dan gunung- gunung, bagaimana dia
ditegakkan? (20) Dan bumi, bagaimana dia dihamparkan? (21) Maka berilah peringatan,
karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberikan peringatan”. (QS. al-Ghasyiyah
(88) : 17-21)
Teknologi dan sains hanyalah sarana untuk lebih meningkatkan pengenalan manusia
kepada Allah SWT. Kebesaran Allah akan lebih jelas bagi orang yang
berpengetahuan dibandingkan dengan orang yang kurang pengetahuan.  Karena itu Allah
menyatakan:
‫َزي ٌز َغفُو ٌر‬ ۟ ٓ َ ِ‫ف أَ ْل ٰ َونُ ۥهُ َك ٰ َذل‬
ِ ‫ك ۗ إِنَّ َما يَ ْخ َشى ٱهَّلل َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْٱل ُعلَ ٰ َمؤُا ۗ إِ َّن ٱهَّلل َ ع‬ ٌ ِ‫اس َوٱل َّد َوٓابِّ َوٱأْل َ ْن ٰ َع ِم ُم ْختَل‬
ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬
Artinya: “sesungguhnya orang yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah
orang yang berilmu pengetahuan”. (QS. Fathir (35) : 28)
c.          Meningkatkan kualitas pengabdian kepada Allah
Manusia diciptakan oleh Allah hanyalah untuk mengabdi kepada-Nya. Demikian
dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
َ ِ ‫ت ْٱل ِج َّن َوٱإْل‬
‫نس إِاَّل لِيَ ْعبُدُو ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
Artinya: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-
Ku”. (QS. al-Dzariyat (51): 56).
Teknologi apabila dirancang dan dimanfaatkan secara benar, maka teknologi diyakini
akan mampu meningkatkan kualitas pengabdiannya kepada Allah. Apabila berbagai kemajuan
yang dicapai manusia diniatkan dan diarahkan untuk kepentingan peningkatan kualitas
pengabdiannya kepada Allah, maka kemajuan yang dicapai itu tidak membuat manusia menjadi
lalai akan tugas kehidupannya. Karena itu Allah memerintahykan dalam firman-Nya:
َ‫ى َو َم َماتِى هَّلِل ِ َربِّ ْٱل ٰ َعلَ ِمين‬ َ ‫قُلْ ِإ َّن‬
َ ‫صاَل تِى َونُ ُس ِكى َو َمحْ يَا‬
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam”.(QS. al-An’am (6) : 162).
d.         Memperoleh kesenangan dan kebahagiaan hidup
Kemudahan-kemudahan manusia yang diperoleh dari pemanfaatan teknologi membuat
manusia dapat memperoleh kesenangan dan kebahagiaan hidup dalam ruang lingkup yang halal
yang diridhai Allah. Untuk memperoleh kesenangan dan kebahagiaan hidup yang disediakan
Allah, manusia diberikan sarana kebutuhan yang serba lengkap di bumi.
ٓ ٰ ‫ق لَ ُكم َّما فِى ٱأْل َرْ ض َج ِميعًا ثُ َّم ٱ ْستَ َو‬
ٍ ‫ى إِلَى ٱل َّس َمٓا ِء فَ َس َّو ٰىه َُّن َس ْب َع َس ٰ َم ٰ َو‬
‫ت ۚ َوهُ َو بِ ُكلِّ َش ْى ٍء َعلِي ٌم‬ َ َ‫هُ َو ٱلَّ ِذى َخل‬
ِ
  Artinya: “Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu sekalian dan
Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu”. (QS. al-Baqarah (2): 29).
e.          Meningkatkan kemampuan memanfaatkan kekayaan alam
Teknologi meningkatkan kemampuan manusia untuk mengolah kekayaan alam secara
optimal. Bumi diciptakan oleh Allah dengan baik, maksudnya bumi memiliki kesempurnaan dan
keseimbangan sehingga dapat bertahan dan menyediakan berbagai kebutuhan hidup manusia.
Karena itu pemanfaatan kekayaan alam yang ada di bumi ini jangan sampai mengganggu
keseimbangan alam tersebut. Hal itu Allah ingatkan dalam firman-Nya:
َ‫ض بَ ْع َد إِصْ ٰلَ ِحهَا َوٱ ْدعُوهُ َخوْ فًا َوطَ َمعًا ۚ إِ َّن َرحْ َمتَ ٱهَّلل ِ قَ ِريبٌ ِّمنَ ْٱل ُمحْ ِسنِين‬ ۟
ِ ْ‫َواَل تُ ْف ِسدُوا فِى ٱأْل َر‬
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik”. (QS. al-A’raf (7): 56).
f.          Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah
Rasa syukur kepada Allah yang paling ringan adalah mengucapkan “alhamdulillahi rabbil
‘alamin”. Namun syukur yang sebenarnya adalah memanfaatkan nikmat itu secara benar untuk
meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Bagi orang yang beriman, sekecil apapun nikmat yang ia
dapatkan dari rezeki halal yang diberikan Allah kepadanya akan melahirkan rasa syukur kepada-
Nya sebagai pemberi nikmat. Allah mengingatkan:
‫َوإِ ْذ تَأ َ َّذنَ َربُّ ُك ْم لَئِن َشكَرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِى لَ َش ِدي ٌد‬
Artinya: “Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim (14): 7)
Dalam pengembangan teknologi, sebagai karya manusia diharapakan mempunyai tujuan
yang sesuai dengan fungsi dan kedudukannya yang dijadikan Allah selaku khalifah di bumi, dan
hambaNya. Tujuan yang dimaksud antara lain:
a.    Menerapkan ilmu yang bermanfaat
Dalam kaitannya dengan penerapan ilmu menjadi teknologi hendaklah diarahkan pada
kemajuan dan pengembangannya secara luas yang tetap memperhatikan manfaatnya. Sebaliknya
tidak diabaikan sikap dan tindakan menghindari hal-hal yang merusak baik terhadap diri manusia
sendiri maupun lingkungannya.
b.    Kemakmuran dunia
Manusia adalah makhluk Allah yang diberi potensi dan kekayaan yang dikenal  dengan
akal dan budi. Dari potensi dan kekayaan akal budi tersebut, muncul karya- karya manusia yang
terus berkembang, baik untuk kebutuhan jasmani maupun rohani. Yang termasuk didalamnya
adalah hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi.  Sebagai makhluk Allah yang diberi tugas
untuk memakmurkan dunia ini, hendaklah hasil karya manusia khususnya teknologi dapat
menjadi bagian dari amal shaleh, dan upaya manusia dalam rangka menjalankan fungsi khalifah,
memakmurkan dunia ini. Selain itu, meningkatkan ibadah dan ketakwaan kepada Allah SWT.
c.    Kemajuan peradaban manusia
Peradaban manusia dulu dan kini dibangun melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sejarah peradaban mengajarkan bahwa manusia tidak dapat hidup dari alam pertama
(asli) sebagai layaknya hewan. Manusia mulanya memang hidup dari pemberian kekayaan alam
sekitarnya yang masih mentah dan belum diolah. Karena keberhasilan ilmu pengetahuan, kini
kehidupan manusia menjadi lebih baik dengan teknologi yang dikembangkannya.
d.    Memberikan kemudahan dalam berama shaleh
Manusia diciptakan untuk mengemban tugas sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya
dimuka bumi ini, dimaksudkan agar mampu mengisi dan mengarahkan dinamika kehidupan itu
sehingga dapat menghasilkan nilai-nilai kebajikan, amal shaleh yang abadi di sisi Allah.
Tujuan pengembangan teknologi bagi umat Islam secara umum selalu dikaitkan dengan
tujuan hidup manusia yaitu mancari ridha Allah melalui dua fungsi hidupnya yaitu selaku hamba
Allah berkewajiban untuk senantiasa beribadah dan mengabdikan diri untuk menggapai ridha-
Nya dan selaku khalifah-Nya, bertugas melestrikan lingkungan alam semesta dan menatanya
untuk kemakmuran hidup manusia. Karena itu, teknologi sebagai suatu hasil karya manusia
harus digunakan untuk mendukung kehidupan manusia agar hidupnya dapat bahagia, sejahtera,
adil dan seimbang. Dengan teknologi, alam yang terbentang luas ini sengaja diciptakan oleh
Allah agar dimanfaatkan sebesar- besarnya bagi kemakmuran hidup manusia.
IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan salah satu faktor penunjang
kemajuan Sumber Daya Manusia (SDM), karena dengan adanya Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi suatu negara bisa bersaing dan disetarakan dengan negara-negara lain. Setiap manusia
diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah SWT, agar menjadi orang berkualitas yang dapat
menjunjung tinggi derajatnya. Maka dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi manusia akan
lebih bermanfaat, baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat. Akan tetapi, semua itu
tergantung kemampuan yang timbul dari orang itu sendiri.
Sebelum memaparkan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu diketahui sekilas tentang
perbedaan antara pengetahuan dan ilmu agar tidak terjebak pada kesalahpahaman mengenai
keduanya, sehingga bisa memahami dengan mudah dan benar apa yang dimaksud dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem,
dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Ilmu menurut Al-Qur’an adalah
rangkaian keterangan yang bersumber dari Allah yang diberikan kepada manusia baik melalui
Rasulnya atau langsung kepada manusia yang menghendakinya tentang alam semesta sebagai
ciptaan Allah yang bergantung menurut ketentuan dan kepastian-Nya.
Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik
mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang
berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena
memiliki metode dan mekanisme tertentu. Jadi ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi
tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan. Menurut Sutrisno Hadi, ilmu kumpulan dari
pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah orang-orang yang
dipadukan secara harmonis dalam suatu bangunan yang teratur. Sedangkan teknologi adalah
kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta dan berdasarkan proses teknis.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menurut pandangan Al-Qur’an mengundang
kita untuk menengok sekian banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya. Menurut
ulama terdapat 750 ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang alam beserta fenomenanya dan
memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkannya. Allah SWT berfirman dalam
QS Al-Baqarah ayat 31 yang Artinya: “Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
semuanya, kemudian diperintahkan kepada malaikat-malaikat, seraya berfirman “Sebutkan
kepadaku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar”.
Dari ayat di atas yang dimaksud nama-nama adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini
berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam semesta. Adanya potensi tersebut, dan
tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam untuk membangkang pada
perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai
hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu menghantarkan pada manusia berpotensi untuk
memanfaatkan alam itu merupakan buah dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an
memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya. Jangankan
manusia biasa, Rasul Allah Muhammad SAW pun diperintahkan agar berusaha dan berdoa agar
selalu ditambah pengetahuannya (QS Yusuf: 72).
Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus mengembangkan teknologi dengan
memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Karena itu, laju IPTEK memang
tidak dapat dibendung, hanya saja mabusia dapat berusaha mengarahkan diri agar tidak
diperturutkan nafsunya untuk mengumpulkan harta dan IPTEK yang dapat membahayakan
dirinya dan yang lainnya.
Islam pernah berjaya di bidang IPTEK sekitar abad VIII sampai dengan abad XIII.
Tradisi keilmuan umat Islam dipelopori oleh Al-Kindi (filosof penggerak dan pengembang ilmu
pengetahuan) yang mengatakan bahwa Islam itu dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan
teknologi dari manapun sumbernya, asalkan tidak bertenangan dengan akidah dan syariat. Hal ini
sejalan dengan hadits nabi yang menyuruh umatnya berlayar sampai ke negeri China untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Padahal China adalah negara non muslim. Menurut Harun
Nasution, pemikiran rasional berkembang pada jaman Islam (650-1250 M). Pemikiran ini
dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat
dalam al-Qur`an dan hadits. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui
filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam
Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra
(Persia). W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir
diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani
dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir,
tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian pada sekitar tahun 900 M ke
Baghdad. Maka para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang
harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan
sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada
abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn
(813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat
itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung
sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
Dari buku “Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah” yang ditulis oleh M. Natsir Arsyad,
diperoleh beberapa informasi tentang nama-nama ilmuwan Islam yang mengharumkan namanya.
Diantaranya adalah Al-Khawārizmī (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting
dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia
memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya
adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal
seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawārizmī dan para penerusnya
menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara
aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka.
Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-
Nayrīzī atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-
Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual
memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa
cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi, al-Battānī (Albategnius)
menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M.
Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan
perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī
(Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang
astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-
Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang astrologi.
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī atau Rhazes
(250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd
atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau
Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh
perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan
pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan
kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat
finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya
sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang
pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang
kedokteran.
Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050
M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat
kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-
bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya.
Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai
ketepatan tinggi. Tetapi dari tahun ke tahun para ilmuwan muslim yang muncul semakin sedikit,
salah satunya dari Negara Indonesia adalah Prof. Dr. B. J. Habibie dalam bidang kedirgantaraan.
Di samping dari tahun ke tahun ilmuwan muslim yang muncul sedikit, menurut Prof. Dr.
Abdus Salam dalam bukunya “Sains dan Dunia Islam” yang diterjemahkan oleh Prof. Dr.
Achmad Baiquni yang mengatakan: “Pada hemat saya, matinya kegiatan sains di persemakmuran
Islam lebih banyak disebabkan faktor-faktor internal”. Ibnu Khaldun seorang tokoh sejarahwan
sosial mengatakan: “Kita mendengar baru-baru ini, bahwa di tanah bangsa Franka dan di pesisir
Timur Tengah sedang ditumbuhkan ilmu-ilmu filsafat dengan giat”. Atas perkataan Ibnu
Khaldun di atas, Prof. Abdus Salam mengatakan: “Ibnu Khaldun tidak memperlihatkan sikap
ingin tahu atau menyesal, justru sikap acuh yang hampir mendekati permusuhan”. Dari ungkapan
Prof. Abdus Salam tersebut, sejak saat itu telah muncul dikotomi antara ayat-ayat kitabiyyah dan
ayat-ayat khauniyyah dikalangan muslim. Jadi timbul persepsi bahwa Islam hanya berbicara
tentang ilmu-ilmu sesuai dengan Al-Qur’an, tetapi tanpa mempelajari dan mengembangkan
ilmu-ilmu yang ada di Al-Qur’an dengan melihat fenomena-fenomena alam semesta. Sehingga
itu merupakan salah satu faktor kemunduran ilmu pengetahuan di kalangan Islam.
Kita juga sering mendengar ungkapan cendekiawan Islam maupun ulama bahwa
penemuan-penemuan ilmiah yang mutakhir diungkap dari Al-Qur’an. Tetapi fakta berbicara
bahwa yang menemukan bukanlah orang Islam, tetapi orang-orang baratlah yang menemukan.
Kalangan Islam baru sadar bahwa prinsip ilmu itu ada dalam Al-Qur’an setelah ilmu itu
diketemukan oleh orang non Islam. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kalangan Islam
senantiasa tertinggal dalam perkembangan IPTEK dan terlambat dalam menafsirkan kebenaran
ilmu itu dari Al-Qur’an.
Demikian sekilas gambaran kemajuan dan kemunduran IPTEK di kalangan Islam,
sehingga saat ini ilmuwan di kalangan Islam sedikit memberikan sumbangsih pada pertumbuhan
dan kemajuan IPTEK secara keseluruhan. Syarat bangkitnya Ilmu Pegetahuan dan Teknologi
(IPTEK) di kalangan Islam. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh kalangan Islam
apabila berkehendak untuk membangkitkan kembali IPTEK di dunia Islam.
Pertama, kita harus menyadari dan memahami kembali bahwa tugas kekhalifahan tidak
lain adalah memakmurkan bumi dan berupaya menciptakan bayang-bayang syurga di bumi. Alat
untuk mengemban tugas tersebut adalah IPTEK.
Kedua, kita harus mampu menangkap pesan-pesan yang terkandung dalam wahyu yang
pertama kali turun. Jika diperhatikan kata iqra’ (baca), maka kita akan dapati bahwa tidak ada
obyek khusus yang harus di baca, tetapi obyeknya bersifat umum, meliputi segala sesuatu yang
dapat dijangkau oleh kata tersebut, yaitu alam semesta, masyarakat dan manusia itu sendiri.
Ketiga, kalangan Islam harus menyadari dan memahami bahwa hampir seperdelapan
ayat-ayat Al-Qur’an sebenarnya kita ditegur, agar kalangan Islam senantiasa mempelajari alam
semesta, untuk berfikir dengan menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya, untuk menjadikan
kegiatan ilmiah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam.
Keempat, kita harus ingat sabda Nab Muhammad SAW: “ Sesungguhnya orang yang
berilmu adalah pewaris Nabi”, kalimat tersebut mempunyai dua sisi yang merupakan satu
kesatuan. Sisi pertama, memang orang berilmulah yang berhak disebut sebagai pewaris Nabi,
dan sisi kedua, orang-orang yang mewarisi akhlak Nabilah yang layak disebut sebagai pewaris
Nabi. Dengan demikian orang memiliki ilmu dan berakhlakul karimah Nabi yang layak disebut
pewaris Nabi dalam segala bidang ilmu apapun yang ditekuninya.
Kelima, kita harus menyadari dan memahami bahwa Al-Qur’an Q.S Az-Zumar ayat 9
menekankan bahwa apakah sama orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang-orang
yang tidak berpengetahuan. Ayat di atas merupakan sindiran untuk menyadarkan kalangan Islam
agar mempunyai kesadaran ilmiah.
Keenam, Para penguasa (pengambil keputusan) hendaknya menyadari dan memahami
bahwa kedudukan mereka sangat startegis dalam menumbuhkan suasan kehidupan ilmiah,
karena tumbuh suburnya IPTEK tergantung pada kebijakan-kebijakan yang dilahirkan.
Ketujuh, para konglongmerat muslim seharusnya bersatu dalam suatu wadah untuk
membiayai proyek atau program-program yang berkenaan dengan pengembangan IPTEK.
Kedelapan, para pengasuh pondok pesantren mulai membuka diri pada IPTEK, dengan
memasukkan IPTEK pada kurikulum dan kegiatannya, tanpa menggeser agama.
Dari delapan syarat di atas, merupakan faktor penting bagi kebangkitan IPTEK di
kalangan Islam.
Integrasi Iman, IPTEKS, dan Amal
Iman menurut arti bahasa adalah membenarkan dalam hati dengan mengandung ilmu
bagi orang yang membenarkan itu. Sedangkan pengertian iman menurut syari’at adalah
membenarkan dan mengetahui adanya Allah dan sifat-sifat-Nya disertai melaksanakan segala
yang diwajibkan dan disunahkan serta menjauhi segala larangan. Para sarjana muslim
berpandangan bahwa yang disebut ilmu itu tidak hanya terbatas pada pengetahuan (knowledge)
dan ilmu (science) saja, melainkan ilmu oleh Allah dituliskan dalam lauhil mahfudz yang
disampaikan kepada kita melalui Alquran dan As-Sunnah (segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya). Ilmu Allah itu melingkupi
ilmu manusia tentang alam semesta dan manusia sendiri. Jadi bila diikuti jalan pikiran ini, maka
dapatlah kita pahami, bahwa Alquran itu merupakan sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan
manusia (knowledge and science). Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi ke dalam
suatu sistem yang disebut dinul Islam, didalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu akidah,
syariah, dan akhlak dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh.
Seandainya penggunaan satu hasil teknologi telah melalaikan seseorang dari zikir dan
tafakur serta mengantarkannya kepada keruntuhan nilai-nilai keagamaan maka ketika itu bukan
hasil teknologinya yang mesti disalahkan, melainkan kita harus memperingatkan dan
mengarahkan manusia yang menggunakan teknologi itu. Jika hasil teknologi sejak semula diduga
dapat mengalihkan manusia dari jati diri dan tujuan penciptaan sejak dini pula kehadirannya
ditolak oleh islam.
Islam merupakan ajaran agama yang sempurna, karena kesempurnaannya dapat
tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an
S.Ibrahim/14:24-25 didalamnya disebutkan “Ayat di atas mengibaratkan bangunan Dienul
Islam bagaikan sebatang pohon yang baik, iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon
yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu diidentikkan dengan batang pohon yang
mengeluarkan dahan-dahan/cabang-cabang yang berupa ilmu pengetahuan. Sedangkan amal
ibarat buah dari pohon itu identik dengan teknologi dan seni”.
Dari penjelasan tersebut di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu dan amal
atau syariah dan akhlak dengan dinul Islam (perumpamaan yang baik) bagaikan sebatang pohon
yang baik. Ini merupakan gambaran bahwa antara iman, ilmu dan amal merupakan suatu
kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Iman diidentikkan dengan akar
dari sebuah pohon yang menupang tegaknya ajaran Islam, ilmu bagaikan batang pohon yang
mengeluarkan dahan. Sedangkan amal ibarat buah dari pohon itu ibarat dengan teknologi dan
seni. IPTEKS yang dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal
shaleh bukan kerusakan alam.
Di dalam Al-Quran ditemukan banyak ayat yang menganjurkan diadakannya penelitian
(research) pada segala bidang. Hal ini diakibatkan banyak tabir yang masih terselubung. Masih
banyak misteri yang belum mampu dipecahkan oleh manusia, dan masih banyak peraturan Allah
(sunnatullah) yang belum diketahui. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian.
Dalam bidang astronomi, Allah menyinggung di dalam surah al Isra’ ayat 12 :
َ ‫ص َرةً لِتَ ْبتَ ُغوا فَضْ اًل ِم ْن َربِّ ُك ْم َولِتَ ْعلَ ُموا َع َد َ¼د ال ِّسنِينَ َو ْال ِح َس‬
ۚ ‫اب‬ ِ َ‫َو َج َع ْلنَا اللَّي َْل َوالنَّهَا َر آيَتَ ْي ِن ۖ فَ َم َحوْ نَا آيَةَ اللَّي ِْل َو َج َع ْلنَا آيَةَ النَّه‬
ِ ‫ار ُم ْب‬
‫صياًل‬ِ ‫َو ُك َّل َش ْي ٍء فَص َّْلنَاهُ تَ ْف‬
Artinya : dan kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda
malam dan Kami jadikan siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan
supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah
Kami terangkan dengan jelas.
Ayat ini mengisyaratkan kepada manusia bahwa matahari memiliki sinar untuk
menerangi dan pergantian malam dan siang itu merupakan sebuah isyarat adanya perhitunga
waktu, yaitu siang dan malam, atau antara perhitungan melalui peredaran bumi dan matahari
(perhitungan Syamsiah) atau peredaran malam, yaitu perhitungan peredaran bulan (Qamariyah).
Kedua perhitungan itu memiliki keutamaan terhadap yang lain.
Dalam bidang zoology dan perternakan masih banyak misteri yang perlipecahkan dan masih
banyak rahasia yang perlu digali. Sebagai contoh, dapat dilihat adanya anjuran Al-quran untuk
mengadakan penelitian terhadap unggas yang bertentangan di angksa raya. Terdapat dalam QS
surah An-Nahl ayat 79
َ‫ت لِقَوْ ٍم ي ُْؤ ِمنُون‬ َ ِ‫ت فِي َج ِّو ال َّس َما ِء َما يُ ْم ِس ُكه َُّن إِاَّل هَّللا ُ ۗ إِ َّن فِي ٰ َذل‬
ٍ ‫ك آَل يَا‬ ٍ ‫أَلَ ْم يَ َروْ ا إِلَى الطَّي ِْر ُم َس َّخ َرا‬
Artinya Tidaklah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan berterbangan di
angkas. Tiada kekuatan yang menahannya kecuali Allah. Sesungguhnya hal itu menjadi
keterangan bagi kamu yang beriman.
Dengan jelas ayat tersebut meyuruh kita memperhatikan keadaan unggas yang dapat
terbang di angkasa raya, suatu petunjuuk untuk melakukan penelitian dengan seksama. Dengan
melakukan penelitian terhadap berbagai jenis burung dan kondisi terbangnya, maka dapat
diungkap sunnatullah yang ada padanya, antara lain hukum-hukum keseimbangan badan dengan
udara, kecepatan terbang, daya dorong, dan ketahanannya berada dicakrawala.
Secara sepintas, kelihatannya cukup sederhana mengapa burung tersebut tidak jatuh,
namun sebenarnya ada sistem pada burung yang membuatnya bisa mengepakkan sayap dan
terbang. Ini bukanlah hal yang sederhana tetapi sesuatu yang luar biasa yang diciptakan Allah
sehingga ia bisa beradaptasi dengan udara, cuaca, dan kecepatan yang diinginkannya ketika
terbang, mendarat, hinggap, dan memulai terbang. Ini bisa dijadikan manusia sebagai ibarat
untuk menciptakan pesawat terbang. Namun di sebalik itu manusia juga melihat unsur-unsur
zoology pada burung itu memiliki kelebihan dibanding dengan hewan lain. Sungguh, dari hasil
penelitian tersebut banyak memberikan faedah bagi manusia. dri hasil penelitian ini, maka
hukum keseimbanganya yang telah diketahui oleh manusia pada burung dapat dimanfaatkan.
Manusia sanggup membuat kapal terbang untuk kepentingan perhubungan dan peperangan.
Penelitian dapat diarahkan kepada unggas pada aspek keunikan lainnya. Alquran
menyodorkan suatu “topik” yang perlu ditelaah mengenai persamaan-persamaannya dengan
manusia. Allah berfirman dalam QS surah Al-An’am ayat 38:
ْ ‫طائِ ٍر يَ ِطي ُر بِ َجنَا َح ْي ِه إِاَّل أُ َم ٌم أَ ْمثَالُ ُك ْم ۚ َما فَر‬
ِ ‫َّطنَا فِي ْال ِكتَا‬
َ‫ب ِم ْن َش ْي ٍء ۚ ثُ َّم إِلَ ٰى َربِّ ِه ْم يُحْ َشرُون‬ ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي اأْل َر‬
َ ‫ض َواَل‬
Artinya : “Dan tiada satupun binatang yang merayap di bumi dan tiada satupun burung terbang
di udara dengan kedua sayapnya, kecuali sebagai (makhluk) yang berbangsa-bangsa seperti
kamu juga”.
Di samping secara prinsipil terdapat perbedaan antara manusia dengan binatang, juga
terdapat persamaan sebagai makhluk, antar lain kesamaan dalam sebagian anatomi (konstruksi
tubuh), hidup berkelompok (berbangsa-bangsa), kesenangan dan kesulitan, pencarian rezeki dan
lain-lainnya. Sebagai contoh Allah menerangkan dalam QS surah Al-Ankabut ayat 60:
‫َو َكأَي ِّْن ِم ْن دَابَّ ٍة اَل تَحْ ِم ُل ِر ْزقَهَا هَّللا ُ يَرْ ُزقُهَا َوإِيَّا ُك ْم ۚ َوهُ َو ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم‬
Artinya : “Dan betapa banyaknya yang tidak sanggup membawa (menanggung) rezekinya
sendiri, Allahah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kamu juga. Dia Maha Medengar
dan Maha Tahu”.
Perlu diperhatikan bahwa penelitian di dalam Islam bukanlah untuk peneitian itu sendiri.
Penelitian adalah wasilah (media) untuk menyingkap misteri keilmuan yang mengantarkan
kepada modernisasi dan rasionalisasi tersebut dapat dikembangkan guna kesejahteraan manusia
sebagai makhluk Allah, baik pada ranah agama, sosial, politik, dan ekonomi. Tegasnya,
penelitian dilakukan untuk kepentingan manusia sebagai hamba Allah. Dengan demikian, tujuan
pada pengembangan ilmu dan teknologi tidak lain adalah diperuntukkan bagi kemslahatan dan
kebutuhan manusia sebagaimana halnya rahmat-rahmat Tuhan yang bertebaran pada hewan-
hewan itu. Semuanya adalah untuk kesejahteraan manusia dan sebagai karunia Allah kepada
hamba-hamba-Nya. Dalam hal ini dikemukakan dalam Alquran surah Yasin ayat 71-73:
‫) َولَهُ ْم فِيهَا‬72( َ‫) َو َذلَّ ْلنَاهَا لَهُ ْم فَ ِم ْنهَا َر ُكوبُهُ ْم َو ِم ْنهَا يَأْ ُكلُون‬71( َ‫ت أَ ْي ِدينَا أَ ْن َعا ًما فَهُ ْم لَهَا َمالِ ُكون‬
ْ َ‫أَ َولَ ْم يَ َروْ ا أَنَّا َخلَ ْقنَا لَهُ ْم ِم َّما َع ِمل‬
)73( َ‫اربُ أَفَال يَ ْش ُكرُون‬
ِ ‫َمنَافِ ُع َو َم َش‬
Artinya:“Tidakkah mereka perhatikan, bahwa Kami telah jadikan untuk mereka sebahagiaan
dari apa yang dibuat oleh tangan-tangan Kami (yaitu) binatang-binatang ternak lalu mereka
memilikinya. Dan kami jinakkan dia untuk mereka. Maka setengah daripadanya jadi tanggapan
mereka, dan sebahagian daripadanya untuk mereka makan. Dan mereka peroleh daripadanya
beberapa manfaat dan (jadi) sumber minuman. Mengapa mereka tidak berterimah kasih?”
Hasil penelitian dan pengamatan itulah yang menjadi bahan yang bernilai bagi parah ahli
untuk diambil manfaatnya. Dari berbagai jenis binatang itu ditemukan gunanya sendiri-sendiri
antara lain untuk keperluan angkutan, sumber makanan, sumber minuman, dan bahan pakaian.
Binatang ternak adalah salah satu obyek pelajaran dan bahan penelitian yang dapat dengan
langsung dinikmati hasilnya. Al-Qur’an menjelaskan :
ٍ ْ‫َوإِ َّن لَ ُك ْم فِي اأْل َ ْن َع ِام لَ ِعب َْرةً ۖ نُ ْسقِي ُك ْم ِم َّما فِي بُطُونِ ِه ِم ْن بَ ْي ِن فَر‬
ِ ‫ث َود ٍَم لَبَنًا َخالِصًا َسائِ ًغا لِل َّش‬
َ‫اربِين‬
Artinya: “Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu menjadi pelajaran bagi kamu. Kami beri
minum kepadamu dengan apa yang keluar dari dalam perutnya diantara tahi dan darah, yaitu
susu yang bersih yang mudah bagi orang-orang yang mau minum”. (Surah An-Nahl:66)
Dampak IPTEK di masa depan sangat besar. Yang paling dikhawatirkan di masa depan
nanti, banyak orang yang secara tidak sadar menuhankan teknologi. Apalagi zaman yang
semakin maju menyebabkan peradaban nanti akan bergeser kearah teknologi modern. Ini sangat
berbahaya, bisa – bisa dengan dalih persatuan bersama dan iman yang menipis menyebabkan
mereka lupa pada agamanya. Seperti firman-Nya dalam surat Al-An’am ayat 6:
َ َ‫ض َما لَ ْم نُ َم ِّك ْن لَ ُك ْم َوأَرْ َس ْلنَا ال َّس َما َء َعلَ ْي ِه ْم ِم ْد َرارًا َو َج َع ْلنَا اأْل َ ْنه‬
‫ار تَجْ ِري ِم ْن‬ ِ ْ‫أَلَ ْم يَ َروْ ا َك ْم أَ ْهلَ ْكنَا ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ِم ْن قَرْ ٍن َم َّكنَّاهُ ْم فِي اأْل َر‬
َ‫تَحْ تِ ِه ْم فَأ َ ْهلَ ْكنَاهُ ْم بِ ُذنُوبِ ِه ْم َوأَ ْن َشأْنَا ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم قَرْ نًا آ َخ ِرين‬
Artinya :“Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi – generasi yang
telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan
mereka dimuka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepada-Mu, dan Kami
curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai – sungai mengalir dibawah
mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan
sesudah mereka generasi yang lain”.
Oleh karena itu, ada perintah pula dari Allah kepada kita terutama umat islam dalam
firman-Nya Qur’an surat Muhammad ayat 7:
‫ِّت أَ ْقدَا َم ُك ْم‬ ُ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ ْن تَ ْن‬
ْ ‫صرُوا هَّللا َ يَ ْنصُرْ ُك ْم َويُثَب‬
Artinya :“Hai orang – orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.
Selain itu IPTEK yang tidak dikendalikan dengan baik akan merusak kehidupan manusia
sendiri. Seperti yang sedang kita alami sekarang yaitu “Global Warming”. Hal ini terjadi
dikarenakan salah satu faktornya adalah ketidak sesuaian antara sains dan teknologi. Mereka
berjalan tidak beriringan. Teknologi yang semakin maju dan sains (lingkungan) yang diabaikan.
Baik buruknya IPTEK, itu tergantung dari kita yang memakainya. Hendaknya kita menghargai
pula kreasi para professor yang berusaha menciptakan alat-alat yang sesungguhnya bermanfaat
bagi kita.
Adapun dampak positif dari adanya IPTEK adalah sebagai berikut:
1.    Mampu meringankan masalah yang dihadapi manusia.
2.    Mengurangi pemakaian bahan-bahan alami yang semakin langka.
3.    Membuat segala sesuatunya menjadi lebih cepat
4.    Membawa manusia kearah lebih modern.
5.    Menyadarkan kita akan ke-Esa-an-Nya
6.    Menjawab pertanyaan yang dari dulu diajukan oleh nenek moyang kita melalui penelitian
ilmiah.
Sedangkan dampak negatif dari adanya IPTEK adalah sebagai berikut:
1.    Dengan segala sesuatunya yang semakin mudah, menyebabkan orang-orang menjadi malas
berusaha sendiri.
2.    Menjadi tergantung pada alat yang dihasilkan oleh IPTEK itu sendiri.
3.    Melupakan keindahan alam.
4.    Masyarakat lebih menyukai yang instan-instan.
5.    Dengan memanipulasi makanan yang ada, menyebabkan masyarakat kurang gizi.
6.    Kekhawatiran masyarakat terhadap IPTEK yang semakin maju menyebabkan peradaban baru.
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban
Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan IPTEK
modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban
Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional
yang diakibatkannya.
Peradaban Barat modern dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan
kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia.
Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan
material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju saja dengan
mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang
lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat
melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan IPTEK yang lepas dari kendali
nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam:
Tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan
tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada
penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan
tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang.
Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang
terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan
’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia
dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah
negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga
lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena
nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka
kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi
hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja
nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan
melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis
sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan menyedihkan tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa
Indonesia yang mayoritas Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi
dan moral bangsa dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-
karakter dan moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Akhlak yang baik muncul dari
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan
Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT hanya akan muncul bila diawali
dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap
alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan
Keagungan-Nya.
2.2  Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu
Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah.
Tentunya beribadah dan beramal harus berdasarkan ilmu yang ada di Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang berpegang teguh dan sungguh-sungguh perpedoman
pada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Disebutkan dalam  hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim ada 3,
sedangkan yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun
muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-
hadist yang menegakkan) dan faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil)
Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda :
ِ ‫ض ُع ْال ِع ْل ِم ِع ْن َد َغي ِْر اَ ْهلِ ِه َك ُمقَلِّ ِد ْال َخن‬
‫َازي ِْر‬ ِ ‫ْضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َو َو‬ َ ‫ب ْال ِع ْل ِم فَ ِري‬
ِ َ‫طَل‬
)‫ (رواه ابن مجاه‬.‫َب‬ َ ‫ْال َجوْ ه ََر َو للُّ ْؤلُ َؤ َو ال َّذه‬
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang meletakkan ilmu kepada
orang yang bukan ahlinya (orang yang enggan untuk menerimanya dan orang yang
menertawakan ilmu agama) seperti orang yang mengalungi beberapa babi dengan beberapa
permata, dan emas. (H.R. Ibnu Majah,Al-Baihaqi,Anas bin Malik dan lain lain serta Al-Mundiri
28/1).
Juga pada hadist rasulullah yang lain,”carilah ilmu walau sampai ke negeri cina”. Dalam hadist
ini kita tidak dituntut mencari ilmu ke cina, tetapi dalam hadist ini rasulullah menyuruh kita
mencari ilmu dari berbagai penjuru dunia. Walau jauh ilmu haru tetap dikejar.
Dalam kitab “Ta’limul muta’alim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih
dahulu adalah ilmu haal yaitu ilmu yang seketika itu pasti digunakan dn diamalkan bagi setiap
orang yang sudah baligh. Seperti ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Apabila kedua bidang ilmu itu telah
dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainya, misalnya ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan
lainya.
Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan
ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan
menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan
bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum.
Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda, “sedekah yang paling utama adalah orang
islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain.”(HR. Ibnu
Majah).
Maksud hadis di atas adalah lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian
ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta
benda. Ini dikarenakan mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menenan amal yang
muta’adi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu
sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain.
Keutamaan Orang Berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah dan
masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan terhormat
yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan
makhluk-Nya. Mereka digelari sebagai “al-Raasikhun fil Ilm” (Al Imran : 7), “Ulul al-Ilmi” (Al
Imran : 18), “Ulul al-Bab” (Al Imran : 190), “al-Basir” dan “as-Sami' “ (Hud : 24), “al-
A'limun” (al-A'nkabut : 43), “al-Ulama” (Fatir : 28), “al-Ahya' “ (Fatir : 35) dan berbagai nama
baik dan gelar mulia lain.
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan
keadilan. Para Malaikat dan orang- orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
Tak ada  Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi  Maha
Bijaksana".
Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka amat  istimewa di
sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para  malaikat yang menjadi saksi Keesaan
Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang
menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang
menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159).
Rasulullah SAW juga bersabda: "Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu, akan dikendali
mulutnya oleh Allah pada hari kiamat dengan kendali dari api neraka." (HR Ibnu Hibban di
dalam kitab sahih beliau. Juga diriwayatkan oleh Al-Hakim. Al Hakim dan adz-Dzahabi
berpendapat bahwa hadits ini sahih) Jadi setiap orang yang berilmu harus mengamalkan ilmunya
agar ilmu yang ia peroleh dapat bermanfaat. Misalnya dengan cara mengajar atau mengamalkan
pengetahuanya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Kewajiban Mengamalkan Ilmu
Banyak orang menuntut ilmu yang tidak diamalkan,ilmunya menjadi sia-sia hanya
digunakan untuk menunjukan kehebatan dan keutamaan dirinya,serta untuk tujuan yang berbau
keduniaan.
Amalkan ilmumu bila engkau ingin selamat dari adzab Allah. Dalam mengamalkan ilmu
kita harus memperhatikan hal-hal berikut,di antaranya:
1.      Jangan melihat tempat dan waktu dalam mengamalkan ilmu
2.      Meskipun sedikit amalkan ilmumu,
Dikisahkan, sesungguhnya Al-Junaid setelah meninggal dunia ada seorang yang
bermimpi bertemu dia,lalu ia bertanya kepada Al-Junaid : “Wahai Abu Qasim (imam junaid),
bagaimana keadaanmu setelah meninggal?, Al-Junaid menjawab”, Aduh … kebaikan yang aku
lakukan hilang semuanya,dan seluruh isyarah amal-amal itu juga hilang tidak ada manfa’atnya
sedikitpun ,kecuali beberapa rakaat yang aku lakukan di tengah malam”. Keterangan Al- Junaid
membuktikan bahwa derajat seseorang disisi Allah itu tidak dilihat dari banyaknya  ilmu yang
dipelajari dan dikuasai,melainkan dilihat dari pengamalannya. Meskipun ilmunya sedikit lalu
diamalkan itu lebih baik dan berarti dari pada memiliki ilmu yang banyak tetapi tidak diamalkan.
3.      Janganlah menunggu masa tua dalam mengamalkan ilmu.
4.      Jangan beranggapan ilmu itu bisa mengangkat derajat mu bila tanpa diamalkan
Ali ra berkata: “Barangsiapa menyangka bahwa tanpa jerih payah beribadah dirinya bisa
mencapai derajat yang tinggi,itu berarti dia mengharapkan perkara yang sulit datangnya.
Barangsiapa menyangka bahwa dengan menyepelekan ibadah dirinya bisa mencapai derajat
tinggi,itu menunjukan kesombongan dirinya (ia sudah merasa cukup amal ibadahnya.
Al Hasan berkata: “Mencari surga tanpa beramal adalah suatu dosa,dari jenis dosa-dosa
yang lain Nabi Isa bersabda: “Orang yang mempelajari suatu ilmu tetapi tidak mau
mengamalkannya,bagaikan seorang wanita yang berbuat zina ditempat tersembunyi,lalu ia hamil
dan perut wanita itu semakin besar,yang akhirnya ketahuan dia hamil. Begitu juga dengan orang
yang tidak mau mengamalkan ilmunya,pada hari kiiamat nanti Allah akan memperlihatkan dia
dihadapan semua makhluk yang hadir di Makhsyar”
Kedudukan Ulama dalam Islam         
Tidak samar bagi setiap muslim akan kedudukan ulama dan tokoh agama, serta tingginya
kedudukan, martabat dan kehormatan mereka dalam hal kebaikan mereka sebagai teladan dan
pemimpin yang diikuti jalannya serta dicontoh perbuatan dan pemikiran mereka. Para ulama
bagaikan lentera penerang dalam kegelapan dan menara kebaikan, juga pemimpin yang
membawa petunjuk dengan ilmunya, mereka mencapai kedudukan al-Akhyar (orang-orang yang
penuh dengan kebaikan) serta derajat orang-orang yang bertaqwa. Dengan ilmunya para ulama
menjadi tinggi kedudukan dan martabatnya, menjadi agung dan mulia kehormatannya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
۟ ‫اخ َرةَ َويَرْ ج‬
‫ُوا َرحْ َمةَ َربِِّۦه ۗ قُلْ هَلْ يَ ْست َِوى ٱلَّ ِذينَ يَ ْعلَ ُمونَ َوٱلَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمونَ ۗ إِنَّ َما‬ ِ ‫ت َءانَٓا َء ٱلَّ ْي ِل َسا ِجدًا َوقَٓائِ ًما يَحْ َذ ُر ٱلْ َء‬ ٌ ِ‫أَ َّم ْن هُ َو ٰقَن‬
۟ ُ‫يَتَ َذ َّك ُر أُ ۟ول‬
ِ َ‫وا ٱأْل َ ْل ٰب‬
‫ب‬
Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” (QS. az-Zumar: 9). Dan firman-Nya Azza wa Jalla:
۟ ُ‫وا يَرْ فَع ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ‫وا فَٱن ُش ُز‬
۟ ‫يل ٱن ُش ُز‬ ۟ ۟ ۟ ٓ
‫وا ِمن ُك ْم‬ َ ِ َ ِ‫ح ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم ۖ َوإِ َذا ق‬ ِ ِ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓوا إِ َذا قِي َل لَ ُك ْم تَفَ َّسحُوا فِى ْٱل َم ٰ َجل‬
ِ ‫س فَٱ ْف َسحُوا يَ ْف َس‬
۟ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ أُوت‬
ٍ ‫وا ْٱل ِع ْل َم َد َر ٰ َج‬
‫ت ۚ َوٱهَّلل ُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ٌر‬
Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. (QS.
al-Mujadilah: 11)
Di antara keutamaannya adalah para malaikat akan membentangkan sayapnya karena
tunduk akan ucapan mereka, dan seluruh makhluk hingga ikan yang berada di airpun ikut
memohonkan ampun baginya. Para ulama itu adalah pewaris Nabi, dan sesungguhnya para Nabi
tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyala ilmu, dan pewaris
sama kedudukannya dengan yang mewariskannya, maka bagi pewaris mendapatkan kedudukan
yang sama dengan yang mewariskannya itu. Di dalam hadits Abi Darda radhiyallahu ‘anhu
bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang meniti suatu jalan
untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhya
para malaikat akan membuka sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan
apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang alim akan dimohonkan ampun oleh
makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya
keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang.
Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak
mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa
yang mengambil ilmu itu, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan bagian yang paling
banyak.” (Shahih, HR Ahmad (V/196), Abu Dawud (3641), at-Tirmidzi (2682), Ibnu Majah
(223) dan Ibnu Hibban (80/al-Mawarid). Para ulama telah mewarisi ilmu yang telah dibawa oleh
para Nabi, dan melanjutkan peranan dakwah di tengah-tengah umatnya untuk menyeru kepada
Allah dan ketaatan kepada-Nya. Juga melarang dari perbuatan maksiat serta membela agama
Allah. Mereka berkedudukan seperti rasul-rasul antara Allah dan hamba-hamba-Nya dalam
memberi nasehat, penjelasan dan petunjuk, serta untuk menegakkan hujjah, menepis alasan yang
tak berdalih dan menerangi jalan.
Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Sesungguhnya orang alim itu perantara antara
Allah dan hamba-hamba-Nya, maka perhatikanlah bagaimana dia bisa masuk di kalangan
hamba-hamba-Nya.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Manusia yang paling agung kedudukannya adalah yang
menjadi perantara antara Allah dengan hamba-hamba-Nya, yaitu para Nabi dan ulama”.
Sahl bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang ingin melihat majlisnya para Nabi, maka
hendaklah dia melihat majelisnya para ulama, dimana ada seseorang yang datang kemudian
bertanya, ‘Wahai fulan apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang bersumpah kepada
istrinya demikian dan demikian?’ Kemudian dia menjawab, ‘Istrinya telah dicerai.’ Kemudian
datang orang lain dan bertanya, ‘Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang bersumpah
pada istrinya demikian-demikian?’ Maka dia menjawab, ‘Dia telah melanggar sumpahnya
dengan ucapannya ini.’ Dan ini tidak dimiliki kecuali oleh Nabi atau orang alim. (maka cari
tahulah tentang mereka itu)”.
Maimun bin Mahran berkata, “Perumpamaan seorang alim disuatu negeri itu, bagaikan
mata air yang tawar di negeri itu”.
Jikalau para ulama memiliki kedudukan dan martabat yang tinggi seperti itu, maka wajib
atas orang-orang yang awam untuk menjaga kehormatan serta kemuliaannya. Dari Ubadah bin
Ashomit radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Bukan termasuk umatku
orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan
tidak tahu kedudukan ulama.”
Dan di antara hak para ulama adalah mereka tidak diremehkan dalam hal keahlian dan
kemampuannya, yaitu menjelaskan tentang agama Allah, serta penetapan  hukum-hukum dan
yang semisalnya dengan mendahului mereka, atau merendahkan kedudukannya, serta sewenang-
wenang dengan kesalahannya, juga menjauhkan manusia darinya atau perbuatan-perbuatan yang
biasa dilakukan oleh orang-orang jahil yang tidak tahu akan kedudukan dan martabat para ulama.
Satu hal yang sudah maklum bagi setiap orang, bahwa mempercayakan setiap cabang-cabang
ilmu tidak dilakukan kecuali kepada para ahli dalam bidangnya. Jangan meminta pendapat
tentang kedokteran kepada makanik, dan jangan pula meminta pendapat tentang senibena kepada
para dokter, maka janganlah meminta pendapat dalam suatu ilmu kecuali kepada para ahlinya.
Maka bagaimana dengan ilmu syariah, pengetahuan tentang hukum-hukum dan fiqh
kontemporer? Bagaimana kita meminta pendapat kepada orang yang tidak terkenal alim
mengenainya dan tidak pula punya kemampuan memahaminya jauh sekali sebagai ulama yang
mujtahid dan para imam yang kukuh ilmunya serta ahli fiqh yang memiliki keupayaan sebagai
ahli istimbath?
Allah Ta’ala berfirman:
۟ ‫ف أَ َذاع‬
‫ُوا بِ ِهۦ ۖ َولَوْ َر ُّدوهُ إِلَى ٱل َّرسُو ِل َوإِلَ ٰ ٓى أُ ۟ولِى ٱأْل َ ْم ِر ِم ْنهُ ْم لَ َعلِ َمهُ ٱلَّ ِذينَ يَ ْست َۢنبِطُونَهۥُ ِم ْنهُ ْم ۗ َولَوْ اَل‬ ِ ْ‫َوإِ َذا َجٓا َءهُ ْم أَ ْم ٌر ِّمنَ ٱأْل َ ْم ِن أَ ِو ْٱل َخو‬
‫فَضْ ُل ٱهَّلل ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهۥُ ٱَلتَّبَ ْعتُ ُم ٱل َّش ْي ٰطَنَ إِاَّل قَلِياًل‬

"Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
(langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil
amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena
karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja
(di antara kamu)”. (QS. an-Nisa`: 83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang 'Alim dan
cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab maupun sunnah, karena nash-
nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan
hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan
hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan
tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu tahu
Allah berfirman, (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di
antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)”.
Dari Qatadah, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
di antara mereka, dia mengatakan, Kepada ulamanya. Tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan
Ulil Amri), tentulah orang-orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu”.
Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul”
sehingga beliaulah yang akan memberitakannya “dan kepada Ulil Amri” orang yang faqih dan
faham agama.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-
Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan az-Zikir (al-
Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka”. (QS. An-Nahl : 44)
Allah Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian
ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang
belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala: (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-Nisa`: 83).
Al-’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini merupakan
pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa perbuatan mereka tidak layak,
maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum,
yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul
dari suatu musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa-gesa untuk
menyebarkan berita itu, bahkan mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan
mereka, yang ahli dalam hal pemikiran ilmu, dan nasehat, yang faham akan permasalahan,
kemaslahatan dan mafsadatnya. Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada
maslahat dan sebagai penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka, serta
dapat melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan apabila mereka memandang
hal itu tidak bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari
manfaatnya maka tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman: “tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi)
dari mereka”. Yaitu mengerahkan pikiran dan pandangannya yang lurus serta ilmunya yang
benar.
Dan dalam hal ini ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam
suatu masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena itu
lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-
gesa menyebarkan berita tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan
merenungi sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat maka
dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu. Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-
teman semua, bahwa perkara yang sulit dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan
hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh campur tangan dalam masalah itu, kecuali
para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata, “Jabatan dan kedudukan tidaklah
menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim, kalau seandainya ucapan dalam
ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan
(pemimpin negara) lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa
oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit difahami baik
dalam ilmu ataupun agama. Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu
pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu hukum dalam satu
pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka
orang yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya.” Selesai
ucapan Ibnu Taimiyah.
2.3  Tanggung Jawab Ilmuan
Diantara tanggung jawab seorang ilmuan sebagai makhluk Allah adalah mengembangkan
ilmu dan mengajarkannya pada manusia untuk tujuan ibadah dan kemaslahatan seluruh makhluk-
Nya, termasuk juga menjaga alam dan lingkungan beserta isinya. Oleh sebab itu, seorang ilmuan
tidak boleh fakum terhadap apa yang dicapainnya. Ia harus terus mengembangkan dan
mengajarkan ilmunya. Sebab, ketika ia fakum maka ia telah kehilangan kesempatan untuk
berbuat baik kepada dirinya, manusia, dan mahluk-mahluk Allah yang lainnya. Oleh sebab itu,
mempelajari, meneliti, mengembangkan, dan mengajarkan merupakan ibadah kepada Allah
dalam bentuk yang lain.
Seorang muslim memandang alam sebagai milik Allah yang wajib disukurinnya dengan
cara menggunakan dan mengelola alam sebaik-baiknya agar dapat memberi manfaat bagi
mahluk Allah, terutama manusia. Pemanfaatan alam yang diajarkan islam adalah pemanfaatan
yang didasari sikap tanggung jawab, tanpa merusaknya. Alam yang memberi keuntungan tidak
hanya diambil keuntungannya tetepi dijaga agar alam tetap utuh dan lestari dengan cara
memberikan kesempatan kepada alam melakukan rehabilitasi atau membantunya mempercepat
pemulihannya kembali.
Seorang ilmuan akan berahlak kepada Allah, yaitu dengan cara beribadah hanya
kepadanya dan tidak menserikatkannya. Berahlak kepada manusia adalah menempatkannya
sebagai mahluk mulia dan menjaga kehidupan dan kedudukannya sebagai kedudukan manusia.
Berahlak kepada alam berarti menyikapi alam dengan cara memelihara kelestariannya. Karena
itu Allah menisyaratkan manusia agar dapat mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi alam.
Sebab, alam yang rusak akan dapat merugikan bahkan menghancurkan manusi itu sendiri.
Sebagai mana yang pernah disebutkan bahwa manusia diciptakan Allah dan digelar
sebagai khalifahnya adalah untuk mengelola isi bumi dalam rangka mematuhi allah dan
memenuhi kebutuhan hidup mahluk Allah. Karena Allah telah memberikan potensi yang begitu
besar kepada dirinya, maka ia memiliki kewajiban untuk melaksanakan amanah tersebut. Allah
berfirman:
‫اس َمن يُ ٰ َج ِد ُل فِى ٱهَّلل ِ بِ َغي ِْر‬
ِ َّ‫اطنَةً ۗ َو ِمنَ ٱلن‬ َ ٰ ُ‫ض َوأَ ْسبَ َغ َعلَ ْي ُك ْم نِ َع َمهۥ‬
ِ َ‫ظ ِه َرةً َوب‬ ِ ‫أَلَ ْم ت ََروْ ۟ا أَ َّن ٱهَّلل َ َس َّخ َر لَ ُكم َّما فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
ِ ْ‫ت َو َما فِى ٱأْل َر‬
‫ير‬
ٍ ِ‫ب ُّمن‬ٍ َ‫ِع ْل ٍم َواَل هُدًى َواَل ِك ٰت‬
Artinya; “Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah, menunjukkan untuk (kepentinganmu)
apa yang dilangit apa yang di bumi, dan menyempurnakan untukmu nikmatnya dan batin”. (Q.S
Luqman 31:20)
Di dalm surah Hud Allah berfirman:
‫ض َوٱ ْستَ ْع َم َر ُك ْم فِيهَا فَٱ ْستَ ْغفِرُوهُ ثُ َّم تُوب ُٓو ۟ا‬ ٰ ۟
ِ ْ‫ال ٰيَقَوْ ِم ٱ ْعبُدُوا ٱهَّلل َ َما لَ ُكم ِّم ْن إِلَ ٍه َغ ْي ُر ۥهُ ۖ ه َُو أَن َشأ َ ُكم ِّمنَ ٱأْل َر‬ َ ٰ ‫َوإِلَ ٰى ثَ ُمو َد أَخَ اهُ ْم‬
َ َ‫صلِحًا ۚ ق‬
ٌ‫إِلَ ْي ِه ۚ إِ َّن َربِّى قَ ِريبٌ ُّم ِجيب‬
Artinya; “Dia menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian sebagai pemakmurannya”.
(Q.S. Hud 11:61)
Memakmurkan bumi adalah mengelolah sumber daya yang disediakan Allah. Semua
ditujukan untuk kebahagian dan kesejahteraan hidup. Ini merupakan tanggung jawab manusia,
terutama para ilmuannya yang melakukan tugas-tugas pemakmuran tersebut. Allah berfirman:
ٰ
َ ِ‫ض َو َج َع ْلنَا لَ ُك ْم فِيهَا َم ٰ َعي‬
َ‫ش ۗ قَلِياًل َّما تَ ْش ُكرُون‬ ِ ْ‫َولَقَ ْد َم َّكنَّ ُك ْم فِى ٱأْل َر‬

Artinya; “sesungguhnhya kami telah menempatkan kamu dimuka bumi itu (sumber)
penghidupan, namun sedikit sekali kamu bersukur”. (Q.S. Al-A’raf 7:10)
Alam raya dengan segala potensi yang terkandung didalamnya diberikan kepada manusia
untuk diolah dan dimanfaatkan. Mengelola dan memanfaatkannya memerlukan usaha dan kerja
keras, karena Allah tidak memberikan barang jadi, melainkan barang mentah yang mesti diola
dengan menggunakan potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia yaitu akal dan
kecerdasan. Gambaran di atas merupakan pelajaran dari Allah untuk manusia. Yakni hidup ini
adalah perjuangan yang tiada akan pernah berhenti. Berhenti berjuang dan berusaha, maka
hilanglah makna hidup dan tamat pula riwayat kehidupannya.
Manusia adalah mahluk yang sempurna dengan kemampuan akal, qalbu, serta nilai-nilai
yang diberikan Allah yang dapat membentuk ahlak yang baik yang diaktualisasikan dalam
bentuk hubungan yang harmonis dengan alam dan lingkungannya. Manusia ditengah-tengah
alam memiliki peran sebagai subjek yang akan berpengaruh terhadap lingkungannya. Hubungan
manusia dengan lingkungan alam itu merupakan interaksi yang saling berpengaruh. Sebagai
mahluk allah yang diberi akal dan kepribadian maka manusia dapat menentukan sikap terhadap
ekosistem dimana ia hidup.
Alquran banyan memberikan dorongan untuk menjaga dan memelihara alam dan
lingkunan hidup, karena misi islam pada dasarnya mencakup sikap terhadap alam. (Q.S. Al-
Anbiya’ 21:107). Memberi rahmat kepada alam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bentuk
pelaksanaan ajaran islam secara keseluruhan. Alam adalah anugrah allah kepada manusia, sesuai
dengan kedudukan manusia sebagai khalifah allah, maka ia dituntut untuk dapat menjaga dan
memelihara alam, di samping menggunakan dan memanfaatkannya sebagai mana yang telah
diulas sebelumnya.
BAB III
Penutup
3.1  Kesimpulan
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah karuniakan akal sebagai alat untuk
berfikir. Dengan akal manusia mampu menyerap ilmu pengetahuan dan menciptakan teknologi,
serta manghasilkan karya seni, sehingga dapat menciptakan peradaban di muka bumi.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra intuisi
dan firasat. Jadi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Seni dalam islam sangat mempengaruhi
bagi kemajuan agama islam. Serta dengan keiman dan ketakwaan terhadap Allah SWT, manusia
diberikan derajat yang lebih tinggi dan manusia juga memiliki tanggung jawab terhadap Allah
yaitu beribadah kepada Allah dan menjaga keindahan dan keaslian alam.Manusia dalam konteks
penciptaannya disamakan dengan penyebutan tugas yang diembannya. Hal ini menunjukkan
adanya korelasi antara wujud manusia dan eksistensinya. Penobatan manusia sebagai khalifah di
atas bumi merupakan suatu kehormatan sekaligus kepercayaan terbesar dari Allah yang tiada
tara.
Kemajuan IPTEK merupakan tantangan yang besar bagi kita. Apakah kita sanggup
atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi masing-
masing. Diantara penyikapan terhadap kemajuan IPTEK masa terdapat tiga kelompok, yaitu:
(1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi
hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok
yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat
ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya
adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Perkembangan IPTEK adalah hasil dari
segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan
iptek. Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai
paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai
standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat
(utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolak ukur umat Islam dalam mengaplikasikan
IPTEK. Adapun dampak negatif maupun positif dalam perkembangan IPTEK, kemajuan
dalam bidang IPTEK telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam kehidupan umat
manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir
tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada
kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat manusia,
termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.
3.2  Saran
Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang bergitu sempurna dan kompleks dibandingkan dengan
makhluk-makhluk-Nya yang lain, kita sebagai manusia haruslah memahami dan mengerti
hakikat dari penciptaan kita di dunia ini. Untuk menuntut dan mengamalkan Ilmu Pengetahuan
harus didasari dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. agar dapat memberikan
jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.
Daftar Pustaka
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Anwaiz. 2016. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Menurut Pandangan Islam. (online)
http://www.anwariz.com/2016/04/teknologi-menurut-pandangan-islam.html. Diakses tanggal 30
Oktober 2017.
Aryadiningrat. 2015. Makalah Islam dan Perkembangan IPTEK. (online)
https://aryadningrat.wordpress.com/2015/10/27/makalah-islam-dan-perkembangan-iptek/.
Diakses tanggal 30 Oktober 2017.
Hamba Allah. 2017. Qur’an Navigator. (online) https://ibnothman.com/quran/surat-an-nisa/9. Diakses
tanggal 27 Oktober 2017.
Madri. 2015. Makalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Seni dalam Islam. (online)
http://blog.ilkom.unsri.ac.id/madri/2015/11/08/makalah-ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-seni-
dalam-islam/. Diakses tanggal 30 Oktober 2017.
Sudarmanto, Agus. 2011.  Ilmu Pengetauan dan Teknologi dalam Pandangan Islam. (online)
http://4g0e5.wordpress.com/2011/12/23/ilmu-pengetauan-dan-teknologi-dalam-pandangan-
islam-2/. Diakses tanggal 22 Oktober 2017.
Tendrianhye, Andhy. 2015. Kewajiban Menuntut Ilmu Mengembangkan. (online)
http://tenri02.blogspot.co.id/2015/10/kewajiban-menuntut-ilmu-mengembangkan.html. Diakses
tanggal 30 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai