Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AQIDAH AKHLAK

Dosen : Arif Marsal, Lc.,M.A

Oleh :

1. Elvi wulandari 11950324679


2. Yelfi Dwi Anahyu 11950321589

Fakultas Sains dan Teknologi


Program Studi Sistem Informasi
Semester I/kelas E
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
Pekanbaru, September
2

Kata Pengantar

Alhamdulillah hirabbil 'aalamaiin, segala puji bagi Allah SWT atas segala
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah akidah akhlak ini.

Makalah ini berisi tentang definisi Ahlak, Moral dan Budi Pekerti, Sumber-
sumber Ahlak, Ahlak Nabi dalam al-qur'an dan penerapannya. Penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis menyadari bahwa banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang
membangun bagi para pembaca.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat mengambil
manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Pekanbaru, 21 September 2019

Penulis

2
3

Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan...............................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................1
1.3 Tujuan Penulis.......................................................................1
BAB II Pembahasan.................................................................................2
2.1 Defenisi Akhlak, Moral dan Budi Pekerti..............................2
2.2 Sumber-sumber akhlak...........................................................7
2.3 Akhlak Nabi Dalam Alquran Dan Penerapannya..............9
2.4 Hubungan Budaya dengan Akhlak Islam.........................15
BAB III Penutup.................................................................................17
Kesimpulan............................................................................17
Daftar Pustaka.....................................................................................18
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat
menjunjung tinggi pentingnya akhlak, etika dan moral. Ketiganya adalah hal yang
sangat penting karena telah mencakup segala pengertian tingkahlaku, tabiat,
perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya
dengan Allah Swt atau dengan sesama makhluk.
Timbulnya kesadaran serta pendirian Akhlak, etika dan moral merupakan
pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup yang selalu
berpegang teguh pada akhlak, etika dan moral adalah tindakan yang tepat dalam
mewujudkan terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak sesuai
dengan akhlak, etika dan moral yang baik merupakan tindakan yang menentang
kesadaran tersebut. Sebagai generasi penerus kita harus selalu berakhlak yang
baik dalam kehidupan sehari-hari demi terciptanya kehidupan yang rukun dan
damai.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka makalah ini akan membahas
seperti apa ahlak, moral dan budi pekerti, serta bagaimana penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa definisi Akhlak, Moral dan Budi Pekerti?
2) Apa Saja Sumber-sumber Ahlak?
3) Bagaimana Akhlak Nabi Dalam Alquran Dan Penerapannya?
1.3 Tujuan Penulis
1) Untuk mengetahui definisi akhlak, moral, dan budi pekerti
2) Untuk mengetahui sumber-sumber akhlak
3)Untuk mengetahui akhlak nabi dal al-qur'an dan penerapannya
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Ahlak, Moral dan Budi Pekerti


A. Definisi Ahlak
Menurut etimologi arab, akhlak adalah bentuk masdar (infinitif) dari
kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang memiliki arti perangai (as- sajiyah);
kelakuan, tabiat atau watak dasar (ath-thabi’ah); kebiasaan atau kelaziman
(al-‘adat); peradaban yang baik (al-muru’ah); dan agama (ad- din)1
Sedangkan menurut Ghozali, mengatakan dari sisi bahasa kata al-
Khalaq (fisik) dan al-Khuluq (akhlak) adalah dua kata yang sering dipakai
secara bersamaan. Karena manusia terdiri dari dua unsur fisik dan non-fisik.
Unsur fisik dapat dilihat oleh mata kepala, sedangkan unsur non fisik dapat
dilihat oleh mata batin2
Menurut Shihab walaupun kata akhlak memiliki makna tabiat, perangai,
kebiasaan, bahkan, agama tetapi tidak ditemukan dalam al- Qur’an, yang
ditemukan hanyalah bentuk tunggal dari kata itu yaitu khuluq.3 Hanya saja kata
akhlak banyak ditemukan dalam al-Hadist, seperti dalam salah satu hadist nabi
yang berbunyi;
ُ ُ ‫إ َّن َما ُبع ِْث‬
ِ ‫ار َم األَ ْخ‬
‫الق‬ ِ ‫ت أل َت ِّم َم َم َك‬ ِ
Artinya: “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” (H.R. Ahmad)

Selanjutnya kata akhlak tersebut menurut Ya’qub mengandung segi-segi


persesuaian dengan kata kholqun yang berarti kejadian serta erat hubungannya
dengan kholiq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan). Perumusan pengertian

1
Ulil Amri Syarif. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo
Press. Hlm: 72
2
Ali Abdul Halim Mahmud. 2004. Akhlak Mulia,Terj. Abdul Hayyi al-Kattienie dengan judul asli
al-Tarbiyah al-Khuluqiyah. Jakarta: Gema Insani Press. Hlm: 28
3
M. Quraish Shihab. 2004. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Ummat, Bandung: Mizan. Hlm:253
6

akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan ada hubungan baik antara
kholiq dan makhluq4
Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat pengertian tentang
akhlak, diantaranya :
a. Ibnu Maskawih mengatakan akhlak adalah keadaan jiwa yang
mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa memikirkan (lebih
lama) 5
b. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang darinya menimbulkan perbuatan-perbuatan yang
gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan
(perenungan) terlebih dahulu.6
c. Amin sebagaimana yang dikutip oleh Ya’kub mengatakan bahwa
akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
harus diperbuat.
d. Menurut Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahanawi sebagaimana
dikutip oleh Mahmud akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat,
alami, agama dan harga diri.7
e. Menurut Sa’duddin, akhlak mengandung beberapa arti, antara lain
1) Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa
dikehendaki dan tanpa diupayakan.
2) Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui
latihan, yakni berdasarkan keinginanannya.
3) Watak, cakupannya meliputi hal-hal yang terjadi tabiat dan hal-hal
yang diupayakan hingga menjadi adat. Kata akhlak juga dapat berarti
kesopanan dan agama.8

4
Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Hlm: 5
5
Mahjuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia. Hlm: 3
6
Ibid. hlm: 4
7
Ali Abdul Halim Mahmud. Akhlak Mulia. Op.Cit. hlm. 34
8
M. Furqon Hidayatulloh. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta:
Yuma Pressindo. Hlm: 11
7

Selanjutnya, akhlak dalam perspektif Islam, akhlak terkait erat


dengan ajaran dan sumber Islam tersebut yaitu wahyu. Sikap dan penilaian
akhlak selalu dihubungkan dengan ketentuan syari’ah dan aturannya. Dalam
Islam, ada beberapa keistimewaan akhlak yang menjadi karekteristik,
salah satunya menurut Jauhari, guru besar Akidah Filsafat di Universitas Al-
Azhar, Kairo menjelaskan beberapa karakteristik akhlak, di antaranya9
a. Bersifat universal.
b. Logis, menyentuh perasaan hati nurani.
c. Memiliki demensi tanggung jawab, baik pada sektor pribadi ataupun
masyarakat.
d. Tolak ukur tidak saja ditentukan dengan realita perbuatan tapi juga di
lihat dari segi motif perbuatan.
e. Dalam pengawasan pelaksanaan akhlak islami ditumbuhkan
kesadaran bahwa yang mengawasi adalah Allah SWT.
f. Akhlak islami selalu memandang manusia sebagai insan yang terdiri
dari aspek jasmani dan rohani yang harus dibangun secara seimbang.
g. Kebaikan yang ditawarkan akhlak islam adalah untuk kebaikan
manusia, mencakup tiap ruang dan waktu.
h. Akhlak Islam selalu memberikan penghargaan di dunia maupun di
akhirat bagi setiap kebaikan, demikian pula setiap keburukan diberi
sanksi atau hukuman.
Dengan konsep akhlak ini, manusia diajarkan untuk
selalu berbuat baik dan mencegah perbuatan yang tidak baik dalam
hubungannya dengan Tuhannya, manusia dan makhluk lainnya. Konsep ini
berhubungan dengan sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan
manusia di dunia. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam yang
berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai sumber
utama. Akhlak terbagi menjadi dua bagian. Pertama, akhlak baik yang
dinamakan akhlak mahmudah (akhlak terpuji), akhlak al-karimah
(akhlak mulia) adalah akhlak yang baik dan benar menurut syari’at

9
Ulil Amri Syarif, Pendidikan, Op.Cit. hlm: 74-76
8

islam. Kedua, akhlak mamdudah adalah akhlak tercela dan tidak benar
menurut syari’at islam.
Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua
bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah SWT) dan akhlak terhadap
makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi
menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak
terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan
binatang), serta akhlak terhadap benda mati.

B. Definisi Moral
Moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak
dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa
Indonesia dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap
perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu
istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan
benar, salah, baik atau buruk.
Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku
manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral (Bahasa
Latin Moralitas) merupakan istilah manusia menyebut ke manusia atau
orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang
tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-
hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman
sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai
moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu
sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus
mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah
nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
9

terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.


Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral
adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap
aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau
salah.

C. Definisi Budi Pekerti


Secara etimologi, budi pekerti berasal dari bahasa jawa yaitu budi
yang berarti pikir dan pakerti yang berarti perbuatan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengertian budi pekerti adalah sikap dan perilaku
seseorang, keluarga, maupun masyarakat erat kaitannya dengan norma dan
etika.
Secara terminologi, budi pekerti adalah nilai-nilai perilaku manusia
yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran
norma agama, norma hukum, tata krama, dan sopan santun, atau norma
budaya atau adat istiadat suatu masyarakat/bangsa.
Menurut Ki Sugeng Subagya, Budi Pekerti adalah perbuatan yang
dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang merupakan realisasi dari isi
pikiran; atau perbuatan yang dikendalikan oleh pikiran. 10
Menurut Haidar, Budi Pekerti adalah usaha sadar yang dilakukan
dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke
dalam sikap dan prilaku peserta didik agar memiliki sikap dan prilaku
yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan
alam/lingkungan. 11 Menurut Haidar Putra Dauly, tujuan pendidikan budi
pekerti yaitu mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa guna
melancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Bisa dikatakan bahwa
pendidikan budi pekerti merupakan nilai-nilai yang ingin dibentuk yaitu

10
Subagya, Ki Sugeng, 2007, “Membangun Watak Bangsa, Menuai Martabat”,
Kedaulatan Rakyat
11
Daulay, Haidar Putra. 2002. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
10

tertanamnya nilai akhlak mulia ke dalam diri peserta didik lalu terwujud
dalam tingkah lakunya.

2.2 Sumber-sumber Ahlak


A. Sumber dari Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an kata yang berkaitan dengan akhlak diantaranya adalah
surat as-Syu’ara’ ayat 137, yang berbunyi:

َ ‫إِنْ ٰ َه َذا إِاَّل ُخلُ ُق اأْل َ َّول‬


‫ِين‬

Artinya:”(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang


dahulu.”
Lalu dalam surat al-Qalam ayat 4 berbunyi:

‫ك َل َع َل ٰى ُخلُ ٍق َعظِ ٍيم‬


َ ‫َوإِ َّن‬
Artinya:”Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah orang yang berbudi
pekerti yang luhur.”
Dua ayat ini, baik dilihat dari asal kata dan muatan kata, dapat
dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa istilah akhlak memang terdapat
dalam al-Qur’an. Hanya saja bila dilihat dari konteks ayat, terdapat perbedaan
muatan akhlak di dalamnya. Dalam surat as-Syu’ara ayat 137 istilah akhlak
diartikan sebagai “adat kebiasaan buruk” dari seorang umat nabi Hud AS.,
sedangkan istilah akhlak yang termuat dalam surat al-Qalam ayat 4 adalah
dalam konteks budi pekerti yang agung atau luhur” dari sosok nabi
Muhammad SAW. Berdasarkan keterangan tersebut, maka akhlak dapat
disebut “akhlak yang baik” dan juga disebut “akhlak yang buruk”

B. Sumber dari Hadis

Adapun hadis yang menjelaskan tentang akhlak antara lain:


11

ِ ‫ْن ُخلُقِ ِه د ََر َجا‬


‫ت‬ ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل إِ َّن ْال ُم ْؤ ِمنَ يُ ْد ِر‬
ِ ‫ك بِ ُحس‬ َّ ِ‫ْت النَّب‬
َ ‫ي‬ ْ َ‫ع َْن عَائِ َشةَ قَال‬
ُ ‫ت َس ِمع‬

َ ‫قَائِ ِم اللَّ ْي ِل‬


ِ َ‫صائِ ِم النَّه‬
‫ أحمد‬x‫ار (مسند‬

‘Aisyah – semoga Allah meridhainya – berkata, “Aku mendengar Nabi –


shallallaahu ‘alaihi wassalaam – berkata, sungguh orang-orang yang beriman
dengan akhlak baik mereka bisa mencapai (menyamai) derajat mereka yang
menghabiskan seluruh malamnya dalam sholat dan seluruh siangnya dengan
berpuasa.” [Musnad Imam Ahmad]

Kemudian dalam riwayat Tirmidzi juga rasulullah pernah bersabda:

‫ِين إِي َما ًنا أَحْ َس ُن ُه ْم ُخلُ ًقا‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْك َم ُل ْالم ُْؤ ِمن‬
َ ِ ‫َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َقا َل َقا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫م ُخلُ ًقا‬5ْ ‫م لِن َِسائ ِِه‬5ْ ‫َو ِخ َيا ُر ُك ْم ِخ َيا ُر ُك‬

“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah ia yang memiliki


akhlak terbaik. Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik akhlaknya
kepada pasangannya.” (Hadits riwayat Tirmidzi).

2.3 Akhlak Nabi Dalam Alquran Dan Penerapannya


A. Shidiq
Shidiq artinya benar atau jujur. Seorang muslimin dituntut untuk selalu
berada dalam keadaan yang benar baik lahir dan batin, baik benar dalam hati,
benar perkataan dan benar perbuatan.
Rasulullah saw telah memerintahkan setiap muslim untuk selalu shidiq
(jujur), karena sikap shidiq (jujur) membawa kepada kebaikan, dan kebaikan
akan menghantarkan ke surga.

B. Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari
kekuatan iman. Semakin menipis kekuatan iman. Semakin menipis keimanan
12

seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Amanah dalam
pengertian sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada
pemiliknya dalam bentuk semula. Dalam pengertian luas amanah mencakup
beberapa hal yaitu : menyimpan rahasia dan kehormatan orang lain, menjaga
dirinya, menunaikan tugas-tugas yang diberikan oleh Allah ataupun manusi
dengan baik.

C. Istiqomah
Secara etimologis, istiqomah berasal dari istiqoma-yastaqimu yang
berarti tegak lurus. Dalam terminologi akhlak istiqomah adalah sikap teguh
dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi
berbagai macam rintangan dan godaan.
Perintah dalam beristiqomah dinyatakan dalam al-Aquran dan sunnah :

ُ ْ‫ب َوأُمِر‬
‫ت‬ ٍ ‫نز َل هَّللا ُ مِن ِك َتا‬ َ َ‫نت ِب َما أ‬ ُ ‫ت َواَل َت َّت ِبعْ أَهْ َواء ُه ْم َوقُ ْل آ َم‬ َ ْ‫َفلِ َذل َِك َف ْاد ُع َواسْ َت ِق ْم َك َما أُمِر‬
‫أِل َعْ ِد َل َب ْي َن ُك ُم هَّللا ُ َر ُّب َنا َو َر ُّب ُك ْم لَ َنا أَعْ َمالُ َنا َولَ ُك ْم أَعْ َمالُ ُك ْم اَل حُجَّ َة َب ْي َن َنا َو َب ْي َن ُك ُم هَّللا ُ َيجْ َم ُع َب ْي َن َنا َوإِلَ ْي ِه‬
﴾١٥﴿ ‫ر‬5ُ ‫ْالمَصِ ي‬

“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana
diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan
katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku
diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan
Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak
ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan
kepada-Nya-lah kembali (kita)". ( Qs. Asy Sura : 42 : 15 ).

Iman yang sempurna adalah iman yang mencakup tiga dimensi yaitu
hati, lisan dan amal perbuatan. Seorang yang beriman harus dapat
beristiqomah dalam tiga dimensi tersebut.
Berat berjalan seorang yang beristiqomah akan selalu berjalan kepada yang
lurus yang cepat alam menghantarkan tujuan. Hal ini tercermin dalam
perkataan dan perbuatanya yang benar untuk mensucikan hati dan dirinya.
13

Tentulah orang yang berisitiqomah akan mengalami beberapa ujian dari Allah.
Ujian dari Allah tidaklah berupa kesedihan semata melainkan ujian dari
Allah termasuk kesenangan juga. Namun seorang yang istiqomah akan tetap
teguh dalam mengahadapi kedua ujian terebut. Dia tidak akan pernah mundur
terhadap ancaman, kemunduran, hambatan dan lain sebagainya. Tidak
terbujuk oleh harta benda, kemegahan, pujian, kesenangan.

D. Iffah
Secara epistemologi, ‘iffah adalah bentuk masdardari affa-ya’iffu ‘iffah
yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga berarti
kesucisn tubuh. Secara terminologi‘iffah adalah memelihara kehormatan diri
dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjauhkanny.

E. Mujahadah
Mujahadah berasal dari kata jahada yang berarti mencurahkan segala
kemampuan. Mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk
melepaskan diri dari segala sesuatu yang menghambat dalam melakukan
pendekatan terhadap Allah swt. Untuk mengatasi dan melawan semua
hambatan tersebut diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang sungguh-
sungguh, usaha inilah yang disebut mujahadah.
Apabila seseorang bermujahadah untuk mencari keridhaan Allah swt.,
maka Allah berjanji akan menunjukkan jalan kepadanya untuk mencapai
tujuannya tersebut. Dalam hal ini Allah swt. berfirman dalam surat Al-
Ankabut ayat 69 :

َ ‫ِين َجا َه ُدوا فِي َنا لَ َن ْه ِد َي َّن ُه ْم ُس ُبلَ َنا ۚ َوإِنَّ هَّللا َ لَ َم َع ْالمُحْ سِ ن‬
‫ِين‬ َ ‫َوالَّذ‬

”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar


akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya
Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S.
Al-‘Ankabuut : 69)
14

F. Syaja’ah
Syaja’ah berarti berani yang berlandaskan pada kebenaran dan
dilakukan dengan penuh pertimbangan. Ukuran keberanian adalah terletak
pada kekuatan hati dan kebersihan jiwa. Mengendalikan amarah adalah salah
satu contoh keberanian yang lahir dari hati.

G. Tawadlu
Akhlak dari pribadi islami adalah percaya atau rendah hati (Tawadhu).
Pengertian percaya diri atau tawadhu adalah merendahkan hati atau diri tanpa
harus menghinakannya atau meremehkan harga diri sehingga orang lain berani
menghinanya dan menganggap ringan. Pribadi yang percaya diri, harus
mampu menunjukkan sesuatu yang unggul berupa pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill) dan sikap atau perilaku (attitude), sehingga orang lain
memberikan kepercayaan dan kehormatan yang sepatutnya, dan tidak bersikap
sombong terhadap kemampuan yang dimilikinya..

H. Malu
Al-haya’ adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan
melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Orang yang memiliki rasa
malu, apabila melakukan sesuatu yang tidak patut, rendah atau tidak baik dia
akan terlihat gugup, atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang tidak punya
rasa malu, akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup
sedikitpun. Sifat malu adalah akhlak terpuji yang menjadi keistimewaan ajaran
Islam

Malu adalah salah satu refleksi iman. Semakin kuat iman seseorang,
semakin teballah rasa malunya, demikian pula sebaliknya. Rasulullah
Muhammad SAW dikenal sebagai pribadi yang pemalu, saking pemalunya
maka diandaikan bahwa beliau lebih pemalu ketimbang gadis pingitan. Sifat
malu ini dimiliki Rasulullah SAW semenjak kanak kanak , saat anak – anak
15

sebaya beliau kala itu saling berebut makanan maka beliau malu
melakukannya, jika pakaiannya tersingkap dan menampakkan auratnya maka
beliau akan segera bersembunyi karena malu. Jika hendak membuang air maka
diriwayatkan beliau menjauh atau pergi hingga tak seorangpun melihatnya.
Karena sifat pemalu ini beliau apabila melihat sesuatu yang tidak disukainya
maka terlihatlah dari roman mukanya, dan beliau senantiasa menjauhkan
pandangan matanya dari apa apa yang kurang baik. Bahkan dalam hubungan
suami istri sifat pemalu Rasulullah SAW tetap dominan, dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnul Djauzy dari Ummu Salamah RA Adalah “Rasulullah
SAW itu apabila mendatangi seseorang dari istrinya beliau memejamkan
kedua matanya dan menutupi kepalanya “. Hadits ini sangat menguatkan sifat
pemalu beliau, kendati seorang istri sebenarnya halal hukumnya meski terlihat
auratnya oleh suaminya dan sebaliknya.

I. Sabar
Secara etimologis, sabar (ash-shabr) berarti menahan dan mengekang
(al-habs wa al-kuf). Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala
sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Yang tidak disukai
itu tidak hanya yang tidak disenangi, tapi juga hal – hal yang disenangi
misalnya segala kenikmatan duniawi yang disukai oleh hawa nafsu.
Dalam sejarah Islam diceritakan bahwa nabi sering kali diludahi oleh
orang kafir (non muslim) ketika beliau melewati tempat si orang tersebut,
namun nabi sendiri tidak pernah marah karena beliau tahu bahwa orang yang
sering meludahinya adalah orang yang belum tahu akan islam dan belum
mendapatkan hidayah, Namun alangkah takjubnya si kafir tadi yang sering
meludahi nabi muhamad saat ia jatuh sakit, orang yang pertamakali
menjenguknya adalah nabi muhammad yang sering ia ludahi. Alkisah orang
kafir tadi menangis dan langsung memeluk islam.

J. Pemaaf
Pemaaf adalah sifat suka member maaf terhadap kesalahan orang lain
16

tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Dalam bahasa
Arab sifat pemaaf tersebut disebut denganal-‘afwu yang secara etimologis
berarti kelebihan atau yang berlebih.
Islam mengajarkan kepada kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang
lain tanpa harus menunnggu permohonan maaf dari yang bersalah. Sekalipun
orang yang bersalah telah menyadari kesalahahnnya dan berniat untuk
meminta maaf, tetapi boleh jadi dia mengalami hambatan psikologis untuk
mengajukan permintaan maaf. Barangkali itulah salah satu hikmahnya kenapa
Allah memerintahkan kita untuk member maaf sebelum dimintai maaf.
Suatu teladan sikap pemaaf Rasulullah adalah ketika ada seorang lelaki
Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke
Madinah dengan tujuan hendak membunuh Nabi, maka pada saat itu dihadang
oleh Umar dan diikat dengan tali. Rasulullah yang mengetahui orang itu malah
menyuruh Umar untuk memberinya makan dan melepaskannya. Umar yang
kaget tetap meyakinkan Rasulullah bahwa dia ingin membunuhnya. Namun
Rasulullah tidak menghiraukannya dan menyuruh Tsumamah untuk mengucap
kata “Laa ilaha illallah”, tetapi si lelaki tidak mau dan pergi. Keesokan
harinya dia datang kepada Rasulullah dan mengucap kata “Laa ilaha illallah”,
sehingga dia masuk Islam. Demikian contoh sikap Rasulullah yang pemaaf
dan tidak dendam sekalipun kepada orang yang hendak membunuhnya, yang
pada akhirnya membuahkan hasil yang bermanfaat.

2.4 Hubungan Budaya dengan Ahlak Islam


Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya,
bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya. Namun,
apakah pengertian budaya dan bagaimana Islam memandangnya? Budaya
adalah kelakuan yang berlaku pada masyarakat dan lingkungan tertentu.
Dahulu kebiasaan memberikan makanan untuk berhala adalah budaya di
kalangan masyarakat jahiliyah Arab. Namun, setelah Rasul datang, beliau
mengubah kebiasaan jahiliyah tersebut dan menggantikannya dengan ajaran
Islam. Misalnya, kebiasaan memberikan makanan untuk berhala, diganti
17

dengan mengajarkan bersedekah. Begitu pula pada generasi berikutnya, wali


sembilan di Jawa. Para wali mengubah kebiasaan atau budaya masyarakat
pada saat itu, dan menggantinya dengan kegiatan yang bernilai ibadah.
Misalnya, sekatenan. Sekaten adalah sebuah upacara kerajaan yang
dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan
Demak. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam
agama Islam, Syahadatain. Para pengunjung sekatenan yang menyatakan ingin
“ngrasuk” agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam tersebut,
dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat (syahadatain). Dalam
pengamalannya Islam tidak membumi hanguskan semua budaya tersebut.
Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dan budaya. Di mana budaya menjadi
sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam. Contoh yang populer adalah
bagaimana Islam mengajarkan untuk mendoakan kebaikan dan kemenangan di
hari Idul Fitri.
Misalnya, bagaimana Sunan Kalijaga mendakwahkan Islam dengan
budaya Jawa waktu itu, yaitu dengan lagu/tembang. Misalnya, pada tembang
ilir ilir. Terdapat filosofis agamis dalam tembang yang notabene adalah
budaya masyarakat Jawa pada waktu itu. Bahkan Maya Hasan, seorang
pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti
filosofi dari lagu ini. Ilir ilir mengandung arti sebagai umat Islam kita diminta
bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih
mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita yang
dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi dan demikian
menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman
iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman
tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya
pengantin baru.
Sehingga, pada hakikatnya dalam pendakwahannya Islam justru
merangkul budaya untuk menyampaikan esensi ajarannya. Karena, dengan
merangkul budaya, Islam jadi lebih mudah diterima di masyarakat. Budaya
bisa/boleh saja digunakan untuk metode dakwah, selama tidak bertentangan
18

dengan nilai-nilai dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat
al-Baqarah,

َ‫ق َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬


َّ ‫ق بِ ْالبَا ِط ِل َوتَ ْكتُ ُموا ْال َح‬
َّ ‫َواَل ت َْلبِسُوا ْال َح‬

“Dan janganlah kau campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan


(janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.”
(QS. al-Baqarah: 42)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hubungan antara ahlak dan keteladanan tentu erat kaitannya, orang
mukmin yang memiliki akhlak mulia adalah yang imannya sempurna. Begitu
juga dengan seseorang yang bersuri tauladan baik, suri tauladan itulah yang
dapat menggambarkan kesempurnaan dari iman yang dimilikinya.
Manusia yang paling sempurna dan baik akhlaknya serta patut untuk
19

dijadikan contoh adalah nabi Muhammad SAW. Dari beliaulah kita belajar
bagaimana cara kita untuk bersikap kepada sesama, kepada tetangga, kepada
pasangan, dan kepada seluruh makhluk Allah yang lainnya. Meneladani Rasul
tidak cukup hanya dengan kata-kata. Meneladani Rasul harus tecermin dalam
kehidupan sehari-hari, di mana pun kita berada dan dengan siapa pun kita
berinteraksi. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk mengikuti yang
telah dicontohkan oleh Rasul, mulai dari kegiatan di pagi hari hingga malam
hari.
Bagi seorang mukmin, tidak ada sedetik waktu pun yang tidak
memiliki nilai ibadah. Tidak mudah memang untuk bisa meneladani Rasul
secara utuh, tetapi bukan berarti kita putus asa. Teladani Rasul mulai dari hal
sederhana

DAFTAR PUSTAKA

Ali Abdul Halim Mahmud. 2004. Akhlak Mulia,Terj. Abdul Hayyi al-Kattienie
Ali Abdul Halim Mahmud. Akhlak Mulia. al-Tarbiyah al-Khuluqiyah. Jakarta:
Gema Insani Press.
Daulay, Haidar Putra. 2002. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta.
20

M. Furqon Hidayatulloh. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban


Bangsa. Surakarta: Yuma Pressindo.
M. Quraish Shihab. 2004. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai
Persoalan
Mahjuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia
Subagya, Ki Sugeng, 2007, “Membangun Watak Bangsa, Menuai Martabat”,
Ulil Amri Syarif. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta:
Raja Grafindo Press.

Anda mungkin juga menyukai