Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Umumnya setiap orang yang akan berkeluarga pasti mengharapkan akan terciptanya
kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangganya. Namun kenyataanya tidak selalu
sejalan dengan harapan semula. Ketegangan dan konflik kerap kali muncul, perselisihan
pendapat, perdebatan, pertengkaran, saling mengejek, atau bahkan memaki pun
lumrah terjadi. Semua itu sudah semestinya dapat diselesaikan secara arif dengan jalan
bermusyawarah, saling berdialog secara terbuka. Dan pada kenyataannya banyak
persoalan dalam rumah tangga meskipun terlihat kecil dan sepele namun dapat
mengakibatkan terganggunya keharmonisan hubungan suami isteri. Sehingga
memunculkan apa yang biasa kita kenal dalam hukum Islam dengan istilah nusyuz
(kedurhakaan).
Nusyuz bisa terjadi disebabkan oleh berbagai alasan, mulai dari rasa ketidakpuasan
salah satu pihak atas perlakuan pasanganya, hak-haknya yang tidak terpenuhi, atau
adanya tuntutan yang berlebihan dari satu pihak terhadap pihak yang lain. Bisa juga
terjadi karena adanya kesalahan suami dalam menggauli istrinya atau sebaliknya
kesalahan istri dalam memahami keinginan dan hasrat suami.
Pihak laki-laki (suami) diberi kewenangan untuk melakukan tindakan dalam
menyikapi nusyuznya isteri tersebut. Tindakan pertama yang boleh dilakukan suami
terhadap isterinya adalah menasehatinya, dengan tetap mengajaknya tidur bersama. Tidur
bersama ini merupakan simbol masih harmonisnya suatu rumah tangga. Apabila tindakan
pertama ini tidak membawakan hasil, boleh diambil tindakan kedua, yaitu memisahi
tempat tidurnya. Apabila dengan tindakan kedua isteri masih tetap tidak mau berubah
juga, suami diperbolehkan melakukan tindakan ketiga yaitu memukulya (Nur, 1993 :
132).
B. RUMUSAN MASALAH
Setelah memperhatikan pemaparan diatas penyusun dapat merumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya :
1. Apa pengertian nusyuz ?
2. Bagaimana mengatasi nusyuz tidak terjadi ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nusyuz
Kata nusyuz dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar (akar kata) dari kata ”
‫ نشوزا‬-‫ ينشز‬-‫ ”نشز‬yang berarti: ”duduk kemudian berdiri, berdiri dari, menonjol,menentang
atau durhaka.Dalam konteks pernikahan, makna nusyuz yang tepat untuk digunakan
adalah “menentang atau durhaka”. sebab makna inilah yang paling mendekati dengan
persoalan rumah tangga.
Arti lain dari nusyuz adalah membangkang. Menurut Slamet Abidin dan H
Aminuddin, nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang istri melakukan perbuatan yang
menentang suami tanpa alasan yang dapat diterima oleh syarak. Ia tidak menaati
suaminya atau menolak diajak ke tempat tidurnya.Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah:

‫ت خا فون عصبيانهن وتعا لبيهن عما اوجب هللا عليهن من طا عةالز‬


“mengetahui dan meyakini bahwa isteri itu melanggar apa yang sudah menjadi ketentuan
Allah dari pada taat kepada suami.
Sedangkan menurut istilah, dalam kitab Al-Bajuri dikatakan bahwa Nusyuz adalah:

‫ألنشوزهوالخروجعنالطاعةمطلقاأومنالزوجةأومنالزوجأومنهما‬
“nusyuz adalah keluar dari ketaatan (secara umum) dari isteri atau suami atau keduanya”.
Dari beberapa definisi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi kewajiban
dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah merupakan pintu pertama untuk
kehancuran rumah tangga. Untuk itu, demi kelanggengan rumah tangga sebagaimana
yang menjadi tujuan setiap pernikahan, maka suami ataupun isteri mempunyai hak yang
sama untuk menegur masing-masing pihak yang ada tanda-tanda melakukan nusyuz.
B. Kriteria Nusyuz
Saleh bin Ganim al-Saldani, menjelaskan secara rinci mengenai kriteria tindakan istri
yang termasuk ke dalam perbuatan nusyuz menurut para ulama mazhab, yaitu sebagai
berikut :
1. Menurut ulama Hanafi : Apabila seorang istri (perempuan) keluar dari rumah
suami tanpa izin suaminya dan dia tidak mau melayani suaminya tanpa alasan yang
benar.

2
2. Menurut ulama Maliki : seorang istri dikatakan nusyuz apabila ia tidak taat
terhadap suaminya dan ia menolak untuk digauli, serta mendatangi suatu tempat
yang dia tahu hal itu tidak diizinkan oleh suaminya, dan ia mengabaikan
kewajibannya terhadap Allah SWT, seperti tidak mandi janabah, dan tidak
melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.
3. Menurut ulama Syafi’i, seorang stri dikatakan nusyuz apabila istri tersebut tidak
mematuhi suaminya dan tidak menjalankan ketentuan-ketentuan agama yang
berkaitan dengan hak-hak suaminya serta tidak menunaikan kewajiban agama
lainnya.
4. Sedangkan menurut ulama Hanbali, seorang istri dikatakan nusyuz apabila istri
melakukan tindakan yang tidak memberikan hak-hak suami yang wajib
diterimanya karena pernikahan
Dari uraian di atas, kriteria nusyuznya seorang istri menurut ulama mazhab
adalah sebagai berikut :
1. Istri menolak ajakan suami untuk bersetubuh, tanpa alsan yang dibenarkan
oleh syara’.
2. Istri keluar rumah tanpa izin suami atau tanpa alasan yang benar, serta ke
tempat yang telah dilarang suami.
3. Istri meninggalkan kewajiban agama.
4. Istri tidak berpenampilan menarik seperti yang diinginkan oleh suami.
C. Macam – Macam Nusyuz
1. Nusyuz Perempuan / istri
Dilihat dari sikap isteri kepada suaminya dapat dipilah menjadi dua, pertama,
isteri yang salihah, yaiutu yang tunduk dan taat kepada perintah Allah dan lain lain.
Kedua, istreri yang berusaha keluar dari kewajibannya sebagai isteri, berusaha
meninggalkan suami sebagai pucuk pimpinan rumah tangga, dan menghendaki agar
kehidupan rumah tangga menjadi berantakan. Istri yang demikian disebut isteri yang
nusyuz.Dalil al-Qur’an mengenai nusyuz perempuan ini ada misalnya pada surat An-
nisa’ ayat 34:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka, kemudian jika mereka
mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (An-Nisa’ : 34 ).Asbab an-uzul
ayat ini turun, berkenaan dengan kasus seorang yang memukul isterinya karena
3
berlaku nusyuz, kemudian dia mengadu kepada Rasulullah.Selanjutnya Rasulullah
menetapkan hukuman qishas atas suami tersebut, maka turunlah ayat 114 surat Thaha
sebagai teguran kepada Rasulullah karena keputusan yang “tidak pas”. Maka turunlah
ayat an-Nisa’ ayat 34 ini.Tanda-tanda nusyuz perempuan (isteri) itu antara lain:
a. tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan
b. tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminya
c. tiada mendatangi suami kecuali dengan bosan, jemu atau dengan muka yang
cemberut.
d. seorang isteri yang jika diajak untuk berhubungan intim, dia menolak. Akan tetapi,
kita harus lebih adil melihat alasan isteri untuk tidak mau berhubungan. Kalau
alasannya rasional, seperti sedang sakit, kelelahan atau tidak dalam keadaan siap
hatinya, maka suami tidak berhak untuk memaksakan.

Dalam kompilasi hukum Islam, soal Nusyuz juga diatur. Beberapa pasal
menegaskan hak dan kewajiban suami dan istri.

Pasal 80

1) suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai
hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami dan isteri.
2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
beruma tangga sesuai dengan kemampuannya.
3) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan
belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4) Sesuai dengan pengahsilannya suami menanggung :
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. biaya pendidikan bagi anak.
Pasal 83
1) Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami di
dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam;
2) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga dengan sebaik-
baiknya;

4
Pasal 84
1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah;
2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isteriya tersebut pasal 80 ayat
(4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali setelah isteri tidak
nusyuz.
4) Ketentuan tentang ada atau tidaknya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas bukti
yang sah.
Sayangnya, dalam Kompilasi Hukum Islam ini tidak dikenal adanya nusyuz yang
dilakukan suami. Padahal Islam jelas menegaskan nusyuz bia dilakukan suami dan
isteri. Bahkan, dalam banyak riwayat dikatakan suami lebih besar peluangnya untuk
melakukan nusyuz.
2. Nusyuz Laki – Laki / Suami
Suami nusyuz mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah karena
meninggalkan kewajibannya kepada isteri, hal ini terjadi bila ia tidak melaksanakan
kewajiban kepada isterinya, baik meninggalkan kewajiban yang bersifat meteri,
seperti memberi nafkah atau non materi berupa tidak mengauli isterimya.Allah SWT
berfirman dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 128 sbb:

            “Dan jika wanita khawatir tentang nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka
tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan
perdamaian itu lebih baik bagi mereka walaupun manusia itu menurut tabiatnya adalah kikir.
Dan jika kamu bergaul dengan isterimu dengan baik dan mereka memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (an-Nisa’ : 128).
Nusyuz suami,pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi kewajibannya, yaitu :
a. Memberikan mahar sesuai dengan permintaan isteri;
b. Memberikan nafkah zahir sesuai dengan pendapatan suami
c. Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan kamar utama
seperti alat rias dan perlengkapan kamar mandi sesuai dengan keadaan dirumah isteri.
d. Menyiapkan pembantu bagi isteri yang dirumahnya memiliki pembantu;
e. Menyiapkan bahan makanan minuman setiap hari untuk isteri anak-anak dan
pembantu kalau ada
5
f. Memasak, mencuci, menyetrika dan pekerjaan rumah
g. Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga;
h. Membayar upah kepada isteri, kalau isteri meminta bayaran atas semua pekerjaan.
i. Berbuat adil, apabila memiliki isteri lebih dari satu
j. berbuat adil diantara anak-anaknya.
Apabila degan jalan ta’zir ini suami masih saja melakukan nuysuz, maka
perempuan (isteri) bisa menempuh jalur hukum juga berupa fasyahk. Hal ini bisa
dilakukan apabila suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan.
D. Akibat Nusyuz
Sebagai akibat hukum dari perbuatan nusyuz menurut jumhur ulama, mereka sepakat
bahwa isteri yang tidak taat kepada suaminya (tidak ada tamkin sempurna dari isteri)
tanpa adanya suatu alasan yang dapat dibenarkan secara syar’i atau secara ‘aqli maka
isteri dianggap nusyuz dan tidak berhak mendapatkan nafkah. Dalam hal suami beristeri
lebih dari satu (poligami) maka terhadap isteri yang nusyuz selain tidak wajib
memberikan nafkah, suami juga tidak wajib memberikan giliranya. Tetapi ia masih wajib
memberikan tempat tinggal.
Sedangkan untuk nusyuz suami, maka istri boleh melaporkannya kepada hakim
pengadilan untuk memberikan nasehat kepada suami tersebut apabila si suami belum bisa
di ajak damai dengan cara musyawarah. Demikian menurut pendapat Imam Malik.

6
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa :Nusyuz adalah tindakan istri
yang dapat ditafsirkan menentang atau membandel atas kehendak suami. Begitu pula
sebaliknya. Tentu saja sepanjang kehendak tersebut tidak bertentangan dengan hukum
agama. Apabila kehendak tersebut bertentangan atau tidak dapat dibenarkan oleh agama,
maka suami/istri berhak menolak. Dan penolakan tersebut bukanlah termasuk nusyuz
( durhaka ).
1. Macam-macam nusyuz adalah nusyuznya istri terhadap suami dan nusyuznya suami
terhadap istri
2. Jika terjadi nusyuz, maka penyelesaiannya, pertama dengan nasihat, kedua dengan
hijrah tempat tidur (mendiamkannya, bukan berarti pisah ranjang), ketiga dengan
pukulan ringan selain wajah dan bagian kepala.{apabila yang melakukan nusyuz
adalah istri}. Sedangkan apabila yang melakukan nusyuz adalah suami, maka cara
penyelesaiannya adalah dengan istri yang mengajak suami bermusyawarah untuk
menyelesaikan masalah tersebut baik-baik. Apabila tidak bisa, maka jalan yang
kedua adalah mengahdirkan hakam dari pihak suami dan istri untuk berunding.
3. Syiqaq adalah putusnya ikatan perkawinan. Hal tersebut mungkin timbul
disebabkan oleh prilaku dari salah satu pihak.
4. Cara menyelesaikanya adalah dihadirkan dua orang dari pihak suami maupun istri
yang disebut hakamain.
B. SARAN
Saran untuk istri yang tengah atau pernah mengalami tindakan kekerasan yang
dilakukan suami, tidak salah jika mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Tenangkan diri
2. Meminta suami untuk saling mengingatkan
3. Diam tidak selalu berarti baik
4. Jangan pernah mau menerima tindakan kekerasan
5. Introspeksi diri
6. Mengalah saat perselisihan memuncak
7. Carilah penegah yang bisa menuntaskan pertengkaran
8. Pikirkan dan perhatikan kondisi anda dan juga anak
9. Lakukan perbaikan sikap dan komunikasi

7
DAFTAR PUSTAKA

Supriatna dkk, Fiqh Munakahat II, Yogyakarta : Bidang Akademik UIN, 2008.
Tihami, Sahrani Sohari, Fikih Munakahat : Kajian Fiqih Nikah Lengkap, Jakarta :
Rajawali Pers, 2013
file:///E:/MATERI/HUKUM%20PERKAWINAN%20ISLAM/makalah-hukum-
perkawinan-nusyuz-dan_16.html

Anda mungkin juga menyukai