Kelas D1 Reguler
Stambuk 2015
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi kesempatan serta
ridho-Nya sehingga penulisan makalah ini berjalan dengan lancar. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk menunaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan dosen
pengampu Ibu Nikmah Dalimunthe, S.Ag, M.H.
Kami sebagai tim penyusun menyatakan bahwa makalah ini sangat penting dan perlu
untuk mahasiswa pelajari. Materi makalah ini dapat digunakan guru maupun mahasiswa sebagai
calon guru untuk belajar secara mandiri mengenai pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam Islam. Atas dasar kebutuhan dan materi yang kami emban, maka judul makalah ini ialah
“Ilmu Pengetahauan dan Teknologi dalam Islam”.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan sumber yang telah mendukung
kesuksesan dari penyusunan hingga selesainya penulisan makalah ini. Mengingat penyajian
materi yang masih dirasa kurang lengkap, maka kami mengharapkan kritik dan saran.
Kelompok II
Daftar Isi
Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan....................................................................................................................................2
1.4 Manfaat..................................................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................................3
2.1 Iman, Amal, dan IPTEK sebagai Satu Kesatuan.............................................................3
2.2 Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu................................................................22
2.3 Tanggung Jawab Ilmuan .................................................................................................29
BAB III Penutup....................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................32
3.2 Saran................................................................................................................................33
Daftar Pustaka........................................................................................................................34
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dizaman modern saat ini ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam kemajuan suatu
bangsa, serta ilmu tersebut akan berpengaruh terhadap taraf ekonomi, sosial dan intelektual
seseorang. Dari tahun ke tahun IPTEK sudah berkembang dengan pesat. Bahkan untuk oknum-
oknum tertentu IPTEK merupakan suatu kebutuhan primer.
Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam
kehidupan bagi umat manusia. Martabat manusia di samping ditentukan oleh peribadahannya
kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni. Bahkan di dalam Al-qur’an sendiri Allah menyatakan bahwa hanya orang yang
berilmulah yang benar takut kepada Allah.
Dialog antara Allah dan Malaikat ketika Allah mau menciptakan manusia dan malaikat
mengatakan bahwa manusia akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah, Allah
membuktikan keunggulan manusia dari pada malaikat dengan kemampuan manusia menguasai
ilmu melalui kemampuan menyebutkan nama-nama. IPTEK dan seni dalam praktik mampu
mengangkat harkat dan martabat manusia karena melalui IPTEK dan seni manusia mampu
melakukan eksplorasi kekayaan alam yang disediakan oleh Allah. Oleh karena itu, dalam
pengembangan IPTEK dan seni, nilai-nilai islam tidak boleh diabaikan agar hasil yang diperoleh
memberikan kemanfaatan sesuai dengan fitrah hidup manusia.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang.
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran
(qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam
sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala
ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat
diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak
boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai
standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari.
Standar atau kriteria inilah yang seharusnya digunakan umat Islam, bukan standar
manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini
mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK, didasarkan pada ketentuan halal-
haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah
dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK dan telah diharamkan oleh
Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan
manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh perdaban
barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material yang dihasilkan oleh perkembangan IPTEK
modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban barat
tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Berdasarkan pandangan tersebut, maka pemakalah akan mendalami materi
mengenai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Islam.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari makalah ini adalah:
“bagaimanakah ilmu pengetahauan dan teknologi dalam Islam?”
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan membantu mempermudah mahasiswa mengikuti
perkuliahan Pendidikan Agama Islam, mengetahui ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam,
serta mengetahui kewajiban dan tanggung jawab seorang Ilmuan.
1.4 Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan materi mengenai ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam Islam. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi
1) Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang
IPTEK, 2) Pembaca, sebagai media informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
Islam secara teoritis maupun secara praktis.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Artinya: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan yang tidak mengetahui? sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”. (Az-Zumar: 9)
Al-qur’an juga mendorong manusia untuk menguasai dan mengembangkan teknologi,
baik teknologi pertanian, peternakan, kedokteran, maupun teknologi yang lain yang bermanfaat
untuk masyarakat. Sehingga terciptalah berbagai jenis barang elektronik, mobil, kapal laut,
pesawat terbang, satelit, roket, dan lainnya.
Al-qur’an mempersilahkan manusia untuk menjelajah, melintas, dan menembus penjuru
langit, dan bumi sebagai antariksawan. Misalnya, firman Allah pada surah ar-Rahman ayat 33:
٣٣﴿ ض فَانفُ ُذوا اَل تَنفُ ُذونَ إِاَّل بِس ُْلطَا ٍن
ِ ْت َواأْل َر ِ َنس إِ ِن ا ْستَطَ ْعتُ ْم أَن تَنفُ ُذوا ِم ْن أَ ْقط
ِ ار ال َّس َما َوا ِ ِ ﴾يَا َم ْع َش َر ْال ِجنِّ َواإْل
Artinya: “Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintas) penjuru langit
dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan
(teknologi)”. (Q.S. Ar-Rahman: 33).
Sedangkan dorongan Al-qur’an untuk mengembangkan penelitian antara lain dapat
dilihat di dalam isyarat firman-firman Allah di bawah ini:
ِ َّق َوأَ َج ٍل ُم َس ّمًى َوإِ َّن َكثِيرًا ِمنَ الن
اس بِلِقَا ِء َربِّ ِه ْم ِّ ض َو َما بَ ْينَهُ َما إِال بِ ْال َح َ َأَ َولَ ْم يَتَفَ َّكرُوا فِي أَ ْنفُ ِس ِه ْم َما َخل
ِ ق هَّللا ُ ال َّس َما َوا
َ ْت َواألر
َلَ َكافِرُون
Artinya: “Dan , mengapa mereka tidak memikirkan tentang kejadian diri mereka?” (Q.S. Ar-
Rum: 8).
ِ ) َوفِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَفَال تُ ْب20( َات لِ ْل ُموقِنِين
(22) َ) َوفِي ال َّس َما ِء ِر ْزقُ ُك ْم َو َما تُو َع ُدون21( َصرُون ٌ َض آي
ِ َْوفِي األر
Artinya: “Dan di bumi ini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin.
Dan juga pada diri kamu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (Az-Zariyat: 20-
22).
Kata “afala tubshirun” (apakah kamu tiada memperhatikan?) di dalam Al-qur’an diulang-
ulang sampai lima kali. Ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mengadakan penelitian,
sedangkan isyarat “unzhur” disebut sebanyak 26 kali, “unzhuru” sebanyak 9 kali. Al-qur’an juga
banyak mengandung ungkapan problematik sejak 14 abad yang lalu, yang kemudian telah
dibuktikan oleh penemuan-penemuan ilmiah, antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Para ahli menafsirkan “zarrah” dengan “atom” sesuai dengan pengertian bahasa dewasa ini,
berpendapat bahwa Al-qur’an telah mengoreksi teori Demokritos yang menganggap “atom”
bagian terkecil dari segala benda. Allah berfirman dalam surah Saba’ ayat 3:
"Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
(langsung) menyiarkannya, (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil
amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena
karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja
(di antara kamu)”. (QS. an-Nisa`: 83)
Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang 'Alim dan
cermat dalam beristimbath hukum-hukum syariat baik dari kitab maupun sunnah, karena nash-
nash yang jelas tidaklah cukup untuk menjelaskan seluruh permasalahan kontemporer dan
hukum-hukum terkini, dan tidaklah begitu mahir untuk beristimbath serta mengerluarkan
hukum-hukum dari nash-nash kecuali para ulama yang berkelayakan. Abul ‘aliyah mengatakan
tentang makna “Ulil Amri” dalam ayat ini, “Mereka adalah para ulama, tidakkah kamu tahu
Allah berfirman, (Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di
antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)”.
Dari Qatadah, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
di antara mereka, dia mengatakan, Kepada ulamanya. Tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan
Ulil Amri), tentulah orang-orang yang membahas dan menyelidikinya mengetahui akan hal itu”.
Dan dari Ibu Juraij, “(Padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul”
sehingga beliaulah yang akan memberitakannya “dan kepada Ulil Amri” orang yang faqih dan
faham agama.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fath al-Bari: Ibnu Attin menukil dari ad-
Dawudi, bahwasanya beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala “Dan Kami turunkan az-Zikir (al-
Qur`an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka”. (QS. An-Nahl : 44)
Allah Ta’ala banyak menurunkan perkara-perkara yang masih bersifat global, kemudian
ditafsirkan oleh Nabi-Nya apa-apa yang diperlukan pada waktu itu, sedangkan apa-apa yang
belum terjadi pada saat itu, penafsirannya di wakilkan kepada para ulama. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala: (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya (secara resmi) dari mereka. (QS. an-Nisa`: 83).
Al-’Allamah Abdurrahman bin Sa’di rahimahullahu menafsirkan ayat ini: Ini merupakan
pelajaran tentang adab dari Allah untuk para hamba-Nya, bahwa perbuatan mereka tidak layak,
maka sewajarnya bagi mereka, apabila ada urusan yang penting, juga untuk kemaslahatan umum,
yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang timbul
dari suatu musibah, maka wajib bagi mereka untuk memperjelas dan tidak tergesa-gesa untuk
menyebarkan berita itu, bahkan mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri dikalangan
mereka, yang ahli dalam hal pemikiran ilmu, dan nasehat, yang faham akan permasalahan,
kemaslahatan dan mafsadatnya. Jikalau mereka memandang pada penyebaran berita itu ada
maslahat dan sebagai penyemangat bagi kaum mukminin, yang membahagiakan mereka, serta
dapat melindungi dari musuh-musuhnya maka hal itu dilakukan, dan apabila mereka memandang
hal itu tidak bermanfaat, atau ada manfaatnya akan tetapi mudhorotnya lebih besar dari
manfaatnya maka tidak menyebarkan berita itu, oleh karena itu Allah berfirman: “tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi)
dari mereka”. Yaitu mengerahkan pikiran dan pandangannya yang lurus serta ilmunya yang
benar.
Dan dalam hal ini ada kaidah tentang etika (adab) yaitu: apabila ada pembahasan dalam
suatu masalah hendaknya di berikan kepada ahlinya dan tidak mendahului mereka, karena itu
lebih dekat dengan kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga ada larangan untuk tergesa-
gesa menyebarkan berita tatkala mendengarnya, yang patut adalah dengan memperhatikan dan
merenungi sebelum berbicara, apakah ada maslahat maka disebarkan atau mudharat maka
dicegah. Selesai ucapan syaikh rahimahullahu. Dengan penjelasan ini diketahui wahai teman-
teman semua, bahwa perkara yang sulit dan hukum-hukum yang kontemporer serta penjelasan
hukum-hukum syariatnya tidak semua orang boleh campur tangan dalam masalah itu, kecuali
para ulama yang memiliki bashirah dalam agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata, “Jabatan dan kedudukan tidaklah
menjadikan orang yang bukan alim menjadi orang yang alim, kalau seandainya ucapan dalam
ilmu dan agama itu berdasarkan kedudukan dan jabatan niscaya khalifah dan sulthan
(pemimpin negara) lebih berhak untuk berpendapat dalam ilmu dan agama. Juga dimintai fatwa
oleh manusia, dan mereka kembali kepadanya pada permasalahan yang sulit difahami baik
dalam ilmu ataupun agama. Apabila pemimpin negara saja tidak mengaku akan kemampuan itu
pada dirinya, dan tidak memerintahkan rakyatnya untuk mengikuti suatu hukum dalam satu
pendapat tanpa mengambil pendapat yang lain, kecuali dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka
orang yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan lebih tidak dianggap pendapatnya.” Selesai
ucapan Ibnu Taimiyah.
2.3 Tanggung Jawab Ilmuan
Diantara tanggung jawab seorang ilmuan sebagai makhluk Allah adalah mengembangkan
ilmu dan mengajarkannya pada manusia untuk tujuan ibadah dan kemaslahatan seluruh makhluk-
Nya, termasuk juga menjaga alam dan lingkungan beserta isinya. Oleh sebab itu, seorang ilmuan
tidak boleh fakum terhadap apa yang dicapainnya. Ia harus terus mengembangkan dan
mengajarkan ilmunya. Sebab, ketika ia fakum maka ia telah kehilangan kesempatan untuk
berbuat baik kepada dirinya, manusia, dan mahluk-mahluk Allah yang lainnya. Oleh sebab itu,
mempelajari, meneliti, mengembangkan, dan mengajarkan merupakan ibadah kepada Allah
dalam bentuk yang lain.
Seorang muslim memandang alam sebagai milik Allah yang wajib disukurinnya dengan
cara menggunakan dan mengelola alam sebaik-baiknya agar dapat memberi manfaat bagi
mahluk Allah, terutama manusia. Pemanfaatan alam yang diajarkan islam adalah pemanfaatan
yang didasari sikap tanggung jawab, tanpa merusaknya. Alam yang memberi keuntungan tidak
hanya diambil keuntungannya tetepi dijaga agar alam tetap utuh dan lestari dengan cara
memberikan kesempatan kepada alam melakukan rehabilitasi atau membantunya mempercepat
pemulihannya kembali.
Seorang ilmuan akan berahlak kepada Allah, yaitu dengan cara beribadah hanya
kepadanya dan tidak menserikatkannya. Berahlak kepada manusia adalah menempatkannya
sebagai mahluk mulia dan menjaga kehidupan dan kedudukannya sebagai kedudukan manusia.
Berahlak kepada alam berarti menyikapi alam dengan cara memelihara kelestariannya. Karena
itu Allah menisyaratkan manusia agar dapat mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi alam.
Sebab, alam yang rusak akan dapat merugikan bahkan menghancurkan manusi itu sendiri.
Sebagai mana yang pernah disebutkan bahwa manusia diciptakan Allah dan digelar
sebagai khalifahnya adalah untuk mengelola isi bumi dalam rangka mematuhi allah dan
memenuhi kebutuhan hidup mahluk Allah. Karena Allah telah memberikan potensi yang begitu
besar kepada dirinya, maka ia memiliki kewajiban untuk melaksanakan amanah tersebut. Allah
berfirman:
اس َمن يُ ٰ َج ِد ُل فِى ٱهَّلل ِ بِ َغي ِْر
ِ َّاطنَةً ۗ َو ِمنَ ٱلن َ ٰ ُض َوأَ ْسبَ َغ َعلَ ْي ُك ْم نِ َع َمهۥ
ِ َظ ِه َرةً َوب ِ أَلَ ْم ت ََروْ ۟ا أَ َّن ٱهَّلل َ َس َّخ َر لَ ُكم َّما فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو
ِ ْت َو َما فِى ٱأْل َر
ير
ٍ ِب ُّمنٍ َِع ْل ٍم َواَل هُدًى َواَل ِك ٰت
Artinya; “Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah, menunjukkan untuk (kepentinganmu)
apa yang dilangit apa yang di bumi, dan menyempurnakan untukmu nikmatnya dan batin”. (Q.S
Luqman 31:20)
Di dalm surah Hud Allah berfirman:
ض َوٱ ْستَ ْع َم َر ُك ْم فِيهَا فَٱ ْستَ ْغفِرُوهُ ثُ َّم تُوب ُٓو ۟ا ٰ ۟
ِ ْال ٰيَقَوْ ِم ٱ ْعبُدُوا ٱهَّلل َ َما لَ ُكم ِّم ْن إِلَ ٍه َغ ْي ُر ۥهُ ۖ ه َُو أَن َشأ َ ُكم ِّمنَ ٱأْل َر َ ٰ َوإِلَ ٰى ثَ ُمو َد أَخَ اهُ ْم
َ َصلِحًا ۚ ق
ٌإِلَ ْي ِه ۚ إِ َّن َربِّى قَ ِريبٌ ُّم ِجيب
Artinya; “Dia menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian sebagai pemakmurannya”.
(Q.S. Hud 11:61)
Memakmurkan bumi adalah mengelolah sumber daya yang disediakan Allah. Semua
ditujukan untuk kebahagian dan kesejahteraan hidup. Ini merupakan tanggung jawab manusia,
terutama para ilmuannya yang melakukan tugas-tugas pemakmuran tersebut. Allah berfirman:
ٰ
َ ِض َو َج َع ْلنَا لَ ُك ْم فِيهَا َم ٰ َعي
َش ۗ قَلِياًل َّما تَ ْش ُكرُون ِ َْولَقَ ْد َم َّكنَّ ُك ْم فِى ٱأْل َر
Artinya; “sesungguhnhya kami telah menempatkan kamu dimuka bumi itu (sumber)
penghidupan, namun sedikit sekali kamu bersukur”. (Q.S. Al-A’raf 7:10)
Alam raya dengan segala potensi yang terkandung didalamnya diberikan kepada manusia
untuk diolah dan dimanfaatkan. Mengelola dan memanfaatkannya memerlukan usaha dan kerja
keras, karena Allah tidak memberikan barang jadi, melainkan barang mentah yang mesti diola
dengan menggunakan potensi yang telah diberikan Allah kepada manusia yaitu akal dan
kecerdasan. Gambaran di atas merupakan pelajaran dari Allah untuk manusia. Yakni hidup ini
adalah perjuangan yang tiada akan pernah berhenti. Berhenti berjuang dan berusaha, maka
hilanglah makna hidup dan tamat pula riwayat kehidupannya.
Manusia adalah mahluk yang sempurna dengan kemampuan akal, qalbu, serta nilai-nilai
yang diberikan Allah yang dapat membentuk ahlak yang baik yang diaktualisasikan dalam
bentuk hubungan yang harmonis dengan alam dan lingkungannya. Manusia ditengah-tengah
alam memiliki peran sebagai subjek yang akan berpengaruh terhadap lingkungannya. Hubungan
manusia dengan lingkungan alam itu merupakan interaksi yang saling berpengaruh. Sebagai
mahluk allah yang diberi akal dan kepribadian maka manusia dapat menentukan sikap terhadap
ekosistem dimana ia hidup.
Alquran banyan memberikan dorongan untuk menjaga dan memelihara alam dan
lingkunan hidup, karena misi islam pada dasarnya mencakup sikap terhadap alam. (Q.S. Al-
Anbiya’ 21:107). Memberi rahmat kepada alam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bentuk
pelaksanaan ajaran islam secara keseluruhan. Alam adalah anugrah allah kepada manusia, sesuai
dengan kedudukan manusia sebagai khalifah allah, maka ia dituntut untuk dapat menjaga dan
memelihara alam, di samping menggunakan dan memanfaatkannya sebagai mana yang telah
diulas sebelumnya.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah karuniakan akal sebagai alat untuk
berfikir. Dengan akal manusia mampu menyerap ilmu pengetahuan dan menciptakan teknologi,
serta manghasilkan karya seni, sehingga dapat menciptakan peradaban di muka bumi.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra intuisi
dan firasat. Jadi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Seni dalam islam sangat mempengaruhi
bagi kemajuan agama islam. Serta dengan keiman dan ketakwaan terhadap Allah SWT, manusia
diberikan derajat yang lebih tinggi dan manusia juga memiliki tanggung jawab terhadap Allah
yaitu beribadah kepada Allah dan menjaga keindahan dan keaslian alam.Manusia dalam konteks
penciptaannya disamakan dengan penyebutan tugas yang diembannya. Hal ini menunjukkan
adanya korelasi antara wujud manusia dan eksistensinya. Penobatan manusia sebagai khalifah di
atas bumi merupakan suatu kehormatan sekaligus kepercayaan terbesar dari Allah yang tiada
tara.
Kemajuan IPTEK merupakan tantangan yang besar bagi kita. Apakah kita sanggup
atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi masing-
masing. Diantara penyikapan terhadap kemajuan IPTEK masa terdapat tiga kelompok, yaitu:
(1) Kelompok yang menganggap IPTEK moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi
hasil-hasil IPTEK moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok
yang bekerja dengan IPTEK moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat
ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya
adanya IPTEK Islam dan berusaha membangunnya. Perkembangan IPTEK adalah hasil dari
segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan
iptek. Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai
paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai
standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat
(utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolak ukur umat Islam dalam mengaplikasikan
IPTEK. Adapun dampak negatif maupun positif dalam perkembangan IPTEK, kemajuan
dalam bidang IPTEK telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam kehidupan umat
manusia. Perubahan ini, selain sangat cepat memiliki daya jangkau yang amat luas. Hampir
tidak ada segi-segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh perubahan. Perubahan ini pada
kenyataannya telah menimbulkan pergeseran nilai nilai dalam kehidupan umat manusia,
termasuk di dalamnya nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan.
3.2 Saran
Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang bergitu sempurna dan kompleks dibandingkan dengan
makhluk-makhluk-Nya yang lain, kita sebagai manusia haruslah memahami dan mengerti
hakikat dari penciptaan kita di dunia ini. Untuk menuntut dan mengamalkan Ilmu Pengetahuan
harus didasari dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. agar dapat memberikan
jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.
Daftar Pustaka
Anwar, Husnel. 2017. Islam Kaffah. Medan: Perdana Publishing.
Anwaiz. 2016. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Menurut Pandangan Islam. (online)
http://www.anwariz.com/2016/04/teknologi-menurut-pandangan-islam.html. Diakses tanggal 30
Oktober 2017.
Aryadiningrat. 2015. Makalah Islam dan Perkembangan IPTEK. (online)
https://aryadningrat.wordpress.com/2015/10/27/makalah-islam-dan-perkembangan-iptek/.
Diakses tanggal 30 Oktober 2017.
Hamba Allah. 2017. Qur’an Navigator. (online) https://ibnothman.com/quran/surat-an-nisa/9. Diakses
tanggal 27 Oktober 2017.
Madri. 2015. Makalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Seni dalam Islam. (online)
http://blog.ilkom.unsri.ac.id/madri/2015/11/08/makalah-ilmu-pengetahuan-teknologi-dan-seni-
dalam-islam/. Diakses tanggal 30 Oktober 2017.
Sudarmanto, Agus. 2011. Ilmu Pengetauan dan Teknologi dalam Pandangan Islam. (online)
http://4g0e5.wordpress.com/2011/12/23/ilmu-pengetauan-dan-teknologi-dalam-pandangan-
islam-2/. Diakses tanggal 22 Oktober 2017.
Tendrianhye, Andhy. 2015. Kewajiban Menuntut Ilmu Mengembangkan. (online)
http://tenri02.blogspot.co.id/2015/10/kewajiban-menuntut-ilmu-mengembangkan.html. Diakses
tanggal 30 Oktober 2017.