Anda di halaman 1dari 12

PAPER TUGAS

DANA BAGI HASIL BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
(BPHTB)
Paper ini diajukan untuk memenuhi tugas Kebijakan Keuangan Pusat dan Daerah
Dosen : H. Uba Subagja, Drs., M.Si.

Disusun oleh :

Siti Ayu Dewi Lestari (190221053)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2020
A. Dasar Hukum
1. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2000
2. Pasal 11 dan 12 UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
3. Pasal 4, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah
Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
4. PP Nomor 114 Tahun 2000 tentang Pencabutan PeraturanPemerintah Nomor 33
Tahun 1997 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.03/2005 tentang Tata Cara
Pembagian Hasil Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
6. Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.07/2007 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi
Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan Bagian Daerah Tahun Anggaran 2007
B. Pengertian
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Tarif pajaknya adalah
sebesar lima persen dari dasar pengenaan pajak, yaitu nilai perolehan objek pajak.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan. Hak atas tanah dan atau bangunan tersebut adalah hak atas tanah,
termasuk pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya. Hak atas tanah dimaksud adalah hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
pengelolaan, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan; dan hak-hak lain yang
tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-
undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
Hak-hak yang sifatnya sementara tersebut, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil,
hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifatsifatnya
yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan
hapusnya di dalam waktu yang singkat.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas
tanah dan atau bangunan. Objeknya adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
yang meliputi sebagai berikut.
1. Pemindahan hak karena:
a. jual beli;
b. tukar-menukar,
c. hibah;
d. hibah wasiat;
e. waris;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
h. penunjukan pembeli dalam lelang;
i. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
j. penggabungan usaha;
k. peleburan usaha;
l. pemekaran usaha; dan
m. hadiah.
2. Pemberian hak baru karena:
a. kelanjutan pelepasan hak; dan
b. di luar pelepasan hak.
Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun; dan
f. Hak Pengelolaan.
Tarif BPHTB adalah sebesar lima persen dan dasar pengenaan pajaknya adalah nilai
perolehan objek pajak. Nilai perolehan objek pajak dimaksud dalam hal berikut ini.
1. Jual beli adalah harga transaksi.
2. Tukar-menukar adalah nilai pasar.
3. Hibah adalah nilai pasar.
4. Hibah wasiat adalah nilai pasar.
5. Waris adalah nilai pasar.
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar.
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar.
8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar, tersebut.
9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai
pasar.
10. Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar.
11. Penggabungan usaha adalah nilai pasar.
12. Peleburan usaha adalah nilai pasar.
13. Pemekaran usaha adalah nilai pasar;
14. Hadiah adalah nilai pasar;
15. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam
risalah lelang.
Apabila nilai perolehan objek pajak tidak diketahui atau lebih rendah daripada nilai jual
objek pajak yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan pada tahun terjadinya
perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah nilai jual objek pajak bumi dan
bangunan. Jika nilai jual objek pajak bumi dan bangunan belum ditetapkan, besarnya nilai jual
objek pajak bumi dan bangunan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak, dittapkan secara regional paling banyak
Rp60.000.000,00 kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami/istri, ditetapkan secara regional paling banyak Rp300,000.000,00. Hal ini kemudian
ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tentang Penentuan
Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak tersebut di atas ditetapkan oleh
Menteri Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan memerhatikan usulan pemerintah
daerah dan dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi regional.
Ketentuan mengenai tata cara penentuan besarnya nilai perolehan objek pajak tidak
kena pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan. Terkait dengan hal ini Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 86/PMK.03/2006.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan di atas, besar- nya Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak BPHTB ditetapkan untuk setiap kabupaten/kota yang diusulkan oleh
pemerintah daerah yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak setempat, paling lambat satu bulan sebelum tahun pajak dimulai. Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama Menteri Keuangan menetapkan besarnya nilai
perolehan objek pajak tidak kena pajak dengan memerhatikan usulan pemerintah daerah
tersebut di atas. Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ini dapat diubah dengan
mempertimbangkan perkembangan ekonomi regional.
Jika pemerintah daerah tidak mengajukan usulan, besarnya nilai objek pajak tidak kena
pajak ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama
Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi regional. nama
Menteri Keuangan menetapkan besarnya nilai perolehan Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atas objek pajak tidak kena pajak secara regional dengan ketentuan sebagai
berikut.
1. Dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri,
dittapkan paling banyak Rp300.000.000,00.
2. Dalam hal perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/ RSH) sebagaimana diatur
dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
24/KPTS/M/2003 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman dengan Dukungan
Fasilitas Subsidi Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 20/KPTS/M/2004 dan Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan melalui Kredit Pemilikan Rumah Bersubsidi (KPR
Bersubsidi) yang pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun,
ditetapkan sebesar Rp42.000.000,00.
3. Dalam hal perolehan hak selain poin I dan poin 2, ditetapkan paling banyak
Rp60.000.000,00.
4. Dalam hal nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagaimana ditetapkan pada
poin 3 lebih tinggi daripada nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagaimana
ditetapkan pada poin 2, maka nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagaimana
ditetapkan pada poin 2, ditetapkan sama dengan nilai perolehan objek pajak tidak kena
pajak sebagaimana ditetapkan pada poin 3.

C. Pembagian Penerimaan BPHTB


Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan im
bangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.
DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% bagi untuk daerah dengan rincian.
1. 16% untuk provinsi yang bersangkutan;
2. 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.
Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikandengan porsi yang sama besar
untuk seluruh kabupaten dan kota.
D. Alokasi dan Penyaluran DBH BPHTB
Alokasi dana bagi hasil BPHTB ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Alokasi ini
ditetapkan berdasarkan rencana peneri- maan BPHTB tahun anggaran bersangkutan,
dan paling lambat 2 bulan sebelum tahun anggaran bersangkutan dilaksanakan.
Dana bagi hasil BPHTB disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening
kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Penyaluran DBH BPHTB
dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan.
Penyaluran DBH BPH'TB dilaksanakan secara mingguan, yaitu setiap hari Rabu dan
Jumat. Penyaluran BPHTB sebesar 20% bagian pemerintah dilaksanakan dalam tiga
tahap, yaitu April, Agustus, dan November tahun anggaran berjalan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian hasil penerimaan BPHTB di atas
dan penyalurannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yaitu Peraturan Pemerintah tentang Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB antara
pemerintah pusat dan daerah, dan Peraturan Menteri Keuangan yang menindaklanjuti
PP tersebut.
E. Tata Cara Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB
Sebelum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 diubah, sesuai dengan Pasal
23 ayat (3) Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa imbangan pembagian hasil
penerimaan BPHTB antara pemerintah pusat dan daerah dan pembagian- nya diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1997 tentang Pembagian Hasil
Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 yang mengubah
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, ketentuan Pasal 23 ayat (3) juga mengalami
perubahan. Semula ketentuan pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah, dalam Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2000, tata cara pembagian tersebut diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Oleh karena itulah, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1997 kemudian dicabut
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 114 Tahun 2000.
Selanjutnya, ketentuan tentang pembagian Hasil Penerimaan BPHTB diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 519/KMK.04/2000 tentang Tata Cara
Pembagian Hasil Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Keputusan ini selanjutnya diubah melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.03/2002.
Pada tahun 2005 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 519/KMK.04/2000
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kcuangan Nomor 550/KMK.03/
2002 ini diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.03/2005.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini, Hasil Penerimaan BPHTB
merupakan penerimaan negara. Hasil Penerimaan BPHTB dibagi untuk pemerintah
pusat dan daerah dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah.
Jumlah 20% bagian pemerintah pusat dibagikan dengan porsi yang sama kepada
seluruh kabupaten/kota.
Sementara itu, jumlah 80% bagian daerah dirinci sebagai berikut:
1. 16% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan melalui rekening kas
umum daerah provinsi;
2. 64% untuk daerah kabupaten/kota penghasil dan disalurkan melalui rekening kas umum
daerah kabupaten/kota.
Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, jumlah 0% bagian daerah dibagi
dengan rincian sebagai berikut.
1. 16% untuk daerah provinsi, dibagi dengan imbangan:
 30% untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
disalurkan melalui rekening khusus dana pendidikan;
 70% untuk daerah provinsi dan disalurkan melalui rekening kas daerah provinsi.
2. 649 untuk daerah kabupaten/kota penghasil, dibagi dengan imbangan:
 30% untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
disalurkan melalui rekening khusus dana pendidikan;
 70% untuk daerah kabupaten/kota penghasil dan disalurkan melalui rekening
kas daerah kabupaten/kota.
Setiap akhir bulan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat atas nama Menteri Keuangan
menerbitkan Keputusan Penetapan Pembagian Hasil Penerimaan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (KPPHP-BPHTB). Selanjutnya berdasarkan
Keputusan Penetapan Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB di atas, Kepala Kantor
Pelayanan PBB/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama atas nama Menteri
Keuangan menerbitkan Surat Perintah Membayar Pembagian Hasil Penerimaan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SPM-PHP-BPHTB) untuk masing-
masing provinsi dan kabupaten/kota.
Hasil penerimaan tersebut di atas merupakan pendapatan daerah, dan setiap
tahun anggaran dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Tata cara pembagian dan penyaluran penerimaan BPHTB bagian pemerintah pusat
telah diatur dalam Keputusan bersama Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-07/ A/ 2001 dan KEP-164/P] /2001 yang mengatur
beberapa ketentuan berikut.
Dana APBN yang berasal dari penerimaan BPHTB bagian pemerintah pusat
dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota.
Setiap awal tahun anggaran Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal
Pajak menetapkan alokasi sementara pembagian penerimaan BPHTB bagian
pemerintah pusat yang dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota
berdasarkan rencana penerimaan yang tercantum dalam APBN, setelah dikurangi
untuk:
1. pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB sebesar pengeluaran pada tahun
anggaran sebelumnya;
2. biaya administrasi peningkatan pelayanan BPH'TB sebesar 1% dari bagian
pemerintah pusat; dan
3. pemberian imbalan bunga sebesar pengeluaran pada tahun anggaran
sebelumnya.
Setiap awal bulan Oktober tahun anggaran berjalan, setelah diperoleh
prognosa realisasi penerimaan BPHTB, Direktur Jenderal Anggaran dan
Direktur Jenderal Pajak menetapkan alokasi definitif pembagian penerimaan
BPH'TB bagian pemerintah pusat yang dibagikan secara merata kepada seluruh
kabupaten/kota berdasarkan prognosa realisasi dimaksud, dikurangi dengan
pengeluaran-pengeluaran sebagaimana tersebut diatas.
Besarnya pengembalian kelebihan pembayaran dan pemberian imbalan
bunga BPHTB pada tahun anggaran sebelumnya adalah sesuai data realisasi
pada Direktorat Jenderal Anggaran. Dalam hal terjadi selisih lebih realisasi
BPH'TB tahun anggaran berjalan terhadap prognosa realisasi, selisih tersebut
merupakan penerimaan APBN dan tidak dibagikan kepada kabupaten/kota.
Direktur Jenderal Anggaran bersama Direktur Jenderal Pajak
menyampaikan pemberitahuan tentang alokasi sementara maupun alokasi
definitif kepada:
1. Gubernur;
2. Bupati/Walikota;
3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran;
4. Kepala KPKN.
Untuk keperluan penerbitan SKO guna penyaluran dana ke masing-masing
kabupaten/kota, Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan penerbitan
SKO kepada Direktur Jenderal Anggaran, yang diatur sebagai berikut.
1. Tahap pertama, paling lambat bulan Maret tahun anggaran berjalan sebesar 25%
dari dana alokasi sementara.
2. Tahap kedua, paling lambat akhir bulan Agustus tahun anggaran berjalan
sebesar 25% dari dana alokasi sementara.
3. Tahap ketiga, paling lambat akhir bulan Oktober tahun anggaran berjalan
sebesar alokasi definitif dikurangi jumlah yang telah di-SKO-kan pada tahap
pertama dan kedua.
Berdasarkan permintaan penerbitan SKO di atas, Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan SKO dan menyampaikan kepada
Gubernur DKI, Bupati/ Walikota, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Anggaran, dan Kepala KPKN. Berdasarkan SKO ini, Gubernur DKI Jakarta/
Bupati/Walikota mengajukan Surat Permintaan Penerbitan Surat Perintah
Membayar (SPP-SPM) ke KPKN. Atas dasar SPP. SPM ini, KPKN
menerbitkan SPM atas nama Gubernur DKI Jakarta/Walikota dan menyalurkan
melalui kas. KPKN paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah
penerbitan SPM, menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Anggaran. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Anggaran paling lambat tanggal 20 bulan berkenaan, menyampaikan
rekapitulasi laporan yang diterima dari KPKN dalam wilayah kerjanya kepada
Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Pajak,
F. Alokasi DBH BPHTB Tahun Anggaran 2007
Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.07/ 2007 tangeal 25
Januari 2007 tentang Penctapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan
Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bagian Daerah Tahun
Anggaran 2007, telah ditetapkan per kiraan alokasi DBH BPHTB.
Perkiraan alokasi dana bagi hasil BPHTB masing-masing daerah untuk tahun
anggaran 2007 didasarkan atas rencana penerimaan BPHTB sebagaimana ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun anggaran 2007.
Perkiraan alokasi dana bagi hasil BPHTB bagian daerah secara keseluruhan
sebesar Rp4.311.879.040.000,00.
Dana bagi hasil BPHTB bagian pemerintah pusat yang dibagihasilkan kepada
seluruh kabupaten dan kota tahun anggaran 2007 telah ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 05/PMK.07/2007 tentang Penetapan Perkiraan Alokasi
Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bagian
Pemerintah Pusat yang dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota tahun anggaran
2007.
Alokasi BPHTB bagian pemerintah pusat yang dibagikan kepada seluruh
kabupaten dan kota untuk tahun anggaran 2007 merupakan perkiraan. Perkiraan alokasi
BPHTB bagian pemerintah pusat yang dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota
didasarkan atas rencana penerimaan BPH'TB dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Ncgara tahun anggaran 2007.
Perkiraan alokasi BPHTB bagian pemerintah pusat yang dibagikan kepada
seluruh kabupaten dan kota secara keseluruhan sebesar Rp1.077.980.000.000,00.

G. Saat Terutang Pajak


Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :
1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
3. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor
Pertanahan
5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang
8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap
9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya
ke Kantor Pertanahan
10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat
Keputusan Pemberian Hak
11. Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
12. Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
13. Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
14. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta.
Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata
lain saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar
pajak. Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi
yang meliputi letak tanah dan atau bangunan. Ketentuan tata cara pembayaran
BPHTB tercantum dalam Pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.03/2007 tentang
Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tentang
Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor
269/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas
Tanah Dan Bangunan Dan Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak
Atas Tanah Dan Bangunan (SSB) dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
09/PJ.6/2001 yang intinya adalah sebagai berikut:
 Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak
 Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui
Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk
 SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Kewajiban Bayar adalah pada saat :
1. Dibuat & ditandatanganinya Akta
2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat
3. Ditunjuknya pemenang Lelang
4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru
5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Anda mungkin juga menyukai