Anda di halaman 1dari 51

RELEVANSI KOMPETENSI LULUSAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DENGAN

KEBUTUHAN DUNIA USAHA DAN INDUSTRI


(STUDI KASUS DI SMK NEGERI PENERBANGAN MAKASSAR)

Di Susun Oleh:

SYAMSAM ARDU S.

15B20046

PTK C

PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2016
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
B. Kajian Pratis
BAB III
LAPORAN KEGIATAN
A. Pengembangan Kurikulum yang ada di SMK Penerbagan Makassar
B. Struktur Kurikulum Jurusan Airframe di SMK Penerbangan
C. Kebutuhan Kompetensi yang di butuhkan DU/DI pada SMK Penerbangan Jurusan Airframe
BAB IV
PENUTUP
A.   Kesimpulan
B.   Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Kurikulum  merupakan suatu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem
pendidikan, karena itu kurikulum merupakan  alat untuk mencapai system pendidikan, karena
itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Adapun Penjabaran UU No. 20 Tahun 2003 pada proses KBM di SMK dengan
penyelarasan dengan DU/DI ; a). SMK melaksanakan proses KBM berorientasi kepada
kebutuhanDU/DI b). Kebutuhan DU/DI direpresentasikan ke dalam Standar Kompetensi
Kerja(SKKNI) c).Unit kompetensi yang memiliki kesesuaian dengan kebutuhan SMK
diidentifikasi dan dipilih dari (SKKNI) d). Unit kompetensi yang terpilih dikonversi
memberikan konstribusi pada perumusan Standar Kompetensi Lulusan(SKL) SMK e).
Standar Kompetensim Lusususan (SKL) SMK dijabarkan lebih lanjut ke dalam Standar Isi f).
Standar Isi akan dijadikan acuan bagi SMK untuk merumuskan kurikulum SMK tahun2013
Proses KBM dilaksanakan mengacu kepada kurikulum SMK tahun2013 g). UjianNasional
(UN) dan Sertifikasi Kompetensi.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diberi amanah oleh undang-undang untuk
menyiapkan sumber daya manusia yang siap memasuki dunia kerja dan menjadi tenaga kerja
yang produktif. Lulusan SMK idealnya merupakan tenaga kerja yang siap pakai, dalam arti
langsung bisa bekerja di dunia usaha dan industri. Permasalahan SMK saat ini pada umumnya
terkait dengan keterbatasan peralatan, masih rendahnya biaya praktik, dan lingkungan belajar
yang tidak serupa dengan dunia kerja. Kondisi ini bisa menyebabkan ketidaksiapan lulusan
dalam memasuki dunia kerja.
Sebenarnya pihak industri dan pihak sekolah memiliki keterbatasan masing-masing
dalam membentuk dan mendapatkan tenaga kerja siap pakai. Pihak sekolah memiliki
keterbatasan dalam pembiayaan dan penyediaan lingkungan belajar, sementara pihak industri
memiliki keterbatasan sumber daya pendidikan untuk membentuk tenaga kerja yang
dibutuhkan. Oleh karena itu untuk mendapatkan lulusan SMK yang siap pakai, maka kedua
belah pihak semestinya melakukan upaya, atau paling tidak keterlibatan industri untuk ikut
menyusun program pelatihan.
Kurikulum Pendidikan Berbasis Kompetensi jika diterapkan didalam SMK sangat
mendukung pembelajaran siswa karena dapat menciptakan serta mengembangkan softskill
dan hardskill siswa yang profesional dalam menghadapi dunia kerja. Dalam hal ini ialah
bagaimana kurikulum yang ada di SMK Penerbangan Makassar agar dapat dihubungkan
dengan kompetensi yang ada pada dunia kerja dan dunia industri agar siswa dapat
mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap
profesionalnya. Dengan demikian sebelum siswa bekerja atau mempersiapkan diri untuk
memasuki lapangan kerja di SMK dimana siswa belajar diberikan kecakapan kerja melalui
kurikulum Pendidikan Berbasis Kompetensi. Dengan adanya hubungan kerjasama antara
pihak sekolah dengan pihak perusahaan diharapkan peluang siswa akan semakin luas untuk
diterima di perusahaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengembangan Kurikulum yang ada di SMK Penerbangan Makassar ?
2. Bagaimana Struktur Kurikulum Jurusan Airframe yang ada di SMK Penerbangan
Makassar ?
3. Bagaimana Kompetensi yang dibutuhkan di dunia usaha dan industri pada SMK
Penerbangan Makassar jurusan Airframe?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengembangan Kurikulum yang ada di SMK Penerbangan Makassar.
2. Untuk mengetahui struktur kurikulum jurusan Airframe yang ada di SMK Penerbangan
Makassar?
3. Untuk mengetahui kebutuhan kompetensi yang diharapkan di dunia usaha dan industri
pada SMK Penerbangan Makassar Jurusan Airfame ?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Pengembangan Kurikulum
Istilah kurikulum sering dimaknai  plan for learning (rencana pendidikan).
Sebagai rencana pendidikan kurikulum memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, urutan isi dan proses pendidikan. Secara historis, istilah kurikulum
pertama kalinya diketahui dalam kamusWebster (Webster Dictionary) tahun 1856.
Pada mulanya istilah kurikulum digunakan dalam dunia olah raga, yakni suatu alat
yang membawa orang dari start sampai ke finish. Kemudian pada tahun 1955, istilah
kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan, dengan arti sejumlah mata pelajaran di
suatu perguruan.
Secara etimologi kata kurikulum diambil dari bahasa Yunani, Curere berarti
jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari mulai start sampai finish. Pengertian inilah
yang kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab, kurikulum
sering disebut dengan istilah al-manhaj,berarti jalan yang terang yang dilalui manusia
dalam bidang kehidupannya. Maka dari pengertian tersebut, kurikulum jika dikaitkan
dengan pendidikan, menurut Muhaimin, maka berarti jalan terang yang dilalui oleh
pendidik atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.
Sedangkan dalam terminology, terdapat perbedaan pengertian kurikulum.
Dalam pengertian lama kurikulum didefinisikan sebagai sejumlah materi pelajaran
yang harus ditempuh dan dipelajari oleh peserta didik untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan, yang telah tersusun secara sistematis dan logis. Pendefinisian ini walau
terasa kurang tepat, tetapi memang banyak betulnya, jika ditarik dari asal kata
kurikulum di atas tadi, yakni curere yang biasa diartikan dengan jarak yang harus
ditempuh oleh pelari.
Berdasarkan pengertian ini, sebetulnya ingin mengatakan bahwa kurikulum
lebih menekankan pada isi pelajaran dari sejumlah mata pelajaran yang berada di
sekolah atau madrasah yang harus ditempuh para murid, siswa atau peserta didik
untuk mencapai suatu ijazah, juga keseluruhan mata pelajaran yang disajikan oleh
suatu lembaga pendidikan. Pengertian ini terasa masih sangat semprit, karena
kurikulum tidak lain hanya sejumlah materi saja.
Dalam pengertian lain, kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai
pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya
bersifat idea, suatu cita-cita tentang manusia atau warga Negara yang akan dibentuk.
Kurikulum ini lazim mengandung harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-
muluk.
Sementara itu, Ramayulis mendefinisikan bahwa kurikulum merupakan 
salah satu komponen yang sangat penting menentukan dalam suatu system
pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan
dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan
tingkat pendidikan. Sedangkan menurut M. Arifin mendefinisikan kurikulum adalah
seluruh bahan pelajaran yang harus dissajikan dalam proses kependidikan dalam satu
system institutional pendidikan. Tampaknya dua pengertian tersebut masih terlalu
sederhana dan lebih menitikberatkan pada materi pelajaran semata. Sementara itu,
Zakiah Darajat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan
dalam pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan
pendidikan tertentu.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa kurikulum
merupakan sejumlah mata pelajaran atau kegiatan yang mencakup program
pendidikan agar mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Definisi tersebut
kemudian berkembang sesuai dengan tuntutan dan dinamika zaman. Dalam
pengertian yang terbaru dan lebih luas, bahwa kurikulum adalah, serangkaian
pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik dalam proses pembelajaran. Salah
satu pendukung dari pandangan ini adalah Romine sebagaimana dikutip oleh
Hamalik, bahwa Curriculum is interpreted to man all of the organized courses,
activities and experiences which pupils have under direction of the school whether in
the class room or not.
Dalam pengertian tersebut terlihat jelas, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum
tidak terbatas dalam ruang kelas saja (in the class room), melainkan juga mencakup
kegiatan di luar kelas. Maka dengan demikian tidak ada pemisahan tegas
antara intra dan ekstra kurikulum. Pendek kata, semua kegiatan yang member
pengalaman dalam proses pendidikan atau belajar bagi peserta didik, pada hakikatnya
adalah kurikulum. Oleh karenanya, dalam pengertian yang sangat luas ini kurikulum
sering dimaknai dengan sejumlah pengalaman belajar yang didapat oleh peserta didik
baik di dalam maupun di luar kelas. Dalam pengertian lain dikatakan, kurikulum
adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan lembaga pendidikan yang diinginkan. Endang Mulyasa
mendefinisikan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan peraturan mengenai
tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dari beberapa definisi di atas, terdapat berbagai penafsiran dan pemahaman
tentang kurikulum, sehingga kita peroleh penggolongan kurikulum sebagaimana
dikatakan Majid, sebagai berikut:
(a) Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya pengembangan
kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam bentuk
buku atau pedoman kurikulum, misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang
harus diajarkan. Inilah yang disebut dengan dokumen kurikulum.
(b) Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan
oleh sekolah atau madrasah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa
mengajarkan berbagai mata pelajaran, tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan
yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa. Misalnya
perkumpulan sekolah, pertandingan, pramuka, warung sekolah dan lain-lain.
(c) Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan agar dapat
dipelajari oleh siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang
diharapkan  akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar
dipelajari.
(d) Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan
dengan perencanaan kurikulum. Sedangkan pandangan yang keempat ini
mengenai ini mengenai apa yang secara actual menjadi kenyataan pada setiap
siswa. Ada kemungkinan, bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda
dengan apa yang diharapkan menurut rencana.
Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum, tidak perlu merisaukan, karena
justru dapat memberi dorongan untuk mengadakan inovasi (innovation) untuk
mencari bentuk-bentuk dan model-model kurikulum baru yang sesuai dengan
tuntutan dan perkembangan zaman. Pandangan yang berbeda-beda itu
member khazanah tersendiri dalam dunia pendidikan, dan menjadi lading untuk
bertukar pikiran.
Adapun pengertian pengembangan menunjukkan kepada suatu kegiatan yang
menghasilkan suatu cara yang “baru”, di mana selama kegiatan tersebut, penilaian
dan penyempurnaan terhadap cara tersebut terus dilakukan. Pengertian
pengembangan ini berlaku juga bagi kurikulum pendidikan. Karena pengembangan
kurikulum juga terkait penyusunan kurikulum itu sendiri dan pelaksanaannya pada
satuan pendidikan disertai dengan evaluasi dengan intensif. Murrary Print
mengatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah “curriculum development is
defined as the process of planning, constructing, implementing and evaluating
learning opportunities intended to produce desired changes in leaner’s”. Maksudnya
bahwa pengembangan kurikulum adalah, sebagai proses perencanaan, membangun,
menerapkan, dan mengevaluasi peluang pembelajarn diharapkan menghasilkan
perubahan dalam belajar.
Berdasarkan teori tersebut, terkait dengan pengembangan kurikulum
merupakan suatu cara untuk membuat perencanaan, pelaksanaan kurikulum
pendidikan pada satuan pendidikan, agar menghasilkan sebuah kurikulum ideal-
operasional yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan satuan pendidikan dan
daerah masing-masing.
2. Komponen-Komponen Pengembangan Kurikulum
Sebagai sebuah system, kurikulum terdiri atas komponen-komponen yang
saling terkait, terintegrasi dan tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya, bagaikan
dua sisi mata uang logam. Komponen-komponen tersebut adalah, tujuan, program
atau materi, proses dan evaluasi.
(a) Tujuan Kurikulum
Secara sederhana tujuan menurut Zakiah Darajat sering dimaknai sebagai
sesuatu yang diharapkan tercapai setelah melakukan serangkaian proses kegiatan.
Dalam setiap kegiatan – termasuk dalam kegiatan pendidikan – sepatutnya
mempunyai tujuan, karena tujuan akan menentukan arah dan target apa yang hendak
dicapai itu dapat diupayakan dengan maksimal untuk mencapainya. Tujuan suatu
kegiatan dapat muncul baik dari dalam diri sendiri, maupun karena terdapat dorongan
orang lain. Akan tetapi, setiap tujuan yang ingin dicapai dari manapun sumbernya
dapat mengarahkan kegiatan yang dilakukan. 
Tujuan kurikulum memegang peranan yang sangat penting dalam proses
pendidikan, karena tujuan akan mengarahkan semua kegiatan pendidikan dan
komponen-komponen kurikulum lainnya. Oleh karena itu, merumuskan kurikulum
harus mempertimbangkan beberapa hal:
a. Didasari oleh perkembangan tuntutan, kebutuhan dana kondisi masyarakat.
b. Didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai
filosofis, terutama falsafah Negara atau yang mendasari suatu pendidikan
tersebut.
Tujuan kurikulum pada hakikatnya, adalah tujuan dari setiap program yang
akan diberikan kepada siswa atau oeserta didik. Mengingat kurikulum adalah alat
untuk mencapai tujuan pendidikan, maka tujuan pendidikan kurikulum harus
dijabarkan dan disesuaikan dengan tujuan pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan
Nasional yaitu sebagaimana dikehendaki oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah, “Mengingat kualitas manusia Indonesia, yakni manusia
yang beriman dan bertakwaa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab.” Oleh karena itu, tujuan kurikulum pada setiap satuan pendidikan,
harus mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan nasional tersebut.
Tujuan kurikulum terbagi ke dalam tiga tahap, tujuan nasional, tujuan
institutional dan tujuan kurikuler. Tujuan nasional adalah tujuan yang ingin dicapai
secara nasional adalah tujuan yang ingin dicapai secara nasional berdasarkan falsafah
Negara, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang sisdiknas. Tujuan
institusional adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu institusi pendidikan sebagai
penyelenggara pendidikan. Sedangkan tujuan kurikuler adalah tujuan yang hendak
dicapai  oleh suatu program studi, bidang studi atau mata pelajaran, yang disusun
mengacu atau berdasarkan tujuan institusional dan tujuan  pendidikan nasional.
Mata pelajaran yang di susun atau disajikan pada setiap satuan pendidikan
dasar dan menengah (SD/MI/MTS/SMP/SMA/MA) dikelompokkan ke dalam
beberapa mata pelajaran utama, yakni pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan
social, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, dan muatan local.
Dari setiap mata pelajaran sebagaimana disebutkan di atas, tentunya memiliki
karakteristik dan tujuan tersendiri dan berbeda dengan tujuan yang hendak dicapai
oleh mata ajaran yang lainnya. Tujuan mata ajaran merupakan penjabaran dari tujuan
kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sebagai contoh,
tujuan mata ajaran agama Islam di sekolah atau madrasah sebagaimana dikatakan
oleh Abdul Majid dan Dian Andayani adalah, untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian  dan pemupukan  pengetahuan,
penghayatan dan pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam,
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan dan
ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang
yang lebih tinggi.
Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan kurikulum pendidikan
merupakan suatu acuan dan arahan yang harus dirumuskan secara jelas dan terencana.
Hal ini karena tujuan kurikulum merupakan bagian komponen kurikulum pendidkan
yang dapat mempengaruhi terhadap komponen kurikulum lainnya. Karena semua
komponen dalam perumusannya akan mengacu pada tujuan kurikulum, baik tujuan
nasional, institusional maupun tujuan kurikuler, yakni tujuan untuk masing-masing
satuan mata pelajaran yang disajikan pada masing-masing satuan pendidikan, baik
sekolah maupun madrasah.
(b) Materi
Materi atau program dalam kurikulum pada hakikatnya adalah isi kurikulum
atau konten kurikulum itu sendiri. Pemilihan dan penentuan materi disesuaikan
dengan tujuan yang telah di rumuskan dan ditetapkan. Dalam Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sikdisnas telah ditetapkan, bahwa isi kurikulum merupakan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan disusun
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Materi kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri atas bahan kajian atau
topic-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh peserta didik dalam proses
pembelajaran.
b. Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan
pendidikan. Perbedaan ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan
oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
c. Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Ini berarti tujuan
pendidikan nasional merupakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui
penyampaian materi.
Oleh karena itu, materi kurikulum sebagaimana dikatakan oleh Nana Syaodih
Sukmadinata harus mengandung beberapa aspek tertentu sesuai dengan tujuan
kurikulum, yang meliputi:
a. Teori, ialah seperangkat konstruk atau konsep, definisi dan proporsi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
menspesifikasi hubungan-hubungan antara variable-variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan geajala tersebut.
b. Konsep, adalah suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhususan-
kekhususan. Konsep adalah definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
c. Generalisasi, adalah kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
d. Prinsip, adalah ide utama, pla skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
e. Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi
pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa.
f. Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dan materi yang dianggap penting
terdiri dari terminology, orang dan tempat dan kejadian.
g. Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenankan dalam materi.
h. Contoh atau ilistrasi, ialah suatu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan
untuk memperjelas suatu uraian atau pengertian tentang suatu kata dalam garis
besarnya.
i. Definisi, adalah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal atau
suatu kata dalam garis besarnya.
j. Proporsi, adalah suatu pernyataan atau theorem, atau pendapat yang tak perlu
diberi argumentasi. Proporsi hamper sama dengan asumsi dan paradigma.
Selanjutnya, isi kurikulum juga harus berkenaan dengan pengetahuan ilmiah
dan pengalaman belajar yang harus diberikan kepada siswa untuk mencapau tujuan
pendidikan. Mata pelajaran sebagai isi kurikulum, secara garis besar dibagi dalam
tiga kategori besar yaitu pengetahuan benar-salah (logika), pengetahuan baik buruk
(etika), dan pengetahuan indah- jelek (estetika/seni). Ketiga hal tersebut, menurut
Nana Sudjana dapat dioperasionalkan dalam mata pelajaran di antaranya.
a. Mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus. Hal ini berkenaan dengan
pengetahuan yang menjadi milik umum atau diperlukan oleh kebanyakan orang,
seperti: ilmu social, budaya, pemerintahan dan bahasa. Sedangkan mata pelajaran
khusus ialah berkenaan dengan pengetahuan yang diperlukan untuk keperluan
hidup manusia  secara khusus, seperti untuk memiliki kerja.
b. Mata pelajaran deskriptif, yang berisikan fakta dan prinsip. Fakta berkenaan
dengan hal-hal langsung dapat diamati. Misalnya striktur tumbuhan,binatang
klasifikasi dan fungsinya.
c. Mata pelajaran normative, yang aturan permainan, norma dan aturan yang
digunakan untuk mengadakan pilihan  moral atau etika (baik-buruk), atau
mencerminkan ukuran nilai, seperti mata pelajaran agama, etika, budi pekerti.
Ditinjau dari fungsi mata pelajaran dari dalam struktur kurikulum dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a.     Pendidikan umum, yakni mata-mata pelajaran yang diberikan kepada siswa
dengan tujuan membina para siswa menjadi warga Negara yang baik dan
bertanggung jawab sesuai dengan falsafah bangsanya. Mata pelajaran atau bidang
studi yang termasuk di dalamnya antara lain agama pelajaran, olah raga dan
kesehatan, kesenian.
b.  Pendidikan akademik, yakni mata-mata pelaja ran yang bertujuan membina
kemampuan intelektual para siswa atau peserta didik sebagai dasar bagi
pengembangan pendidikan selanjutnya. Misalnya, mata pelajaran matematika,
IPA, IPS, bahasa dan yang lainnya, sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan
yang ditempuhnya.
c.  Pendidikan keahlian atau profesi, yakni mata-mata pelajaran yang bertujuan
membina para siswa menjadi tenaga-tenaga semi professional dibidangnya
sebagai dasar memasuki dunia pekerjaan. Misalnya, mata pelajaran kependidikan
bagi siswa sekolah pendidikan guru, dan Ekonomi bagi  SMEA dan lain-lain.
d.     Pendidikan keterampilan, yakni mata-mata pelajaran yang diberikan kepada
siswa dengan tujuan memberikan beberapa keterampilan khusus yang dipandang
berguna bagi kehidupan siswa dikemudian hari.
Adapun criteria yang digunakan dalam memilih materi atau isi kurikulum
antara lain:
 Pertama, mata pelajaran dalam rangka pengetahuan keilmuan. Artinya mata
pelajaran yang dipilih sebagai isi kurikulum harus jelas kedua-duanya dalam
konteks pengetahuan ilmiah sehingga jelas apa yang harus dipelajari (ontologi),
jelas bagaimana mempelajari metodenya (epistemologi) dan jelas manfaatnya
bagi anak didik manusia. (aksiologi).
 Kedua, mata pelajaran harus tahan diuji. Artinya, mata pelajaran tersebut
diperkirakan bias bertahan sebagai pengetahuan ilmiah dalam kurun waktu
tertentu sehingga kelangsungannya relative lama tidak lekas berubah dan diganti
oleh pengetahuan lain.
 Ketiga, mata pelajaran harus memiliki kegunaan (fungsional) bagi peserta didik
dan masyarakat pada umumnya. Maksudnya, mata pelajaran yang dipilih
bermanfaat dan memiliki kontribusi tinggi terhadap perkembangan peserta didik
dan perkembangan masyarakat.
Menurut Sudjana, isi kurikulum harus dapat menentukan berhasil tidaknya
suatu tujuan. Adapun isi kurikulum itu adalah sebagai berikut:
a. Isi kurikulum harus sesuai tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa atau
peserta didik. Artinya, sejalan dengan tahap perkembangan anak.
b. Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan social, artinya sesuai dengan
tuntutan hidup nyata dalam masyarakat.
c. Isi kurikulum dapat mencapai tujuan yang komprehensif, artinya mengandung
aspek intelektual, moral, dan social secara seimbang (balance).
d. Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji, artinya
tidak cepat lapuk hanya karena perubahan tuntutan hidup sehari-hari.
e. Isi kurikulum harus mengandung bahan pelajaran yang jelas, teori, prinsip,
konsep yang terdapat di dalamnya bukan hanya sekedar onformasi factual.
f. Isi kurikulum harus dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Isi
kurikulum disusun dalam bentuk program pendidikan yang nantunya dijabarkan
dan dilaksanakan melalui proses pengajaran/pengalaman belajar anak didik.
(c) Metode
Istilah metode secara sederhana sering diartikan cara
yang cepat dan tepat. Secara etimologis, kata metode berasal dari
kata meta dan hodos yang sering diartikan dengan melalui dan jalan dalam
mengerjakan sesuatu. Dalam bahasa kamus bahasa Arab metode dikenal dengan 
istilah thoriqahjamaknya thuruq yang berarti langkah-langkah strategi untuk
melakukan suatu pekerjaan.[24] Akan tetapi jika dipahami dari asal kata method ini
mempunyai pengertian yang lebih khusus, yakni cara yang tepat dan cepat dalam
mengerjakan sesuatu. Ungkapan cara yang paling tepat dan cepat ini membedakan
dengan istilah way yang berate cara juga.
Karena secara etimologis metode sering diartikan sebagai cara yang
paling tepat dan cepat, maka ukuran kerja dalam satu metode harus diperhitungkan
benar-benar secara ilmiah. Oleh karena itu menurut Ahmad Tafsir suatu metode
senantiasa hasil eksperimen yang telah teruji. Berdasarkan uraian ini, maka metode
pendidikan adalah cara yang paling tepat dan cepat  dalam mengajarkan pendidikan.
Dalam pemakaiannya, kata tepat dan cepat sering diungkapkan dengan istilah efektif
dan efisien. Maka metode dipahami sebagai cara paling efektif dan efisien dalam
mengerjakan sesuatu materi pengajaran. Pengajaran yang efektif artinya pengajaran
dapat dipahami peserta didik secara sempurna. Sedangkan pengajaran yang efisien
ialah pengajaran yang tidak memerlukan waktu dan tenaga yang banyak.
Adapun pengertian metode secara terminology para ahli berbeda pendapat.
Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Ramayulis mengartikan metode sebagai
suatu cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut
Oemar Hamalik metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan  materi
pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Pendapat lain dikatakan oleh Al-
Abrasyi mengatakan metode ialah suatu jalan yang diikuti untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik dalam segala macam mata pelajaran.
Hasan Langgulung berbendapat bahwa penggunaan metode didasarkan atas
tiga aspek  pokok yaitu, pertama, sifat-sifat dan kepentingan yang berkenaan dengan
tujuan utama pendidikan Islam, yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku
yang mengaku sebagai hamba Allah (‘Abdullah). Kedua, berkenaan dengan metode-
metode yang betul-betul berlaku yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Dan ketiga,
membicarakan tentang pergerakan (motivation) dan disiplin dalam istilah Al-Qur’an
disebut ganjaran (shawab) dan hukuman (iqab). Suatu metode mengandung
pengertian terlaksananya kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses
pembelajaran. Metode dilaksanakan melalui prosedur tertentu. Dewasa ini, keaktifan
siswa belajar mendapat tekanan utama dibandingkan dengan keaktifan siswa yang
bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswa. Karena itu, istilah metode
lebih menekankan pada kegiatan guru, selanjutnya diganti dengan istilah strategi
pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa. Metode atau strategi
pembelajaran, menempati fungsi yang penting dalam kurikulum, karena memuat
tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh siswa dan guru. Karena itu, penyusunannya
hendaknya berdasarkan analisis tugas yang mengacu pada tujuan kurikulum dan
berdasarkan perilakuawal siswa. Dalam hubungan ini, ada tiga alternative pendekatan
yang dapat digunakan, yakni:
a. Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran, di mana materi pembelajaran
terutama, bersumber dari mata ajaran. Penyampaiannya dilakukan melalui
komunikasi antara guru dan siswa. Guru sebagai penyampai pesan atau
komunikator, siswa sebagai penerima pesan, bahan pelajaran adalah pesan itu
sendiri. Dalam rangkaian komunikasi tersebut dapat digunakan berbagai metode
mengajar.
b. Pendekatan yang berpusat pada siswa. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan, minat dan kemampuan siswa. Dalam pendekatan ini lebih banyak
digunakan metode dalam rangka individualisasi pembelajaran. Seperti belajar
mandiri, belajar moduler, paket belajar dan sebagainya.
c. Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Pendekatan ini
bertujuan mengintegritaskan sekolah dan masyarakat dan untuk memperbaiki
kehidupan masyarakat. Prosedur yang ditempuh ialah dengan mengundang
masyarakat ke sekolah atau siswa berkunjung ke masyarakat. Metode yang
digunakan terdiri dari karyawisata, narasumber, kerja pengalaman, survey,
proyek pengabdian/pelayanan masyarakat.
Metode yang diterapkan di Barat, hamper sepenuhnya tergantung kepada
kepentingan peserta didik, para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator,
fasilitator, ataupun hanya sebagaiinstruktur. System yang cenderung dan
mengarahkan kepada anak didik sebagai pusat (child centre) ini sangat menghargai
adanya perbedaan individu para peserta didik (individual differences). Hal ini
menyebabkan para guru hanya bersikap merangsang dan mangarah para siswa
mereka untuk belajar dan mereka diberi kebebasan, sedangkan pembentukan karakter
hamper kurang menjadi perhatian guru.
Upaya guru untuk memilih metode yang tepat dalam mendidik peserta
didiknya adalah disesuaikan pula dengan tuntutan agama. Jadi, dalam berhadapan
dengan peserta didiknya ia harus mengusahakan agar pelajaran yang diberikan
kepada mereka itu supaya mudah diterima, tidaklah cukup dengan bersikap lemh
lembut saja. Akan tetapi ia harus memikirkan metode-metode yang akan
digunakannya, seperti memilih waktu yang tepat, materi yang cocok, pendekatan
yang baik, efektivitas penggunaan metode dan sebagainya.
Berangkat dari hal tersebut di atas,  seorang guru dituntut agar mempelajari
berbagai metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu mata pelajaran tertentu,
seperti bercerita, mendemonstrasikan, memecahkan masalah (problem solving),
mendiskusikan yang digunakan oleh ahli pendidikan Islam dari zaman dahulu sampai
sekarang mempelajari prinsip-prinsip metodologi dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan
sunnah Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk memiliki kecermatan,
kecerdikan, dan hati-hati dalam memilih metode karena hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap kefektifan dalam menyampaikan bahan ajar. Dan secara prinsip
dalam penggunaan metode tersebut bias dilakukan secara komnbinasi.

(d) Evaluasi
Kata evaluasi berasal dari kata to evaluate yang sering diartikan dengan
menilai. Istilah nilai(value) pada mulanya dipopulerkan oleh filosof, dan Plato-lah
yang mula-mula mengemukakannya. Penilaian dalam pendidikan berarti seperangkat
tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan dunia
pendidikan. Menurut Ilmu jiwa evaluasi berarti menetapkan fenomena yang dianggap
berarti di dalam hal yang sama berdasarkan suatu standar.
Seuharsimi Arikunto mengajukan tiga istilah dalam pembahasan ini,
yaitu pengukuran, penilaian dan evaluasi. Pengukuran (measurement) adalah
membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantatif.
Penilaian ini adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik
dan buruk. Penilaian ini bersifat kualitatif. Sedangkan adalah mencakup pengukuran
dan penilaian.
Evaluasi merupakan suatu bagian komponen kurikulum. Dengan evaluasi
dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan
keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang
kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang dilakukan.
Evaluasi kurikulum dimaksudkan menilai sesuatu kurikulum sebagai program
pendidikan untuk menentukan efisiensi,efektivitas, relevansi dan produktivitas
program dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Efisiensi
berkenaan dengan penggunaan waktu, tenaga, sarana dan sumber-seumber lainnya
secara optimal. Efektivitas berkenaan dengan pemilihan atau penggunaan cara atau
jalan utama yang paling tepat dalam mencapai tujuan. Relevansi berkenaan dengan
kesesuaian suatu program dan pelaksanaannya dengan tuntutan dan kebutuhan, baik
dari kepentingan masyarakat maupun peserta didiknya. Sedangkan produktivitas
berkenaan dengan optimalnya hasil yang dicapai dari suatu program. Menurut  Nana
Sudjana, dalam kurikulum itu ada beberapa aspek yang perlu di evaluasi, yaitu
program pendidikan, meliputi penilaian terhadap tujuan, isi program dan strategi
pembelajaran.
Untuk melakukan evaluasi tersebut perlu disandarkan pada prinsip tujuan
yang jelas, realism, ekologi, operasional, kualifikasi, keseimbangan antara kurikulum
nyata dan ideal, dan hubungan keseimbangan. Dalam rangka menerapkan prinsip
keadilan, keobjektifan, dan keikhlasan evaluasi pendidikan bertujuan untuk
mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan
yang diperoleh peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan dalam kurikulum.
a. Mengetahui prestasi hasil belajar peserta didik guna menetapkan keputusan
apakah bahan pembelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan. Dengan
demikian, maka prinsip long life education benar-benar berjalan secara
berkesinambungan.
b. Mengetahui efektivitas cara belajar dan mengajar apakah yang telah dilakukan
guru benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap guru
maupun sikap peserta didik.
c. Mengetahui kelembagaan guna menetapkan apakah yang tepat mewujudkan
persaingan sehat, dalam rangka berpacu dalam prestasi.
d. Mengetahui sejumlah mana kurikulum tersebut telah dipenuhi dalam proses
kegiatan pembelajaran di sekolah atau madrasah.
e. Mengetahui pembiayaan yang dibutuhkan dalam berbagai kebutuhan baik secara
fisik seperti fasilitas ruang, perpustakaan, honorarium guru, dan lain-lain,
maupun kebutuhan secara psikis, seperti ketenangan, kedamaian, kesehatan,
keharmonisan dan lain sebagainya.
Dengan beberapa tujuan tersebut, evaluasi kurikulum akan berfungsi sebagai
umpan balik (feed back) terhadap kegiatan pendidikan. Umpan balik ini berguna
untuk:
a. Perbaikan, yaitu perbaikan terhadap semua komponen-komponen pendidikan,
termasuk perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan-kebiasaan peserta didik.
b. Penyucian, yaitu penyucian terhadap semua komponen-komponen pendidikan.
Artinya melihat kembali8 program-program pendidikan yang dilakukan, apakah
program itu penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik. Apabila terdapat
program yang dianggap tidak penting atau menyimpang dari program semula
maka program tersebut harus dihilangkan dan dicarikan solusi yang cocok
dengan program semula.
c. Pembaharuan, yaitu memodernisasikan semua kegiatan pendidikan. Kegiatan
yang tidak relevan, baik untuk kepentingan internal maupun eksternal, maka
kegiatan itu harus diubah dan dicarikan penggantinya yang lebih baik. Dengan
kegiatan ini maka pendidikan dapat dimobilisasi dan dinamisasi untuk lebih
maju.
d. Masukan, yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa
buku rapor, ijazah, piagam dan lain sebagainya.
3. Fungsi dan Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
Sebagaimana dikatakan di muka, bahwa kurikulum memegang peranan
penting dalam pendidikan. Karena kurikulum akan membawa dan membentuk
pendidikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Atau dengan kata lain, jika kita ingin
melihat bagaimana masa depan pendidikan, maka lihatlah kurikulumnya.
Secara ringkas, Majid mengemukakan tiga fungsi kurikulum, dengan
berfokus pada tiga aspek:pertama, bagi sekolah yang bersangkutan, kurikulum
berfungsi sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan pendidikan yang
diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pembelajaran sehari-
hari. Kedua, bagi tataran sekolah, yaitu sebagai pemelihara proses pendidikan dan
penyiapan tenaga kerja. Ketiga, bagi konsumen, kurikulum berfungsi sebagai
keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang
membangun dalam penyempurnaan program serasi.
Selain itu, fungsi lain dari kurikulum adalah tidak hanya terkait dengan
mereka yang berada di dalam lingkungan sekolah saja, tetapi fungsi-fungsi kurikulum
juga terkait dengan berbagai pihak di luar lingkungan sekolah, seperti para penulis
buku ajar dan bahkan para masyarakat (stakeholder). Bahkan  sekarang ini,
penyusunan kurikulum justru melibatkan berbagai lapisan (stakeholder) yang
memang secara langsung atau tidak langsung akan turut mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh keberlakuan sebuah kurikulum.
Menurut Dakir bagi para penyusun (penulis) buku ajar, memahami kurikulum
merupakan keharusan yang bersifat mutlak, karena untuk dapat menulis buku apa
yang sesuai dengan kehendak kurikulum, maka cara satu-satunya adalah membaca
dan memahami kurikulum sendiri. Sebagai penulis buku ajar semestinya mempelajari
terlebih dahulu kurikulum yang berlaku saat ini. Untuk membuat berbagai pokok
bahasan maupun sub pokok bahasan, hendaknya penulis buku ajar membuat analisis
instruksional terlebih dahulu. Kemudian menyusun garis-garis besar untuk mata
pelajaran tertentu, baru berbagai sumber bahan yang relevan.
Dengan menggunakan kurikulum yang berlaku sebagai pedoman, buku ajar
yang ditulis dapat mencapai sasaran dan tujuan pembelajarn sebagaimana yang telah
tertuang di dalam kurikulum. Buku ajar yang disusun dengan baik dan sesuai dengan
kurikulum yang berlaku, akan menjadi pedoman bagi guru terhadap buku ajar yang
digunakannya, sehingga tidak menimbulkan keracunan tehadap bahan yang diajarkan.
Bagi guru mata pelajaran, kurikulum dapat menjadi pedoman. Kurikulum
bagi seorang guru ibaratkan kompas, yakni kurikulum adalah pedoman bagi guru
dalam usaha kegiatan belajar mengajar. Seperti diketahui bahwa setiap proses
pembelajaran memiliki target capaian berupa tujuan. Dengan kata lain, tujuan
pendidikan dan pengajaran telah harus diketahui oleh guru sebelum mengajar. Oleh
karena itu, sebelum melakukan proses pembelajaran, guru harus sudah
mempersiapkan segala sesuai yang dibutuhkan, termasuk strategi yang tepat dari mata
pelajaran yang akan disajikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Abdurrahman mengemukakan, untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran
yang telah ditetapkan, diperlukan adanya strategi pembelajaran yang tepat. Maka
dengan demikian, harus dilakukan telaah, perkiraan dan perencanaan yang baik. Bagi
guru baru sebagaimana dikatakan oleh Dakir bahwa sebelum mengajar pertama-tama
yang perlu ditanyakan adalah kurikulumnya. Setelah itu barulah garis-garis besar
program pengajaran (GBPP) dan selanjutnya guru mencari berbagai sumber yang
terkait dengan mata pelajaran yang diajarkannya.
4. Prinsip Pengembangan kurikulum Pendidikan
Para pengembang kurikulum pendidikan di sekolah, hendaknya
memperlihatkan beberapa prinsip utama dalam pengembangan kurikulum. Menurut
Oemar Hamalik paling tidak terdapat delapan prinsip pengembanagn kurikulum,
yakni:
a) Prinsip Berorientasi Pada Tujuan
Pengembangan kurikulum pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan yang
bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional. Tujuan kurikulum merupakan
penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan
tertentu. Tujuan kurikulum mengandung aspek-aspek pengetahuan (knowledge).
Keterampilan (skill), sikap (sttitude) dan nilai (value), yang selanjutnya
menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek
tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan
pendidikan nasional.
b) Prinsip Relevansi (kesesuaian)
Pengembangan kurikulum pendidikan yang meliputi tujuan, isi dan sitem
penyampaiannya harus relevan dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat,
kebutuhan satuan pendidikan, tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik,
perkembangan intelektualnya, kebutuhan jasmani dan rohani, serta sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Prinsip Efisiensi dan Efektivitas
Perkembangan kurikulum pendidikan harus mempertimbangkan efisiensi
dalam pendayagunaan dana, waktu, tenaga dan sumber-sumber yang tersedia
pada satuan pendidikan agar mencapai hasil yang optimal. Dana yang terbatas
terus digunakan sedemikian rupa dalam rangka mendukung pelaksanaan
pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi peserta didik juga terbatas harus
dimanfaatkan secara efektif sesuai dengan mata pelajaran dan bahan pelajaran
yang diperlukan.
Selain itu, tenaga kependidikan juga sangat terbatas baik dalam jumlah
maupun dalam mutunya, hendaknya didayagunakan secara efisien untuk
mendukung dan melaksanakan proses pembelajaran. Demikian juga keterbatasan
fasilitas ruangan, peralatan dan sumber keterbacaan, harus digunakan secara tepat
guna oleh peserta didik dalam rangka pembelajaran yang kesemuannya demi
meningkatkan efektivitas dan efisiensi atau keberhasila peserta didik dalam
belajar.
d) Prinsip Fleksibilitas
Pengembangan kurikulum pendidikan yang fleksibel akan memberikan
kemudahan dalam menggunakan, diubah, dilengkapi, atau dikurangi berdasarkan
tuntutan keadaan dan kemampuan satuan pendidikan. Kurikulum pendidikan
hendaknya menjaga fleksibilitas dalam pelaksanaannya, sehingga tidak
menyebabkan kekakuan yang pada akhirnya tidak memiliki makna.
e) Prinsip Berkesinambungan
Pengembangan kurikulum pendidikan hendaknya disusun secara
berkesinambungan. Artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi atau bahan kajian
disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas satu sama lain saling keterkaitan
memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang
pendidikan, struktur dan satuan pendidikan.
f) Prinsip Keseimbangan
Pengembangan kurikulum pendidikan juga selain  memperhatikan
kesinambungan juga harus memperhatikan keseimbangan (balance) secara
proporsional dan fungsional antar bagian program, sub program,, antara semua
mata pelajaran, dan antara aspek-aspek perilaku yang ingin dikembangkan.
Dengan adanya keseimbangan tersebut pada gilirannya diharapkan terjadi
perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, satu sama lainnya saling memberikan
sumbangannya terhadap perkembangan pribadi peserta didik.
g) Prinsip Keterpaduan
Pengembangan kurikulum pendidikan karakter juga harus  disusun dan
dirancang serta dilaksanakan berdasarkan prinsip keterampilan. Perencanaan
terpadu bertitik tolak dari masalah atau topic dan konsistensi antara unsure-
unsurnya. Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik kalangan
praktisi maupun akademisi, sampai pada tingkat intersektoral. Dengan adanya
keterpaduan ini diharapkan akan terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh.
Di samping itu pula dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembelajarannya,
baik dalam interaksi antar peserta didik dan guru maupun antara teori dan praktik.
h) Prinsip Mengedepankan Mutu
Pengembangan kurikulum pendidikan juga harus beroeientasi pada
pendidikan dan mutu pendidikan. Pendidikan mutu berarti pelaksanaan
pembelajaran yang bermutu. Sedangkan mutu pendidikan berorientasi pada hasil
pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang bermutu sangat ditentukan oleh
derajat mutu guru (tenaga pendidik), proses pembelajaran, peralatan atau media
yang lengkap dan memadai. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan
criteria tujuan pendidikan Nasional yang diharapkan.[40]
5. Disain dan Model Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Secara sederhana desain dapat dimaknai sebagai rancangan, pola atau model.
Berdasarkan pengertian tersebut, mendesain kurikulum  berarti menyusun rancangan
atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi satuan pendidikan.
Tugas dan peran desainer kurikulum sama seperti seorang arsitektur. Sebelum ia
menentukan bahan dan cara mengonstruksi bangunan yang tepat, terlebih dahulu
seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun. Hal ini agar
bangunan kurikulum yang dibuat memiliki makna.[41]
Para ahli kurikulum telah banyak merumuskan macam-macam desain
pengembangan kurikulum. Manakala kita kaji desain pengembangan kurikulum yang
dikemukakan para ahli kurikulum itu memiliki kesamaan-kesamaan. Kusman
menyebutkan beberapa desain pengembangan kurikulum sebagai hasil  kajian dari
beberapa sumber, di antaranya:
1.)    Desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu
Pengembangan desain kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu ini
adalah berawal dari sebuah asumsi, bahwa fungsi sekolah pada dasarnya untuk
mengembangkan kamampuan berpikir peserta didik. Maka desain kurikulum
model ini dinamakan desain kurikulum subjek akademis. Menurut Longstreet
sebagaimana yang dikutip oleh Rusman desain kurikulum ini merupakan desain
kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the knowledge centered design)
yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu. Penekanannya diarahkan
untuk pengembangan intelektual peserta didik.
Model kurikulum ini dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai
dengan disiplin ilmu masing-masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa
yang harus dikuasai oleh peserta didik baik terkait data atau fakta, konsep
maupun teori yang ada dalam setiap disiplin ilmu mereka masing-masing. Materi
pembelajaran tentu saja disusun sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik. Menurut Rusman paling tidak terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum
yang berorientasi pada disiplin ilmu:
a.)    Subject centered curriculum design
Pada Subject centered curriculum design, bahan atau isi kurikulum
sidudun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah. Misalnya mata
pelajaran Sejarah, Pendidikan Kewarganegaraan, Kimia, Fisika, Matematika,
Agama, Bahasa dan lain sebagainya. Mata pelajaran-mata pelajaran itu
seolah-olah tidak berhubungan satu sama lain. Pada pengembangan
kurikulum di dalam kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru
hanya bertanggungjawab pada mata pelajaran yang diberikannya. Kalupun
mata pelajaran itu diberikan oleh guru yang sama, maka hal ini juga
dilaksanakan secara terpisah-pisah. Oleh karena organisasi bahan atau isi
kurikulum berpusat pada mata pelajaran secara terpisah-pisah, maka
kurikulum juga dinamakan separated subject curriculum.
b.)    Correlated curriculum design
Pada organisasi Correlated curriculum design ini, mata pelajaran tidak
disajikan secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang
memiliki kedekatan/kesamaan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan
sehingga menjadi satu bidang studi, seperti misalnya mata pelajaran Biologi,
Kimia dan fisika dikelompokkan menjadi satu bidang studi IPA.
c.)    Integrated curriculum design
Pada organisasi kurikulum yang menggunakan model Integrated
curriculum design, tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau
bidang studi. Maka dengan demikian belajar berangkat dari suatu pokok
masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut kemudian dinamakan unit.
Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi
juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan
masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan
peserta didik tidak hanya terjadi pada segii intelektual saja akan tetapi seluruh
aspek seperti, sikap, emosi atau keterampilan.
2.)    Desain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk desain kurikulum ini adalah, bahwa tujuan
dari sekolah adalah melayani kebutuhan masyarakat. Karena kurikulum pada
dasarnya adalah jawaban atas  berbagai kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam mendisain isi
kurikulum.
Contoh desain kurikulum seperti ini dikembangkan oleh Smith Staley dan
Shores dalam buku mereka yang berjudul Fundamentals of Curriculum atau
dalam Curriculum Theory yang disusun oleh Beauchman. Sebagaimana yang
dilansir oleh Rusman, mereka merupakan kurikulum sebagai sebuah desain
kelompok social untuk dijadikan pengalaman belajar anak di dalam sekolah.
Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok social,
harus menjadi bahan kajian peserta didik di sekolah.[44]
Menurut Rusman paling tidak ada tiga perspektif desain kurikulum yang
berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu:
a.)    The status quo perspective
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai budaya
masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai
persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan
masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah
aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.
Di samping kegiatan-kegiatan yang harus dikuasai seperti apa yang
dilakukan oleh orang dewasa dalam perspektif ini juga menyangkut desain
kurikulum untuk memberikan keterampilan sebagai persiapan untuk bekerja
(profesi). Oleh sebab itu, sebelum merancang isi kurikulum, para perancang
perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan apa yang harus dimiliki anak
didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari hasil analisis itu
kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih efektif dan sesuai
dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.
b.)    The reformist perspective
Dalam perspektif ini, kurikulum dikembangkan untuk lebih
meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis
menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan.
Pendidikan dalam perspektif ini harus berperan untuk merubah tatanan social
masyarakat. Menurut pandangan para reformis, dalam proses pembangunan
pendidikan sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk
kepentingan elit yang berkuasa atau untuk mempertahankan struktur social
yang sudah ada. Dengan demikian masyarakat lemah akan tetap berada dalam
ketidak berdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran reformis, pendidikan harus
mampu merubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde social
baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan
merata.
c.)    The futurist perpective
Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi
social, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara
kurikulum dan kehidupan social, politik dan ekonomi masyarakat. Model
kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan social dari pada kepentingan
individual. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan
yang ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat
cepat. Dengan pemahan tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat
mengembangkan masyarakatnya sendiri.
Tujuan utama kurikulum ini dalam perspektif ini adalah mempertemukan
peserta didik dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para ahli
rekonstruksi social percaya, bahwa masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat, bukan hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi” social
saja akan tetapi oleh setiap disiplin ilmu. Berbagai macama krisi yang
dialami oleh masyarakat harus menjadi bagian dari isi kurikulum.
3.)    Desain kurikulum yang berorientasi pada peserta didik
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan
diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan
tidak boleh lepas dari kehidupan anak didik. Kurikulm yang berorientasi pada
peserta didik menekankan kepada peserta didik sebagai sumber isi
kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas
dari kehidupan peserta didik sebagai peserta didik.
Anak didik adalah manusia yang sangat unik. Mereka memiliki
karakteristik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan anak
adalah makhluk yang sedang berkembang, yang memiliki minat dan bakat
yang beragam. Kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama
perkembangan mereka.
Sementara itu, Nana Syaodih mengajukan delapan model pengembangan
kurikulum pendidikan. Kedelapan model tersebut adalah sebagai berikut:[46]
1.    The administrasi model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama
dan paling dikenal. Dinamaiadministrasi model, karena inisiatif dan
gagasan pengembangan kurikulum dating dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya maka administrator pendidikan, baik dirjen, direktorat
atau kepala kantor wilayah pendidikan, membentuk suatu komisi atau tim
pengarah pengembangan kurikulum anggotanya terdiri atas para pejabat
bawahannya atau para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli ilmu dan para
tokoh dari dunia kerja dan perusahaan
Tugas tim ini adalah, merumuskan konsep-konsep, landasan-
landasan, kebijakan-kebijakan dan strategi utama dalam pengembangan
kurikulum. Dalam pelaksanaannya, tim tersebut juga dapat membentuk
tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para nggota komisi bias
berasal dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dan
perguruan tinggi, guru-guru bidang studi dan senior.
Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum
yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-
konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah.
Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional
dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuen
bahan pelajaran, memilih dan menyusun strategi dan evaluasi
pembelajaran, serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum bagi
guru-guru.
Setelah tim itu selesai, kemudian hasilnya dievaluasi oleh tim
pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang
kompeten. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, dan dinilai
telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya
kurikulum tersebut derta memerintahkan sekolah-sekolah untuk
melaksanakan kurikulum tersebut.
Dari paparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa model
pengembangan kurikulum administrative ini, memiliki kesamaan dengan
pengembangan kurikulum yang menganut system pendidikan sentralistik.
Karena pengembangan kurikulum cenderung para pejabat pendidika di
tingkat atas, sementara sekolah hanya melaksanaknannya, dengan
berpedoman pada julak dan junis yang telah ditetapkan.
2.   The grass root model
grass root model (model akar rumput) model adalah kebalikan dari
model pengembangan kurikulum pertama, administrative model. Model
kedua ini inisiatif pengembangan kurikulum bukan dating dari atas tetapi
dating dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah-sekolah. Pengembangan
kurikulum yang seperti ini lebih cocok bagi yang menganut system
pendidikan atau pengelolaan pendidikan yang
bersifat desentralisasi. [47]
Pola pengembangan kurikulum model grass root ini dengan cara
seorang guru, kelompok guru atau keseluruhan guru di sekolah
mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan ini dapat
emnyangkut satu komponen, beberapa komponen atau seluruh
komponen kurikulum. Pengembangan kurikulum model ini lebih efektif
apabila kondisi sekolah telah memungkinkan, baik dari segi sumberdaya
manusia, fasilitas yang tersedia maupun sumber dana yang ada di
sekolah yang bersangkutan
Pengembangan kurikulum model grass root inii didasarkan pada
pertimbangan bahwa gurulah yang menjadi perencana dan sekaligus
pelaksana pendidikan di sekolah, dan dia pula yang lebih tahu tentang
kondisi sekolah dan kelasnya. Oleh karenanya dialah yang lebih
kompeten menyusun kurikulum bagi peserta didik-peserta didiknya.
3.    Beaucamps system
Nama model pengembangan kurikulum ini diambil dari nama
pelaksana pengembangan kurikulum. Karena kurikulum ini
dikembangkan oleh Beauchamp yang merupakan seorang ahli
kurikulum. Beaucamp mengidentifikasi serangkaian pembuatan 
keputusan penting yang berpengaruh terhadap penerapan kurikulum.
Menurutnya paling tidak ada lima hal yang harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum pendidikan.
a.)    Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh
kurikulum tersebut, yakni ruang lingkup pengembangannya.
b.)    Memilih dan menetapkan para personil yang bertugas
mengembangkan kurikulum
c.)    Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
d.)   Implementasi kurikulum
e.)    Mengevaluasi kurikulum
4.      The demonstration model
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass root, oleh karenanya
terdapat kesamaan antara kedua model ini, yakni sama-sama inisiatif
awalnya dari bawah, yakni para guru atau sekolah-sekolah. Model ini
diprakarsai oleh sekelompok guru atau kelompok guru kerjasama dengan
ahli dengan maksud mengadakan perbaikan kurikulum.
Model demonstrasi direncanakan untuk mengantar pengembangan
kurikulum dalam sakala kecil. Misalnya hanya mencakup satu atau
beberapa sekolah saja. Suatu komponen kurikulum atau keseluruhan
komponen kurikulum. Karena sifatnya ingin merubah atau mengganti
kurikulum yang ada, maka pengembangan kurikulum sering mendapat
tantangan dari pihak-pihak tertentu yang merasa tidak setuju dengan
adanya perubahan tersebut.
Menurut Smith dan Stanley sebagaimana dikutip oleh Nana Syaodih,
paling tidak ada dua variasi model demonstrasi ini, pertama, sekelompok
guru daru satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk pelaksanaan
suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Percobaan ini
bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu
atau beberapa segi komponen kurikulu. Hasil penelitian dan
pengembangan ini diharapkan dapat digunakan dalam lingkup yang lebih
luas. Kedua,  kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa
tidak puas dengan kurikulum yang ada, mencoba hal-hal berbeda dengan
yang sudah berlaku. Hal ini bertujuan untuk menemukan kurikulum atau
aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untu kemudian digunakan
dalam wilayah atau daerah yang lebih luas.
5.      Taba’s inverted model
Model ini merupakan bentuk urutan tradisional yang paling
sederhana dari pengembangan kurikulum. Menurut cara yang bersifat
tradisional pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara dan urutan
sebagai berikut:
a)      Penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar;
b)      Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh
didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu;
c)      Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang
menyeluruh;
d)     Melaksanakan kurikulum did slam kelas.
Taba yakin bahwa proses deduktif cenderung mengurangi
kemampuan inovasi-inovasi kreatif, karena membatasi kemungkinan
untuk bereksperimen baik ide maupun konsep pengembangan kurikulum
yang mungkin timbul. Menurutnya kurikulum yang dapat mendorong
inovasi siswa dan kreativitas guru-guru adalah yang bersifat induktif,
yang merupakan inverse atau arah terbalik dari model tradisional.
Terdapat lima langkah pengembangan kurikulum model
Taba. Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di
dalam unit eksperimen ini diadakan penelitian, studi yang seksama
tentang hubungan antara teori dengan praktik. Perencanaan didasarkan
atas teori yang kuat, dan mengadakan eksperimen di dalam kelas
menghasilkan data yang untuk menguji landasan teori yang digunakan.
Ada beberapa langkah dalam kegiatan eksperimen ini.
a)      Mendiagnosis kebutuhan;
b)      Merumuskan tujuan-tujuan khusus;
c)      Memilih isi;
d)     Mengorganisasikan isi;
e)      Memilih pengalaman belajar;
f)       Mengorganisasikan pengalaman belajar;
g)      Mengevaluasi;
h)      Melihat sekuen dan keseimbangan.
Kedua, menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi
dan kelima, implementasi dan desiminasi, yaitu menerapkan kurikulum
baru pada daerah-daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas.
6.      Roger’s interpersonal relation model
Nama model ini diambil dari nama penemunya yakni Roger.
Meskipun ia bukan ahli dalam bidang pendidikan, akan tetapi, konsep-
konsepnya tentang psikoterapi, khususnya dalam membimbing individu,
dapat diaplikasikan dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum.
Karena menurut Crosby sebagaimana dikutip oleh Nana Syaodih,
perubahan kurikulum adalah perubahan individu.
Model ini dikembangkan atas kebutuhan menciptakan serta
memelihara suasana yang baik terhadap perubahan. Menurut Rogers
manusia berada dalam posisi perubahan (becoming,
developing, dan changing), sesungguhnya ia memiliki kekuatan dan
potensi untuk berkembang sendiri, akan tetapi karena ada hambatan-
hambatan tertentu ia membutuhkan oranglain untuk membantu
memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Dan tugas ini
adalah yang menjadi tugas guru atau pendidik.
Pengembangan kurikulum model Rogers ini terdiri atas empat
langkah strategis, yakni:
a)      pemilihan target dari system pendidikan. Dalam penentuan target
ini satu-satunya criteria yang menjadi pegangan adalah adanya
kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam
pengalaman kelompok yang intensif.
b)      Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama
seperti yang dilakukan oleh para pejabat pendidikan, guru juga ukut
serta dalam kegiatan kelompok.
c)      Pengembanagn pengalaman kelompok yang lebih intensif untuk
kelas atau unit pelajaran.
d)     Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
Model pengembangan kurikulum ala Rogers ini berbeda dengan
model kurikulum lainnya. Seperti tidak ada suatu perencanaan
kurikulum tertulis, yang ada hanyalah serangkaian kegiatan
kelompok. Dan ini menjadi cirri has Carl Rogers, sebagai seorang
eksistensialis humanis,ia tidak mementingkan formalis, rancangan
tertulis, data dan sebagainya. Baginya yang penting adalah aktivitas
dan interaksi. Berkat berbagai aktivitas dalam interaksi ini individu
akan berubah.
7.      The systematic action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa,
perkembangan kurikulum adalah perubahan social. Hal ini mencakup
satu proses yang melibatkan orang tua, peserta didik, guru, struktur sitem
sekolah, pla hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan
masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut, maka pengembangan
kurikulum model ini menekankan pada tiga hal, hubungan insane,
sekolah dan masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.
Menurut model ini, kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan
warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, para pengusaha,
peserta didik, guru dan lain-lain, yang mempunyai pandangan tentang
bagaimana pendidikan, vagaimana peserta didik belajar, bagaimana
peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Untuk itu perlu
menempuh  langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Mengadakan  kajian secara seksama tentang masalah –masalah
kurikulum berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh dan
mengidentifikasi factor-faktor, kekuatan dan kondisi yang
mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat
disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi
masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus dilakukan
2)      Implementasi dari tindakan yang diambil dalam tindakan yang
pertama. Tindakan ini segera diikuti dengan pengumpulan data dan
fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini memiliki beberapa
fungsi:
(1)   Menyiapkan data bagi evaluasi tindakan,
(2)   Sebagai bahan pemahaman bagi masalah yang dihadapi,
(3)  Sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan
modifikasi, dan
(4)   Sebagai bahan untuk mengadakan tindakan lebih lanjut.
8.      Emerging technical model
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-
nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis juga mempengaruhi dalam
pengembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan baru
yang didasarkan atas hal itu, diantaranya adalah:
a)      The behavioral analisis model.
b)      The system analisis model
c)      The computer based model.

B. Kajian Praktisi
Menurut Charles Prosser yang dikutip oleh Wardiman (1998), ada 16 prinsip
pendidikan kejuruan dan diantaranya yang terkait dengan peran industri ada tiga prinsip.
Pendidikan kejuruan akan afektif jika (a) tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat,
dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja dan (b) melatih seseorang
dalam kebiasaan berpikir, dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu
sendiri. Selain dua prinsip itu ada prinsip lainnya yang terkait dengan peran industri, yaitu
(c) pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih, merupakan
replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja. Efisiensi ini diperoleh karena bagi
industri tidak perlu menyelenggarakan pusat-pusat diklat lagi. Untuk memenuhi ketiga
prinsip ini, sekolah kejuruan memerlukan biaya yang sangat besar, apalagi bila ingin
memenuhi keseluruhan prinsip dari Prosser.
Pemerintah Indonesia saat ini masih belum mampu sepenuhnya dalam menyediakan
fasilitas dan biaya yang memadai bagi sekolah kejuruan, sehingga dipastikan mengurangi
kualitas lulusan sekolah kejuruan. Filosofi ini berimplikasi pada manajemen dan
kurikulum serta pembelajaran di SMK. SMK harus dikelola dengan mengacu pada tujuan
utama, yaitu menyiapkan lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan bekerja.
Manajemen SMK harus didisain untuk mencapai keefektifan dan sekaligus efisiensi.
Merencanakan dan melaksanakan program sedekat mungkin dengan kondisi di tempat
kerja merupakan tugas penting SMK. Kurikulum harus disusun berdasarkan kebutuhan
dunia kerja (demand driven). Peralatan dan mesin untuk praktik harus disediakan dengan
kriteria yang sama paling tidak mendekati dunia kerja. Pembelajaran di SMK harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga lulusan benar-benar siap untuk memasuki dunia
kerja, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan di dunia
kerja.
Pendidikan kejuruan yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003) memiliki peran strategis
dalam menyiapkan SDM khususnya tenaga kerja tingkat menengah. Pengalaman di
lapangan maupun data proyeksi perencanaan pembangunan menunjukkan bahwa ditinjau
dari prospek kebutuhan maupun kelayakan ekonomisnya pendidikan kejuruan masih
merupakan investasi yang cukup baik dalam mempersiapkan tenaga terampil tingkat
menengah (Sukamto, 1998:110). Hasil analisis biaya-manfaat yang dilakukan Abbas
Ghozali (2000: 57-85, 2004) menunjukkan bahwa secara keseluruhan investasi di sekolah
lanjutan tingkat atas baik SMU maupun SMK adalah menguntungkan. Selain itu
ditemukan bahwa investasi di SMK terutama SMK Teknologi adalah investasi yang
paling menguntungkan. Analisis yang dilakukan Widarto, et.al. (2007:67-85)
menunjukkan bahwa terdapat peran positif SMK Kelompok Teknologi terhadap
pertumbuhan industri manufaktur secara nasional.
Dalam konteks internasional, pendidikan kejuruan di berbagai negara mulai
diakui keberadaannya sebagai salah satu pilar dari tiga pilar sistem pendidikan, di luar
pendidikan umum (general school education), dan pendidikan tinggi di universitas
(university education). Unesco (2004) melaporkan bahwa lebih dari dua pertiga dari
tenaga kerja tingkat menengah(intermediate!eve!) pada negara-negara maju berada
pada gerbong pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan di wilayah Asia termasuk
Indonesia, berperan sebagai kunci dalam menyiapkan keterampilan dan pengetahuan
bagi para pemuda agar mereka berpeluang memasuki pekerjaan-pekerjaan yang lebih
baik serta menerima gaji yang lebih baik pula. Pendidikan kejuruan harus mampu
menyiapkan keterampilan dan pengetahuan para siswa untuk memasuki lapangan
kerja berbasis ilmu pengetahuan (know!edge-based economy). Itulah sebabnya
pendidikan kejuruan perlu terus menerus mengalami peningkatan mutu, sekaligus
perlu mengalami penataan (Bukit, 2008; 920).
Mengingat pentingnya pengembangan pendidikan kejuruan, salahsatu kebijakan
nasional yang tertuang dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional
adalah reproporsionalisasi SMU-SMK. Hal ini tampak tegas dalam salah satu isi
Sambutan Menteri Pendidikan Nasional dalam Upacara Peringatan Hari Pendidikan
Nasional tanggal 2 Mei 2007 sebagai berikut:
“Selain itu, dalam upaya mendorong keluaran pendidikan kita dan lebih relevan
dengan tuntutan kebutuhan angkatan kerja, pemerintah telah berupaya untuk
mengubah komposisi rasio jumlah sekolah umum dan kejuruan dari 30:70 menjadi
70:30 sampai tahun 2015, dan rasio pada akhir tahun 2006 telah mencapai 35:65
Dalam lingkup operasional, komitmen pelaksanaan kebijakan tersebut dapat dilihat
dari Rencana Strategis Direktorat Pembinaan SMK (DPSMK) yang mentargetkan pada
tahun 2010 proporsi antara SMA dan SMK telah mencapai 50: 50. Pada tahun ajaran
2008/2009 ditargetkan sebanyak 1,5 juta lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
melanjutkan pendidikannya ke SMK (Depdiknas, 2008:1).
Siriwat (2005: 41-44) dalam pidatonya pada forum APEC dengan topik
“Internasionalisasi Pendidikan Kejuruan” menyatakan bahwa negara-negara anggota
menghadapi masalah-masalah antara lain:
1. Hubungan antara industri dan perdagangan, pemerintah dan penyedia pendidikan
dan pelatihan tidak di bangun dengan baik dan kebanyakan bersifat informal
2. Guru teknik dan kejuruan kekurangan pengalaman di dunia kerja dan oleh
karenanya kepercayaan diri dan kredibilitas diperlukan untuk membangun
hubungan formal dan erat dengan indutri dan perdagangan
3. Karena guru-guru kekurangan pengalaman praktis, kurikulum bisaanya bersifat
teoritis dan siswa yang telah lulus tidak dapat membuat koneksi antara teori dan
aplikasi praktis yang dibutuhkan dalam pekerjaan mereka
4. Pendidikan dan pelatihan teknik dan kejuruan formal di batasi untuk sistem
pendidikan sekunder ke atas
5. Sistem pendidikan dan pelatihan teknik dan kejuruan formal tidak mampu
menaikkan program intensif untuk meningkatkan pekerja-pekerja yang telah ada
6. Program pelatihan guru belum dilengkapi dengan pengajaran dan kebutuhan
pendidikan umum dan tidak dilengkapi dengan guru-guru yang memiliki
kecakapan teknik
7. Kebanyakan kurikulum teknik dan kejuruan dan materi pembelajaran tidak
fleksibel dan usang dan sumber-sumber untuk memperbaiki situasi ini langka
8. Perlengkapan di kebanyakan sekolah dan perguruan teknik dan kejuruan usang
dan tidak terawat dengan baik
Tantangan yang dihadapi para lulusan SMK akan semakin meningkat, untuk itu
peserta didik perlu dipersiapkan secara serius dalam berbagai program kejuruan dengan
mempertajam kemampuan adaptif, sejalan dengan kebutuhan kompetensi baik yang bersifat
personal maupun sosial. Kompetensi personal meliputi kreativitas, ketekunan, kemampuan
memikul tanggungjawab, memiliki kemampuan kejuruan dan sikap profesional, serta
memiliki kecerdasan emosional. Kompetensi sosial adalah kemampuan bekerja secara efisien
di dalam kelompok. Sedangkan kompetensi kerja merupakan karakteristik dasar yang dimiliki
seseorang yang mengindikasikan cara berpikir dan bertindak untuk berbagai situasi dan dalam
jangka waktu yang lama (Spencer & Spencer, 1993: 9-15). Kondisi tersebut membawa
konsekuensi bahwa sekolah efektif harus mampu menghasilkan lulusan dengan kompetensi
yang utuh.
Salah satu faktor mendasar yang menentukan ketercapaian tujuan pendidikan
kejuruan adalah guru. Peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses
pembelajaran (Jones, Jenkin & Lord, 2006:1). Guru dituntut mampu memfasilitasi proses
pembelajaran aktif yang mampu membangkitkan minat dan kemauan siswa dalam
mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Dalam konteks ini menjadi penting bagi seorang guru
untuk memiliki kompetensi dan bertindak efektif sebagai salahsatu kunci keberhasilan
pembelajaran. Studi di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa faktor guru
memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa sebesar 36%, diikuti dnegan faktor
manajemen sebesar 23%, faktor waktu belajar sebesar 22%, dan faktor sarana fisik sebesar
19% (Indra Djati Sidi, 2000).
Semakin tinggi tuntutan terhadap mutu pendidikan kejuruan semakin tinggi tantangan
yang dihadapi guru kejuruan dan pendidikan guru kejuruan. Pendidikan kejuruan yang
bermutu menuntut standarisasi gurunya. Guru yang berstandar membutuhkan pendidikan guru
kejuruan yang berstandar pula. Pendidikan calon guru kejuruan produktif yang berkualitas
tinggi sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu lulusan SMK. Tugas utama guru tidak lagi
terbatas hanya mengajar, tetapi harus mengembangkan dan menyiapkan lingkungan belajar,
bekerjasama dengan industri, dan menempatkan kebutuhan dunia kerja sebagai sasaran.
Berbagai upaya pembangunan sarana fisik, reformasi kurikulum, pertambahan jumlah
sekolah dan pengembangan standar-standar bidang keahlian perlu selaras dengan upaya
peningkatan mutu guru kejuruan. Kepincangan mutu guru dengan perkembangan pendidikan
kejuruan telah ikut memperlambat laju peningkatan mutu pendidikan kejuruan. Kepincangan
mutu guru SMK ikut mengurangi mutu sumber daya manusia lulusan SMK, dan pada
gilirannya mempengaruhi daya saing perusahaan-perusahaan dalam negeri dalam kancah
internasional. Adanya peluang bagi institusi di luar LPTK mendidik calon guru kejuruan
menjadikan tantangan LPTK dimasa depan menjadi lebih besar. Oleh karenanya lulusan
LPTK harus dapat bersaing dengan lulusan diluar LPTK, terutama untuk mengisi pasar kerja
pada pendidikan kejuruan. Pemahaman tentang pengembangan pendidikan kejuruan secara
holistik sangat diperlukan guna merumuskan paya-upaya strategis dan antisipatif untuk
menghasilkan guru kejuruan yang profesional dan berdaya saing.
Pengembangan Pendidikan Kejuruan secara Holistik dan Implikasi Peran
LPTK dalam Menyiapkan Guru Kejuruan Profesional dan Berdaya Saing
Dalam memaknai pendidikan kejuruan secara holistik, paling tidak terdapat
sembilan prinsip dasar yang harus diperhatikan. Kesembilan prinsip dasar tersebut antara
lain: (1) pendidikan kejuruan sebagai pemandu pertumbuhan ekonomi, (2) pendidikan
kejuruan sebagai pelestari nilai-nilai dan norma serta agen perubahan, (3) pendidikan
kejuruan untuk meningkatkan daya saing bangsa, (4) Pendidikan kejuruan sejak dini, (5)
Pendidikan kejuruan berbasis mutu, (6) Pendidikan kejuruan mengembangkan potensi
peserta didik secara menyeluruh, (7) pendidikan kejuruan tidak sebatas pendidikan dalam
lingkup formal, (8) kurikulum pendidikan kejuruan yang dinamis, adaftif, prediktif, dan
fleksibel terhadap perubahan, dinamika sosial dan IPTEKS, (9) kolaborasi terpadu dan
saling menguntungkan antara peserta didik (lulusan), dunia usaha/dunia industri (Du/Di),
pemerintah, dan masyarakat (Wagiran, 2008: 1828-1833). Selaras dengan prinsip
pengembangan pendidikan kejuruan tersebut paling tidak tedapat sembilan peran yang
dapat dimainkan LPTK untuk menghasilkan calon guru kejuruan professional dan
berdaya saing.
Pertama, menempatkan penyiapan guru kejuruan dalam kerangka besar
”pendidikan kejuruan sebagai pemandu pertumbuhan ekonomi”. Paradigma yang
menyatakan bahwa pendidikan kejuruan harus sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja
sebagai akibat pertumbuhan ekonomi seyogyanya diubah menjadi pendidikan semestinya
mampu menjadi pemandu pertumbuhan ekonomi bangsa. Hal ini berarti bahwa
pendidikanlah yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi. Pendidikan semestinya
menjadi institusi pusat pembaharuan baik pada tingkat mikro maupun pada tingkat makro.
Pada tingkat mikro pendidikan harus mampu menciptakan iklim berkembangnya
kreativitas dan kemandirian sedangkan pada pada tingkat mikro menuntut sistem
majemen yang unggul. Calon guru kejuruan perlu dibekali dengan kemampuan-
kemampuan kreatif, kemandirian, kewirausahaan dan memahami keterkaitan antara
pendidikan kejuruan dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, menyiapkan guru kejuruan sebagai pelestari nilai-nilai dan norma serta
agen perubahan. Dalam hal ini pendidikan kejuruan tidak semata-mata menjadi agen
perubahan namun juga perlu berperan dalam melestarikan nilai-nilai dan norma-norma
yang layak dilestarikan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Calon guru kejuruan
perlu dibekali dengan kemampuan untuk menggali, melestarikan dan mewariskan nilai-
nilai dan norma tersebut dalam upaya menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi
tinggi serta memiliki sikap dan moralitas yang unggul.
Ketiga, menyiapkan guru kejuruan sebagai pionir dalam menghasilkan SDM
untuk meningkatkan daya saing bangsa Pengembangan pendidikan kejuruan haruslah
diarahkan pada upaya meningkatkan daya saing suatu bangsa dalam menghadapi
kehidupan di era global. Dengan persaingan yang begitu terbuka di era global, maka
kekuatan utama suatu bangsa akan ditentukan oleh kemampuan manajemen, teknologi
dan sumberdaya manusia. Aset paling penting dalam era ini adalah human capital atau
intelectual capital. Dengan demikian pendidikan kejuruan memiliki peran strategis dalam
mengembangkan SDM dan teknologi sebagai penentu daya saing bangsa. Persaingan
dalam hal ini hendaklah tidak dianggap sebagai suatu yang merugikan, namun sebagai
suatu hal yang sangat berguna dalam memacu peningkatan kapasitas, produktivitas dan
kemampuan teknologi. Calon guru kejuruan perlu dibekali dengan kemampuan untuk
melakukan pembelajaran yang mendorong penguatan sumberdaya manusia agar mampu
bersaing secara kompetitif dalam konteks global.
Keempat, menyiapkan guru kejuruan yang memiliki pola pikir holistik dan
menyadari pentingnya pendidikan vokasi sejak dini. Pada dasarnya setiap orang
memerlukan pekerjaan sebagai langkah untuk mempertahankan serta memenuhi
kebutuhan hidup dan aktualisasi diri. Karir seseorang tidaklah didapatkan secara tiba-tiba
dengan waktu yang singkat, namun diperoleh dengan rangkaian proses sehingga menjadi
pilihan yang mantap. Oleh karenanya seseorang perlu disiapkan dan menyiapkan diri
sejak dini agar nantinya memperoleh pilihan karir yang betul-betul diinginkannya. Calon
guru kejuruan perlu dibekali dengan pemahaman tahap-tahap perkembangan vokasional
manusia mulai dari tahap pertumbuhan (4 – 14 th), tahap eksplorasi karir (15 – 24 th),
tahap pemantapan karir (25 – 30 th), tahap pelestarian (45 – 64 th) dan tahap penyurutan
(65 th ke atas), sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan sebetulnya
diperlukan sepanjang hayat mulai usia dini hingga usia lanjut.
Kelima, menyiapkan guru kejuruan untuk memahami dan mampu
menyelenggarakan pendidikan kejuruan berbasis mutu. Penyelenggaraan pendidikan
berbasis mutu mutlak diperlukan apabila pendidikan kejuruan ingin menghasilkan
kualitas input, proses, output maupun outcome yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dimensi mutu dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan meliputi: fokus pada
konsumen, keterlibatan total, pengukuran, komitmen dan perbaikan berkelanjutan. Calon
guru kejuruan perlu dibekali kemampuan memadukan aspek-aspek mutu dalam
pengelolaan pendidikan kejuruan.
Keenam, menyiapkan guru kejuruan mampu mengembangkan potensi peserta
didik secara menyeluruh. Tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
tidak lagi berjalan secara linier membutuhkan seseorang yang tidak lagi hanya
mengandalkan kemampuan teknis dalam suatu bidang, namun diperlukan pengembangan
aspek lain secara terpadu seperti daya adaptasi, etika, moral, kemampuan Information
technology, komputer dan sebagainya. Oleh karena itu sudah saatnya pembelajaran lebih
diarahkan pada upaya pengembangan potensi siswa secara menyeluruh dari aspek
kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Konsep-konsep multiple inteligent, life skills, soft
skills, broad based education perlu diterapkan sesuai konteks masing-masing. Perubahan
yang begitu cepat dalam berbagai aspek kehidupan maupun ilmu pengetahuan dan
teknologi memerlukan seseorang yang tidak hanya memiliki kemampuan dalam bekerja
saja namun juga memiliki daya suai terhadap berbagi perubahan, kemandirian dan
kemampuan untuk berkembang. Calon guru kejuruan perlu dibekali dengan kemampuan
menciptakan pembelajaran yang mampu menumbuhkan kemandirian serta memaknai
pendidikan sebagai proses humanisasi (membantu peserta didik/manusia muda menjadi
manusia seutuhnya yang menyangkut semua unsur kehidupan seperti spiritualitas,
moralitas, sosialitas, rasa, dan rasionalitas).
Ketujuh, menyiapkan guru kejuruan yang mampu mengintegrasikan pendidikan
kejuruan baik lingkup formal maupun non formal. Perndidikan kejuruan lebih dari
sekedar pendidikan formal. Hal ini mengingat masih banyaknya penduduk yang kurang
beruntung yaitu yang tidak sempat mengenyam pendidikan formal, angka putus sekolah,
dan lulusan yang masih belum mendapatkan pekerjaan. Orang-orang yang putus sekolah,
tidak melanjutkan dan penganggur yang jumlahnya cukup besar perlu mendapat perhatian
yang memadai. Lembaga-lembaga kursus maupun pelatihan-pelatihan dapat berperan
secara sinergis dalam memberikan bekal kepada mereka untuk siap memasuki dunia
kerja. Calon guru kejuruan perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pendidikan kejuruan dalam lingkup
formal maupun non formal.
Kedelapan, menyiapkan guru kejuruan untuk mampu mengembangkan kurikulum
pendidikan kejuruan yang dinamis, adaptif, prediktif, dan fleksibel terhadap perubahan,
dinamika sosial dan ipteks. Merencanakan kurikulum merupakan upaya untuk
menghasilkan lulusan yang siap hidup di masa mendatang. Oleh karenanya desain
kurikulum haruslah peka dengan kondisi masa depan. Dalam menyusun kurikulum
diperlukan pemikiran holistik dan bukan parsial. Beberapa karakteristik minimal yang
perlu diperttimbangkan dalam pengembangan kurikulum antara lain: (a) berorientasi pada
kebutuhan SDM era global, (b) berorientasi pada filosofi pengembangan pendidikan, (c)
berorientasi pada tujuan dan kondisi pendidikan nasional, (d) berorientasi pada
perkembangan iptek, (e) berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan masyarakat, (f)
berorientasi pada karakteristik daerah setempat, (g) berorientasi pada karakteristik peserta
didik, (h) berorientasi hasil evaluasi dan perbaikan berkelanjutan. Calon guru kejuruan
perlu dibekali dengan kemampuan mengembangkan, menjabarkan dan mengevaluasi
kurikulum yang dinamis, adaftif, prediktif, dan fleksibel terhadap perubahan, dinamika
sosial dan iptek.
Kesembilan, menyiapkan guru kejuruan mampu mewujudkan kolaborasi terpadu
dan saling menguntungkan antara siswa (lulusan), dunia usaha/dunia industri (Du/Di),
pemerintah, dan masyarakat. Kolaborasi sinergis antar elemen yang terkait merupakan
syarat mutlak dalam pelaksanaan pendidikan kejuruan yang lebih bermakna. Kolaborasi
yang dimaksudkan adalah kolaborasi model win-win solution, sehingga setiap pihak
merasa diuntungkan. Oleh karenanya perlu dibangun kesepahaman, keyakinan dan
kesediaan masing-masing elemen terkait dalam pelaksanaan pendidikan kejuruan. Caon
guru kejuruan perlu dibekali dengan kemampuan menjalin kerjasama sinegis antar
berbagi kalangan dan stakeholders untuk mengembangkan pendidikan kejuruan yang
handal.
Sembilan butir peran LPTK tersebut di atas merupakan pijakan yang perlu
diperhatikan dalamupaya menyiapkan guru kejuruan yang profesional dan handal. Hal ini
selaras dengan peran strategis pendidikan kejuruan untuk menyiapkan lulusan yang
handal dan berdaya saing tinggi di era global.
Sembilan peran LPTK dalam menyiapkan guru kejuruan tersebut hendalah
menjadi landasan bagi pengembangan LPTK dalam menyiapkan guru-guru kejuruan yang
handal dan mampu bersaing seiring dengan tuntutan duia kerja yang makin kompetitif.
LPTK perlu memformulasikan langkah-langkah strategis dan aktual dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program berdasarkan orientasi peran
tersebut.

BAB III
LAPORAN KEGIATAN

1. Pengembangan Kurikulum yang ada di SMK Penerbangan Makassar


SMK Penerbangan Makassar yang lulusannya memiliki kompetensi di bidang
penerbanagan. Hal ini dapat dilihat dari program keahlian seperti pemesinan pesawat udara,
konstruksi rangka pesawat udara, konstruksi badan pesawat udara, kelistrikan pesawat uadara
dan elektronika pesawat udara. Kurikulum sekolah harus memenuhi kreteria minimal
kemampuan yang diterapkan dunia kerja. Sesuai dengan visi sekolah yatu “ Menjadi sekolah
kejuruan yang unggul dalam prestasi berakhlaqul karimah, terampil dan Mandiri” dan Misi
sekolah yaitu “ Mengembangkan sumber daya secara optimal dalam rangka mempersiapkan
siswa di Era Global. Dalam hal ini pihak sekolah sudah memenuhi acuan kebutuhan dari
dunia industri pesawat terbang.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan penanggung jawab kurikulum
dalam ini bapak Kusnaidar mengemukakan pengajar tersebut masih menerapkan metode
pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah yang berpusat pada guru, selain itu juga
guru melakukan pembelajaran demonstrasi lansung dimana guru mengajarkan siswanya
melakukan sambil bekerja dengan pengawasan dan bimbingan guru.
Pengembangan kurikulum yang ada di SMK Penerbangan Makassar masih
menerapkan kurikulum KTSP 2006 walaupun pada dasarnya beberapa sekolah sudah
mengunakan kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013 namun berdasarkan Surat Keputusan
Kementrian Kebudayaan dan Pendidikan yang memberikan kebijakan terhadap masing-
masing daerah untuk menentukan kebutuhan kurikulum KTSP atau Kurikulum 2013 yang
akan digunakan walaupun pada dasarnya keduanya sangat jauh berbeda, namun pada aspek
Standar Kompetensi sudah tersyirat dalam proses pembelajaran.
Kurikulum 2013 sudah di implementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada
sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15
Juli 2013. Sesuatu yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan yang lama. Begitu pula
perbedaan keduanya antara kurikulum 2013 dengan KTSP dapat di lihat di bawah ini.
Berikut ini beberapa contoh yang mendasar pada kurikulum 2013 antara lain;
9. SKL  (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud
No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang bebentuk Kerangka
Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun
2013.
10. Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi
aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
11. di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI
12. Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit
dibanding KTSP
13. Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di jenjang
SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach), yaitu standar
proses dalam pembelajaran terdiri dari Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan,
Menyimpulkan, dan Mencipta.
14. TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan
sebagai media pembelajaran
15. Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi
sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
16. Pramuka menjadi ekstrakuler wajib
17. Pemintan (Penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA
18. BK lebih menekankan mengembangkan potensi siswa
Sedangkan untuk KTSP 2006 antara lain;
1. Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun 2006. Setelah
itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun
2006
2. lebih menekankan pada aspek pengetahuan
3. di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III
4. Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding
Kurikulum 2013
5. Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi
6. TIK sebagai mata pelajaran
7. Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan
8. Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib
9. Penjurusan mulai kelas XI
10. BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa

Itulah beberpa perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP. Walaupun kelihatannya


terdapat perbedaan yang sangat jauh antara Kurikulum 2013 dan KTSP, namun sebenarnya
terdapat kesamaan ESENSI Kurikulum 2013 dan KTSP. Misal pendekatan ilmiah (Saintific
Approach) yang pada hakekatnya adalah pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa mencari
pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Pendekatan ini mempunyai esensi yang sama
dengan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP).  Masalah pendekatan sebenarnya bukan
masalah kurikulum, tetapi masalah implementasi yang tidak jalan di kelas. Bisa jadi
pendekatan ilmiah yang diperkenalkan di Kurikulum 2013 akan bernasib sama dengan
pendekatan-pendekatan kurikulum terdahulu bila guru tidak paham dan tidak bisa
menerapkannya dalam pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil studi lapangan dengan pendekatan wawancara dan observasi
lansung peneliti menemukan bahwa penerapan KTSP pada pembelajaran produktif kejuruan
yang dilakukan masih kurang baik, Hal ini dapat diketahui dari landasan dasar teoritis
pengembangan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan. Terbukti dengan guru kurang
memahami dan menguasai silabus, standar kompetensi, kompetensi dasar yang ada dalam
mata pelajaran produktif kejuruan. Dalam perencanaan pembelajaran guru tidak membuat
modul atau perangkat pembelajaran yang sebagaimana terdapat pada Standar Pendidikan
Nasional.
Dimana saya mengambil suatu kesimpulan bahwa beberapa guru/pengajar terkhusus
buat pelajaran produktif belum mampu menerapkan standar proses, standar isi dan standar
penilian yang paling mendasar dalam proses belajar mengajar. Ini dapat di lihat dari
latarbelakang guru/ pengajar yang non kependidikan yang kurang mengusai prosedur dalam
pembelajaran. Walaupun beberapa dari pengajar telah menguki pendidikan dan pelatihan
dalam proses belajar mengajar namun metode yang diterapkan masih bersifat secara praktis,
artinya guru/pengajar tersebut hanya melihat dai segi hasil yang diharapkan tanpa melihat
proses yang di harapkan.

2. Struktur Kurikulum Jurusan Airframe di SMK Penerbangan

STRUKTUR KURIKULUM
Program Keahlian         :   AIRFRAME POWERPLANT 
Lama Pendidikan          :   3 Tahun
Durasi
NO Komponen Waktu
(Jam)
A. Mata Pelajaran  
  1.  Normatif
  1.1    Pendidikan Agama
  1.2    Pendidikan Kewarganegaraan
  1.3    Bahasa Indonesia
  1.4    Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
  1.5    Seni Budaya
  2.  Adaptif
  2.1   Bahasa Inggris
  2.2   Matematika
  2.3   Ilmu Pengetahuan Alam
  2.4   Fisika
  2.5   Kimia
  2.6   Ilmu Pengetahuan Sosial
  2.7   KKPI (Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi)
  2.8   Kewirausahaan
  3.  Produktif  
  3.1    Dasar Kompetensi Kejuruan Airframe Powerplant
         3.1.1.Mengaplikasikan Works Safety
Durasi
NO Komponen Waktu
(Jam)
         3.1.2.Mengaplikasikan konsep dan prinsip Human Factor
       3.1.3.Mengaplikasikan konsep Manajemen Aircrafe
 
cccccccccMaintenence Organization ( AMO)
         3.1.4.Mengaplikasikan Aviation Legislation
       3.2 Kompetensi Kejuruan Airframe Powerplant
  Mengaplikasikan konsep dan prinsip Aircraft Drawing
  Mengaplikasikan konsep Electrical Fundamental
  Merawat Digital Techniques Electronic Instrument System
  Mengaplikasikan penggunaan Aircraft Material And Hardware
  Mengaplikasikan penggunaan Aircraft Tools
  Mengaplikasikan Keterampilan Maintenance Practice
  Mengaplikasikan Ilmu Aerodynamic And Flight Control
  Merawat Aircraft Structure
  Merawat Aircraft System
  Merawat Piston Engine
  Merawat Gas Turbine Engine
  Merawat Propeller
     
B. Muatan Lokal : Aeromodeling
C. Pengembangan Diri
Jumlah

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
BIDANG STUDI KEAHLIAN : TEKNOLOGI DAN REKAYASA
PROGRAM STUDI KEAHLIAN : TEKNIK PESAWAT UDARA
KOMPETENSI KEAHLIAN : 1. AIR FRAME POWER PLANT (025)

A. DASAR KOMPETENSI KEJURUAN

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1. Menerapkan keselamatan dan 1.1 Mendeskripsikan keselamatan dan


kesehatan kerja (K3) kesehatan kerja (K3)
1.2 Melaksanakan prosedur K3
1.3 Menghidentifikasi kerusakan akibat
benda-benda asing (avoid defects
caused due to foreign object damage).
2. Menerapkan konsep human 2.1. Mendeskripsikan budaya aman
factor dalam bekerja
2.2. Mengidentifikasi human errors
2.3. Mengidentifikasi pengaruh lingkungan
dan kinerja manusia
2.4. Mengidentifikasi prosedur, informasi,
peralatan dan implementasinya
2.5. Menerapkan komunikasi efektif dalam
bekerja
2.6. Menerapkan kerja sama profesional
dan integritas
2.7. Membuat program pengelolaan human
factors.

3. Menerapkan konsep 3.1 Mempelajari struktur dan alur kerja


manajemen aircraft maintenance organization
maintenance organization 3.2 Menerapkan maintenance procedures
pada pesawat udara
3.3 Mengidentifikasi berbagai maintenance
support dan maintenance personnel
requirements
3.4 Melaksanakan report problems and
airworthy
conditions
3.5 Melaksanakan prosedur kerja sesuai aviation
company procedures dan maintenance
manual
3.6 Melakukan pekerjaan berdasarkan
pengawasan dan sepengetahuan supervision
of higher-grade technician dan
melaporkan hasil Pekerjaan.
4. Menerapkan aviation 4.1 Mengidentifikasi CASR 65 and
legislation Applicable Parts of CASR, 1, 23, 25, 27,
29, 35, 43, 45, 91, 121, 135, 145
4.2 Menerapkan applicable national and
international requirements for
maintenance, minimum equipment list,
airworthines directives, alterations and
repair, continuing airworthiness, test
flight, ETOPS.

B. KOMPETENSI KEJURUAN
1. Air Frame Power Plant (025)

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR


1. Menerapkan konsep dan 1.1 Mengidentifikasi fungsi peralatan
prinsip aircraft drawing gambar teknik
1.2Mendemonstrasikan penggunaan
metode dan prosedur engineering
drawing, diagrams and standard.
2. Menerapkan konsep electrical 2.1 Mempelajari konsep dasar teori
fundamental electron, static electrical and
conduction
2.2 Menjelaskan electrical terminology
2.3 Mengidentifikasi sumber listrik DC dan
AC
2.4 Menerapkankan fungsi dan efek
resistance resistor, capacitance
capacitor, inductance/inductor
2.5 Menerapkan prinsip AC generators dan
AC motors
2.6 Menerapkan prinsip kerja filter dan
transformers.
3. Menerapkan digital technique 3.1 Mengidentifikasi electronic instrument
electronic instrument system pesawat udara
3.2 Menerapkan konsep numbering
systems dan buses systems
instrument pesawat udara
3.3 Menerapkan konsep logic circuits ke
dalam sistem pesawat udara
3.4 Menerapkan basic computer
3.5 Menerapkan electrostatic sensitive
devices
3.6 Menerapkan electromagnetic
enviroment
3.7 Menerapkan berbagai typical
electronic/digital aircraft systems.
4. Menerapkan penggunaan 4.1 Mengidentifikasi aircraft material
aircraft material ferrous
4.2 Mengidentifikasi aircraft material
nonferrous
4.3
5. Menerapkan aircraft hardware 5.1 Mengidentifikasi berbagai jenis-jenis
fasteners
5.2 Mengidentifikasi macam-macam pipes
and union
5.3 Mengidentifikasi karakteristik springs
dan bearing
5.4 Menerapkan springs dan bearing
5.5 Menerapkan system transmissions
dan control cable
5.6 Mengidentifikasi macam-macam
electrical cable dan connectors
5.7 Menerapkan proses properly identify,
handle, store and preserve material
(components/consumables, etc)
5.8 Melaksanakan pekerjaan install safety
devices.
6. Menggunakan aircraft tools 6.1Mendeskripsikan macam-macam
aircraft tools dan fungsinya
6.2Mendeskripsikan macam-macam
special tools dan fungsinya
6.3Mendemonstrasikan penggunaan
aircraft tool
6.4Merawat tools dan perlengkapannya.
7. Menerapkan maintenance 7.1 Menjelaskan safety precautio aircraft
practice/aircarft workshop and material workshops practice
7.2 Mengidentifikasi cleareances pada
komponen pesawat udara
7.3 Melaksanakan pekerjaan riveting pada
proses perawatan dan perbaikan
konstruksi pesawat udara
7.4 Melakukan inspeksi terhadap pipes,
hoses, spring, bearing, transmission,
swaging, control cable dan fitting.
7.5 Melaksanakan pekerjaan sheet metal
7.6 Melaksanakan pekerjaan welding
brazing, soldering and bonding
7.7 Melaksanakan aircraft weight and
balance aircraft handling
7.8 Melakukan inspection and repair
techniques.
8. Menerapkan aerodynamic dan 8.1 Menjelaskan atmospir dan sifat
flight control dalam perawatan sifatnya
pesawat udara 8.2 Mengidentifikasi pengaruh
aerodynamics terhadap pesawat udara
8.3 Menerapkan theory of flight dalam
menghitung lift, thrust, drag, dan
weight pada pesawat yang sedang
terbang
8.4 Mengidentifikasi berbagai aspek flight
stability and dinamics
8.5 Mengidentifikasi karakteristik masing
masing flight control
8.6 Menerapkan flight control
8.7 Mengidentifikasi karakteristik high speed
flight.
9. Melakukan perawatan dan 9.1 Mengidentifikasi fuselage, wing, fligt
perbaikan konstruksi pesawat control,engine nacelles/pylons
udara 9.2 Melaksanakan airframe structure pair
pada skin
9.3 Melaksanakan pekerjaan spilce repair
pada stringer, wooden
9.4 Melaksanakan pekerjaan repair pada
fabric part
9.5 Melaksanakan replace and rig of
aileron dan elevator,control wheel
assembly,dan inspect and adjust flap,
tail wheel locking devices
9.6 Melaksanakan symmetrical check, jack
an aircraft and landing gearretraction
test,inspect and adjust brake
9.7 Melaksanakan assembly main landing
gear and wheel.
10. Melaksanakan perawatan 10.1 Menerapkan airconditioning and
aircraft system cabin pressurization,equipment and,
furnishings, fire protection,
flightscontrol, ice and rain protection
system
10.2 Melakukan perawatan instument/
avionic, electrical power
10.3 Merawat hydraulic systems dan
landing gear systems, pneumatic/
vacum systems
10.4 Merawat light systems, oxygen
systems, water/waste systems, fue
systems
10.5 Melaksanakan pekerjaan open/
remove/install A/C panels/
components dan ATA systems
10.6 Melaksanakan replace metal
hydraulic pipe
10.7 Melaksanakan test hydraulic
accumulator for installation and
charging and fuctional test.
11. Menerapkan perawatan 11.1 Menjelaskan prinsip kerja piston
komponen piston engine engine (piston engine fundamentals)
11.2 Menghitung daya dan efisiensi
engine
11.3 Merawat bagian poros engkol,
piston,silinder dan mekanisme katup
11.4Merawat engine indication
11.5Merawat engine monitoring
11.6Merawat engine ground operation
11.7Melaksanakan engine
12. Merawat sistem piston 12.1Merawat engine fuel dan oil systems
engine 12.2Merawat injection systems dan
carburator
12.3Merawat starting and ignition systems
12.4Merawat induction, exhaust and
cooling systems
12.5Menerapkan prinsip kerja
supercharging/turbocharging
12.6Memasang ignition unit, ignition plug,
starter dan generator
12.7Melaksanakan engine run up.
13. Merawat komponen gas 13.1 Menjelaskan prinsip kerja GTE
turbine engine fundamentals dan fungsi masingmasing
komponen
13.2 Mendeskripsikan engine performance
13.3Merawat bagian-bagian GTE bearing
dan seal
13.4 Menerapkan engine indication
(engine instrumen)
13.5 Menerapkan mekanisme power plant
installation
13.6 Melaksanakan engine storage
preservation
13.7 Melaksanakan hot section inspection
dan daily inspection dengan
menerapkan safety precaution.
14. Merawat gas turbine engine 14.1 Menerapkan fuel dan oil systems
systems 14.2 Menerapkan ignition dan starting
systems
14.3 Menerapkan air systems dan power
augmentation systems
14.4 Menerapkan prinsip kerja fire
protection systems
14.5 Memasang ignition unit, ignitor
plug,starter, generator
14.6 Melaksanakan engine monitoring dan
ground operation
14.7 Melaksanakan engine run up.
15. Merawat propeller 15.1Menjelaskan prinsip kerja propeller
(A/C propeller fundamentals)
15.2Mengidentifikasi propeller contruction
15.3Menjelaskan metode perawatan
propeller pitch control
15.4Menjelaskan metode perawatan
propeller synchronizing
15.5Menjelaskan metode perawatan
propeller ice protection
15.6Melaksanakan pekerjaan reinstall
propeller and propeller regulator
component
15.7Melaksanakan rigging on propeller
control after minor repair.

3. Kebutuhan Kompetensi yang di butuhkan DU/DI pada SMK Penerbangan Jurusan


Airframe

Mulyasa (2005:37) menyatakan kompetensi adalah perpaduan dari ilmu pengetahuan,


ketrampilan, nilai dan sikap direflekssikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Sedangkan Finch & Crunkilton (dalam Mulyasa:2005) berpendapat bahwa kompetensi
sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Berdasarkan beberapa definisi kompetensi di atas, dapat diambil simpulan, bahwa
kompetensi siswa adalah perangkat kemampuan yang dimiliki siswa, terdiri dari
pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam melaksanakan tugas. Pengetahuan
didefinisikan menurut Utomo (2012) sebagai bentuk dari tingkah laku dan situasi yang
menekankan tentang pengingatan, mengungkap ide-ide, bahan-bahan dan gejala.
Sedangkan ketrampilan diartikan oleh Yanto (2005) adalah kemampuan seseorang
terhadap suatu hal yang meliputi semua tugas-tugas kecakapan, sikap, nilai dan
kemengertian, seluruh unsur tersebut dipertimbangkan sebagai penunjang keberhasilan
dalam penyelesaian tugas. Berbeda dengan kompetensi sebelumnya, kompetensi sikap
diartikan oleh Muhibin Syah (2006:149) berpendapat bahwa sikap merupakan gejala
internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon
dengan cara yang relatif tetap terahadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara
negatif maupun positif. Sesuai dengan tujuan didirikannya program SMK yaitu untuk
mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja, lulusan SMK dituntut memiliki
ketiga aspek kompetensi (pengetahuan, ketrampilan dan sikap) yang satu sama lain saling
berkaitan, sehingga lulusan SMK mampu terserap dalam dunia kerja dan memiliki
jenjang karir yang sesuai dengan harapan. Selain itu agar lulusan SMK dapat terserap
dalam dunia kerja, siswa hendaknya diajarkan kompetensi yang sesuai dengan
kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja.
Adapun Kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia industri pada SMK
Penerbangan Jurusan Airframe keahlian Airfact Structur antara lain ;
1. Mampu menalar “Airframe Struktures General Concepts”
2. Mampu merawat Airfact Fuselage
3. Mampu merawat Aircraft Wing, Stabilizer and Flight Control Surfaces
4. Mampu merawat Engine Nacelles/pylons
5. Mampu melaksanakan airframe struktur repair
6. Mampu menggunakan alat ukur untuk keperluaan perawatan struktur pesawat
udara sesuai fungsi dan prosedur
7. Mampu memilih perkakas tangan dan mekanik perawatan aircraft structure sesuai
fungsi
8. Mampu menggunakan perkakas tangan dan mekanik perawatan aircraft structure
sesuai SOP

Adapun Kompetensi yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia industri pada SMK
Penerbangan Jurusan Airframe keahlian Airfact System antara lain ;
1. Mampu menjelaskan sistem hidrolik
2. Mampu mengidentifikasi komponen sistem hidrolik
3. Mampu melakukan pemeriksaan sistem hidrolik pada pesawat udara
4. Mampu melaksanakan perawatan dan perbaikan sistem hidrolik pada pesawat
udara
5. Mampu merawat sistem AC dan tekanan kabin
6. Mampu menjelaskan sistem kelistrikan pada pesawat udara
7. Mampu mengidentifikasi komponen sistem kelistrikan
8. Mampu merawat dan memperbaiki komponen sistem kelistrikan
9. Mampu menganalisis sistem kelistrikan pesawat udara
10. Mampu mengidentifikasi peralatan dan perlengkapan kenyamanan dan keamanan
pada pesawat udara
11. Mampu melakukan perawatan dan perbaikan komponen peralatan dan
perlengkapan kenyamanan dan keamanan pada pesawat udara
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas maka penulis mengambil kesimpulan ;
1. Kurikulum SMK Penerbangan Makassar
Berdasarkan hasil wawancara dari penanggung jawab kurikulum yang digunakan sekolah
adalah kurikulum KTSP walaupun pada dasarnya Kemendikbud sudah mengharuskan
memakai Kurikulum 2013 tetapi di era jaman Bapak Mentri Anis Baswedan memberikan
kewenangan sekolah untuk memilih dan menyusuaikan dengan kebutuhan sekolah
tersebut. Menurut Bapak Kusnaidar sebagai penanggung jawab kurikulum menyebutkan
Kurikulum SMK Penerbangan Makassar dirancang dengan menyesuaikan kebutuhan
Dunia Usaha dan Industri. Sehingga pembuatan dan pelaksanaan kurikulum di SMK
Penerbangan Makassar melibatkan tiga pihak yaitu DUDI, guru-guru dan pihak sekolah
yang berwenang, serta dinas pendidikan.
2. Struktur Kurikulum SMK Penerbangan Jurusan Airframe sudah berjalan sesuai dengan
kebutuhan sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri hal ini dapat di lihat dari
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terlampir.
3. Relevansi Kompetensi yang di butuhkan di SMK Penerbangan Makasssar dengan
Kebutuhan Dunia Usaha dan Industri Secara teori kompetensi yang diajarkan di sekolah
kepada siswa SMK Penerbangan Makassar program keahlian Airframe sudah sesuai
dengan kebutuhan DU/DI.

B. Saran
Dalam hasil studi ini masih banyak kekurangan dari segi sistematika penyusunan laporan
dan informasi olehnya itu saya mengharapkan kepada pihak pembaca berkenang dapat
memberikan masukan ataupun saran demi perbaiakan yang lebih baik lagi. Adapun saran
yang saya dapat berikan antara lain ;
1. Sekolah Menengah Kejuruan dalam merencanakan dan melaksanakan kurikulum,
hendaknya disepakati dan diprogramkan dengan melibatkan tiga pihak, yaitu sekolah,
pemerintah dan perusahaan.
2. Perusahaan dan sekolah hendaknya bekerja sama dalam menentukan standar nilai
kompetensi yang dibutuhkan. Selain itu untuk menghasilkan lulusan SMK Penerbagan
Makassar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri hendaknya sekolah
melakukan monitoring ke perusahaan-perusahaan sehingga dapat mengetahui kompetensi
lulusan yang dibutuhkan DU/DI.
3. Lemahnya peningakatan lanjutan karir pada tenaga kerja lulusan SMK Penerbangan dapat
ditingkatkan dengan menciptakan program perencanaan karir selama proses pendidikan.
Program perencanaan karir dapat berupa peningkatan kesadaran siswa untuk melakukan
investasi pendidikan, maupun dengan memprogramkan pelatihan-pelatihan yang dapat
meningkatkan kompetensi peserta didik. Program perencanaan karir ini ada baiknya
berjalan secara kontinu, sampai dengan waktu tertentu setelah siswa lulus.
4. Perlunya sekolah mengadakan pelatihan dan pengembangan kurikulum upaya
meningkatkan kualitas guru dan pengajar yang handal dan memiliki kompetensi yang
profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Remaja Rosda karya. 2006:


Bandung.

E.Mulyasa. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi :Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.


Bandung: RemajaRosda karya.

Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru


Algensindo, 2002

https://www.academia.edu/6283142/MAKALAH_PENGEMBANGAN_KURIKULUM
http://edhakidam.blogspot.co.id/2015/01/makalah-pengembangan-kurikulum-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai