Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENELITIAN

PERANCANGAN AWAL PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA)


UNTUK MISSI PEMANTAUAN KEPADATAN LALU LINTAS

TIM PENGUSUL
(M. Ardi Cahyono S.T.,M.T. NIDN : 0418037201)
(Buyung Junaidin, S.T., M.T. NIDN : 0516068701)

DEPARTEMEN TEKNIK DIRGANTARA


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO
Desember 2020
RINGKASAN

Perkembangan jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan raya di perkotaan


menyebabkan sering terjadi kemacetan dan meningkatkan resiko kecelakaan. Hal ini sering
terjadi pada saat libur akhir tahun dan libur Lebaran. Maka pemantauan kepadatan lalu lintas
pada masa-masa liburan tahunan itu sangat perlu dilakukan untuk mengurangi jatuhnya korban
jiwa akibat kecelakan lalu lintas.
Pemantauan kepadatan lalu lintas menggunakan helicopter memakan biaya mahal karena
konsumsi bahan bakan dan perawatan yang besar. Maka perlu alternative baru yaitu
menggunakan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) karena mudah dioperasikan dan murah
perawatannya. Sehingga sangat perlu dilakukan perancangan PUNA untuk missi pemantauan
kepadatan lalu lintas. Pesawat udara untuk kebutuhan ini digolongkan jenis kecil karena muatan
(payload) yaitu kamera hanya seberat 2 kg.

Penelitian ini memperoleh hasil antara lain: panjang fuselas/body sebesar ,


wingspan , airfoil NACA 2412. engine OS MAX-40FX, engine terletak di nose, take-off
Gross Weight , berat bahan bakar gram, menggunakan kamera jenis Oblique
Camera, berat kamera 2 kg, dan posisi kamera 3 ft dari nose.

Kata kunci: pemantauan, kepadatan lalu lintas, pesawat udara tanpa awak, payload 1 kg,
material komposit, kekuatan mekanik, OS MAX-40FX, oblique camera.
PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas nikmat dan
karunia-Nya sehingga laporan akhir penelitian ini dapat diselesaikan. Laporan penelitian dengan
judul “Perancangan Awal Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Untuk Missi Pemantauan
Kepadatan Lalu Lintas“ dibuat berdasarkan hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian
hingga tahap ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar dapat memperbaiki
kekurangan yang ada dalam laporan ini.
Kami berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat
menjadi referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan.
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan

Ringkasan

Prakata

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab III Hasil dan Luaran yang Dicapai

Bab IV Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah kendaraan bermotor semakin tahun bertambah terus. Sedangkan pertambahan


panjang jalan raya di perkotaan tidak terlalu siknifikan. Hal ini menyebabkan sering terjadi
kemacetan terutama pada jam-jam sibuk seperti pada pagi dan sore hari.

Pada saat libur nasional seperti libur akhir tahun dan libur lebaran akan semakin banyak
terjadi kemacetan di kota-kota besar atau di jalur-jalur wisata. Kondisi ini sangat rawan terjadi
kecelakaan.

Pemantauan kepadatan lalu lintas, biasanya menggunakan pesawat udara jenis helicopter.
Hal ini berbiaya mahal karena konsumsi bahan bakar yang dipakai sangat banyak dan perawatan
helicopter sangat mahal.

Dengan menggunakan pesawat udara tanpa awak akan lebih murah dan mudah dalam
operasional karena kebutuhan bahan bakar sedikit. Operasional sangat mudah karena pesawat
udara tanpa awak dapat terbang mengikuti way point yang telah ditentukan sebelum terbang.
Perawatan pesawat udara tanpa awak juga lebih murah dibandingkan helicopter.

Pada saat pembuatan Pesawat Udara tanpa awak, struktur adalah bagian penting yang
harus dipersiapkan dengan matang. Pesawat udara modern banyak menggunakan material
komposit. Komposit yang akan dipergunakan untuk pesawat udara tanpa awak sangat perlu diuji
kemampuannya dalam menahan beban-beban kerjanya.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses perancangan pesawat udara tanpa awak untuk missi pemantauan
lalu lintas?
2. Bagaimana performa pesawat udara tanpa awak untuk missi pemantauan lalu lintas?
3. Bagaimana hasil pengujian spesimen material komposit yang akan dipergunakan
untuk struktur fuselas/body pesawat udara tanpa awak untuk missi pemantauan lalu
lintas?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan perancangan pesawat udara tanpa awak untuk missi pemantauan lalu
lintas.
2. Melakukan analisis performa pesawat udara tanpa awak untuk missi pemantauan lalu
lintas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Fokus utama dari penelitian ini adalah perancangan awal pesawat udara tanpa awak untuk
missi pemantauan lalu lintas. Penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya dalam
perancangan pesawat udara tanpa awak antara lain:

1. Trisula Wulandari, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto tahun 2015 dengan judul
“PERANCANGAN AWAL THREE SURFACE UNMANNED AERIAL VEHICLE (UAV)”.
Pada tugas akhir ini penulis melakukan tahap awal perancangan sebuah pesawat terbang
tanpa awak dengan membaginya menjadi dua tahap. Tahap pertama hanya menentukan
konsep awal dan tahap selanjutnya yakni melibatkan penentuan berat take-off, power motor,
pemilihan baterai, penentuan ukuran pesawat serta menganalisi performanya.
Kedua tahap tersebut menghasilkan penempatan sayap yang berada pada high wing dengan
bentuk taper yang menggunakan NACA 2412, tipe konvensional sebagai konfigurasi
ekornya, dan penempatan motor dibelakang badan pesawat(pusher). Pesawat rancangan ini
memiliki berat maksimal take-off sebesar 3,8163 lb, panjang fuselage 5,161 ft, bentang sayap
utama 5,45 ft, rentang sayap canard 1,331 ft, panjang horizontal tail 1,388 ft, dan tinggi
vertical tail 0.639 ft. pesawat ini mampu terbang sejauh 170177 ft dengan menggunakan
baterai berbahan Li-Po dengan kapasitas 4000 mAh yang mampu bertahan selama 0,7039
jam.
2. Dede Satria Maulana, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto tahun 2018 dengan judul
“PERANCANGAN AWAL UAV FLYING WING S774-M UNTUK MISI PEMANTAUAN
AKTIVITAS GUNUNG MERAPI”. Membuat model 3-dimensi kemudian dilakukan
pengujian karakteristik aerodinamikanya dengan menggunakan software ANSYS 15.0,
kestabilan terbangnya dengan software XFLR5 V6.09, dan range serta endurance nya dengan
Electric UAV Flight Time Calculator.
Hasil dari perancangan didapatkan bahwa pesawat UAV Flying Wing S774-M memiliki
wing span 2 m dan berat 2,529kg serta perlu di trim pada sudut serang 1˚. Terbang dengan
ketinggian 3000 mdpl dengan kecepatan 70 km/jam.
Memiliki nilai koefisien lift 0,2196 dan koefisien drag 0,0145, juga memiliki kurva Cmα
negatif yang menandakan bahwa pesawat terbang dengan kestabilan statik.
3. Jayent Hula Samosir, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto tahun 2018 dengan judul
“PERANCANGAN AWAL PUNA AD-01”. Menggunakan tiga software yaitu CATIA untuk
memodelkan PUNA AD-01 dalam bentuk 3D, ANSYS untuk melakukan simulasi
aerodinamika, dan XFLR5 untuk melakukan simulasi kestabilan PUNA AD-01.
Adapun hasil yang diperoleh dari perancangan yang dilakukan, PUNA AD-01 memiliki
berat maksimum 4 kg dengan panjang span 2,643 m, kecepatan terbang 19 m/s, karakteristik
aerodinamika yang dimiliki mampu untuk menerbangkan PUNA AD-01, serta PUNA AD-
01 telah memenuhi syarat untuk stabil secara statik, dan mampu mengudara sekitar 1,885
jam dengan jarak terbang mencapai 127 km.
4. Rio Bonardo Girsang, Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto tahun 2018 dengan judul
“PERANCANGAN AWAL TARGET DRONE AD-05”. Menggunakan tiga software yaitu
CATIA, ANSYS, dan XFLR5. Software CATIA digunakan untuk pemodelan pesawat
rancangan dalam bentuk 3 dimensi, Software ANSYS digunakan untuk mencari nilai
karakteristik aerodinamika dari pesawat rancangan, Software XFLR5 digunakan untuk
simulasi kestabilan static dari pesawat rancangan.
Setelah melakukan perhitungan geometri, karakteristik aerodinamika, range and endurance
dan analisis kestabilan static, didapatkan hasil Target Drone AD-05 memiliki berat
maksimum 71,654 kg dengan panjang span 3 m, kecepatan terbang 55,56 m/s, karakteristik
aerodinamika yang dimiliki diperkirakan mampu untuk menerbangkan Target Drone AD-05,
dan waktu terbang maksimum 60,705 menit dengan jarak terbang maksimum mencapai
309,577 km, tetapi Target Drone AD-05 belum memenuhi syarat untuk stabil static
longitudinal.

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Perancangan Pesawat Udara Nir Awak
2.2.1.1. Perkiraan Berat Pesawat Udara
Perhitungan Take-off Gross Weight (W0) sangat penting karena W0 akan dipergunakan
untuk menentukan Wing Loading (W/S) dan Thrust Loading (T/W). Wing Loading akan
dipergunakan untuk menentukan Geometri Pesawat Udara dan Thrust Loading akan
dipergunakan untuk menentukan Daya dari Mesin Pendorong.

Untuk menentukan W0 harus mengetahui pengurangan massa bahan bakar pada setiap
fase terbang.

Secara umum, fase terbang pesawat udara terdiri dari fase tinggal landas (take-off),
terbang menanjak (climb) untuk mencapai ketinggian jelajah, terbang jelajah (cruising), terbang
menukik (descent), dan mendarat (landing).

Pada setiap fase terbang tersebut harus dapat ditentukan jumlah pengurangan bahan
bakar.

Untuk pengurangan bahan bakar pada fase Cruising menggunakan persamaan Jangkauan
Terbang Jelajah (Range) di bawah ini.

(2.1)

Dimana,
R adalah Range/jangkauan terbang jelajah [km]
ηpr adalah efisiensi sistem propulsi
c adalah konsumsi bahan bakar spesifik
L/D adalah efisiensi Aerodinamika Pesawat Udara

W3/W2 adalah fraksi bahan bakar selama pesawat melakukan terbang jelajah

Fraksi Bahan Bakar pesawat udara selama melakukan operasi penerbangan mulai dari take-off
sampai dengan landing didefinisikan sebagai berikut:

(2.2)

Dimana,
W1/W0 adalah fraksi bahan bakar pada saat take-off
W2/W1 adalah fraksi bahan bakar pada saat climb
W3/W2 adalah fraksi bahan bakar pada saat cruising
W4/W3 adalah fraksi bahan bakar pada saat descent
W5/W4 adalah fraksi bahan bakar pada saat landing
Pada umumnya untuk kebutuhan bahan bakar pada pesawat udara selama operasi penerbangan
menggunakan cadangan bahan bakar sebanyak 6 % sehingga kebutuhan bahan bakar selama
penerbangan dirumuskan sebagai berikut:

( ) (2.3)

Dimana,
Wf/W0 adalah fraksi bahan bakar pesawat udara selama melakukan operasi penerbangan
Take-off Gross Weight (W0) adalah Empty Weight (We) ditambah dengan Berat Payload
(Wpayload) dan Berat Bahan Bakar (Wf), sehingga W0 dirumuskan sebagai berikut:

⁄ ⁄
(2.4)

Dimana,
Wpayload adalah berat muatan pesawat udara
We/W0 adalah fraksi berat kosong pesawat udara.
Untuk pesawat udara jenis ini, payload adalah berat kamera yang dipergunakan untuk merekam
gambar selama beroperasi melakukan pemantauan. Sedangkan W e/W0 ditentukan berdasarkan
trendline dari data kajian pesawat pembanding yang sejenis.
Pada bagian ini selain dapat ditentukan Take-off Gross Weight (W0), juga dapat ditentukan
Empty Weight (We) dan Fuel Weight (Wf).

2.2.1.2.Wing Loading
Wing Loading (W/S) ditentukan dari persamaan Gaya Angkat (Lift) pesawat udara pada
saat Stall sehingga dapat ditentukan persamaan Wing Loading sebagai berikut:

( ) (2.5)

Dimana,
adalah density udara [kg/m3]
Vstall adalah kecepatan pesawat pada saat stall [m/s]
CL adalah koefisien gaya angkat
Perhitungan Wing Loading juga dapat diturunkan dari prestasi take-off pesawat udara dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama menghitung Radius Flare (R f) sebagai
berikut:

(2.6)

Dimana,
Vf adalah Kecepatan Flare [m/s]

g adalah percepatan gravitasi [m/s2]


Selanjutnya menghitung Ketinggian Flare (hf) dengan menggunakan persamaan di bawah ini.

( ) (2.7)

Dimana, adalah sudut approach [rad]


Langkah berikutnya adalah menentukan Jarak Approach (sa) dengan menggunakan persamaan di
bawah ini.

(2.8)

Jarak flare (sf) ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini.

(2.9)

Dan terakhir untuk menentukan Wing Loading menggunakan persamaan Jarak Take-off Ground
Run (sg) di bawah ini.

( ⁄ )
√ ( ) ( )
(2.10)

Dimana, adalah koefisien gesek pada landasan pacu

Persamaan 2.10 adalah persamaan kuadrat dalam √ ⁄ yang dapat diselesaikan dengan

menggunakan rumus abc.


Wing Loading dapat ditentukan menggunakan persamaan (2.5) dan (2.10) dipilih yang
terkecil dari keduanya. Dengan W/S yang lebih kecil, diharapkan jarak take-off ground run akan
lebih pendek dari persyaratan yang diinginkan.

2.2.1.3. Thrust Loading


Penentuan Thrust Loading dapat ditentukan dari Prestasi Take-off, Terbang Menanjak
(Climb), dan Akselerasi Maksimal. Dari ketiga perhitungan itu dipilih Daya yang paling besar
sebagai dasar penentuan Daya Mesin Pendorong Pesawat Udara.
Penentuan Thrust Loading menggunakan perhitungan Prestasi Take-off berdasarkan
persamaan Jarak Take-off Ground Run (sg) di bawah ini.

( ⁄ )
(2.11)
( ) ( ⁄ )

Dimana, T/W adalah Thrust Loading


Kemudian Daya Mesin pada saat Take-off ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini.

(2.12)

Dimana, P adalah daya mesin pendorong pesawt udara [hp]


Prestasi Terbang Menanjak (Climb) Pesawat Udara ditentukan berdasarkan persamaan-
persamaan di bawah ini.

( ) √ (2.13)

Dimana, K adalah koefisien induched drag


Dari (2.13) maka dapat dihitung K dengan menggunakan persamaan ini.

(2.14)
( ⁄ )

Wing Aspect Ratio (AR) juga dapat ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini.

(2.15)
Daya Mesin pada saat melakukan Climb ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini.


( ⁄ ) ( √ ) (2.16)
( ⁄ )

Akselerasi Maksimum Pesawat Udara ditentukan menggunakan persamaan-persamaan di bawah


ini. Langkah pertama menentukan besarnya Thrust menggunakan persamaan di bawah ini.

( ) (2.17)

Selanjutnya Thrust Loading pada saat Akselerasi Maksimal ditentukan dengan cara menbagi
(2.17) dengan W sehingga diperoleh.

(2.18)

Fraksi Bahan Bakar pada saat pesawat udara melakukan terbang jelajah adalah sebagai berikut.

(2.19)

( ) (2.20)

Dengan substitusi (2.20) ke (2.18) maka Thrust Loading pada saat pesawat udara melakukan
akselerasi maksimal adalah sebagai berikut.

(2.21)

Daya Mesin Pendorong Pesawat Udara pada saat melakukan akselerasi maksimal adalah sebagai
berikut.

(2.22)

2.2.1.4. Dimensi Pesawat Udara


Setelah diperoleh W0 dan W/S maka Luas Sayap (S) sudah dapat ditentukan, yaitu:
(2.23)

Kemudian untuk menentukan bentang sayap/wingspan (b) menggunakan persamaan di bawah


ini.

√ (2.24)

Jarak Chord di Pangkal Sayap (cr) adalah sebagai berikut.

( )
(2.25)

Dimana, λ adalah Taper Ratio


Dan Jarak Chord di Ujung Sayap (ct) adalah sebagai berikut.

(2.26)

Jarak Mean Aerodynamic Chord (MAC) dari Fuselage Center Line (̅) adalah sebagai berikut.

̅ ( ) (2.27)

Jarak Mean Aerodynamic Chord (MAC) atau (̅) adalah sebagai berikut.

̅ ( ) (2.28)

Penentuan Luas Ekor Horisontal (SHT) dan Vertikal (S VT) ditentukan menggunakan persamaan di
bawah ini.

̅
(2.29.a)

(2.29.b)

Dimana, VHT dan VVT adalah Rasio Volume Ekor Horisontal dan Vertikal
BAB III
HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

Perhitungan-perhitungan adalah sebagai berikut

1. Penentuan take-off gross weight dan berat bahan bakar


Fase terbang yang dipakai adalah

Asumsi-asumsi

Fraksi bahan bakar pada saat take-off,

Fraksi bahan bakar pada saat climb,

Efisiensi aerodinamika,

( )
( ⁄ )

Efisiensi propulsi,
Fraksi bahan bakar pada saat descent,

Fraksi bahan bakar pada saat landing,

Jarak jelajah/Range (R) adalah,

( )

Fraksi bahan bakar pada saat cruising,

Fraksi bahan bakan pada semua fase terbang,

Fraksi bahan bakar, ( )

( )

Take-off gross weight, ⁄ ⁄


Berat bahan bakar,

2. Penentuan Wing Loading (W/S)


Asumsi-asumsi
( )

Density pada SL, ⁄

Kecepatan stall, √ ( )

Wing loading, ( )

3. Penentuan Daya Mesin


Perhitungan daya mesin didasarkan pada tiga fase terbang yang membutuhkan energi
mesin yang besar yaitu take-off, climb, dan akselerasi maksimal
Perhitungan daya mesin pada saat take-off
( )
Radius rotasi,

Sudut lintas terbang, ( )

( )

Jarak airborne,
( ⁄ )
Jarak take-off ground run,
( ) ( ⁄ )

( ⁄ ) ⁄

( )

( )

Power required,

Daya mesin pada saat take-off,

Perhitungan daya mesin pada saat climb

Efisiensi aerodinamika, ( ) √

Koefisien induched drag,


( ⁄ )

Aspect ratio,


( ⁄ ) ( √ )
( ⁄ )

( √ )

Daya mesin pada saat climb,

Perhitungan daya mesin pada saat akselerasi maksimal

( )

Berat pesawat pada saat mulai cruising, W2 = 12,866 lb

( )

( )

Berat pesawat pada saat melakukan akselerasi maksimal, WMC = W2

WMC = 12,864 lb

Daya mesin pada saat akselerasi maksimal,


Jadi daya yang terbesar dari tiga fase terbang di atas adalah pada saat akselerasi maksimal
sebesar . Hasil ini dipergunakan untuk menentukan spesifikasi mesin

Power Loading,

Mesin yang dipilih adalah

Dimensi Pesawat Udara

Luas Sayap,

Wingspan, √


Setengah wingspan,

Chort root, ( )

( )

Chord tip,

Jarak y mac, ̅ ( )

̅ ( )

mac (mean aerodynamic chord) ̅ ( )

̅ ( )

a=3,5

C=0,23

Panjang fuselas/body, ( )

( )

Engine diletakkan di nose


Wing di cg yaitu 2,5 ft dari nose

Kamera diletakkan 3 ft dari nose

Asumsi

VHT = 0,7

VVT = 0,04

Jarak Horisontal Stabilizer ke cg, lHT = 3,8 ft

Jarak Vertical Stabilizer ke cg, lVT = 4 ft

̅
Luas Horisontal Stabilizer,

Luas Vertical Stabilizer,

Dengan cara menghitung yang sama dengan ketika menghitung dimensi sayap, maka dimensi
ekor dapat ditentukan

Horisontal Stabilizer

AR 4
lambda 0,5
b 1,263089 ft
cr 0,42103 ft
ct 0,210515 ft
y_bar 0,280687 ft
c_bar 0,327468 ft

Vertical Stabilizer

AR 1,5
lambda 0,5
h 0,480291 ft
cr 0,426925 ft
ct 0,213463 ft
z_bar 0,213463 ft
c_bar 0,332053 ft
BAB IV
KESIMPULAN

Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut

Prestasi Terbang PUNA adalah sebagai berikut.

Range (R) : 50 km = 164,042 ft

Jarak Landing : 20 m = 65,6 ft

Jarak take-off : 25 m = 82 ft

RoC (Rate of Climb) : 3 m/s = 9,84 ft/s

Kecepatan Maksimum : 200 km/j = 182 ft/s

Kecepatan Stall : 50 km/j = 45,57 ft/s

Ketinggian Jelajah : 1 km = 3280,84 ft

Spesifikasi kamera adalah sebagai berikut:

Jenis kamera adalah Oblique Camera

Payload : Kamera sekitar 2 kg = 4,4 lb


Posisi kamera 3 ft dari nose

Take-off Gross Weight,

Berat bahan bakar,


https://www.os-engines.co.jp/english/line_up/engine/air/aircraft/manual/50sx_40-91fx.pdf

Engine terletak di nose

Airfoil NACA 2412

http://airfoiltools.com/airfoil/details?airfoil=naca2412-il

Wingspan,

Chord root,

Chort tip,

MAC (mean aerodynamic chord), ̅

Posisi mac, ̅

xcg = 2,5 ft dari nose

Panjang fuselas/body,

Jarak Horisontal Stabilizer ke cg, lHT = 3,8 ft

Jarak Vertical Stabilizer ke cg, lVT = 4 ft

Horisontal Stabilizer

b 0,38 m
cr 0,13 m
ct 0,06 m
y_bar 0,09 m
c_bar 0,1 m
Vertical Stabilizer

h 0,15 m
cr 0,135 m
ct 0,07 m
z_bar 0,07 m
c_bar 0,10 m

Gambaran PUNA dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Anda mungkin juga menyukai