Anda di halaman 1dari 55

DAFTAR ISI

BAB I...........................................................................................................................2
PENDAHULUAN........................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.............................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................3
1.4 Tujuan Perencanaan Drainase..................................................................3
1.4 Manfaat Perencanaan Drainase................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
LANDASAN TEORI...................................................................................................5
2.1 Sistem Drainase...........................................................................................5
2.1.1 Pengertian Drainase............................................................................5
2.1.2 Jenis-Jenis Drainase...........................................................................5
2.1.3 Tujuan Sistem Drainase......................................................................9
2.2 Analisa Curah Hujan Rencana................................................................10
2.2.1 Metode Gumbel..................................................................................13
2.2.2 Metode Distribusi Normal.................................................................14
2.2.3 Metode Distribusi Log Normal..........................................................15
2.2.4 Metode Distribusi Log Pearson Type III.........................................16
2.2.5 Perhitungan Intensitas Curah Hujan...............................................17
2.3 Uji Kesesuaian............................................................................................18
2.3.2. Uji KecocokanSmirnov-Kolmogorov (secara analitis).....................19
2.3.3. Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorov (secara grafis).......................20
2.4 Debit Aliran..................................................................................................21
2.4.1 Debit Puncak.......................................................................................21
2.4.2 Koefisien Pengaliran (Run Off Coeficient).....................................22
2.4.3 Waktu Konsentrasi (tc)......................................................................23
2.4.4 Kemiringan Rata-Rata Lahan...........................................................24
2.4.5 Perhitungan Waktu Konsentrasi......................................................25
2.4.6 Perhitungan Nilai Debit Rencana Banjir.........................................25
2.5 Perhitungan Debit Limbah........................................................................26
2.6 Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan...............................................28
2.6.1 Hidrolika Saluran....................................................................................28
2.6.1.1 Koeffisien kekasaran Manning.........................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mengatasi/mengurangi masalah genangan air hujan di
berbagai kota di Indonesia, maka pemerintah Indonesia mempunyai
strategi dan program-program di bidang Cipta Karya, dimana salah satu
program tersebut adalah Sektor Drainase.

Fungsi drainase ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ketujuan


akhirnya yaitu perairan bebas yang dapat berupa sungai, danau
maupun laut,ke dalamnya air lebih ini dapat dialirkan. Ini merupakan
fungsi utama untuk mencegah menggenangnya air pada lahan
perkotaan maupun di dalam parit-parit (saluran-saluran) yang menjadi
bagian dari sektor drainase.

Dilihat dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat


ini, terdapat indikasi bahwa tingkat kebutuhan sudah jauh diatas tingkat
penyediaan, utamanya untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami
proses pembangunan.

Sebab-sebab terjadinya banjir/genangan, pada dasarnya dapat


dibagi dua, yaitu akibat kondisi alam setempat misalnya curah hujan
yang relatif tinggi, kondisi topografi yang landai, dan adanya pengaruh
pengempangan (back water) dari sungai atau laut. Sedang yang
termaksud akibat dari tingkah laku manusia misalnya masih adanya
kebiasaan membuang sampah ke dalam saluran/sungai, hunian di
bantaran sungai, dan adanya penyempitan saluran/sungai akibat
adanya suatu bangunan misalnya gorong-gorong atau jembatan.
Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebabkan
oleh karena belum tertatanya dengan baik sistim drainase yang
diperlukan, atau karena kurang terpeliharanya sistim drainase yang
telah ada.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi
permasalah dalam perencanaan drainase adalah sebagi berikut :
1. Bagaimana mengidentifikasi kondisi drainase di Wilayah Kota
Kendari Khususnya pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu
Jalan Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana?
2. Bagaimana menghitung besarnya debit limpasan di Wilayah Kota
Kendari Khususnya pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu
Jalan Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana?
3. Menghitung besarnya dimensi saluran rencana pada jaringan
sistem drainase di Wilayah Kota Kendari Khususnya pada
Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu Jalan Prof.Dr.Abdulrauf
Tarimana?
4. Menghitung besarnya volume saluran drainase rencana pada
jaringan sistem drainase di Wilayah Kota Kendari Khususnya pada
Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu Jalan Prof.Dr.Abdulrauf
Tarimana?

1.4 Tujuan Perencanaan Drainase


Adapun tujuan dalam perencanaan drainase perkotaan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi drainase di Wilayah Kota Kendari
Khususnya pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu Jalan
Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana.
2. Untuk mengetahui besarnya debit limpasan di Wilayah Kota
Kendari Khususnya pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu
Jalan Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana.
3. Untuk mengetahui besarnya dimensi saluran rencana pada
jaringan sistem drainase di Wilayah Kota Kendari Khususnya pada
Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu Jalan Prof.Dr.Abdulrauf
Tarimana.
4. Untuk mengetahui besarnya volume saluran drainase rencana
pada jaringan sistem drainase di Wilayah Kota Kendari Khususnya
pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu Jalan
Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana.

1.4 Manfaat Perencanaan Drainase


Adapun manfaat dalam perencanaan drainase perkotaan ini
adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui besarnya debit limpasan di Wilayah Kota
Kendari Khususnya pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu
Jalan Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana.
2. Dapat mengetahui besarnya debit limpasan di Wilayah Kota
Kendari Khususnya pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu
Jalan Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana.
3. Dapat mengetahui besarnya dimensi saluran rencana pada
jaringan sistem drainase di Wilayah Kota Kendari Khususnya pada
Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu Jalan Prof.Dr.Abdulrauf
Tarimana
4. Dapat mengetahui besarnya volume saluran drainase rencana
pada jaringan sistem drainase di Wilayah Kota Kendari Khususnya
pada Kecamatan Kambu Kelurahan Kambu Jalan
Prof.Dr.Abdulrauf Tarimana.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Drainase


2.1.1 Pengertian Drainase
Drainase yang berasal dari kata kerja ‘to drain’ yang berarti
mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminology yang
digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan
penanganan masalah kelebihan air, baik diatas maupun dibawah
permukaan tanah.
Drainase adalah lengkungan atau saluran air dipermukaan atau
dibawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh
manusia.
Dalam Bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit
dipermukaan tanah atau gorong-gorong dibawah tanah. Drainase
berperan penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir.
Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada teknik pembuangan
air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya
dengan aspek kehidupan yang berada di dalam kawasan perkotaan.

2.1.2 Jenis-Jenis Drainase


1. Land dan Smoothing
Land grading (mengatur tahap kemiringan lahan) dan Land
smoothing (Penghalusan permukaan lahan) diperlukan pada areal
lahan untuk menjamin kemiringan yang berkelanjutan secara
sistematis yang dibutuhkan untuk penerapan saluran drainase
permukaan. Studi menunjukan bahwa pada lahan dengan
pengaturan saluran drainase permukaan yang baik akan
meningkatkan jarak drainase pipa sampai 50%, dibandingkan
dengan lahan yang kelebihan air dibuang dengan drainase pipa
tanpa dilakukan upaya pengaturan saluran drainase permukaan
terlebih dahulu. Untuk efektifitas yang tinggi, pekerjaan land
grading harus dilakukan secara teliti. ketidakseragaman dalam
pengolahan lahan dan areal yang memiliki cekungan merupakan
tempat aliran permukaan (runoff) berkumpul, harus dihilangkan
dengan bantuan peralatan pengukuran tanah Pada tanah
cekungan, air yang tak berguna dialirkan secara sistematis
melalui:
a. Saluran/parit (terbuka) yang disebut sebagai saluran acak
yang dangkal (shallow random field drains).
b. Dari shallow random field ditch air di alirkan lateral outlet
ditch.
c. Selanjutnya diteruskan kesaluran pembuangan utama (Main
Outlet ditch)
Outlet ditch: umumnya saluran pembuangan lateral dibuat 15
– 30 cm lebih dalam dari saluran pembuangan acak dangkal.
Overfall : jatuh air dari saluran pembuangan lateral ke
saluran pembuangan utama dibuat pada tingkat yang tidak
menimbulkan erosi, bila tidak memungkinkan harus dibuat
pintu air, drop spillway atau pipa.

2. Drainase acak (Random Field Drains)


Merupakan pengelolaan untuk mengatasi masalah cekungan
dan lubang – lubang tempat berkumpulnya air. Lokasi dan arah
dari saluran drainase disesuaikan dengan kondisi tofografi lahan.
Kemiringan lahan biasanya diusahakan sedatar mungkin, hal ini
untuk memudahkan peralatan traktor pengolah tanah dapat
beroperasi tanpa merusak saluran yang telah dibuat. Erosi yang
terjadi pada kondisi lahan seperti diatas, biasanya tidak menjadi
masalah karena kemiringan yang relatif datar. Tanah bekas
penggalian saluran, disebarkan pada bagian cekungan atau
lubang – lubang tanah, untuk mengurangi kedalaman saluran
drainase.
3. Drainase Paralel (Parallel Field Drains)
Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar
dengan kemiringan kurang dari 1% – 2 %, system saluran
drainase parallel bisa digunakan. System drainase ini dikenal
sebagai system bedengan. Saluran drainase dibuat secara
parallel, kadang kala jarak antara saluran tidak sama. Hal ini
tergantung dari panjang dari barisan saluran drainase untuk jenis
tanah pada lahan tersebut, jarak dan jumlah dari tanah yang harus
dipindahkan dalam pembuatan barisan saluran drainase, dan
panjang maksimum kemiringan lahan terhadap saluran (200
meter). Keuntungan dari system saluran drainase parallel, pada
lahan terdapat cukup banyak saluran drainase. Tanaman dilahan
dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel. Jumlah
populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan
adanya saluran paralel. Sehingga bila dibandingkan dengan land
Laporan Tugas Drainase 5 grading dan smoothing, hasil produksi
akan lebih sedikit. Penambahan jarak antara saluran paralel, akan
menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak yang
lebar menimbulkan kerugian pada sistem bedding, karena jarak
yang lebar membutuhkan saluran drainase yang lebih besar dan
dalam. Bila lebar bedding 400 m, maka aliran akan dibagi dua
agar lebar bedding tidak lebih dari 200 m. Pada bedding yang
lebar, harus dibarengi dengan land grading dan smoothing. Pada
tanah gambut, saluran drainase paralel dengan side slope yang
curam digunakan adalah 1 meter. Pada daerah ini biasa
dilengkapi dengan bangunan pengambilan dan pompa, bangunan
pintu air berfungsi untuk mengalirkan air drainase pada musim
hujan.
Pada daerah dataran tertentu ditemukan sistem khusus dari
jarak saluran paralel, 2 saluran diletakkan secara paralel dengan
jarak 5-15 meeter. Tanah galian saluran diletakkan diantara kedua
saluran tersebut, dimanfaatkan sebagai jalan yang diperlukan
pada saat pemeliharaan saluran.

Gambar 2.1 Pola Jaringan Drainase Paralel


(Sumber : tsipilunikom.files.wordpress.com)

4. Drainase Mole
Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa
saluran bulat yang konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali,
pembuatannya tanpa harus menggali tanah, cukup dengan
menarik (dengan traktor) bantukan baja bulat yang disebut mol
yang dipasang pada alat seperti bajak dilapisan tanah subsoil
pada kedalaman dangkal. Pada bagian belakang alat mole
biasanya disertakan alat expander yang gunanya untuk
memperbesar dan memperkuat bentuk lubang Tidak semua
daerah terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan
memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-
daerah pertanian dimana terdapat satu atau kombinasi dari
keadaan-keadaan berikut :
a. Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
tanaman akan air.
b. Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik
sepanjang tahun.
c. Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil pertanian yang dapat dicapai melalui irigasi
secara layak dilaksanakan baik ditinjau dari segi teknis,
ekonomis maupun sosial.

Jenis drainase dapat dikelompokan berdasarkan cara


terbentuknya, system pegalirannya, tujuan/sasaran
pembuatannyaa, tata letaknya, fungsinya, dan kontruksinya.

2.1.3 Tujuan Sistem Drainase


Secara umum tujuan system drainase yaitu sebagai berikut:
1. Secepat mungkin membuang air hujan yang sudah berbahaya
atau mengganggu lingkungan menuju badan air penerima tanpa
mengakibatkan erosi, endapan, atau penyebaran populasi.
2. Tidak terjadi genangan, banjir, terutama pada daerah yang selalu
mengalami banjir setiap musim hujan.
3. Sebagai konservasi sumber daya air permukaan atau air tanah.

2.1.4 Catchmen Area


Catchment area (daerah tangkapan air) merupakan suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis yang
dapat berupa punggung-punggung bukit atau gunung dan batas di laut
sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan. Catchment area dapat dikatakan menjadi suatu ekosistem
dimana terdapat banyak aliran sungai, daerah hutan dan komponen
penyusun ekosistem lainnya termasuk sumber daya
alam.Namun,komponen yang terpenting adalah air, yang merupakan
zat cair yang terdapat di atas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan
air laut yang berada di darat. Catchment area erat kaitannya dengan
Daerah Aliran Sungai (DAS).

2.2 Analisa Curah Hujan Rencana


Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas
besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Pada
kenyataannya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi
terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau disperse
adalah besarnya derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-
ratanya. Cara mengukur besarnya dispersi disebut pengukuran dispersi
(Soewarno, 1995).
Dasar perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang
berkaitan dengan analisis data yang meliputi :
 Pengukuran Dispers
Dari curah hujan rata-rata yang diperoleh dari berbagai
stasiun yang ada di daerah aliran sungai, selanjutnya dianalisis
secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran data curah hujan
yang sesuai dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata.
Pada kenyataanya bahwa tidak semua varian dari suatu variabel
hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau
dispersi adalah besarnya derajat dari sebaran varian disekitar nilai
rata-ratanya. Cara mengukur besarnya dispersi disebut
pengukuran dispersi. Adapun cara pengukuran dispersi antara lain
:
1. Deviasi Standart (Sx)
Adapun rumus yang digunakan pada Deviasi Standart ini
yaitu :

… Pers. (2.1)

Di mana :
Sx : Deviasi standart
Xi : Nilai varian ke i
X : Nilai rata-rata varian
n : Jumlah data

2. Koefesien Skewness (CS)


Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang
menunjukkan derajat ketidaksimestrisan dari suatu bentuk
distribusi. Adapun rumus yang digunakan pada Koefisien
Skewness ini yaitu :

… Pers. (2.2)

Di mana :
Cs : Koefisien Skewness
Sx : Deviasi standart
Xi : Nilai varian ke i
X : Nilai rata-rata varian
n : Jumlah data

3. Koefisien Kurtosis (Ck)


Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan
dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan
dengan distribusi normal. Adapun rumus yang digunakan
pada Koefisien Skewness ini yaitu :

… Pers.(2.3)

Di mana :
Ck : Koefisien Kurtosis
Xi : Nilai varian ke i
X : Nilai rata-rata varian
n : Jumlah data
Sx : Deviasi standar

4. Koefisien Variasi (CV)


Koefisien Variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi
standar dengan nilai ratarata hitung suatu distribusi. Adapun
rumus yang digunakan pada Koefisien Skewness ini yaitu :

CV = … Pers. (2.4)

Di mana :
Cv : koefisien variasi
Sx : standar deviasi
X : rata-rata hitung

Tabel 2.1 Syarat – Syarat Nilai Pengujian Dispersi

No Distribusi Persyaratan

Cs≈0
1 Normal
Ck≈3
Cs ≈ 1.14
2 Gumbel
Ck≈ 5.4
3 Log normal Cs ≈ 3Cv + (Cv)³ ≈ 0.22
4 Log pearson III Selain dari nilai di atas
(Sumber : Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air,2011)

Dari nilai-nilai di atas, kemudian dilakukan pemilihan jenis


sebaran yaitu dengan membandingan koefisien distribusi dari
metode yang akan digunakan.
Banyak metode yang dapat digunakan di dalam menganalisa
curah hujan namun yang digunakan dilaporan ini yaitu metode
Normal. metode Log Normal, metode Log Pearson Tipe III dan
metode Hasper di mana hasil perhitungan yang maksimal dari
keempat metode tersebut pada tiap-tiap stasiun merupkan curah
hujan daerah perencanaan, yang akan digunakan untuk
perhitungan selanjutnya.

2.2.1 Metode Gumbel


Rumus:
Xt = X + K. Sx … Pers. (2.5)
Yt  Yn
K= … Pers. (2.6)
Sn

X 2  X .X
Sx = … Pers. (2.7)
n 1

Di mana :
Xt : Besaran yang diharapkan terjadi dalam t tahun
X : Harga pengamatan rata-rata
t : Periode ulang
K : Faktor frekuensi
Yt : Reduced Variate
Yn : Reduced mean
Sn : Reduced standard deviasi
Sx : Standart deviasi

Adapun metode ini dapat digunakan jika koefisien distribusi


memenuhi syarat sebagai berikut :
- Koefisien kemencengan Cs ≤ 1,1396
- Koefisien kurtosis Ck ≤ 5.4002

2.2.2 Metode Distribusi Normal


Distribusi normal juga disebut distribusi Gauss yang sering
dipakai untuk analisis frekuensi hujan harian maksimum, dimana
distribusinya mempunyai fungsi kerapatan kemungkinan
(probability density function).Distribusi normal mempunyai sifat
khusus bahwa besarnya koefisien asimetris (skewness) Cs = 0,
dengan koefisien kortusis sebesar Ck = 3 (Evans et al ,
1993).Persamaan distribusi normal dua parameter bisa digunakan
untuk menghitung frequensi hujan harian maksimum dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.

xT  x  S x .Kt … Pers. (2.8)


Dimana :
Xt : Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada
periode ulang T tahun
: Curah hujan rata – rata

Kt : Standar variabel untuk periode ulang tahun


Sx : Standar deviasi

Nilai X adalah banjir dengan suatu nilai probabilitas tertentu,

adalah nilai rata-rata dari rangkaian banjirnya, Sx adalah deviasi


standar, dan Kt adalah faktor frekuensi distribusi Normal yang
ditentukan oleh suatu distribusi tertentu yang merupakan fungsi
dari nilai probabilitas X. Nilai K untuk masing-masing periode
ulang banjir dapat dilihat pada tabel Nilai K.
Adapun metode ini dapat digunakan jika koefisien distribusi
memenuhi syarat sebagai berikut :
- Koefisien kemencengan Cs ≈ 0
- Koefisien kurtosis Ck ≈ 0

2.2.3 Metode Distribusi Log Normal


Distribusi log Lormal merupakan hasil transformasi dari
distribusi normal, yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi
nilai logaritmik variat X. Distribusi log-Pearson Type III akan
menjadi distribusi log Normal apabila nilai koefisien kemencengan
CS = 0,00. Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rencana dengan Metode Log Normal
adalah sebagai berikut :

xT  x  S x .Kt … Pers. (2.9)

Dimana :
Xt : Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode
ulang T tahun
: Curah hujan rata – rata

Kt : Standar variabel untuk periode ulang tahun


Sx : Standar deviasi

Langkah-langkah penggunaan distribusi log-normal adalah


sebagai berikut :
a. Ubah data curah hujan ke dalam bentuk logaritma,
X = log x … Pers. (2.10)
b. Hitung harga rata-rata logaritma data:
n

 log X i
… Pers. (2.11)
log X  i 1
n
c. Hitung harga simpangan baku logaritma data:

 log X 
n
2
i  log X
… Pers. (2.12)
SX  i 1
n 1
d. Hitung koefisien kemencengan (skewness) logaritma data:

 
n
n log X i  log X
3

… Pers. (2.13)
G i 1

 n  1 n  2 S X 3

e. Hitung nilai logaritma curah hujan rencana (log X T) untuk setiap


periode ulang dengan rumus:
log X T  log X  K T S X … Pers. (2.14)
f. Harga curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (x T)
diperoleh dengan cara mencari anti logaritma dari log X T.

Adapun metode ini dapat digunakan jika koefisien distribusi


kemencengan (Cs) memenuhi syarat sebagai berikut :
Cs ≈ 3Cv +(Cv2) ≈ 1.2497 … Pers. (2.15)
Dimana Cv adalah koef. Variasi.

2.2.4 Metode Distribusi Log Pearson Type III


Distribusi Log Pearson Tipe III atau Distribusi Extrim Tipe III
digunakan untuk analisis variabel hidrologi dengan nilai varian
minimum misalnya analisis frekwensi distribusi dari debit minimum
(low flows).Distribusi Log Pearson Tipe III, mempunyai koefisien
kemencengan (Coefisien of skwennes) atau CS ≠0.
Langkah-langkah penggunaan distribusi log-Pearson tipe III
adalah sebagai berikut:
a. Ubah data curah hujan (X) ke dalam bentuk logaritma,
X = log x … Pers. (2.16)
b. Hitung harga rata-rata logaritma data:
n

 log X i
… Pers. (2.17)
log X  i 1
n
c. Hitung harga simpangan baku logaritma data:

 log X 
n
2
i  log X
… Pers. (2.18)
SX  i 1
n 1
d. Hitung koefisien kemencengan (skewness) logaritma data:

 
n
n log X i  log X
3

… Pers. (2.19)
G i 1

 n  1 n  2 S X 3

e. Hitung nilai logaritma curah hujan rencana (log X T) untuk setiap


periode ulang dengan rumus:
log X T  log X  KS X … Pers. (2.20)
Nilai K diperoleh dari: Tabel lampiran 1.3 nilai K untuk distribusi
log-Pearson tipe III dan nilainya tergantung pada koefisien
kemencengan G.

f. Harga curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu (x T)


diperoleh dengan cara mencari anti logaritma dari log X T.
Adapun metode ini dapat digunakan jika koefisien distribusi
memenuhi syarat sebagai berikut :
- Koefisien kemencengan Cs ≠ 0

2.2.5 Perhitungan Intensitas Curah Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan
persatuan waktu (mm/jam atau mm/menit). Adapun rumus
sederhana dari intensitas hujan adalah sebagai berikut:

I= … Pers. (2.21)

Di mana :
I : intensitas hujan (mm/jam),
R : tinggi hujan (mm)
t : lamanya hujan (jam)

Adapun metode yang biasa digunakan dalam perhitungan


curah hujan adalah sebagai berikut:
 Metode Mononobe
Metode ini dapat digunakan apabila data hujan jangka pendek
tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian.

I= )2/3 … Pers. (2.22)

Di mana :
I : Intensitas hujan (mm/jam)
t : Lamanya hujan (jam)
R24 : curah hujan maksimum harian (mm)
2.3 Uji Kesesuaian
Uji keselarasan dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang nyata antara besarnya debit maksimum tahunan hasil pengamatan
lapangan dengan hasil perhitungan. Uji keselarasan dapat dilaksanakan
dengan uji chi-kuadrat dan Smirnov- Kolmogorov (Soewarno, 1991).
2.3.1 Uji Chi-kuadrat
Uji keselarasan chi-kuadrat menggunakan rumus :

....Pers. (2.23)
Dimana :
X2 = harga chi-kuadrat terhitung.
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i.
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i.
n = jumlah data.
Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < dari X2
kritis..Dari hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya
dengan chi-kuadrat kritis paling kecil.Untuk suatu nilai nyata tertentu
(level of significant) yang sering diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan ini
secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut :
DK = K − (α +1) ...Pers. (2.23)

K =1+ 3.322 log n ...Pers. (2.24)

...Pers. (2.25)

Dimana :
DK = derajat kebebasan.
K = jumlah kelas.
α = banyaknya keterikatan (banyaknya parameter), untuk uji chi- kuadrat
adalah 2.
n = jumlah data
Ei = nilai yang diharapkan.
2.3.2. Uji KecocokanSmirnov-Kolmogorov (secara analitis)
Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-
Kolmogorof dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai
berikut:
1. Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut
tersebut P(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya.

...Pers. (2.26)
Dimana :
i = nomor urut data
n = jumlah data
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurut
tersebut P'(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang
dipilih (Gumbel, Normal, dan sebagainya).
4. Hitung selisih (∆P), antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap
data yang sudah diurut: ∆P = |P(Xi) - P'(Xi)|
5. Tentukan apakah ∆P max < ∆P kritis, jika "tidak" artinya Distribusi
Probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
6. ∆P kritis dapat dilihat pada Lampiran Tabel Nilai ∆P kritis Smirnov-
Kolmogorof.

2.3.3. Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorov (secara grafis)


Metode Smirnov-Kolmogorov selain dilakokan secara analitis, juga
dapat dilakukan secara grafis dengan langka-langkah sebagai berikut:
1. Urutakan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut
tersebut (PXi) dengan rumus Weibull.

...Pers. (2.27)
Dimana :
i = nomor urut data
n = jumlah data
3. Plot masing-masing nilai P (Xi) diatas kertas probabilitas sebagai absis
dan nilai Xi sebagai ordinat yang sudah di skala sedemikian rupa
sehingga menjadi titik koordinat.
4. Kemudian diatas sebaran titik-titik koordinat tersebut ditarik kurva
atau garis teoritis. Persamaan garis teoritis merupakan persamaan
distribusi probabilitas yang telah dihitung.
5. Hitung nilai peluang teoritis P’(Xi) untuk masing-masing data (Xi).
caranya adalah dengan menarik garis horizontal dari setiap titik
koordinat menuju ke garis teoritis.
6. Hitung selisih (∆P) antara peluang empiris P(Xi)dan peluang teoritis
P'(Xi) untuk setiap data (Xi) yang sudah diurut: ∆P = | P(Xi) - P'(X)|.
7. Tentukan ∆P yang paling maksimum.
8. Tentukan apakah ∆P max < ∆P kritis, jika "tidak" artinya Distribusi
Probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
9. ∆P kritis dapat dilihat pada Lampiran Tabel Nilai ∆P kritis Smirnov-
Kolmogorof.

2.4 Debit Aliran


2.4.1 Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan Rasional
Method (RM) dimana data hidrologi memberikan kurva intensitas
durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan debit puncak dari curah
hujan rata-rata sesuai waktu konsentrasi. Untuk jelasnya dapat dilihat
pada gambar 2.3.5.1.
Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berkut:

Qhujan = 0,278 . C. I A ...Pers. (2.28)


Qlimbah = Pa.Qb.Kp.A ...Pers. (2.29)

Q= Qhujan + Qlimbah ...Pers. (2.30)

Dimana :
Q = Debit puncak rencana (m3/detik)
Qlimbah = Debit limbah dari area yang ditinjau (mm/jam)
Qhujan = Debit yang terjadi karena hujan (mm/jam)
I = Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF curve
berdasarkan waktu konsentasi.
A = Luas catchment area (km2)
Pa = Persentase air limbah (%)
Qb = tinggi pemakaian air berih (Lt/org/hari)
Kp = Tingkat Kepadatan Penduduk (org/ha)

2.4.2 Koefisien Pengaliran (Run Off Coeficient)


Pada saat terjadi hujan pada umumnya sebagian air hujan akan
menjadi limpasan dan sebagian mengalami infiltrasi dan evaporasi.
Bagian hujan yang mengalir diatas permukaan tanah dan saat
sesudahnya merupakan limpasan/pengaliran . Besarnya koefisien
pengaliran untuk daerah perencanaan disesuaikan dengan karakteristik
daerah pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna lahan (Land Use)
yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut. Besarnya koefisien
pengaliran dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Besarnya Koefisien Pengaliran

Kondisi Koefisien Karakteristik Koefisien


Pusat Perdagangan 0,70 - 0,95 Permukaan Aspal 0,70 – 0,95
Lingkungan Sekitar 0,50 – 0,70 Permukaan Beton 0,80 – 0,95
Rumah-Rumah
0,30 – 0,50 Permukaan Batu Buatan 0,70 – 0,85
Tinggal
Kompleks
0,40 – 0,60 Permukaan Kerikil 0,15 – 0,35
Perumahan
Daerah Pinggiran 0,25 – 0,40 Alur Setapak 0,10 – 0,85
Apartemen 0,50 – 0,70 Atap 0,75 – 0,95
Industri
0,50 – 0,80 Lahan Tanah Berpasir 0,05 – 0,10
Berkembang
Industri Besar 0,60 – 0,90 Kemiringan 2 % 0,10 – 0,15
Taman Pekuburan 0,10 – 0,25 Kemiringan 2 s/d 7 % 0,15 – 0,20
Taman Bermain 0,10 – 0,25 Bertrap 7 % 0,13 – 0,17
Lapangan dan Rel Lahan tanah keras
0,25 – 0,40 0,18 – 0,22
Kereta kemiringan 2 %
Daerah Belum Kemiringan rata-rata 2
berkembang 0,10 – 0,30 s/d 7 % 0,25 – 0,35
Berturap 7 %
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

2.4.3 Waktu Konsentrasi (tc)


Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir dari titik terjauh dari catchment menuju suatu titik tujuan .
Besar waktu konsentrasi dihitung dengan rumus:

tc = to + td (menit) … Pers. (2.31)

Dimana :
tc : waktu konsentrasi
to : waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat
dianalisa dengan gambar.
td : waktu pangaliran pada saluran, besarnya dapat
dianalisa dengan rumus:

td = L1/V … Pers. (2.32)

Dimana:
L1 : jarak alirandari tempat masuknya air sampai ke tempat
yang dituju (m)
V : Kecepatan aliran ( m/dtk)

t0 = 0.0195 x ( … Pers. (2.33)

Di mana :
Lo :Jarak aliran terjauh diatas tanah hingga saluran
terdekat (m)
S0 : Kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran
diatasnya

S1 = … Pers. (2.34)

Dimana :
tc : Waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)
td : Waktu pengaliran pada saluran sampai titik yang
ditinjau

2.4.4 Kemiringan Rata-Rata Lahan


Kemiringan dasar saluran (S) dikelompokkan menjadi tiga
kelompok:
1. Kelompok pertama adalah kemiringan saluran yang diperoleh dari
elevasi dasar saluran yang paling tinggi (maximum elevation) dan
dasar saluran yang paling rendah (minimum elevation) disebut
kemiringan dasar saluran (channel gradient) S1.

2. Kelompok kedua adalah kemiringan saluran dibagian atas (A1)


sama dengan daerah dibagian bawah (A2), kemiringan tersebut
disebut kemiringan konstan (constant slope) S2;
Gambar 2.2 Kemiringan dasar saluran ekuivalen
(Sumber: PermenPU-No.12, 2014)

S2 = …Pers. (2.35)

3. Kelompok ketiga adalah kemiringan saluran yang diperoleh dari


resultan kemiringan saluran dari masing-masing sub daerah
pengaliran (subreach length), kemiringan dasar saluran ini disebut
kemiringan dasar saluran ekuivalen (equivalent slope), S3

Kemiringan (Slope) adalah keadaan dimana ada bidang atau


permukaan yang tidak rata, disebabkan ada bagian yang tinggi dan ada
bagian yang rendah. Besar kemiringan (slope) dapat dinyatakan
kedalam tiga bentuk yakni gradien, persentase dan derajat. Adapun
cara menghitung kemiringan rata-rata sungai adalah sebagai berikut:

S= … Pers. (2.36)

Dimana:
S : Kemiringan rata-rata sungai
H : beda tinggi antara hulu dan hilir sungai (m)
L : Panjang sungai (m)
2.4.5 Perhitungan Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir dari titik terjauh dari catchment area menuju suatu titik tujuan.
Nilai tc dapat dihitung dengan rumus Kirpich berikut:

tc = … Pers. (2.37)

Dimana:

tc : waktu konsentrasi (jam)


L : Panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang
ditinjau (m)
S : Kemiringan rata-rata daerah lintasan air

2.4.6 Perhitungan Nilai Debit Rencana Banjir


Debit saluran, dapat kita ketahui nilai debit dari masing-masing
saluran (Q saluran) atau debit tunggal. Sedangkan untuk debit banjir
rencana, adalah debit maksimum dari suatu sistem drainase yang
didasarkan kala ulang tertentu yang dipakai dalam perencanannya.
Debit banjir rencana diperoleh besarannya tergantung jenis saluran
masing-masing.
Untuk saluran tersier hanya menampung debit saluran itu sendiri,
karena tidak ada saluran sebelumnya, sesuai dengan aturan
pembagian saluran; Saluran Tersier adalah saluran drainase yang
menangkap dan menerima air pertama dan menyalurkannya ke saluran
sekunder, saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air
dari saluran tersier dan menyalurkannya ke saluran primer, saluran
primer adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran
sekunder dan menyalurkannya ke badan air penerima (sungai).
Sehingga Q rencana diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Qr = Qn-1 + Qn … Pers. (2.38)


Dimana:
Qr : Debit Rencana (m3/s)
Qn : Debit Saluran (m3/s)
Qn-1 : Debit Saluran Sebelumnya (m3/s)

2.5 Perhitungan Debit Limbah


Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat
dipergunakan lagi untuk tujuan semula baik dari aktivitas dapur, kamar
mandi, atau cuci baik dari lingkungan rumah tinggal, bangunan umum
atau instansi, bangunan komersial dan sebagainya. Zat-zat yang
terdapat dalam air buangan diantaranya adalah terdapat unsur-unsur
organic tersuspensi maupun terlarut dan juga unsur-unsur anorganik
serta mikrooragnisme (Kodoatie dan Sjarief, 2005). Kuantitasnya air
limbah dapat diasumsikan adlah 50%-70% dari rata-rata pemakaian air
bersih (120-140 liter/orang/hari). Secara detail karakteristik limbah cair
domestik dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 2.3 Pembuangan limbah cair rata-rata per orang setiap hari
(Sumber: Soeparman dan Suparmin, 2001)

Adapun rumus perhitungan debit limbah yaitu:

QLimbah = Kp + Qb + Pa + A … Pers. (2.39)

Dimana:
Kp : Tingkat kepadatan penduduk (orang/hari)
Qb : Tingkat Pemakaian air bersih (Liter/orang/hari)
Pa : Presentase Air Limbah
A : Luas Daerah Pengaliran (m2)
2.6 Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan
2.6.1 Hidrolika Saluran
2.6.1.1 Koeffisien kekasaran Manning
Besarnya koeffisien kekasaran Manning (n) diambil :
- Pasangan batu
- Pasangan batu
- Tanah 0,025

2.6.1.2 Kecepatan Dalam Saluran


Kecepatan aliran dalam saluran direncanakan sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan erosi pada dasar dan dinding
saluran serta tidak terjadi penumpukan sedemikian/kotoran di
hulu saluran.
Kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :
- Kecepatan Mak
= 3,0 m/det pak
- Kecepatan Mak
= 1,6 m/det tanp
- Kecepatan Mini

= 0,3 m/det pak


- Kecepatan Mini

= 0.6 m/det tanp

2.6.1.3 Kemiringan Talud


Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang yang
tersedia ( lebar tanah) dan juga kestabilan tanahnya. Untuk
kemiringan Talud direncanakan 0,33 – 0,25 untuk saluran lining
(pasangan) dan 1,00 – 0,33 untuk saluran tanah. Untuk kondisi-
kondisi tertentu talud tegak dapat diterapkan.

2.6.1.4 Bentuk Saluran


a) Trapesium
Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan
saluran drainase adalah trapesium, seperti terlihat pada
gambar.
Untuk saluran ekonomis berbentuk trapesium seperti
dalam gambar, dengan lebar dasar B, kedalaman y dan
kemiringan tebing tga = 1/m, sehingga sudut a = 60 o.
Luas profil basah berbentuk trapesium dapat
dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

A= … Pers. (2.40)

Dimana:
A : Luas profil basah (m2)
B : Lebar dasar saluran saluran (m)
y : tinggi air didalam saluran (m)
T : (B + m y + m y ) = lebar atas muka air
m : kemiringan talud

A =

A = (B + my) y … Pers. (2.41)

Jadi, Luas Profil Basah, A = y(B + my);


Gambar 2.3 Bentuk Saluran Trapesium
(Sumber: PermenPU12-2014)

Luas penampang melintang, A, dan keliling basah, P,


saluran dengan penampang melintang yang berbentuk
trapesium dengan lebar dasar B, kedalaman aliran y, dan
kemiringan dinding 1 : m (Gambar 2.3), dapat dirumuskan
sebagai:

A = y(B + my) … Pers. (2.42)


P  B  2 y m2 1 … Pers. (2.43)

Atau
B  P  2 y m2  1 … Pers. (2.44)

Nilai B pada persamaan 2.37 kita substitusikan ke


dalam persamaan 2.35 akan kita peroleh:

 
A  P  2 y m 2  1 y  my 2 … Pers. (2.45)

Atau

A  Py  2 y 2 m 2  1  my 2 … Pers. (2.46)

Kita asumsikan bahwa luas penampang, A, dan


kemiringan dinding, m, adalah konstan, maka persamaan
2.39 dapat dideferensialkan terhadap y dan dipersamakan
dengan nol untuk memperoleh kondisi P minimum.

dA
 P  4 y m 2  1  2my  0 … Pers.
dy

(2.47)

Atau

P  4 m 2  1  2my … Pers. (2.48)

Dengan menganggap y konstan, maka


pendeferensialan persamaan 2.41 dan mempersamakan
dengan nol, kita peroleh:

dP 1  2m 
 4y   2y  0 … Pers.
dm 2  
m2  1 

(2.49)

Atau
2m
1
m2  1 1 1
2 2 ; m  … Pers. (2.50)
4m  1 m 3 3
3m 2  1

Nilai m kita substitusikan ke dalam persamaan 2.41


akan kita peroleh:
8 2
P y 3  y 3  2y 3 … Pers. (2.51)
3 3

Dan jika nilai m kita substitusikan ke dalam persamaan


2.37 akan kita peroleh:
4 2
B  2y 3  y 3 y 3 … Pers. (2.52)
3 3

Selanjutnya, jika nilai m kita substitusikan ke dalam


persamaan 2.35 akan kita peroleh:
2 1 
A   y 3  y 3y  y2 3 … Pers.
3 3 
(2.53)

Dengan demikian, maka penampang trapesium yang


paling efisien adalah jika kemiringan dindingnya, m = (1/3),
atau  = 60o. Trapesium yang terbentuk berupa setengah
segienam beraturan (heksagonal). (Buku Ajar Hidraulika)

Jadi, Perhitungan dimensi saluran ekonomis dalam


perencanaan dimensi saluran trapesium.

A = … Pers. (2.54)

P = … Pers. (2.55)

R = … Pers. (2.56)

D= … Pers. (2.57)

T = … Pers. (2.58)

2,5
Z= … Pers. (2.59)

Dimana:
B : Lebar dasar Saluran (m)
A : Luas Penampang basah ( )

P : Keliling tampang basah (m)


T : Lebar atas muka air (m)
R : Jari – jari hidrolik (m)
D : Kedalaman hidraulik (m)
Z : Faktor Penampang (m)
(Sumber: PermenPU12-2014)

b) Persegi
Biasanya saluran ini terbuat dari pasangan batu dan
beton. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan
limpasan air hujan dengan debit yang besar.

A=Txy … Pers. (2.60)


Dimana:
A : Luas profil basah (m2)
B : Lebar dasar saluran saluran (m)
y : tinggi air didalam saluran (m)
T=B : lebar atas muka air

Gambar 2.4 Bentuk Saluran Persegi


(Sumber: PermenPU12-2014)

Untuk penampang melintang saluran berbentuk persegi


dengan lebar dasar B, dan kedalaman air y (Gambar 2.4),
luas penampang basah, A, dan keliling basah, P, dapat
dituliskan sebagai berikut:
A=Bxy … Pers. (2.61)
Atau

B= … Pers. (2.62)

P = B + 2y … Pers. (2.63)

Substitusi persamaan 2.55 ke dalam persamaan 2.56


kita peroleh:

P= … Pers. (2.64)

Dengan asumsi luas penampang, A, adalah konstan,


persamaan 2.57 dapat dideferensialkan terhadap y dan
dipersamakan dengan nol untuk memperoleh harga P
minimum.

dP A
 2 20 … Pers. (2.65)
dy y

A = 2y2 = By … Pers. (2.66)

Atau

B = 2y atau y = … Pers. (2.67)

Jari-jari hidrolik

A By
R  … Pers. (2.68)
P B  2y

Atau

2y2 y
R  … Pers. (2.69)
2y  2y 2

Dapat kita lihat bahwa bentuk penampang melintang


persegi yang paling ekonomis adalah jika kedalaman air
setengah dari lebar dasar saluran, atau jari-jari hidrauliknya
setengah dari kedalaman air. (Buku Ajar Hidraulika)

Jadi, untuk Perhitungan dimensi saluran ekonomis


untuk bentuk segiempat/persegi dapat dilihat pada rumus
berikut :

A= 2y2 … Pers. (2.70)


P= … Pers. (2.71)

R= … Pers. (2.72)

T= … Pers. (2.73)

D=y … Pers. (2.74)


Z = 2y2,5 … Pers. (2.75)
Dimana :
B : Lebar Saluran (m)
A : Luas Penampang basah ( )

P : Keliling tampang basah (m)


T : Lebar atas muka air (m)
R : Jari – jari hidrolik (m)
D : Kedalaman hidraulik (m)
Z : Faktor Penampang (m)
(Sumber: PermenPU12-2014)

c) Segitiga
Saluran sangat jarang digunakan tetapi mungkin
digunakan dalam kondisi tertentu

A= … Pers. (2.76)

Dimana:
A : Luas profil basah (m2)
B : Lebar dasar saluran saluran (m)
y : tinggi air didalam saluran (m)
T : (B + m y + m y ) dengan B = 0, lebar atas muka air (m)
m : kemiringan talud

Gambar 2.5 Bentuk Saluran Segitiga


(Sumber: PermenPU12-2014)

Untuk potongan melintang saluran yang berbentuk


segitiga, dengan kemiringan sisi terhadap garis vertikal ,
dan kedalaman air, y (Gambar 2.5), maka penampang
basah, A, dan keliling basah, P, dapat ditulis:

A  y 2 tan … Pers. (2.77)

Atau

A
y … Pers. (2.78)
tan 

P   2 y  sec … Pers. (2.79)

Substitusi nilai y, dari persamaan 2.71 ke dalam


persamaan 2.72 akan kita peroleh:

2 A
P  sec  … Pers. (2.80)
tan 
Untuk luas penampang, A, konstan, dengan
mendeferensial persamaan 2.73 terhadap  dan
mempersamakan dengan nol akan kita peroleh:

 
dP sec tan sec 3 
 2 A   0
 … Pers.
d tan  3
 2 tan  2 

(2.81)

Atau

 
sec tan 2  - sec 2   0 … Pers.
(2.82)

karena sec   0, maka

2tan 2  - sec 2   0 … Pers. (2.83)

Atau

2 tan  sec  … Pers.


(2.84)

Jadi  = 45o, atau m = 1.


Dengan demikian, saluran berbentuk segitiga yang
paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya
membentuk sudut 45o dengan garis vertikal.(Buku Ajar
Hidraulika)

Jadi, untuk Perhitungan dimensi saluran ekonomis


untuk bentuk segitiga dapat dilihat pada rumus berikut :

A= … Pers. (2.85)

P= … Pers. (2.86)

R= … Pers. (2.87)

T= 2y … Pers. (2.88)
D= … Pers. (2.89)

2,5
Z= … Pers. (2.90)

Dimana :
B : Lebar Saluran (m)
A : Luas Penampang basah ( )

P : Keliling tampang basah (m)


T : Lebar atas muka air (m)
R : Jari – jari hidrolik (m)
D : Kedalaman hidraulik (m)
Z : Faktor Penampang (m)
(Sumber: PermenPU12-2014)

d) Setengah Lingkaran
Dari semua bentuk tampang lintang yang ada, bentuk
setengah lingkaran mempunyai keliling basah terkecil untuk
luas tampang tertentu. Dalam hal ini,

r = y, A = Πy2, P = Πy dan R =

Gambar 2.6 Bentuk Saluran Setengah Lingkaran


(Sumber: PermenPU12-2014)

Perhitungan dimensi saluran ekonomis untuk bentuk


setengah lingkaran dapat dilihat pada rumus berikut :
A = y2 … Pers. (2.91)

P= … Pers. (2.92)

R= … Pers. (2.93)

T = 2y … Pers. (2.94)

D= … Pers. (2.95)

2,5+
Z= … Pers. (2.96)

Dimana:
B : Lebar Saluran (m)
A : Luas Penampang basah ( )

P : Keliling tampang basah (m)


T : Lebar atas muka air (m)
R : Jari – jari hidrolik (m)
D : Kedalaman hidraulik (m)
Z : Faktor Penampang (m)
(Sumber: PermenPU12-2014)

2.6.1.5 Tanggul Inspeksi


Apabila pada suatu daerah tertentu rencana saluran
berada terlalu rendah, maka tanggul harus dibuat dengan
timbunan dan klasifikasi sbb :
Saluran primer  2,00 m
Saluran Sekunder 1,00 – 1,50 m
Saluran tersier < 1,00 m
2.6.1.6 Bentuk dan Dimensi Gorong – Gorong
Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan
saluran gorong-gorong adalah segiempat. Perhitungan dimensi
gorong – gorong adalah sebagai berikut.

Gambar 2.7 Dimensi Gorong-goronG

A = …Pers. (2.97)

h = …Pers. (2.98)

P = b + 2h …Pers.(2.99)
W = 30% h …Pers.(2.100)

R = …Pers.(2.101)

hf1 = …Pers.(2.102)

hf2 = …Pers.(2.103)

hf3 = …Pers.(2.104)

hftotal = hf1+ hf2 + hf3 …Pers.(2.105)


Dimana:
A : Luas Penampang Gorong-gorong (m2)
h : Tinggi aliran saluran (m)
P : Keliling penampang basah (m)
W : Tinggi Jagaan (m)
R : Jari – jari Hidrolis (m)
hf1 : Kehilangan energi pada saat aliran masuk ke
gorong-gorong
hf2 :kehilangan energi pada saat digorong-gorong
hf3 : kehilangan energi pada saat aliran keluar dari
gorong-gorong
hf total : kehilangan energy total dari aliran.

BAB III
ANALISA PERHITUNGAN
3.1 Perhitungan Curah Hujan Rencana
1) Analisa Parameter Stasistik
a. Pengukuran dispersi
Diketahui :
Xi = Besarnya curah hujan daerah (mm)
= Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

x- (x -
(x -
Tahun x Rerata Rerata (x - Rerata x)4
2 Rerata x)3
x x)
2010 123 9.49 90.06 854.67 8110.82
2011 132 18.49 341.88 6321.36 116882.00
2012 93 -20.51 420.66 -8627.74 176954.92
2013 213.3 99.79 9958.04 993713.22 99162642.30
2014 92.8 -20.71 428.90 -8882.60 183958.73
2015 77.6 -35.91 1289.53 -46306.95 1662882.72
2016 89.5 -24.01 576.48 -13841.29 332329.31
2017 137.1 23.59 556.49 13127.55 309679.01
2018 87.6 -25.91 671.33 -17394.11 450681.42
2019 89.2 -24.31 590.98 -14366.63 349252.75
Jumlah 1135.10 0.00 14924.35 904597.48 102753373.97
Rerata 113.51          
(Sumber: Hasil Analisa Perhitungan,2021)

 Standar Deviasi (S)

= 40,72
 Koefisien Skewness (CS)
=

= 1,86
 Koefisien Kurtosis (Ck)

Ck

= 7,41
 Koefisien Variasi (CV)

CV =

= 0,36

S CS CK CV
40,72 1,86 7,41 0,36

b. Pengukuran dispersi logaritma


Diketahui :
Xi = Besarnya curah hujan daerah ( mm )
= Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

(Log Xi - (Log Xi (log Xi-


Log Xi -
Tahun Xi Log Xi Rerata - Rerata Rerata
rerata X 2
x) x)3 X)4
2010 123.00 2.09 0.06 0.003 0.0002 0.00001
2011 132.00 2.12 0.09 0.007 0.0006 0.00005
2012 93.00 1.97 -0.07 0.004 -0.0003 0.00002
2013 213.30 2.33 0.29 0.087 0.0255 0.00750
2014 92.80 1.97 -0.07 0.005 -0.0003 0.00002
2015 77.60 1.89 -0.14 0.021 -0.0030 0.00044
2016 89.50 1.95 -0.08 0.007 -0.0006 0.00005
2017 137.10 2.14 0.10 0.010 0.0011 0.00011
2018 87.60 1.94 -0.09 0.009 -0.0008 0.00007
2019 89.20 1.95 -0.08 0.007 -0.0006 0.00005
Jumlah 1135.10 20.35 0.00 0.160 0.0218 0.00832
Rerata 113.51 2.03        

 Standar Deviasi (S)

= 0,13

 Koefisien Skewness (CS)

= 1,28

 Koefisien Kurtosis (Ck)

=
= 5,23
 Koefisien Variasi (CV)
CV =

= 0.07

S CS CK CV
0,13 1,28 5,23 0,07

2) Analisis Probabilitas
Sebelum dilakukan penggambaran, data harus diurutkan dari yang
terbesar sampai terkecil terlebih dahulu. Penggambaran posisi ( plotting
position) yang dipakai adalah cara yang dikembangkan oleh Weibull dan
Gumbel. Adapun rumus yang digunakan, yaitu :
a. Menghitung Probabilitas

P ( Xm ) = x 100 %

b. Menghitung Periode Distribusi

T ( Xm ) =

Dimana :
P ( Xm ) = Probabilitas
x = Data sesudah dirangking dari besar kekecil
m = Nomor urut
n = Jumlah data
T ( Xm ) = Periode distribusi ( Tahun )
Data analisa probabilitas dari data terbesar ke data terkecil dapat dilihat
pada tabel berikut.
Urutan Tahun Xi Probabilitas (%) P. Distribusi

1 2013 213.30 9.09 11.00


2 2017 137.10 18.18 5.50
3 2011 132.00 27.27 3.67
4 2010 123.00 36.36 2.75
5 2012 93.00 45.45 2.20
6 2014 92.80 54.55 1.83
7 2016 89.50 63.64 1.57
8 2019 89.20 72.73 1.38
9 2018 87.60 81.82 1.22
10 2019 77.60 90.91 1.10
Jumlah 1135.10    
Rata-rata 113.51    

Data analisa probabilitas logaritma dari data terbesar ke data terkecil


dapat dilihat pada tabel berikut.
Probabilitas T ( Tahun
Urutan Tahun Xi Log Xi (%) )
1 2013 213.30 2.33 9.09 11.00
2 2017 137.10 2.14 18.18 5.50
3 2011 132.00 2.12 27.27 3.67
4 2010 123.00 2.09 36.36 2.75
5 2012 93.00 1.97 45.45 2.20
6 2014 92.80 1.97 54.55 1.83
7 2016 89.50 1.95 63.64 1.57
8 2019 89.20 1.95 72.73 1.38
9 2018 87.60 1.94 81.82 1.22
10 2019 77.60 1.89 90.91 1.10
Jumlah 1135.10 20.35    
Rata-rata 113.51 2.03    

3) Analisis Jenis Sebaran


a) Distribusi Normal
Berikut ini adalah data curah hujan selama sepuluh tahun ( 2006-2015 ).
Diketahui :
Xi = Besarnya curah hujan daerah ( mm )
= Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

Adapun langkah-langkah penggunaan distribusi normal dalam analisis


jenis sebaran adalah sebagai berikut.

1. Hitung harga rata-rata data curah hujan

2. Hitung harga standar deviasi data

3. Menentukan nilai KT diperoleh dari tabel: Tabel nilai KT untuk


distribusi normal
4. Mnenentukan harga curah hujan rencana ( XT) untuk setiapa periode
ulang: XT = X + SX . KT

XT = + Sx.KT

Tahun Xi x - Rerata x (x - Rerata x)2


2010 123.00 9.49 90.06
2011 132.00 18.49 341.88
2012 93.00 -20.51 420.66
2013 213.30 99.79 9958.04
2014 92.80 -20.71 428.90
2015 77.60 -35.91 1289.53
2016 89.50 -24.01 576.48
2017 137.10 23.59 556.49
2018 87.60 -25.91 671.33
2019 89.20 -24.31 590.98
jumlah 1135.10 0.00 14924.35
Rerata 113.51    
Sx 40.72    

Untuk curah hujan rencana 2 tahun, dapat dihitung:


X2 = + Sx * KT

= 113,51 + 40,72 . – 2,33


= 18,63 mm
Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut :
Periode Ulang
Sx Rerata X Kt Xt
(Th)
1.01 -2.33 18.63
2 0 113.51
5 0.84 147.72
10 1.28 165.63
40.72 113.51
15 1.46 172.96
20 1.64 180.29
25 1.71 183.06
50 2.05 196.99
b) Distribusi Log Normal
Xi = Besarnya curah hujan daerah ( mm )
= Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

Adapun langkah-langkah penggunaan distribusi log-normal dalam


analisis jenis sebaran adalah sebagai berikut.
1. Ubah data curah hujan ( Xi ) ke dalam bentuk Log Xi, seperti pada tabel
diatas.

2. Hitung harga rata-rata logaritma data

3. Hitung harga standar deviasi logaritma data

4. Hitung nilai logaritma curah hujan rencana ( log XT ) untuk setiap periode

ulang dengan rumus : Log X2 = + Sx .KT

5. harga curah hujan rencana denngan periode ulang tertentu ( XT )


diperoleh dengan cara mencari anti logaritma dari log XT.
Berikut ini adalah perhitunga curah hujan rencana dengan metode log
normal.
(Log Xi - (log Xi-
Log Xi - (Log Xi -
Tahun Xi Log Xi Rerata Rerata
rerata X Rerata x)2
x)3 X)4
2010 123.00 2.09 0.06 0.003 0.0002 0.00001
2011 132.00 2.12 0.09 0.007 0.0006 0.00005
2012 93.00 1.97 -0.07 0.004 -0.0003 0.00002
2013 213.30 2.33 0.29 0.087 0.0255 0.00750
2014 92.80 1.97 -0.07 0.005 -0.0003 0.00002
2015 77.60 1.89 -0.14 0.021 -0.0030 0.00044
2016 89.50 1.95 -0.08 0.007 -0.0006 0.00005
2017 137.10 2.14 0.10 0.010 0.0011 0.00011
2018 87.60 1.94 -0.09 0.009 -0.0008 0.00007
2019 89.20 1.95 -0.08 0.007 -0.0006 0.00005
Jumlah 1135.10 20.35 0.00 0.160 0.0218 0.00832
Rerata 113.51 2.03        
Untuk curah hujan rencana 2 tahun, dapat dihitung:
Log X2 = Log + Sx.KT

= 2,03 + 0,13 * -2,33


= 1,72 mm
Anti Log X2 = 52,99 mm
Periode Ulang Log
Sx Rerata Log X Kt XT (mm)
(Th) XT
1.01 -2.33 1.72 52.99
2 0 2.03 108.32
5 0.84 2.15 140.17
10 1.28 2.21 160.43
0.13 2.03
15 1.46 2.23 169.55
20 1.64 2.25 179.17
25 1.708 2.26 182.95
50 2.05 2.31 203.20

c) Distribusi Log Pearson Type III


Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan distribusi log – pearson Type
III adalah sebagai berikut:
1. Ubah data curah hujan ( X ) kedalam bentuk logaritma, X =Log X
2. Hitung harga rata-rata logaritma data:

3. Hitung harga standar deviasi logaritma data:


4. Hitung koefisien kemencengan (skewness) logaritma data :

5. Hitung nilai logaritma curah huja n rencana ( Log XT) untuk setiap periode
ulang dengan rumus : Log XT = Log X + KS
Nilai K untuk distribusi log pearson tipe III dan nilainya tergantung pada
koefisien kemencengan atau CS.
6. Harga curah hujan rencana dengan periode ulang tertentu ( Xt ) diperoleh
dengan cara mencari anti logaritma dari Log Xt.
Berikut ini adalah perhitungan curah hujan rencana dengan metode
log pearson Type III :

Log Xi - (Log Xi - Rerata


Tahun Xi Log Xi
rerata X x)2
2010 123.00 2.09 0.06 0.003
2011 132.00 2.12 0.09 0.007
2012 93.00 1.97 -0.07 0.004
2013 213.30 2.33 0.29 0.087
2014 92.80 1.97 -0.07 0.005
2015 77.60 1.89 -0.14 0.021
2016 89.50 1.95 -0.08 0.007
2017 137.10 2.14 0.10 0.010
2018 87.60 1.94 -0.09 0.009
2019 89.20 1.95 -0.08 0.007
Jumlah 1135.10 20.35 0.00 0.160
Rerata 113.51 2.03    

Sx 0.13
G= 1.28

 Untuk curah hujan rencana dengan peride ulang 2 tahun, dapat dihitung:
Perhitungan nilai KT berdasarkan nilai G dengan cara interpolasi

Log X2 = + (G * KT)
= 2,03 + (1,28 * -1,397)
= 0.25 mm
Anti log X2 = 1,78 mm
Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel:
Periode Ulang Log
G Rerata Log X K XT (mm)
(Th) XT
1.01 -1.397 0.25 1.78
2 -0.207 1.77 58.92
5 0.722 2.13 135.19
10 1.339 2.21 163.37
1.28 2.03
15 1.594 2.25 176.66
20 1.849 2.28 191.04
25 2.104 2.32 206.59
50 2.658 2.39 244.88

d) Distribusi Gumbel
Berikut ini adalah data curah hujan selama sepuluh tahun ( 2006 - 2015 ).
Diketahui :
Xi = Besarnya curah hujan daerah ( mm )
= Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)

TAHUN x x - Rerata x (x - Rerata x)2


2010 123.00 9.49 90.06
2011 132.00 18.49 341.88
2012 93.00 -20.51 420.66
2013 213.30 99.79 9958.04
2014 92.80 -20.71 428.90
2015 77.60 -35.91 1289.53
2016 89.50 -24.01 576.48
2017 137.10 23.59 556.49
2018 87.60 -25.91 671.33
2019 89.20 -24.31 590.98
jumlah 1135.10 0.0 14924.35
Rerata 113.51

Adapun langkah-langkah penggunaan distribusi normal dalam analisis


jenis sebaran adalah sebagai berikut.
1. Hitung harga rata-rata data curah hujan ( ).

2. Hitung harga simpangan baku data ( Sx ).


3. Tentukan nilai reduced variate ( YTɤ ). Nilai reduced variate ( YTɤ ) untuk
setiap periode ulang dapat diperoleh dari lampiran pada tabel LA-3 Metode
Gumbel – Reduced Variate ( YTɤ ) sebagai fungsi periode ulang.
4. Tentukan harga reduced mean ( Yn ) dan reduced standard deviation (
Sn ) yang harganya tergantung pada jumlah data ( n ). Harga Yn dan Sn
diperoleh dari lampiran Tabel LA-1 Metode Gombel- Reduced Mean
untuk harga Yn dan Tabel LA-2 Metode Gombel – Reduced Standard
Deviation untuk harga Sn.

5. Hitung nilai faktor probabilitas ( K ). Berikut adalah contoh perhitungan K


untuk periode ulang 2 tahun.
Dik : Yn = 0,4952 ( diperoleh dari tabel )
Sn = 0,9496 ( diperoleh dari tabel )
Dit : K...?
Peny :
Untuk nilai YT dengan peroide ulangan 2 tahun makan nilai n = 2

= 0,3665

6. Menentukan harga curah hujan rencana (XT) untuk setiap periode ulang.
Berikut adalah contoh perhitungan curah hujan rencana untuk periode
Dik : = 80,53 mm

Sx = 20,61 mm
K = -0,136
Dit : X2 ...?
Peny :
X2 = + (S * K)

= 113,51 + (40,72 * - 0,136)


= 107,99 mm
Untuk hasil perhitungan curah hujan rencana pada setiap periode ulang
dapat dilihat pada tabel berikut.
Periode Rerata XT
Sx Yn Sn YT K
Ulang (Th) X (mm)
1.01 -1.5293 -2.132 26.70
2 0.3665 -0.136 107.99
5 1.4999 1.058 156.59
10 2.2504 1.848 188.77
113.51 40.72 0.4952 0.9497
15 2.6738 2.294 206.92
20 2.9702 2.606 219.63
25 3.1985 2.847 229.43
50 3.9019 3.587 259.59

7.) Analisa Pemilihan Metode Curah Hujan


a. Data hasil pengukuran dispersi
- Dispersi biasa - Dispersi Logaritma

No. Dispersi Statistik


1 S 0,13
b. Hasil uji distribusi
2 Cs 1,28
3 CK 5,23
Jenis
Syarat 4Perhitungan
Cv 0,07
Kesimpulan
Distribusi
Cs ≈ 0 Cs = 1,86 Tidak
Normal
Ck ≈ 3 Ck = 7,41 Memenuhi
Gumbel Cs ≤ 1,1396 Cs = 1,86 Tidak
Ck ≤ 5.4002 Ck = 7,41 Memenuhi
Log Pearson
Cs ≠ 0 Cs = 0,13 Memenuhi
III
Cs ≈ 3Cv + 3Cv + ( Cv2 ) =
2
(Cv )= 3 0,214 Tidak
Log Normal
Memenuhi
Ck = 5,383 Ck = 5,23
Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan syarat-syarat tersebut di atas,
maka dipilih distribusi Gumbel dan Log Pearson III. Untuk memastikan
pemilihan distribusi tersebut perlu dilakukan perbandingan hasil perhitungan
statistik dengan uji kecocokan metode Chi Kuadrat dan uji keselarasan
Smirnov-Kolmogorov.

Anda mungkin juga menyukai