DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
KELAS : 1.A
Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan dengan judul :
“BUDAYA AKADEMIK, ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN ADIL”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan. Dan kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat pada dunia
pendidikan.
Kelompok 8
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan ............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang universal, karena itu masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat sudah barang tentu diatur di dalam ajaran Islam. Kajian tentang Al Quran serta
kandungan ajarannya tampaknya tidak akan pernah selesai dan akan berlanjut sepanjang
zaman. Keajaibannya akan senantiasa muncul kepermukaan bagaikan mata air yang tidak
pernah kering dan akan selalu menjadi inspirasi kehidupan ummat Islam. Al Quran akan
selalu hadir dalam kehidupan yang sarat dengan berbagai persoalan hidup yang dialami oleh
umat Islam. Di sinilah letak salah satu keunikan Al Quran itu dan dari sini kita dapat
memahami mengapa orang yang mempercayainya tidak akan pernah meragukan validitas
ajarannya dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak dan final meski dipihak lain orang
yang meragukan dan tidak mempercayainya selalu berupaya untuk meruntuhkan kebenaran
Al Quran baik dengan cara halus atau kasar, dibungkus dengan metode ilmiah yang
mengandung distorsi atau bahkan hanya dengan hujatan, tanpa mengandung ilmiah yang
layak dalam kajian akademis.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sudah representatif untuk mewujudkan
pendidikan multikultural(beragam budaya). Budaya merupakan Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang Budaya Akademik
menurut Islam, Budaya Etos Kerja menurut Islam, Budaya Sikap Terbuka dan Adil menurut
Islam.
1.2. RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia untuk memperoleh ilmu
pengetahuan. Dalam ayat-ayat yang pertama kali turun Al-'Alaq 96: l-5 tergambar dengan
jelas betapa kitab suci Al-quran memberi perhatian yang sangat serius kepada perkembangan
ilmu pengetahuan. Sehingga Allah SW'T menurunkan petunjuk pertama kali adalah terkait
dengan salah satu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut
menggunakan redaksi "iqra" . Makna perintah tersebut bukanlah hanya sebatas membaca
dalam arti membaca teks, tetapi makna iqra' adalah membaca dengan melibatkan pemikiran
dan pemahaman dan itulah kunci perkembangan ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah
kemanusiaan. Dalam kontek modern sekarang makna iqra' dekat dengan makna reading with
understanding (membaca disertai dengan pemahaman).
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau memiliki ilmu
pengetahuan. Penggalan ayat 3l dari Surat Al-Baqarah yang berbunyi "Dia mengajarkan
kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya", juga mengandung arti bahwa salah
satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikam apa yang terlintas
dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga ini mengantarnya
mengetahui. Di sisi lain kemampuan manusia merumuskan ide dan memberikan nama bagi
segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia yang berpengetahuan dan
lahirnya ilmu pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu. Etos untuk terus
menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan bahwa yang disebut belajar atau menuntut
ilmu bukan hanya pada musim tertentu atau dalam formalitas satuan pendidikan tertentu,
melainkan sepanjang hayat masih dikandung badan maka kewajiban untuk terus menuntut
ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslim. Salah satu hikmahnya adalah bahwa kehidupan
terus mengalami perubahan dan perkembangan menuju kemajuan, maka kalau seorang
muslim tidak terus menambah pengetahuannya jelas akan tertinggal oleh perkembangan
zaman yang pada gilirannya tidak dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan. Al-quran
jelas membedakan antara orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak
berpengetahuan.
4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT. Secara garis besar manusia dapat
dibedakan ke dalam dua kelompok besar; pertama, orang yang sekedar beriman dan beramal,
dan yang kedua adalah orang yang beriman dan beramal shalih serta memiliki pengetahuan.
Posisi atau derajat kelompok kedua ini lebih tinggi bukan saja karena nilai ilmu yang
dimiliki, tetapi juga amal dan usahanya untuk mengajarkan ilmu yang dimiliki tersebut, baik
melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan. Ilmu yang dimaksud tentu saja bukan hanya ilmu
agama tetapi ilmu apapun yang rnembawa maslahat bagi kehidupan manusia.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin penting lain yang
dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan ilmu, demikian
juga dengan amal shalih.
2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak dilandasi dengan
ilmu.
3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu
mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk
memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri
terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan
pegangan dan diikutinya.
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya
Akademik yang disepakati oleh sebagian besar (167/76,2%) responden adalah “Budaya atau
sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam
masyarakat akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-
analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik” Konsep dan pengertian
tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik perkembangannya
yang disebut “Ciri-ciri Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya :
3) Kebiasaan membaca.
7) Diskusi ilmiah.
8) Proses belajar-mengajar.
2. Tradisi Akademik
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara pandito dan
cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui
lembaga-lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain
seperti menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi berpikir
kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya
perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus
diinternalisasikan dan disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan
ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap
tradisi lapuk, terutama dalam paradigma patron-client relationship yang mendarah-daging.
3. Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang (65,7%) responden
adalah kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa
dan dosen) untuk bertanggung jawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan
dan pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan
akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan,
menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam
kerangka akademis (Kistanto, et. al., 2000: 86).
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam
kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan
hambatan dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan
berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa.
Pelarangan dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat
perkembangan kebebasan akademik pada lazimnya meliputi :
1. Penerbitan buku tertentu.
Alquran sendiri memandang amal itu begitu penting. Kata amal dan berbagai kata yang
seakar kata dengannya seperti ya’malun, ta’malun, ‘amila, i’malu dan yang sejenisnya
disebut dalam Al-Quran sebanyak 192 kali. Kata amal shalih yang dirangkai dengan kata
iman sebanyak 46 kali. Ini berarti hakikat manusia atas dasar pendekatan kebudayaan
maupun agama adalah sama yaitu terletak pada kerja atau amal. Kesimpulan ini didukung
oleh pepatah:
Dengan demikian manusia yang tidak beramal atau tidak bekerja hakikat kemanusiaannya
tidak utuh, atau bahkan hilang hakikat kemanusiaannya.
)للهم ا نى اعو ذ بك من الكسل والعجز والبخل (روا ه التر مذى عن زيد بن ارقم
(ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan Engakau dari kemalasan, kelemahan, dan
kebakhilan. H.R at-Turmuzi dari ibn Arqam (at-Turmuzi, V:226)).
Malas, lemah kepribadian dan bakhil adalah penghalang utama dalam menumbuhkan etos
apapun termasuk etos kerja. Sebaliknya Islam memotifasi demikian bersemangat supaya
setiap pemeluknya rajin beramal atau bekerja. Allah berfirman:
Artinya :
“ Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya;
dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan
melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan) “.( QS Al An’am : 160 ).
Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa yang beramal baik pahalanya dilipatgandakan
10 kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman bahwa orang yang beramal baik itu berakhir
dengan keberuntungan (Abd al-Baqi, [t.th.]:668). Satu diantara:
Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan “. ( QS Al Hajj : 77 ).
Keberuntungan atau kemenangan dalam ayat tersebut dan ke 11 yang lain dalam Al-
Quran selalu berarti sebagai akibat dari amal baik. Keberuntungan sebagai amal atau kerja
bisa berupa pahala yang dinikmati besok di hari akhirat kelak, bisa di kehidupan dunia
sekarang. Bahkan sesungguhnya, karena Islam tidak mengenal paham sekularisme, yaitu
pemisahan urusan dunia dan urusan akhirat (agama), justru setiap urusan apapun dalam Islam
selalu mengandung dimensi dunia dan akhirat. Karena itu di dalam Islam dianjurkan mencari
kebahagiaan dunia dan kehidupan akhirat sekaligus.
Kemudian, di dalam kerja keras mencari kebahagiaan baik dunia maupun akhirat itu ada kode
etiknya, yaitu tidak boleh berbuat kerusakan, kerusakan apapun (diri sendiri, hubungannya
dengan orang lain, terhadap tetumbuhan, binatang, maupun alam semesta).
Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan
pelaksanaan atas ajaran. Dapat dicontohkan di sini, ajaran berbunyi:
Artinya :
“ ….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..”
( QS. Al ‘Ankabut : 45 ).
Manusia merespon terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah itu ia mewujudkan
keimanannya dengan melakukan salat dan di luar pelaksanaan salat mencegah diri untuk
berbuat keji dan munkar.
Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan pelaksanaan ajaran adalah jika terlanjur berbuat
salah segera mengakui kesalahan dan memohon ampunan kepada siapa ia bersalah (Allah
atau sesama manusia). Jika berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan
bertaubat kepada-Nya.
Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak orang. Dalam contoh-
contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan orang lain. Adil juga dapat
dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan
amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy, 2000: 24). Dalam
definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk
energi. Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan
hawa nafsu sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu menuruti
hawa nafsu, karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri sendiri dan
orng lain.
Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan seimbang (al-
Hufiy, 2000 :26). Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-
Hikmah berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah,
baik dan buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar,
yang baik, dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci.
Ketiga sifat utma ini jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius
tetapi kecerdasannya dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak
ada ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi,
tentu akan menampakkan profil preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam
dirinya. Orang cerdas dan berani lalu digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara
tidak syah adalah tidak baik karena tidak ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih
kesucian dalam semua suasana secara terang-terangan tentu dapat membahayakan diri
sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau kebiasaan yang
berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan keilmuan. Atau dalam bahasa yang
lebih sederhana adalah tradisi ilmiah yang dikembangkan Islam.
Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang selalu
mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu menggunakan akalnya untuk
memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri
terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan
pegangan dan diikutinya.
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif juga dimiliki.
Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja yang tinggi, sikap terbuka dan
berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih dahulu memahami
tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah SWT di muka dan juga sebagai hamba
yang berkewajiban untuk beribadah kepada Allah SWT. Beberapa petunjuk Al-quran agar
dapat meningkatkan etos kerja antara lain;
2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan bahwa etos kerja
yang tinggi tidak boleh menjadikan orang tersebut lupa kepada Allah SWT.
Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak mungkin akan
dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos kerja yang tinggi kalau tidak
memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena orang yang tidak terbuka maka akan cenderung
menutup diri sehingga tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur
maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang dilakukan. Maka Al-quran
dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil. Makna adil yang
diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek hukum melainkan dalam spektrum yang
luas. Dari segi kepada siapa sikap adil itu harus ditujukan Al-quran memberi petunjuk bahwa
sikap adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk juga kepada
diri sendiri.
B. Saran
Untuk menuntut dan mengamalkan budaya akademis, sikap etos kerja, sikap terbuka,
dan keadilan harus kita dasar dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt agar dapat
memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.