Anda di halaman 1dari 20

OPTIMASI TWEEN 80 DAN SPAN 80 SEBAGAI EMULGATOR DALAM

SEDIAAN KRIM ANTI ACNE DARI KOMBINASI EKSTRAK RIMPANG


KUNYIT (Curcuma domesticae val), DAN MINYAK JINTAN HITAM
(Nigella sativa)

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh
Wahyuni Ayu Lestari
NIM : 18030025

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 FARMASI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alam telah menjadi sumber bahan obat selama ribuan tahun dan sekitar
80% penduduk dunia mengandalkan pengobatan tradisional untuk menjaga
kesehatan mereka. Bahan alam menjadi sumber penting dalam mengatasi masalah
kesehatan, hal ini disebabkan adanya bahan bioaktif yang terkandung di
dalamnya. Salah satu tumbuhan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah
kunyit dan jintan hitam.
Kunyit (Curcuma domesticae Val) adalah tanaman herbal berimpang yang
bahan aktifnya adalah kurkumin dan memiliki rasa pedas, khas, sedikit pahit,
sedikit panas dan bau yang harum. Kunyit memiliki berbagai kandungan senyawa
seperti alkaloid, flavonoid, kurkumin, minyak atsiri, saponin, tanin dan terpenoid.
Kurkimin dan minyak atsiri telah terbukti memiliki kemampuan sebagai
antiinflamasi. Selain itu, golongan senyawa kurkuminoid memiliki kandungan
yang berkhasiat sebagai antibakteri, antikejang, analgetik, antidiare, antipiretik
dan antitumor (Kristina dkk, 2007; Wijayakusuma H, 2008; dan Indrayanto 1987).
Jintan Hitam (Nigella sativa) atau yang biasa dikenal juga oleh masyarakat
Indonesia sebagai habatussauda, sudah lama digunakan secara luas untuk
pengobatan. Jintan hitam memiliki kandungan berupa thymoquinone, nigellimine-
N-oksida, nigellicine, nigellidine, nigellone, dithymoquinone,
thymohydroquinone, thymol, arvacrol, 6-methoxycarmarin, 7-hydroxycoumarine,
oxy-coumarin, alpha-hedrin, sterylgucoside, candles, flavinoids, asam lemak
esensial, asam amino esensial, asam askorbat, zat besi dan kalsium (Sudhir et al.,
2016).
Krim adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes RI, 1995). Pada sediaan krim terdapat sistem
emulsi. Pada sistem emulsi, emulgator akan berperan dalam menentukan sifat
fisik dan stabilitas fisik emulsi (Block, 1996). Twen dan span merupakan
emulgator yang sering digunakan secara bersamaan. Tween adalah emulgator
larut air sehingga mampu membentuk emulsi tipe M/A. Span adalah emulgator
nonionik di mana gugus lipofilnya lebih dominan. Dalam interfacial film theory,
adanya stable interfacial complex condensed film yang terbentuk saat emulgator
yang bersifat larut air dicampurkan dengan emulgator yang bersifat larut lemak
mampu membentuk dan mempertahankan emulsi dengan lebih efektif
dibandingkan penggunaan emulgator tunggal (Kim, 2005).
Acne vulgaris merupakan kelainan folikel umum yang mengenai pilosebasea
(polikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher,
serta bagian atas (Brunner & Suddarth, 2001). Acne vulgaris adalah penyakit yang
umum terjadi di kalangan remaja dan wanita dewasa. Bakteri penyebab acne
vulgaris adalah Propioni bacterium acnes, Staphylococus epidermidis dan
staphylococcus aureus. Tetapi sebagian besar acne vulgaris disebabkan oleh
bakteri gram positive Propioni bacterium acnes. Penyebab timbulnya acne
vulgaris secara umum sangat banyak, diantaranya adalah sebum, genetik, usia,
jenis kelamin, kebersihan wajah, psikis, hormon endokrin, diet, iklim, kosmetika
dan bakteri, hal ini dikarenakan apabila kulit tidak bersih, banyak pori-pori yang
tersumbat dan produksi minyak pada kulit berlebih maka akan memicu
pertumbuhan bakteri yang dapat menginflamasi kulit (Chi-Hsien and Hsien-Ying
2013).
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan optimasi krim anti acne
menggunakan kombinasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domesticae val), dan
minyak jintan hitam (Nigella sativa) menggunakan tween 80 dan span 80 sebagai
emulgator. Sediaan krim dipilih karena merupakan salah satu sediaan farmasi
yang digunakan secara topikal untuk pengobatan berbagai penyakit kulit. Selain
karena praktis penggunaannya, juga mudah dibersihkan dari kulit dan tidak
lengket seperti halnya salep atau sediaan farmasi lainnya. Dengan komposisi
tween 80 dan span 80 dapat diperoleh sediaan krim yang optimum, memenuhi
kualitas fisik yang baik serta memiliki stabilitas sesuai yang diharapkan sehingga
dapat diterima oleh masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Apakah tween dan span berpengaruh signifikan terhadap sediaan yang dibuat ?
2. Apakah dapat ditemukan komposisi tween dan span untuk menghasilkan
stabilitas sediaan ?
1.3 Batasan Masalah
1. Bahan aktif yang digunakan dalam sediaan krim anti acne berupa eksrak
kunyit (Curcuma domesticate Val) dan minyak jintan hitam (Nigella sativa L)
dengan optimasi tween 80 dan span 80 sebagai emulgator.
2 Uji karakterisktik krim meliputi, uji organoleptik, uji pH , uji homogenitas,
uji daya sebar dan uji tipe krim, uji stabilitas pada suhu tinggi dan suhu
rendah.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui karakteristik fisik optimasi tween 80 dan span 80 sebagai
emulgator dalam sediaan krim anti acne dari kombinasi dari ekstrak rimpang
kunyit dan minyak jintan hitam.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mendapatkan formulasi optimal krim
anti acne dari ekstrak rimpang kunyit dan minyak jintan hitam, untuk
mendapatkan sediaan yang stabil.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dengan penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan ilmu
pengatahuan dan berkontribusi dalam teknologi farmasi, khususnya
formulasi krim dari bahan alam.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
terhadap penggunaan kunyit dan minyak jintan hitam dalam farmasi.
1.6 Hipotesis
1. Formulasi optimasi tween 80 dan span 80 sebagai emulgator dalam krim
kombinasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domesticate Val) dan minyak
jintan hitam (Nigella sativa L) memenuhi karakteristik fisik yang baik.
2. Formulasi optimasi tween 80 dan span 80 sebagai emulgator dalam krim
kombinasi ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domesticate Val) dan minyak
jintan hitam (Nigella sativa L) memenuhi persyaratan stabilitas fisik krim.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim
Krim didefinisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik
bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya digunakan
sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit (Ansel 1989). Ada dua tipe krim
yakni krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A),
ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Sifat umum sediaan krim
ialah mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang
cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim dapat memberikan
efek mengilap, berminyak, melembapkan, dan mudah tersebar merata, mudah
berpenetrasi pada kulit, mudah/ sulit diusap, mudah/ sulit dicuci air (Anwar,
2012).
Keuntungan sediaan krim ialah kemampuan penyebaran yang baik pada
kulit, memberikan efek dingin karena lambatnya penguapan air pada kulit, mudah
dicuci dengan air, serta pelepasan obat yang baik (Voright, 1994).
2.2 Acne vulgaris (Jerawat)
Acne vulgaris atau yang sering dikenal dengan sebutan jerawat merupakan
gangguan inflamatorik pada kelenjar sebasea dan masalah kulit yang paling umum
dialami remaja, namun juga bisa muncul saat penderita berusia 8 tahun (William
and Wilkins, 2008). Acne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Penyebab yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang
diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary
sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor
psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika,
dan bahan kimia lainnya (Hunter, 2002).
Diagnosis acne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Acne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala
klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan
bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Pada pemeriksaan
fisis acne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan tertutup. Lesi
inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang menjadi
papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan
glandula sebacea yang banyak. Diagnosis banding acne vulgaris antara lain erupsi
akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral (Boxton, 2003; Zaenglein et al.,
2007; Batra, 2007).
Penatalaksanaan acne vulgaris terdiri atas nonmedikasmentosa,
medikamentosa dan tindakan khusus. Nonmedikamentosa antara lain : hindari
pemencetan lesi, pilih kosmetik nonkomedogenik dan lakukan perawatan wajah.
Medikamentosa antara lain : retinoid topikal, tretinoin, isotretinoin, adapalene,
antibiotik topical dan asam salisilat. Tindakan khusus antara lain : ekstraksi
komedo, injeksi kortikosteroid intralesi, peeling kimiawi, dermabrasi, punch graft,
collagen implant, dan laser (Zaenglein et al., 2007; Dreno, 2003; Webster, 2007;
Zoubolis, 2003).
2.3 Tinjauan tentang tanaman
2.3.1 Kunyit
2.3.1.1 Klasifikasi
Kunyit (Curcuma domestica Val) merupakan salah satu jenis tanaman obat
yang banyak memiliki manfaat dan banyak ditemukan diwilayah Indonesia.
Habitat asli tanaman kunyit meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara.
Bagian kunyit yang dapat digunakan sebagai obat adalah rimpangnya. Kunyit
dapat tumbuh dengan baik di tanah yang baik tata pengairannya, curah hujannya
cukup banyak. Selain untuk rempah kunyit juga di tanam secara monokultur,
kemudian akan di ekspor untuk bahan obat- obatan. Khasiat terbaik dari rimpang
kunyit yang digunakan sebagai obat terdapat pada rimpang induk yang yang
berwarna kemerahan dan masih segar. Tanaman kunyit dapat hidup dengan baik
pada suhu yang berkisar antara 20-30oC dengan curah hujan 1500-2000
mm/tahun. Kunyit secara umum memiliki batang setinggi 1 meter dan memiliki
sistem perakaran yang disebut rizhona (Kloppenburgh, 1993).

Gambar 2.1 Tanaman kunyit (Curcuma domestica Val) (Hanani, 2014)


Klasifikasi lengkap dari tanaman kunyit sebagai berikut: (Winarto, 2004)
Regnum : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Sub Kelas : Sympetalae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domesticate Val
2.3.1.2 Morfologi Kunyit (Curcuma domestica Val)
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Kunyit
memiliki batang semu yang tersusun dari kelopak atau pelepah daun yang saling
menutupi. Batang kunyit bersifat basah karena mampu menyimpan air dengan
baik, berbentuk bulat dan berwarna hijau keunguan. Tinggi batang kunyit
mencapai 0.75 – 1m (Winarto, 2004).

Kunyit mempunyai daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang


hingga 10- 40 cm, lebar 8- 12.5 cm dan Permukaan daun berwarna hijau muda.
Satu tanaman mempunyai 6 – 10 daun. Berbunga majemuk yang berambut dan
bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10- 15 cm, berwarna putih/ kekuningan.
Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Setiap bunga mempunyai
tiga lembar kelopak bunga, tiga lembar tajuk bunga dan empat helai benang sari.
Salah satu dari keempat benang sari itu berfungsi sebagai alat pembiakan.
Sementara itu, ketiga benang sari lainnya berubah bentuk menjadi helai mahkota
bunga. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga
kekuning – kuningan. Rimpang kunyit terdiri dari rimpang induk atau umbi kunyit
dan tunas atau cabang rimpang. Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi tunas
yang tumbuh kearah samping, mendatar, atau melengkung. Rimpang kunyit
bercabang – cabang terus menerus membentuk sehingga berbentuk sebuah
rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm, panjang rimpang bisa mencapai 22,5
cm, tebal rimpang yang tua 4,06 cm dan rimpang muda 1,61 cm (Winarto, 2004).
2.3.1.3 Kandungan Kunyit (Curcuma domestica Val)
Konstituen utamanya kunyit adalah kurkuminoid yang berkhasiat obat dan
memberi rasa dan aroma khas, aroma dan khasiat kunyit. Kurkuminoid terdiri atas
kurkumin, desmetoksikumin sebanyak 10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak
1-5% dan zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton
sesquiterpen, turmeron 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan
sineil. Kunyit juga mengandung lemak sebanyak 1 -3%, karbohidrat sebanyak
3%, protein 30%, pati 8%, vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat
besi, fosfor, dan kalsium (Sudarsono, 1996).
Kurkumin yang terlihat dalam gambar 2.3 (1.7-bis (4′ hidroksi-3
metoksifenil)-1.6 heptadien, 3.5-dion merupakan komponen penting dalam
kunyit, yang memberikan warna kuning yang khas. Kurkumin termasuk golongan
senyawa polifenol dengan struktur kimia mirip asam ferulat yang banyak
digunakan sebagai penguat rasa pada industri makanan. Serbuk kering rhizome
(turmeric) mengandung 3-5% kurkumin dan dua senyawa derivatnya dalam
jumlah yang kecil yaitu desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksikurkumin,
yang ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid. Kurkumin tidak larut dalam
air dan eter tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida. Kurkumin
mempunyai titik lebur 183°C. Kurkumin di dalam alkali warnanya akan menjadi
merah kecoklatan dan di dalam suasana asam akan berwarna kuning terang
(Dandekar dan Gaikar, 2002).

Gambar 2.2 Struktur kimia Kurkumin (Rowe et al., 2009)


Kurkuminoid merupakan suatu senyawa dari heptanoid 3-4%. Kandungan
zat-zat kimia lain yang terdapat dalam rimpang kunyit yaitu: minyak atsiri 2-5%.,
arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin dan damar, mineral yaitu magnesium besi,
mangan, kalsium, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth
(Sudarsono, 1996).
2.3.1.4 Manfaat Kunyit (Curcuma domestica Val)
Kunyit merupakan salah satu rempah yang sangat banyak terdapat di
Indonesia, bahkan tidak sedikit yang menjadikannya sebagai herbal tradisional.
Tidak heran karena manfaat tanaman ini tidak hanya untuk masakan melainkan
juga untuk kesehatan. Secara tradisional kunyit banyak digunakan oleh
masyarakat Indonesia untuk berbagai penyakit seperti penyakit yang disebabkan
oleh mikroba parasit, gigitan serangga, penyakit mata, cacar, diare, sembelit,
asma, menghilangkan gatal dan penyakit kulit lainnya. Kunyit sering digunakan
dalam masakan sejenis gulai, dan juga digunakan untuk memberi warna kuning
pada masakan (Latief dkk, 2001).
Senyawa utama yang berperan dalam rimpang kunyit adalah kurkumin.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chi-Hsien dan Hsien-Ying (2013)
menyatakan bahwa ekstrak kurkumin dari kunyit memiliki aktivitas biologi
seperti anti-inflamasi, antioksidan dan antikanker. Pada penelitian Herawati
(2015) sebelumnya telah dikatahui konsentrasi optimum kunyit yang paling bagus
itu 4% untuk menghambat bakteria P. acne.
2.3.2 Jintan Hitam (Nigella sativa L)
2.3.2.1 Klasifikasi (Nigella sativa L)
Salah satu tanaman ramuan ajaib yang selama ini dianggap sebagai obat
kenabian adalah habbatus sauda (Nigella sativa L). Nigella sativa L juga dikenal
sebagai jintan hitam adalah tanaman herba tahunan dan merupakan daerah asli
Mediterania namun saat ini telah dibudidayakan ke tempat lain di dunia termasuk
Afrika (Zargari, 1990). Awalnya, habbatus sauda tumbuh di negara-negara yang
berbatasan dengan Laut Tengah, Pakistan dan India. Kemudian, benih tersebut
didistribusikan secara luas ke negara-negara Arab dan bagian lain wilayah
Mediterania (Jansen, 1981). Benih biasanya digunakan di masakan Timur Tengah
dan lebih mudah ditemukan termasuk resep lokal. Tanaman Jintan hitam
merupakan tanaman herba berbunga tahunan, semak dengan ketinggian kurang
lebih 30 cm. Tanamn ini dibudidayakan dengan biji (Hutapea, 1994).
Klafikasi jintan hitam menurut Hutapea (1994) adalah :
Kindom : Plantea
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dictyledoneae
Sub Klas : Dialypetalae
Gambar 2.3 Nigellah Sativa L (Hanani, 2014)
2.3.2.2 Morfologi (Nigella sativa L)
Menurut Hutapea (1994) deskriptif tanaman jintan hitam sebagai berikut :
Batang jintan hitam memiliki warna hijau tua, tegak, lunak, beralur, bersusuk dan
berbulu kasar, rapat atau jarang dan disertai dengan adanya bulu – bulu yang
berkelenjar.
Daun jintan hitam berbentuk lanset garis (lonjong), dengan panjang 1.5–2
cm. Daun jintan hitam merupakan daun tunggal yang ujung dan pangkalnya
runcing, tepi berigi dan berwarna hijau, pertulangan menyirip dengan tiga tulang
daun yang berbulu. Bunga berkelopak kecil, berjumlah 5 bentuk bulat telur,
ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk
sudut yang pendek dan besar. Bunga berbentuk karang dan majemuk. Mahkota
bunga pada umumnya berjumalah delapan dengan warna putih kekuningan, agak
memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek. Bibir
bunga ada dua, bibir atas bunga pendek, berbentuk lanset dengan ujung
memanjang berbentuk benang. Ujung bibir bagian bawah tumpul benang sarinya
banyak dan gundul. Kepala sari jorong sedikit tajam dan berwarna kuning.
Tangkai sari berwarna kuning.
Akar jintan hitam tunggang dengan warna coklat. Buahnya polong, bulat
panjang dan coklat kehitaman dengan biji kecil, bulat, hitam, berkeriput tidak
beraturan dan sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm dan berkelenjar.
2.3.2.3 Kandungan Kandungan (Nigella sativa)
Jintan hitam adalah salah satu rempah-rempah, yang disebut oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai ramuan berkah, yang bisa menyembuhkan segala hal
selain kematian. Jintan hitam memiliki banyak kandungan kimia seperti minyak
atsiri, minyak lemak, melantin (saponin), nigelin zat pahit (zat pahit), zat samak,
nigelon, timokuinon (Hargono, 2009).
Kandungan aktif dalam jintan hitam yaitu thymoquinone (TQ),
dityhmouinone (DTQ), thymol (THY), tannin, dan thymohydroquimone (THQ).
Thymoquinone adalah zat aktif utama dari minyak atsiri jintan hitam yang
memiliki efek farmakologi sebagai antibakteri (Harzalah et al., 2011).
Kehadiran bahan alami ini membuat biji sebagai ramuan obat yang hebat. Benih
jintan hitam memiliki antimikroba, antioksidan, anti penuaan, promotor
pertumbuhan rambut, perlindungan sinar matahari, aktivitas antikanker, yang
menjadikannya bahan baru untuk banyak sediaan kosmetik (Sudhir et al., 2016).
2.3.2.4 Manfaat Jintan Hitam (Nigella sativa L)
Biji habbatus sauda biasanya dimakan sendiri atau dikombinasikan dengan
madu dan dalam banyak makanan olahan. Minyak yang diperoleh dengan
mengekstraksi biji Nigella sativa digunakan untuk memasak. Saat ini, biji
habbatus sauda (jintan hitam) digunakan sebagai bumbu-bumbu masakan yang
berbeda di seluruh dunia karena rasa pedasnya. Selain menggunakan kulinernya,
biji habbatus sauda juga kaya dengan manfaat kesehatan yang penting dan
merupakan salah satu ramuan obat yang paling disayangi dalam sejarah.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian


Penelitian yang dilakukan bersifat quasi eksperimental menggunakan
desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu untuk mencari komposisi tween 80
dan span 80 yang optimum sebagai emulgator dalam formula krim antiacne
vulgaris.

3.2. Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini dilakukan di berbagai tempat.

3.3. Identifikasi variabel


3.3.1. Variabel bebas
Komposisi tween 80 dan span 80 sebagai emulgator

3.3.2. Variabel terikat


Variabel terikat pada penelitian ini meliputi uji organoleptik, uji pH, uji
homogenitas, uji tipe krim, uji daya sebar, uji stabilitas pada suhu tinggi dan suhu
rendah.

3.4. Alat dan bahan


3.4.1. Alat
Pada penelitian ini digunakan beberapa alat, diantaranya adalah alat-alat
gelas laboratorium, cawan porselin, corong, timbangan digital, pH meter, pipet
tetes, batang pengaduk, kertas saring, vial, rotary evaporator, pipet mikro, oven,
dan lemari pendingin.
2.2.1 Bahan
Pada penelitian ini digunakan beberapa bahan, diantaranya simplisia
rimpang kunyit, minyak jintan hitam, buffer Ph4, etanol 96%, propilen glikol,
metil-paraben, malam putih, vaselin putih, asam stearat, tween 80, dan span 80.

3.5 Proses Penelitian


3.5.1 Determinasi tanaman
Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran
identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang
diinginkan. Dengan demikian kesalahan dalam pengumpulan bahan yang akan
diteliti dapat dihindari. Tanaman kunyit yang diperoleh, dideterminasi di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) gedung biologi yang terletak di
Jalan Raya Jakarta-Bogor KM 46, Cibinong Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil
determinasi tumbuhan rimpang kunyit dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan
oleh instansi terkait yang menyatakan bahwa tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benar-benar tanaman Curcuma domesticae Val.

3.5.2 Pembuatan simplisia


Tanaman kunyit yang telah diperoleh dan dideterminasi di sortasi basah
dengn cara dicuci memakai air bersih dengan tidak terlalu lama agar kualitas
senyawa zat aktif yang terkandung di dalamnya tidak larut dalam air, tiriskan
dalam wadah yang berlubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat
dipisahkan, setelah itu ditempatkan dalam wadah plastik. Kunyit yang telah dicuci
kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui bobot
basah kunyit yang akan digunakan sebagai bahan simplisia. Dilakukan perajangan
dengan pisau dan dialasi dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang
dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya
dan disimpan dalam wadah. Selanjutnya dilakukan pengeringan selama 3-5 hari
dan dibolak balik selama 4 jam sekali agar pengeringan merata. Setelah kunyit
dijemur selama 3-5 hari kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui
bobot kering kunyit tersebut. Setelah kunyit sudah menjadi simplisia, dilakukan
uji organoleptik meliputi warna, aroma, dan rasa. Simplisia yang telah jadi
disimpan diwadah plastik atau kaca dengan kondisi wadah yang bersih dan kering
agar tidak muncul jamur pada simplisia dan wadah tertutup rapat. Simpan pada
suhu kamar atau sekitar 23-27°C.

3.5.3 Analisis kadar air


Kadar air ditentukan dengan menggunakan metode Thermogravimetri, yaitu kadar
air ditentukan dengan penetapan susut pengeringan dengan cawan porselin
dikeringkan pada suhu 105°C selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam
desikator lalu ditimbang bobotnya. Dilakukan berulang sampai diperoleh bobot
konstan (AOAC, 2005). Penetapan presentase kadar air dilakukan berdasarkan
penentuan jumlah bobot kering simplisia dengan menggunakan rumus
perhitungan kadar air, sebagai berikut :
Berat awal−Berat akhir
Susut pengeringan (%) = x 100%
Berat awal
Keterangan :
Bobot awa : Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan = bobot cawan
kosong (gram)
Bobot akhir : Bobot cawan + sampel sesudah dikeringkan – bobot cawan
kosong (gram)

3.5.4 Pembuatan ekstrak kunyit


Ekstraksi adalah suatu proses untuk pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang telah ditentukan. Ekstraksi rimpang kunyit
pada penelitian ini menggunakan pelarut 96% dengan perbandingan 1:20 selama 6
menit . Menurut Ashok dan Palaga (2013) kurkumin merupakan senyawa non-
polar lipo-soluble yang tidak larut dalam air, tetapi cukup larut dalam pelarut
organik, dan larut dengan baik dalam pelarut etanol yang bersifat semi-polar
(etanol dan metanol). Semakin tinggi pelarut etanol, maka akan semakin banyak
kandungan etanol, sehingga semakin banyak kurkumin yang larut ke etanol, dan
semakin banyak kurkumin yang terekstraksi.
Setelah itu disaring menggunakan corong yang dilapisi oleh kertas saring
sehingga dipisahkan filtrat dan residunya. Selanjutnya filtrat diuapkan dengan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 70°C untuk memekatkan ekstrak dan
memisahkan antara pelarut senyawa aktif dari rimpang kunyit dan diuapkan
kembali menggunakan oven dengan suhu 40°C sampai didapatkan ekstrak kental.
Prinsip dari rotary evaporator adalah adanya penurunan tekanan dengan
dipercepatnya putaran labu alas bulat sehingga pelarut segera menguap 5-10°C
pada suhu dibawah titik didih pelarut (Pratiwi, 2016).

3.5.5 Pembuatan Formulasi


Tabel 3.1. Rancangan formulasi krim antiacne vulgaris dengan tween dan span
sebagai emulgator
Bahan Fungsi Formula Formula Formula Control
1 2 3
Minyak jinten Zat aktif 5% 10% 15% 0%
hitam
Malam putih Stabilisator 2% 2% 2% 2%
emulsi
Asam stearate Emolient 15% 15% 15% 15%
Vaselin putih Basis 8% 8% 8% 8%
Ekstrak Zat aktif 5% 5% 5% 5%
rimpang
kunyit
Tween 80 Emulgator 16% 16% 16% 16%
Span 80 Emulgator 13% 13% 13% 13%
Propilengliko Humektan 10% 10% 10% 10%
l
Metil paraben Pengawet 0,3% 0,3% 0,3% 0,3%
Buffer pH4 Pembawa 100% 100% 100% 100%
3.5.6 Pembuatan sediaan
Krim acne vulgaris kombinasi ekstrak rimpang kunyit dan minyak jintan hitam
dengan tween 80 dan span 80 sebagai emulgator, masing masing formula dibuat
20 gram. Untuk malam putih, asam stearate dan vaselin putih) dipanaskan sampai
suhu 75°C. Minyak jintan hitam ditambahkan sebagai bahan aktif. Selanjutnya
tween 80, span 80, propilenglikol dan dapar ditambahkan dan dilebur pada suhu
75°C (Genatrika, 2016). Ekstrak rimpang kunyit dilarutkan dengan sedikit etanol
lalu dicampur dengan campuran tween 80, span 80, propilenglikol, dapar.
Ditambahkan metil paraben sebagai pengawet. Campuran tween 80, span 80,
propilenglikol, dapar, metil paraben dan ekstrak rimpang kunyit kemudian
dimasukan kedalamm lelehan malam putih, asam stearat, dan vaselin putih,
diaduk hingga homogen dan terbentuk masa krim. Setelah homogen dan terbentuk
masa krim, kemudian dimasukan kedalam wadah, selanjutnya dilakukan evaluasi
krim.

3.5.7 Evaluasi sediaan


1. Uji organoleptik
Uji organoleptis meliputi penetapan bentuk, warna dan bau yang dapat
dideteksi oleh panca indera. Penetapan organoleptik dilakukan sebagai
spesifikasi produk.
2. Uji pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH universal.
Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan pH universal ke
dalam sediaan krim, sebanyak 1 gram sediaan dilarutkan dalam air dengan
volume 10 mL, kemudian diukur pH-nya menggunakan pH universal.
Syarat pH sediaan krim yang baik sesuai dengan pH kulit secara umum
adalah 4 – 7 (Wasitaatmadja, 1997).
3. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek glass. Sejumlah
tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, sediaan harus menunjukan susunan yang homogen dan
tidak terlihat adanya butiran kasar. (Depkes RI, 1985).
4. Uji daya sebar
Pengujian daya sebar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui daya
sebar sediaan krim dan juga untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
ekstrak rimpang kunyit dan jintan hitam terhadap daya sebar sediaan. Daya
sebar diperlihatkan oleh diameter sebar krim terhadap beban yang
digunakan. Daya sebar krim terbagi menjadi dua, yaitu semistif dan
semifluid. Semistif memiliki nilai daya sebar 3-5 cm, sedangkan pada
semifluid memiliki nilai daya sebar 5-7 cm (Garg et al, 2002).
5. Uji tipe krim
Pengujian tipe krim dilakukan dengan metode pengenceran, yaitu krim
diencerkan dengan aquadest. Jika sediaan krim larut dalam aquadest, maka
krim merupakan tipe minyak dalam air. Sedangkan jika sediaan krim tidak
larut dalam aquadest, maka krim tersebut tipe air dalam minyan
(Anggraini dkk, 2015).
6. Uji stabilitas fisik
Pada pengujian stabilitas fisik sampel krim disimpan pada tiga kondisi
suhu yang berbeda., yaitu suhu ruang (28±°C, suhu rendah (4±2°C), dan
suhu tinggi (40±2°C) selama 3 minggu. Ph yang dapat ditoleransi untuk
tidak mengiritasi yaitu 5-9 (Murahata and Aronson, 1994).

Anda mungkin juga menyukai