Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

Fraktur Tertutup 1/3 Media Femur Dextra

Pembimbing:
dr. Herya Putra Dharma

Penyusun:
dr. Primadita Asis Pratiwi

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


PUTARAN IGD
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus:
Fraktur Tertutup 1/3 Media Femur Dextra

Yang disusun oleh :


dr. Primadita Asis Pratiwi

Disetujui dan siterima sebagai salah satu tugas


Program Internship Dokter Indonesia
Putaran IGD
RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar
2020

Blitar, 30 Juli 2020


Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Herya Putra Dharma


BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang. baik
yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat
terjadi seluruh bagian tubuh. Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau
benturan, faktor patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur
akan bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom
emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler
nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed
union, non union atau bahkan perdarahan1,2
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup adalah apabila kulit di atasnya masih utuh. Fraktur terbuka adalah
fraktur kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus yang cenderung akan
mengalami kontaminasi dan infeksi.3
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes RI tahun 2013 didapatkan data kecenderungan peningkatan
proporsi cedera transportasi darat (sepeda motor dan darat lain) dari 25,9% pada
tahun 2007 menjadi 47,7%.4

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. A
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Srengat, Kab Blitar
Pekerjaan : Supir
Masuk RS : 19-7- 2020

2.2 Anamnesis :
Keluhan utama: pasien mengeluh nyeri pada paha kanan sejak 1 jam SMRS

RPS : pasien post KLL trus vs motor, saat kejadian, setelah menabrak motor, truk
oleng ke pinggir jalan dan menabrak pembatas jalan. Kaki kanan pasien terbentur
setir dan area depan truk. Sejak itu paha kanan terasa nyeri dan tidak dapat
digerakkan. Setelah kejadian pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-), kepala sakit
karena terbentur bagian atas truk. Luka terbuka di kepala (-).

RPD : riwayat cedera serupa (-), riwayat DM (-), riwayat hipertensi(-)


RPK : Keluarga tidak ada keluhan serupa.

Status generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda vital :
TD : 100/70 mmHg
HR/Nadi : 76 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,70C
SpO2 : 98%

2.3 Pemeriksaan Fisik


Kepala : normocephal
Mata : CA(-/-), SI (-/-), RC (+/+) isokhor
Hidung : Deviasi septum (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), rinore (-)
Telinga : Otore (-), serumen (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakhea (-)
Thorax
Paru : I : simetris, jejas (-)
P : Nyeri tekan (+), krepitasi (+)
P : sonor (+/+)
A : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS V line midclavicularis sinistra
P : batas jantung dbn
A : BJ I& II reguler, murmur (-), galllop (-)
Abdomen : I : Datar, massa (-), edema (-)
A : BU (+) dbn
P : supel, nyeri tekan (-)
P : timpani (+)

Ekstremitas superior
L : edema (-), deformitas (-)
F : krepitasi (-)
M : Gerakan aktif
Ekstremitas inferior
L : Edema (+), deformitas (+) pada regio femur dextra
F : Krepitasi (+), akral hangat
M : ROM terbatas
2.5 Pemeriksaan Penunjang (19/07/2020 05.00)
Darah rutin
Hb : 11,7
Leukosit : 7,800
Trombosit : 235.000
GDS : 104 mg/dl

Kimia darah
Ur : 23
Cr : 0,6

Pemeriksaan Elektrolit
Na : 140,36
K : 4,92
Cl : 106,19
Ca : 1,18

Screening
HIV : non reaktif
HbsAg : non reaktif
Anti HCV : non reaktif
Rapid test covid : non reaktif

2.6 Radiologi
2.7 Diagnosa
Fraktur tertutup 1/3 media femur dextra

2.8 Tatalaksana awal


Non farmakologi
- Pasang bidai
- Bed rest
- Edukasi rencana Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
- Pasang Skin Traksi beban 4-5kg
Farmakologi
- IVFD RL Rehidrasi 1000cc, lanjut maintenance 20 tpm
- Inj. Ketorolac 30mg
- Inj. Ranitidin 50mg
- Inj. Ceftriaxon 2x1gr
Operative
- ORIF
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Femur
Femur merupakan tulang terpanjang dan terkeras yang ada pada tubuh dan
dikelompokkan ke dalam ekstremitas bagian bawah. Di sebelah atas, femur bersendi
dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae dan di bawah dengan tibia
dan patella untuk membentuk articulatio genu. Ujung atas femur memiliki caput,
collum, trochanter major, dan trochanter minor.

3.1 Os femur
Caput membentuk dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum
os coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yang
berguna sebagai tempat melekatnya ligamentun capitis femoris.Sebagian suplai darah
untuk caput femoris dari arteri obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan
memasuki tulang melalui fovea capitis.
Collum yang menghubungkan caput dengan corpus berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral serta membentuk sudut 125° dan lebuh kecil pada perempuan
dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah karena
adanya penyakit.
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan yang besar pada taut antara
collum dan corpus. Linea intertrocanterica menghubungkan kedua trochanter ini di
bagian anterior, tempat melekatnya ligamentum iliofemorale dan di bagian posterior
oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum
quadratum.
Corpus femoris permukaan anteriornya lebih licin dan bulat, sedangkan
permukaan posterior mempunyai rigi yang disebut linea asoera. Pada linea ini
melekat otot-otot dan septa intermuskularis. Garis tepi linea melebar ke atas dan ke
bawah. Tepi medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang
menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medial. Tepi lateral melanjutkan
diri ke distal sebagai crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior
corpus, tepatnya dibawah trochanter major terdapat tuberositas glutea sebagai tempat
melekatnya musculus gluteus maximus. Corpus melebar kearah ujung distalnya dan
membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya yang disebut facies
poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis yang bagian
posteriornya dipisahkan oleh insisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
ikut serta dalam pembentukan articulatio genu. Diatas condylus terdapat epicondylus
lateralis dan medialis. Tuberkulum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus
medialis. Ruang fascia anterior tungkai atas diisi oleh musculus sartorius, muskulus
iliacus, musculus psoas, musculus pectineus dan musculus cuadriceps femoris.
Dipersarafi oleh nervus femoralis ruang anterior facia tungkai atas dialiri pembuluh
darah arteri femoralis. Ruang fascia medial tungkai atas diisi oleh musculus gracilis,
musculus adductor longus, musculus adductor magnus, musculus obturatorius
externus dengan dipersarafi oleh nervus obturatorius ruang fascial medial diperdarahi
oleh arteri profunda femoris dan arteri obturatoria.
Ruang fascia posterior tungkai atas diisi oleh musculus biceps femoris,
msculus semitendinosus, musculus semimembranosus, dan sebagian kecil musculus
adductor magnus (otot-otot hamstring)/ dipersarafi oleh nervus ischiadicus ruang
fascia posterior tungkai atas diperdarahi oleh cabang-cabang arteri profunda femoris.5

3.2. Fraktur
3.2.1 Definisi Fraktur          
Fraktur adalah diskontinuitas atau terputusnya kesinambungan, sebagian atau
seluruh korteks dan struktur tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Terjadinya fraktur dapat dikarenakan oleh trauma spontan maupun adanya kelemahan
dari tulang akibat gangguan metabolisme (osteoporosis), tumor maupun infeksi.
Fraktur tulang spontan yaitu terjadinya patah tulang akibat adanya trauma yang
adekuat. Sedangkan fraktur patologis terjadi jika tulang patah didaerah yang lemah
karena mengalami osteoporosis, tumor, baik itu jinak maupun ganas atau karena
infeksi akibat tatalaksana yang tidak adekuat.1
3.2.2 Etiologi7
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.
Penyebab Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila
terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan
lunaknya juga pasti rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu,
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama
pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).Daya
pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang
berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya
pada tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang
dapat menembus kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas
fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim.
3.2.3 Proses terjadinya fraktur1,2,8
            Untuk mengetahui mekanisme terjadinya fraktur, harus diketahui lebih dahulu
keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan
memuntir. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
memuntir dan kompresi.
Trauma dapat bersifat:
 Trauma Langsung
Trauma langsung dapat menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
 Trauma Tidak Langsung
Trauma yang dihantarkan lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

3.2.4 Klasifikasi Fraktur2,8


1.        Terbuka/ Tertutup
Salah satu klasifikasi fraktur berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah, yaitu :
 Fraktur Tertutup
      Apabila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
 Fraktur Terbuka
            Apabila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
baik fragmen tulang yang menonjol keluar (from within) ataupun benda asing
dari luar masuk ke dalam luka (from without) yang memungkinkan masuk dan
bertumbuhnya kuman pada luka.
            Menurut Gustillo, fraktur terbuka dapat dibagi menjadi:
-     Grade I : luka < 1cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda
luka remuk, fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan,
kontaminasi minimal
-     Grade II : luka > 1cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap/ avulsi,
fraktur kominutif sedang, kontaminasi sedang
-     Grade III : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot dan neurovaskuler. Dapat dibagi menjadi 2:
a.    jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/ flap/ avulsi; atau fraktur segmental/ sangat
kominutif yang disebabkan trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besarnya luka
b.    kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
terkontaminasi masif
c.    luka pada pembuluh darah arteri/ saraf perifer yang harus diperbaiki
tanpa melihat jaringan lunak

2. Fraktur Komplit/ inkomplit


-        Fraktur Komplit : apabila garis fraktur yang melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti yang terlihat dalam foto
-        Fraktur inkomplit : apabila garis fraktur tidak melalui seluruh
penampang tulang, seperti : hairline fraktur, greenstick fraktur, buckle
fraktur
3. Menurut garis frakturnya : transversal, oblik, spiral, kompresi, avulsi
4. Menurut Jumlah garis fraktur
-     Fraktur kominutif : garis fraktur lebih dari satu dan saling berhubungan
-     Fraktur segmental : garis fraktur lebih dari satu tetapi tidak saling
berhubungan
-     Fraktur multipel : garis fraktur lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya
5. Bergeser/ tidak bergeser
-     Fraktur undisplaced: garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser
-     Fraktur displaced: terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur

              

3.3 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan Utama biasanya berupa nyeri, deformitas, pembengkakan, gangguan
fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat
cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang
dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.
b. Pemeriksaan Fisik
       Pemeriksaan awal, dengan memperhatikan adanya9:
-           syok, anemi atau perdarahan
-           kerusakan organ lain
-           faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan Lokal, dengan Look (inspeksi), Feel (palpasi) dan Movement (gerakan)
 Look (inspeksi) : melihat adanya deformitas seperti angulasi, rotasi atau
pemendekan.
 Feel (palpasi) : meraba, mencari daerah yang nyeri tekan, krepitasi,
melakukan pemeriksaan vaskuler distal trauma, mengukur tungkai
 Movement (gerakan) : Mengukur Lingkup gerak sendi, kekuatan otot,
sensibilitas
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas
dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi
Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi arteri, warna kulit,
pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasi
c. Pemeriksaan Radiologis
Tujuan pemeriksaan radiologis :
-     mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
-     konfirmasi adanya fraktur
-     melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen dan pergerakannya
-     menentukan teknik pengobatan
-     menentukan fraktur baru atau tidak
-     menentukan fraktur intraartikuler atau ekstraartikuler
-     menentukan keadaan patologis lain dari tulang
-     melihat adanya benda asing

3.4. Tatalaksana Fraktur


Sebelum melakukan penanganan pada suatu fraktur, perlu dilakukan
pertolongan pertama pada penderita seperti pembebasan jalan nafas, penilaian
ventilasi, menutup luka dengan verban steril, penghentian perdarahan dengan balut
tekan dan imobilisasi fraktur sebelum diangkut dengan ambulans. Penderita dengan
fraktur multipel biasanya datang dengan syok sehingga diperlukan resusitasi cairan
dan transfusi darah serta pemberian obat anti nyeri.10,11
Penanganan fraktur mengikuti prinsip umum pengobatan kedokteran yaitu
jangan membuat keadaan lebih jelek, pengobatan didasarkan atas diagnosis dan
prognosis yang akurat, seleksi pengobatan dengan tujuan khusus seperti
menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan
terjadinya penyambungan tulang dan mengembalikan fungsi secara optimal,
mengingat hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara
individual.3
Terdapat empat prinsip dalam penanganan fraktur, yaitu:3,10,11
1. Recognition, dengan mengetahui dan menilai keadaan fraktur dari anamnesis,
pemeriksaan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan
lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
dan komplikasi yang mungkin terjadi.
2. Reduction, reduksi fraktur apabila diperlukan. Posisi yang baik adalah alignment
dan aposisi yang sempurna. Reduksi terbaik adalah kontak minimal 50% dan
overriding <0,5 inchi pada fraktur femur.
3. Retention, immobilisasi fraktur menggunakan Skin traction. Skin traction
merupakan pilihan terbaik dan tatalaksana yang dapat dilakukan oleh dokter umum9.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin.
3.5 Komplikasi fraktur
3.5.1 Komplikasi segera
Komplikasi yang dapat timbul segera setelah terjadinya fraktur dapat berupa
trauma kulit seperti kontusio, abrasi, laserasi, luka tembus akibat benda asing maupun
penetrasi kulit oleh fragmen tulang, avulsi dan skin loss, perdarahan lokal, ruptur
arteri atau vena, kontusio arteri atau vena dan spasme arteri, komplikasi neurologis
baik pada otak, sumsum tulang belakang atau saraf perifer serta komplikasi pada
organ dalam seperti jantung, paru-paru, hepar dan limpa.
3.5.2 Komplikasi awal
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah nekrosis kulit-otot, sindrom
kompartemen, trombosis, infeksi sendi dan osteomielitis. Dapat juga terjadi ARDS,
emboli paru dan tetanus.
3.5.3. Komplikasi lanjut
Komplikasi lanjut akibat fraktur dapat berupa penyembuhan abnormal dari
fraktur seperti malunion ununion delayed union, osteomielitis kronik,
gangguanpertumbuhan, patah tulang rekuren, osteomielitis kronis, ankilosis, penyakit
degeneratif pasca trauma dan kerusakan saraf. Compartement Syndrome merupakan
komplikasi yang harus diwaspadai dan dicegah, kejadian compartment syndrome
dapat memperburuk kualitas hidup pasien.3,10,11
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosa fraktur tertutup 1/3 media femur dextra didapatkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. Berdasarkan ananmesis didapatkan
riwayat kecelakaan lalulintas, pasien sebagai pengendara truk yang sempat menabrak
motor dan median menabrak pembatas jalan. Tungkai kanan tidak dapat digerakan.
Tidak ditemukan luka terbuka pada area yang nyeri dan tampak deformitas.
Pada kasus di IGD pada pasien dilakukan pemasangan bidai, rehidrasi 1000cc
karena dicurigai adanya fraktur area paha yang dapat juga tidak menyingkirkan
adanya internal bleeding pada arteri femoralis. Juga diberikan injeksi anti nyeri.
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang dan dikonsulkan kepada dokter spesialis
orthopaedi, pasien direncanakan untuk dilakukan ORIF, namun dilakukan
pemasangan skin traksi dengan beban 4-5kg terlebih dahulu. Diberikan pengobatan
antinyeri dan antibiotik sebelum dilakukan tindakan operatif
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue. 2003
2. Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995
3. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi
ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika;
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riskesdas 2013 dalam
Angka. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta)
5. Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. Jakarta: ECG
6. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
7. Sylvia,Price. dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Buku 2.
Jakarta:EGC.
8. Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition.
New York: Mc Grow Hill. 2009
9. Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics.
USA: The McGraw-Hill Companies.
10. Aukerman, Douglas F. 2015, 14 Nov. Femur Injuries and Fractures. Citet
from http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#showall
11. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John
W.Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition.
Mosby Elsevier. United States. 2007.

Anda mungkin juga menyukai