Anda di halaman 1dari 77

Unggul Dalam IPTEK

Kokoh Dalam IMTAQ

LAPORAN PENELITIAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN TERJADINYA SINDROM KORONER AKUT
BERULANG DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA TAHUN 2014

DISUSUN OLEH :
DINA RUSDIANA MINDA
2012727018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2014
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA

Riset Keperawatan, Maret 2014

Nama : Dina Rusdiana Minda


Judul : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sindrom
Koroner Akut Berulang di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
VII BAB + 57 Halaman + 3 Tabel + 3 Lampiran

ABSTRAK

Sindrom koroner akut (SKA) adalah Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis nyeri dada yang khas atau perasaan tidak enak di dada atau gejala-
gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya SKA berulang di
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Desain penelitian ini menggunakan desain
deskriptif crossectional dengan jumlah sampel 17 responden, teknik pengambilan
sampel dengan menggunakan total sampling. Analisa Univariat menggunakan
distribusi frekuensi dan Analisa Bivariat untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya SKA berulang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Untuk mengetahui tingkat status kesehatan instrument penelitian menggunakan SF-
12, untuk mengetahui tingkat depresi instrument penelitian menggunakan PHQ-9 dan
untuk mengetahui tingkat kecemasan instrument penelitian menggunakan skala
HARS. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat status
kesehatan dengan kejadian SKA berulang dengan p-value (0,028), ada hubungan
antara ada hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian SKA berulang dengan p-
value (0,028), ada hubungan antara ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan
kejadian SKA berulang dengan p-value (0,028). Saran untuk perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dirawat karena SKA berulang
selain memperhatikan kebutuhan fisik hendaknya memperhatikan juga kondisi
psikologis sehingga dapat menjadi semangat untuk pasien tetap menjalani
kehidupannya.

Daftar Pustaka : 29, 2000 – 2013


Kata Kunci : Sindrom Koroner Akut Berulang, Status Kesehatan, Depresi, Cemas

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikumWarohmatullahiWabarakatuh

Segala puji atas kebesaran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-

Nya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul

Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA)

berulang, yang merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat bagi mencapai gelar

sarjana keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Muhamadiyah Jakarta.

Pada kesempatan ini tidak lupa peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Muhammad Hadi,S.KM,M.Kep. Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Muhamadiyah Jakarta dan pembimbing II Metodologi

Riset Keperawatan.

2. Ibu Irna Nursanti,M.Kep,Sp.Mat. Selaku Ka. Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Muhamadiyah Jakarta

3. Ibu Ns.Yani Sofiani,M.Kep.,Sp.KMB. Selaku pembimbing utama yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan bimbingan kepada peneliti.

4. Suamiku tercinta Bahtiar Adiwijaya yang selalu memberi spirit dan motivasi

selama peneliti menempuh pendidikan

5. Anak anakku tersayang Hana Diar Amalia, Syakira Diar Imanina dan Faiq

Zaidan Aldiar atas pengertian dan kesabaran nya selama ini

ii
6. Semua teman seperjuangan yang saya cintai dan sayangi, yang memberikan

senyum dan canda tawanya.

7. Semua staf pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan

bekal ilmu dan pengetahuan selama peneliti menuntut ilmu.

Akhir kata, peneliti mengucapkan Alhamdulillah hirobbil’alamin dan semoga Allah

SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan bapak, ibu dan saudara

sekalian. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Maret 2014

Peneliti

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL......................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN …………………………..………………….... 1


A. Latar Belakang……………………………………………................ 1
B. Masalah Penelitian ..………………………………………............... 7
C. Tujuan Penelitian …………………………………………................ 8
D. Manfaat Penelitian ……………………………………….................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 10


A. Konsep Sindrome Koroner Akut (SKA)…………………………. 10
B. Konsep Sindrome Koroner Akut (SKA) Berulang …..…............ 15

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI


OPERASIONAL ……………………………………….............. 26
A. Kerangka Konsep ……………………………………….............. 26
B. Hipotesis………………………………………………..…............... 27
C. Definisi Operasional………………………………………………… 27

iv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN………………………………... 31
A. Desain Penelitian….…………………………………………………. 31
B. Tempat Penelitian….…………………………………….................... 31
C. Waktu Penelitian…..………………………………………………… 31
D. Populasi dan Sampel …………………………………………………. 33
E. Alatdan Cara Pengumpulan Data …..……………………………….. 34
F. Etika Penelitian ………….………………………………………….. 37
G. Pengolahan Data………………………………………….................. 38
H. Analisa Data……………..………………………………….............. 39

BAB V HASIL PENELITIAN.................................................................... 41


A. AnalisaUnivariat……………………………………………………. 41
B. AnalisaBivariat……………………………………………………… 45

BAB VI PEMBAHASAN........................................................................... 48
A. Keterbatasan Penelitian…………………………………..……...….. 48
B. Hasil Penelitian………………………………………………….….. 49

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 56


A. Kesimpulan…………………………………………………….…… 56
B. Saran……………………………………………………………….... 57

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 5.1 Data DemografiPasien SKA berulang Di RSUPN DrCiptomangunkusumo
Jakarta Februari 2014 …………………………….. 41

Tabel 5.2Distribusifrekuensitentang-tentangfaktor-faktor yang


berhubungandengankejadian SKA berulang Di RSUPN
DrCiptomangunkusumo
Jakarta Februari 2014 …………………………………………………….. 42

Tabel 5.3Distribusirespondenberdasarkanvariabelindependen (tingkat status


kesehatan, tingkatdepresi, tingkatkecemasan), SKA berulang Di RSUPN
DrCiptomangunkusumo Jakarta Februari 2014 ………………………….. 44

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perubahan pola hidup menyebabkan pola penyakit berubah dari penyakit rawan

gizi dan infeksi ke penyakit-penyakit degeneratif diantaranya penyakit jantung

dan pembuluh darah. Sindrom koroner akut (SKA) adalah Suatu keadaan gawat

darurat jantung dengan manifestasi klinis nyeri dada yang khas atau perasaan

tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard

(Braunwald, 2008).

Penyebab SKA adalah aterosklerosis, yang merupakan komplikasi akibat

penumpukan plak di arteri ( aterosklerosis koroner ).Plak menyebabkan arteri

menyempit sehingga darah sulit mengalir akibatnya jantung tidak dapat

memompa darah yang kaya oksigen dengan cukup keseluruh tubuh sehingga

menyebabkan nyeri dada sampai serangan jantung (www.amazine.co)

Menurut Data Statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada

tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika

Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang. Hasil survey kesehatan

Nasional tahun 2006 menunjukan bahwa: 26,4% penyebab kematian adalah

1
2

karena penyakit jantung dan pembuluh darah, diikuti oleh penyakit infeksi,

pernafasan, pencernaan, neoplasma.

Angka kematian akibat PJK di perkirakan mencapai 53 per 100.000 penduduk

Indonesia (Supriyono, 2010).Menurut data ruangan RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo pada tahun 2013 tercatat jumlah pasien yang dirawat sebanyak

305 orang dan 17 orang dirawat dengan SKA berulang.(MedRec RSCM,2013).

Pada pasien yang sudah pernah mengalami serangan jantung koroner, masing-

masing cabang koronernya sudah berbakat untuk tersumbat. Jadi bila bakat

koronernya tersumbat hanya soal waktu kapan terjadi penyumbatan lagi dan

cabang pembuluh koroner lain suatu saat akan tersumbat pula (Nadesul,

2010).Berdasarkan hal tersebut perlu kiranya dilakukan penelitian tentang faktor

yang berhubungan dengan kejadian SKA berulang sehingga faktor- faktor

tersebut dapat dihindari atau diminimalkan oleh pasien yang pernah mengalami

serangan jantung atau sindrom koroner akut dan pada akhirnya diharapkan

kejadian SKA berulang tidak terjadi karena hal tersebut bisa mengakibatkan

kondisi pasien lebih buruk .

Menurut riset keperawatan ( Ghaed,2008 ) dalam penelitian disertasinya yang

berjudul Subjective Social Status, Socio economic Status and Health Following

Acute Coronary Syndrom yang dilakukan di UCSD Healthcare hospital di

Sandiego pada bulan Oktober 2002 sampai dengan Februari 2005 dengan
3

responden pasien yang di diagnosis dokter mengalami Sindrom koroner Akut

yang berjumlah 140 responden.Adapun metode penelitian yang digunakan

adalah analisis statistic multilevel modeling ( MLM ) yang merupakan

pendekatan unik untuk malakukan pengukuran berulang atau menganalisa kurve

perkembangan pada beberapa observasi yang dilakukan pada masing-masing

individu.Penelitian ini salah satunya memaparkan faktor faktor yang berpotensi

menyebabkan SKA berulang seperti kualitas hidup atau status kesehatan, kondisi

pasien yang mengalami depresi dan kecemasan. Adapun hasil penelitian ini

adalah ada hubungan antara kualitas hidup atau status kesehatan pasien dengan

kejadian SKA berulang, ada hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian

SKA berulang, ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kejadian SKA

berulang.Pada penelitian yang dilakukan oleh ( Ghaed ,2008 ) dihasilkan

hipotesis yang mengatakan bahwa individu yang dilaporkan status kesehatannya

menurun akan menunjukkan pemulihan penyakit yang lebih lambat.Status

kesehatan adalah derajat kesehatan yang menunjukkan seseorang untuk dapat

beraktifitas fisik,emosional dan sosial dengan atau tanpa bantuan system

pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui dan mendapatkan hasil pengukuran

status kesehatan, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan pemeriksaan

kesehatan. Kesehatan yang buruk yang mempengaruhi dipengaruhi oleh distress

yang menetap, kualitas hidup yang buruk dan masalah penurunan fungsi

tubuh.Sedangkan untuk kecemasan dan depresi dikatakan juga mempengaruhi

pemulihan kesehatan individu yang terkena SKA berulang.


4

Penelitian lain yang di lakukan oleh Widayanti (2013) yang berjudul hubungan

antara depresi, cemas dan SKA yang mengatakan pasien depresi dengan sindrom

koroner akut memiliki hasil yang kurang baik dibandingkan dengan pasien yang

tanpa gejala depresi.Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai

dengan kesedihan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau

sulit konsentrasi, tidur terganggu, nafsu makan berubah dan tidak

bertenaga.Depresi pasca infark miokard berhubungan dengan perburukan

kesehatan yang mengakibatkan perburukan kualitas hidup, kekambuhan kelainan

jantung, dan mortalitas.Suatu penelitian longitudinal baru - baru ini terhadap

depresi pasca sindrom koroner akut menemukan bahwa batasan keparahan

depresi beberapa minggu setelah terjadi serangan sindrom koroner akut berisiko

kuat terhadap mortalitas kira - kira 7 tahun setelah indeks kejadian. Cemas

adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan

perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.Cemas juga memiliki keterkaitan dengan

hasil negatif dari jantung pada spektrum penyakit jantung.Orang dengan

peningkatan cemas berisiko tinggi terhadap perkembangan penyakit jantung

koroner dibandingkan orang yang tidak cemas. Khususnya,rasa khawatir

merupakan komponen cemas yang terkait dengan penyakit jantung. Di antara

pasien dengan penyakit kardiovaskuler akut, populasi pasien tersebut paling

rentan terhadap kejadian jantung katastropik dan komplikasi, beberapa penelitian


5

menemukan bahwa peningkatan cemas setelah infark miokard memiliki

hubungan tersendiri dengan komplikasi pasien jantung yang dirawat inap.

Pada pasien jantung yang mengalami depresi terjadi Aktivitas dan agregasi

platelet adalah komponen kunci dari iskemia miokard akut dan bukti peningkatan

aktivitas dan agregasi platelet telah ditemukan pada pasien dengan

depresi.Hubungan antara depresi dan hiperaktivitas platelet dapat dimediasi oleh

serotonin.Serotonin ditemukan dalam darah dan platelet, yang memainkan peran

penting dalam aktivasi platelet.Apabila serotonin berikatan dengan reseptor 5-

hydroxytryptamine-2 (5HT-2) di platelet, hal ini menyebabkan pelepasan faktor

prokoagulan yang disimpan dalam platelet dan meningkatkan agregasi platelet,

memicu pembentukan clot. Dalam arteri koroner normal, pembentukan trombus

dan iskemia dicegah melalui rangsangan serotonin pada endotelium untuk

melepaskan nitrit oksida, yang mengakibatkan vasodilatasi di area sekitar clot

(James,2000).

Adapun pada pasien cemas bukti yang ada menunjukkan bahwa serotonin

mungkin juga memediasi perubahan dalam platelet pada pasien cemas. Kelainan

dalam sistem serotonergik telah terlibat dalam patogenesis gangguan cemas dan

pasien dengan cemas fobik telah ditemukan memiliki kelainan dalam sistem

koagulasi dan fibrinolitik yang memicu keadaan hiperkoagulasi.Terlebih lagi,

kelainan pada level serotonin darah, transporter serotonin platelet, dan level
6

kalsium intraselular dalam menanggapi stimulasi (meningkatkan sensitivitas

terhadap faktor - faktor prokoagulan) telah dilaporkan pada pasien dengan

gangguan kecemasan tertentu. Selain mekanisme ini, stres akut juga telah

dikaitkan dengan hiperaktivitas platelet, meningkatnya viskositas darah dan

hemokonsentrasi, berpotensi meningkatkan risiko trombosis dan komplikasi

kardiovaskular lainnya yang dimediasi melalui hiperaktivitas platelet dan

meningkatnya viskositas darah (http://download.portalgaruda.org/article).

Adapun instrument yang digunakan untuk pengkajian tingkat status kesehatan

yaitu dengan menggunakan(Short Form) SF 12 dimana pada pertanyaan

pertanyaan yang ada pada SF12 dapat menilai kualitas status kesehatan dengan

menjawab 12 item pertanyaan yang menyangkut masalah fisik dan emosional,SF

12 dipilih penulis menjadi indicator untuk menilai status kesehatan pasien

dengan SKA berulang karena SF 12 ini pertanyaannya lebih mudah difahami dan

mudah diinterpretasi untuk menilai kondisi fisik dan mental. Adapun faktor

tingkat depresi penulis tertarik menggunakan skala PHQ 9 dimana skala

pengukuran tersebut alat yang dapat digunakan untuk membantu dalam

mendiagnosis depresi serta menyeleksi dan pemantauan pengobatan (Kroenke

and Spitzer,2001).Sedangkan untuk kecemasan penulis tertarik untuk mengkaji

tingkat kecemasan dengan menggunakan skala HARS. Skala HARS merupakan

pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya gejala pada individu

yang mengalami kecemasan.Skala HARS di pilih penulis untuk menilai tingkat


7

kecemasan pasien dengan SKA berulang karena Skala HARS telah dibuktikan

memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran

kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini

menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS

akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.

B. MASALAH PENELITIAN

Sindrom koroner akut (SKA) adalah Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan

manifestasi klinis nyeri dada yang khas atau perasaan tidak enak di dada atau

gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Dikatakan berulang karena

kejadian kegawatan jantung ini adalah ulangan atau sebelumnya pasien pernah

mengalami hal yang sama. Berdasarkan penelitian sebelumnya ada beberapa

faktor yang menyebabkan kejadian SKA berulang diantaranya tingkat status

kesehatan, tingkat kecemasan dan tingkat depresi. Berdasarkan latar belakang

diatas maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-

faktor apa saja yang berhubungan dengan terjadinya sindrom koroner akut

berulang di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo.


8

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya

Sindrom Koroner Akut (SKA) berulang di RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo

2. Tujuan Khusus

a) Teridentifikasinya data demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan) yang

berhubungan dengan terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) berulang di

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

b) Diketahuinya tingkat status kesehatan dengan terjadinya Sindrom Koroner

Akut (SKA) berulang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

c) Diketahuinya tingkat depresi dengan terjadinya Sindrom Koroner Akut

(SKA) berulang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

d) Diketahuinya tingkat kecemasan dengan terjadinya Sindrom Koroner Akut

(SKA) berulang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

e) Diketahuinya hubungan antara tingkat status kesehatan, depresi dan

kecemasan dengan terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) berulang di

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo


9

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Hasil yang didapat dalam penelitian ini memberikan informasi tambahan

bagi pendidikan keperawatan khususnya tentangfaktor-faktor yang

berhubungan dengan terjadinya sindrom koroner akut (SKA) berulang di

RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo.

2. Pengembangan Ilmu keperawatan.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan

konsep asuhan keperawatan medikal bedah dan juga dapat digali lebih

dalam lagi untuk dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian

selanjutnya.

3. Bagi Institusi Pelayanan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk

memberikan pendidikan keperawatan kepada keluarga maupun pasien

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sindrom koroner

akut (SKA) berulang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP SINDROM KORONER AKUT (SKA)

1. Definisi Sindrom Koroner Akut ( SKA)

Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan

keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara

kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).

Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis nyeri dada

yang khas atau perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai

akibat iskemia miokard(Braunwald, 2008).

Salah satu manifestasi penyakit arteri koroner,yang mencakup Angina

Pektoris Tidak Stabil (APTS),infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non ST

Elevation Myocardial Infarction = NSTEMI) dan infark miokard dengan

elevasi ST (ST Elevetion Myocardial Infraction = STEMI) dan

menyebabkan kematian jantung mendadak/sudden cardiac death (Aziz,

2008)

10
11

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa SKA adalah salah satu

spektrum penyakit jantung koroner yang terdiri dari angina tidak stabil dan

infark miokard yang merupakan kondisi klinis yang mengancam nyawa.

Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah

karena mekanisme patosfiologi yang sama. Semua disebabkan oleh

terlepasnyaplak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan

thrombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis atau oklusi

pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli.

Sedangkan letak perbedaan antar angina tak stabil, infark Non-elevasi ST

dan dengan elevisi ST adalah dari jenis thrombus yang menyertainya.Angina

tak stabil dengan thrombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus

inkomplet/non klusif dan pada elevasi ST dengan trobus komplet/oklusif.

2. Penyebab SKA

Penyebab SKA adalah aterosklerosis, yang merupakan komplikasi akibat

penumpukan plak di arteri ( aterosklerosis koroner ).Plak menyebabkan arteri

menyempit sehingga darah sulit mengalir akibatnya jantung tidak dapat

memompa darah yang kaya oksigen dengan cukup keseluruh tubuh sehingga

menyebabkan nyeri dada sampai serangan jantung (www.amazine.co).


12

3. Patofisiologi SKA

Aterosklerosis merupakan suatu keadaan di mana fatty plaque terbentuk pada

arteri berukuran besar dan sedang termasuk pembuluh darah jantung sebagai

akibat dari deposisi kolesterol, lipid dan sisa sel. Plaque dalam arteri jantung

akhirnya menjadi demikian padat sehingga aliran darah ke jantung terbatas.

Aliran darah ke jantung yang terbatas menyebabkan sel miokardium

mengalami iskemia. Kematian sel miokardium akibat iskemia disebut infark

miokard, di mana terjadi kerusakan, kematian otot jantung, dan selanjutnya

terbentuk jaringan parut tanpa adanya pertumbuhan kembali dari otot

jantung. Infark miokard biasanya disebabkan oklusi mendadak dari arteri

koroner bila ada ruptur plaque yang kemudian akan mengaktivasi sistem

pembekuan. Interaksi antara ateroma dengan bekuan akan mengisi lumen

arteri, sehingga aliran darah mendadak tertutup. Infark miokard dapat juga

disebabkan karena spasme dinding arteri yang menyebabkan oklusi lumen

pembuluh darah. Aterosklerosis berhubungan dengan banyak faktor-faktor

risiko, seperti riwayat keluarga, hipertensi, obesitas, merokok, diabetes

melitus, stres, serta kadar serum kolesterol dan trigliserid yang tinggi.

(Libby, 2005 )

4. Manifestasi SKA

Manifestasi klinis yang khas pada SKA adalah nyeri dada atau angina

pectoris. Angina pectoris adalah rasa nyeri dada yang terjadi akibat
13

adanya iskemia miokardium (Hampton 2003). Manifestasi awal sangat

prediktif untuk prognosis awal.Timbulnya gejala saat istirahat

menandakan prognosis lebih buruk di banding gejala yang hanya timbul

pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala angina yang

memberat ( > 20 menit ), takhikardi,hipotensi atau gagal jantung pada

saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk

(Braunwald,2008)

5. Faktor Resiko SKA

Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu dapat

dimodifikasi dan tidak dapat di modifikasi (Brian, 2005)

a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (Unmodidified factor)

1) Usia

Semakin bertambahnya usia, semakin tinggi juga resiko terkena

sindrom koroner akut. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan

lamanya sesorang terpajan dengan beberapa faktor resiko yang lain.

2) Jenis kelamin

Seorang lelaki akan memiliki resiko sindrom koroner akut lebih

tinggi dan lebih awal dibanding wanita.

3) Riwayat keluarga

Adanya anggota keluarga yang terkena SKA akan meningkatkan

resiko seseorang juga terkena SKA. Faktor familial dan genetika


14

mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis SKA, hal tersebut

dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis,

penatalaksanaan dan juga pencegahan SKA.

b. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi (modified factor).

Adapun faktor resiko terjadinya SKA adalah:

1) Dyslipidemia

2) Diabetes mellitus

3) Hipertensi

4) Merokok

5) Obesitas

6) Stress

6. Komplikasi Sindroma Koroner Akut

Adapun komplikasi pada sindroma koroner akut adalah:

a. Syok Kardiogenik

b. Aritmia Malignant

c. Gagal Jantung

d. Mechanical ruptur, MR akut, VSD

e.Gangguan Hantaran
15

B. KONSEP SKA BERULANG

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Howie (2005) dengan judul Predictors

for rehositalization in hospitalized heart failure patient Menjelaskan bahwa yang

dikatakan penyakit jantung berulang adalah terjadinya serangan jantung berulang

dalam kurun waktu 90 hari setelah pasien tersebut di rawat.

1. Definisi SKA berulang

Adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis nyeri

dada yang khas atau perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain

sebagai akibat iskemia miokard dan kejadiannya bukan yang pertama kali

(www.pjnhk.go.id)

2. Faktor penyebab SKA berulang

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ghaed (2008 )tentang Subjective social

status, Sosioeconomice & health following coronary acute memaparkan

hubungan antara status kesehatan, depresi dan kecemasan dapat menimbulkan

kejadian Sindrom Koroner Akut berulang yaitu:

a. Status kesehatan

Status kesehatan adalah derajat kesehatan yang menunjukkan seseorang

untuk dapat beraktifitas fisik,emosional dan sosial dengan atau tanpa

bantuan system pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui dan mendapatkan

hasil pengukuran status kesehatan, salah satu cara yang dilakukan adalah

dengan pemeriksaan kesehatan(Http://www.depkes.go.id).


16

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit

dan berhubungan dengan cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi

terhadap penyakit. Variabel sosial berperan dalam menentukan bagaimana

sistem pelayanan kesehatan menyediakan pelayanan medis.

Untuk mengukur kualitas status kesehatan seperti pada penelitian yang

dilakukan Ghaed (2008) tentang Subjective social status, Sosio economic

& health following coronary acute dilakukan pengukuran dengan

menggunakan kuesioner SF 12 (Short Form 12) dimana penilaian SF 12 ini

merupakan turunan dari SF 36.SF 12 ini berisi 12 item pertanyaan yang

meliputi Self Assesment kesehatan, fungsi fisik, keterbatasan peran akibat

masalah fisik, keterbatasan peran akibat masalah mental/emosional, fungsi

sosial, kesehatan mental dan nyeri.12 item pertanyaan ini harus

diselesaikan dalam waktu 5 menit dengan metode yang di gunakan adalah

menjawab sendiri pertanyaan kuesioner atau dengan wawancara.Instrumen

SF 12 ini hanya digunakan untuk mengetahui kualitas status kesehatan

orang dewasa.Adapun skor minimal adalah 0 dan skor maksimal 100.

b. Depresi

Depresi adalah gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan,

kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau sulit konsentrasi,

tidur terganggu, nafsu makan berubah dan tidak bertenaga (Yosep,2009).

Pada kebanyakan pasien dengan penyakit jantung, depresi merupakan


17

keadaan yang umum terjadi, persisten dan kurang disadari. Sindrom

depresi mayor ditemukan pada sekitar 15% pasien dengan penyakit

jantung, termasuk sindrom koroner akut. Penyakit jantung dapat memiliki

keterkaitan dengan gangguan nafsu makan, konsentrasi, tidur, dan energi,

depresi yang nyata (dengan mood depresi yang persisten atau anhedonia)

merupakan konsekuensi yang tidak normal dari penyakit jantung(Sermsak,

2010). Depresi dapat berfungsi sebagai penghalang untuk partisipasi dalam

rehabilitasi jantung dan program latihan, tetapi ahli jantung dapat

membantu pasien yang depresi mengatasi rintangan ini dengan

menawarkan dorongan dan kontak berkelanjutan. Ahli jantung juga harus

meminta bantuan dari pasangan atau anggota keluarga dan teman - teman

untuk meningkatkan kepatuhan. Pemberian latihan harus didasarkan pada

status kesehatan jantung dan toleransi latihan masing - masing individu.

Berdasarkan penelitian Krisnayanti (2013 ) dengan judul depresi dan

cemas pada pasien sindrom koroner akut menyatakan bahwa depresi dapat

timbul sebagai reaksi sementara terhadap adanya penyakit jantung, namun

tidak jarang juga bersifat kronis dan rekuren. Sertraline Antidepressant

Heart Attack Randomized Trial (SADHART) (2009) menemukan bahwa

diantara pasien yang menderita sindrom koroner akut yang datang ke

rumah sakit dengan gejala depresi mayor, 94% telah mengalami depresi

lebih dari satu bulan, 61% telah mengalami depresi lebih dari enam bulan
18

dan lebih dari separuh pernah mengalami episode depresi mayor

sebelumnya.Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa depresi merupakan

salah satu faktor resiko independen untuk muncul dan berkembangnya

suatu penyakit jantung koroner.Pasien dengan sindrom depresi mayor

memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami serangan infark

miokard baik yang bersifat fatal maupun tidak fatal, serta mengalami

kematian mendadak dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita

depresi. Pada pasien dengan riwayat penyakit jantung, depresi juga

merupakan salah satu faktor risiko independen (selain merokok, hipertensi,

hiperlipidemia dan diabetes) morbiditas dan mortalitas. Depresi

meningkatkan risiko terjadinya infark miokard yang tidak fatal sebanyak 4

kali lipat, pasca terjadinya suatu episode angina tak stabil.

Adapun mekanisme fisiologisnya yaitu aktivitas dan agregasi platelet

merupakan komponen utama dalam pathogenesis aterotrombosis yang

melatar belakangi terjadinya suatu iskemia miokard akut. Pada penderita

depresi terjadi peningkatan akitivitas dan agregasi platelet. Penderita

penyakit jantung koroner yang menunjukkan gejala depresi, juga

mengalami peningkatan aktivitas platelet. Hal ini dibuktikan dari lebih

tingginya kadar plasma platelet factor IV dan thromboglobulin-β (yang

merupakan penanda aktivitas platelet) kelompok ini jika dibandingkan

dengan penderita tanpa gejala depresi serta kelompok kontrol.


19

Lebih tingginya aktivitas dan agregasi platelet pada penderita penyakit

jantung koroner yang juga mengalami depresi, kemungkinan berkaitan

dengan adanya disfungsi serotonergik akibat depresi. Serotonin merupakan

substansi penting yang mempengaruhi fungsi platelet. Ikatan serotonin

pada reseptor 5-hydroxytrypthamine-2 (5HT-2) di permukaan platelet,

mengakibatkan rekrutmen platelet dalam jumlah yang lebih besar dan

aktivasi kaskade koagulasi. Hal ini mengakibatkan peningkatan agregasi

platelet yang menyebabkan pembentukan klot. Didalam lumen arteri

koroner yang normal, pembentukan trombus dan iskemia dicegah oleh

adanya stimulasi serotonin terhadap sel endotel pembuluh darah untuk

melepaskan Nitric Oxide (NO) yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh

darah disekitar area terbentuknya klot. Pada arteri yang mengalami

aterosklerosis, telah terjadi kerusakan endotel, sehingga pada saat

mendapatkan stimulasi serotonin, terjadi kegagalan pelepasan NO. Sebagai

respon terhadap stimulasi serotonin justru terjadi vasokonstriksi pembuluh

darah yang akan semakin memperberat iskemia miokard.

Menilai dan mengobati depresi sangat penting setelah terjadi serangan

jantung karena kejadian depresi pada pasien dengan penyakit jantung

koroner adalah sekitar dua kali lipat pada populasi pada umumnya.

Penilaian PHQ - 9 merupakan skala depresi sembilan item Patient Health

Questionnaire, telah terbukti menjadi alat untuk membantu dokter atau


20

perawatan primer dalam mendiagnosis depresi serta memilih dan

memantau pengobatan. Ada dua komponen dari PHQ-9 yaitu menilai

gejala dan gangguan fungsional untuk membuat depresi tentatif diagnosis

dan mendapatkan skor keparahan untuk membantumemilih dan memantau

pengobatan. Kuesioner ini telah di bentuk untuk menaksir mood pasien di

atas 2 minggu yang lalu.

Pertanyaan yang ditanya adalah: Selama 2 minggu terakhir, seberapa sering

anda terganggu oleh masalah-masalah berikut?

1) Kurang tertarik atau bergairah dalam melakukan apapun.

2) Merasa murung, muram, atau putus asa.

3) Sulit tidur atau mudah terbangun, atau terlalu banyak tidur.

4) Merasa lelah atau kurang bertenaga.

5) Kurang nafsu makan atau terlalu banyak makan.

6) Kurang percaya diri- atau merasa bahwa anda adalah orang yang gagal

atau telah mengecewakan diri sendiri atau keluarga.

7) Sulit berkonsentrasi pada sesuatu, misalnya membaca koran atau

menonton televisi.

8) Bergerak atau berbicara sangat lambat sehingga orang lain

memperhatikannya. Atau sebaliknya-merasa resah atau gelisah

sehingga anda lebih sering bergerak dari biasanya.


21

9) Merasa lebih baik mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara

apapun.

Penilaian yang dibuat untuk jawaban yaitu:

dari separuh waktu yang dimaksud= nilai 2

SKOR INTEPRETASI

0-4 Depresi minimal

5-9 Depresi ringan

10-14 Depresi sedang

15-20 Depresi sedang berat

20-27 Depresi berat

(Kroenke and Spitzer, 2001).

c. Kecemasan

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuar, Gail W,

2007).Menurut Peplau,1952 ansietas atas kecemasan di bagi 4 yaitu

ringan, sedang, berat dan panik. Pada ansietas ringan dan sedang individu
22

dapat memproses informasi, belajar dan menyelesaikan masalah. Pada

kenyataannya tingkat ansietas ini memotivasi pembelajaran dan perubahan

prilaku. Pada ansietas berat dan panik keterampilan bertahan yang lebih

sederhana mengambil alih, terjadi respon defensive dan keterampilan

kognitif menurun secara signifikan. Individu yang mengalami ansietas

berat sulit berpikir dan melakukan pertimbangan, otot-otot menjadi tegang,

tanda-tanda vital meningkat dan ia mondar mandir memperlihatkan

kegelisahan, iritabilitas dan kemarahan. Dalam keadaan panik, alam

psikomotor emosional individu tersebut mendominasi.Lonjakan adrenalin

menyebabkan tanda-tanda vital sangat meningkat dan pupil

membesar(Videbeck, Sheila, 2008).

Cemas juga umum terjadi pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler

akut. Peningkatan level cemas yang dilaporkan sendiri mencapai 20%-50%

pada pasien dengan infark miokard akut, dengan seperempatnya

mengalami gejala cemas yang sama dengan yang dialami pasien di unit

psikiatri. Cemas seringkali menetap setelah kelainan jantung dan pada

pasien sindrom koroner akut dapat mengalaminya setelah 2 tahun

(Christoper,2010). Menurut Suzanne dan Brenda (2002), ansietas adalah

reaksi yang normal terhadap stres dan ancaman bahaya. Ansietas

merupakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik yang

nyata maupun yang hanya dibayangkan. Secara umum ada dua ancaman
23

besar yang dapat menimbulkan ansietas yaitu : ancaman integritas diri,

meliputi: ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan

dasar dan ancaman system diri, antara lain: ancaman terhadap identitas diri,

harga diri, dan hubungan interpersoal, kehilangan serta perubahan

status/peran.

Pada pengkajian tingkat kecemasan kita bisa menggunakan skala

HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan

pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya gejala pada

individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14

gejala yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item

yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor( skala likert) antara 0 (Nol

Present) sampai dengan 4 (severe).Adapun gejala yang tampak adalah

sebagai berikut :

1) Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

2) Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan

lesu.

3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal

sendiri dan takut pada binatang besar.

4) Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur

tidak pulas dan mimpi buruk.


24

5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7) Gejala somatik: nyeri path otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara

tidak stabil dan kedutan otot.

8) Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat serta merasa lemah.

9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras

dan detak jantung hilang sekejap.

10) Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering

menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,

mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan,

perasaan panas di perut.

12) Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan keneing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu

roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

14) Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan

dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek

dan cepat.
25

Adapun cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item

1-14 dengan hasil:

1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.

2. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.

3. Skor 15 – 27 = kecemasan sedang.

4. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat. (Kaplan & Sadock,2000)

\
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep menggambarkan hubungan antara variable-variabel yang

peneliti buat. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

- Tingkat Status
kesehatan
Kejadian SKA berulang
- Tingkat Depresi

- Tingkat Kecemasan

Data demografi

1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan

Keterangan :

---------------------- : Bagian yang tidak diteliti

: Bagian yang diteliti

26
27

B. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan studi kepustakaan maka diformulasikan hipotesis ini dapat

dianggap sebagai jawaban sementara terhadap pernyataan yang muncul pada

rumusan, sertaberdasarkan kerangka konsep, maka hipotesis penelitian ini adalah

1. Ada hubungan antara tingkat status kesehatan dengan terjadinya SKA

berulang di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo.

2. Ada hubungan antara tingkat depresi dengan terjadinya SKA berulang di

RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo

3. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan terjadinya SKA berulang di

RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo

C. Definisi Operasional

Pada penelitian ini terdapat dua table yaitu table tentang data demografi dan table

tentang variable independen dan dependent. Data demografi meliputi usia, jenis

kelamin, pendidikan. Variable independent adalah tingkat status kesehatan,

tingkat depresi dan tingkat kecemasan, variable dependent adalah kejadian SKA

berulang.
28

Tabel 1: Variable Independen dan Dependen

Hasil
Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala
Pengukuran

Demografi :

Umur Rentang kehidupan yang Kuesioner 0:<40 tahun Interval

diukur dengan tahun 1:>40 tahun

Jenis kelamin Sifat atau keadaan yang Kuesioner 0: Laki-laki Ordinal

membedakan dua individu 1:Perempuan

yang berlawan jenis

Pendidikan Tingkat pengetahuan yang Kuesioner 0 : SD Ordinal

merupakan tingkat 1 : SLTP

pendidikan formal terakhir 2: SLTA

3 : Akademi / PT

Independen

Status Kondisi atau keadaan Kuesioner 0:Status Ordinal

Kesehatan sejahtera badan dan jiwa terdiri dari :12 pertanyaan kesehatan baik

serta sosial yang Dengan nilai Skor: 1:Status

memungkinkan seseorang 0-50 Status kesehatan buruk kesehatan

untuk produktif secara 51-100 Status kesehatan Buruk

sosial dn ekonomis baik


29

Tingkat Gangguan mental umum Kuesioner Ordinal

Depresi yang ditandai dengan Terdiri dari 9 pertanyaan 0:DepresiMini

kesedihan, kehilangan dengan nilai Skor: mal

minat, nafsu makan 0-4 Depresi minimal 1: Depresi ringan

berubah dan energy rendah 5-9 Depresi ringan 2:Depresi Sedang

10-14 Depresi sedang 3:Depresi Sedang

15-20 Depresi sedang berat Berat

21-27 Depresi berat 4:Depresi Berat

Tingkat Suatu reaksi emosional Kuesioner 0:Tidak ada Ordinal

Kecemasan yang menggambarkan terdiri dari 14 pertanyaan kecemasan

keadaan kekhawatiran, dengan nilai Skor: 1:Kecemasan

tidak nyaman, takut, dan ≤ 6 Tidak ada kecemasan ringan

merasa terancam terhadap 7-14 Kecemasan ringan 2:Kecemasan

suatu ancaman atau 15-27 Kecemasan sedang sedang

perasaan yang mengancam >27 Kecemasan berat 3:Kecemasan

kehidupannya dimana berat

sumbernya tidak diketahui

secara spesifik
30

ALAT
VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL HASIL PENGUKURAN SKALA
UKUR

Dependen :

Kejadian suatu keadaan gawat darurat Kuesioner 0:serangan berulang pertama, Ordinal

SKA berulang jantung dengan manifestasi jika skor jawaban ≤ mean

klinis nyeri dada yang khas (distribusi tidak normal) atau

atau perasaan tidak enak di median (distribusi normal)

dada atau gejala-gejala lain 1:serangan berulang kedua

sebagai akibat iskemia atau lebih, jika skor jawaban

miokard dan kejadiannya > Mean (distribusi tidak

bukan yang pertama kali normal ) atau Median

,berulang dalam kurun waktu (distribusi normal)

90 hari setelah pasien di rawat.


31

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan menjelaskan metodologi penelitian diantaranya meliputi desain

penelitian, tempat penelitian, waktu penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan

data, etika penelitian, pengolahan data, serta analisa data.

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam

melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Desain penelitian yang

digunakan penelitian ini adalah deskriptif analitik densgan pendekatan cross

sectional. Pendekatan deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui Faktor faktor

yang berhubungan dengan terjadinya SKA berulang di RSUPN Dr Cipto

Mangunkusumo.

B. Tempat Penelitian

Tempat penelitian yangdigunakan oleh peneliti adalah di RSUPN DR. Cipto

Mangunkusumo.

C. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan padabulan Februaritahun 2014 di RSUPN

DR. Cipto Mangunkusumo.


32

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi yang diambil sebagai subjek peneliti adalah pasien yang menderita

SKA berulang yang dirawat di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo.Populasi

disebut juga dengan istilah universe atau keseluruhan, adalah sekelompok

individu atau obyek yang memiliki karakteristik yang sama (Imron & munif,

2010). Sampel merupakan bagian populasi yang akan di teliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).Adapun

jumlah pasien SKA yang dirawat di RSUPN DR Cipto Mangunkusumo pada

tahun 2013 berjumlah 305 orang dan 17 orang diantaranya mengalami SKA

berulangsehingga populasi pada penelitian ini adalah 305 orang dengan

jumlah responden sebanyak 17 responden.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagaian jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili populasi

yang ada (Nursalam, 2008).

Menurut Suharsimi (2005) Jika jumlah anggota subjek dalam populasi

meliputi kurang dari 100 maka sebaiknya subjek sejumlah itu diambil

seluruhnyayaitu sebanyak sampel yang ada pada saat waktu dilakukan


33

penelitian. Adapun jumlah pasien SKA yang dirawat di RSUPN DR Cipto

Mangunkusumo pada tahun 2013 berjumlah 305 orang dan 17 orang

diantaranya mengalami SKA berulang. Jumlah total sampel pada penelitian ini

ada 17 responden.

Menurut Hidayat (2007), sampel merupakan bagian populasi yang akan

diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik

penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai

responden atau sampel (Sugiyono, 2009).

Untuk itu sampel yang akan peneliti pilih adalah yang memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

b. Pasien SKA berulang yang di rawat di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo

dalam kurun waktu 90 hari setelah pasien tersebut di rawat.

c. Bersedia menjadi responden.

E. Alat Dan Cara Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Kuisoner di isi oleh pasien dengan SKA berulang yang dijadikan responden.

Adapun isi dari kuisioner ini tentang variabel independent ( tingkat status
34

kesehatan, tingkat depresi dan tingkat kecemasan ), dan variabel dependen

(terjadinya SKA berulang). Pertanyaan yang diajukan kepada penelitian ini

adalah 40 pertanyaan yang harus di jawab semua oleh responden.

Kuisioner ini di buat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka

konsep yang ada terdiri dari:

Data demografi dari nomor 1-4 yaitu diantaranya: nama inisial, Umur, Jenis

kelamin,yang di isi dengan mengisi kotak kosong dengan cara cek list (√)

pada kotak yang tersedia.

Pertanyaan kuisioner berikutnya yaitu untuk variable tingkat status

kesehatan 12 pertanyaan no 5-16, variable tingkat depresi 9 pertanyaan

pertanyaan no 17-25, variable tingkat kecemasan 14 pertanyaan no 27-39

dan variable kejadian SKA berulang sebanyak 1 pertanyaan no 40.Jawaban

di isi dengan mengisi kotak kosong dengan cara cek list (√) pada kotak yang

tersedia.

Instrument dalam penelitian ini untuk status kesehatan menggunaka SF-12

yang sudah di uji validitasnya oleh Quality metric Incorporated , The 2001

HSS.Adapun validitas dan berkisar antara 0,62 sampai 0,88 . Untuk tingkat

kecemasan instrument yang dikur menggunakan skala HARS yang


35

mempunyai nilai validitas dan reliabilitas yang cukup tinggi yaitu 0,93 dan

0,97 (www.syehaceh.wordpress.com/2012/08//03).

2. Cara Pengumpulan Data

Adapun prosedur pengumpulan data dibagi 3 tahap :

a. Tahap administrasi, meliputi: pengumpulan data dilakukan setelah

mendapatkan izin berupa surat izin penelitian dari pihak terkait, yaitu

institusi PSIK FIK UMJ.

b. Menyerahkan surat izin penelitian dari institusi terkait ke RSUPN

DR.Cipto Mangunkusumo.

c. Tahap pengumpulan responden, terdiri dari:

1) Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti menyeleksi responden,

kemudian mendatangi responden untuk melakukan pendekatan pada

responden serta memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

dari penelitian, serta meminta kesediaan responden dengan

menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi responden.

2) Menyerahkan kuesioner kepada responden dan menjelaskan cara

mengisi kuesioner serta memperhatikan perilaku responden pada saat

mengisi kuesioner.

3) Setelah selesai, peneliti mengoreksi kelengkapan jawaban dari

responden dan apabila ada yang belum lengkap maka responden

diminta untuk melengkapinya.


36

4) Kuesioner yang telah diisi diambil dan di kumpulkan oleh peneliti

sebagai bahan selanjutnya untuk di analisa.

F. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan izin tertulis dari PSIK

FIK UMJ yang diserahkan kepada RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. Setelah

mendapatkan persetujuan, menurut Hidayat (2007) masalah etika yang harus

diperhatikan yaitu:

1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Pada penelitian ini peneliti

membuat lembar persetujuan untuk menjadi responden dan meminta

kesediaan responden untuk mengisi serta memberikan penjelasan pada

responden tentang tujuan pengambilan data.

2. Anomity (Tanpa Nama)

Pada penelitian ini peneliti tidak menuliskan nama responden, penulis

menggunakan kode penelitian/inisial yang hanya diketahui oleh peneliti

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Dalam menerapkan prinsip confidentiality peneliti merahasiakan dan menjaga

data responden. Data tersebut akan digunakan untuk keperluan ilmiah.


37

G. Pengolahan Data

Pengolahan data dimulai pada saat pengumpulan data telah selesai. Data yang

telah terkumpul dalam bentuk kuesioner yang telah diisi secara lengkap oleh

responden, yang meliputi:

1. Editing

Memeriksa kuesioner terhadap kelengkapan isian, kejelasan, relevansi dan

konsistensi jawaban yang diberikan.

2. Coding

Merubah data dalam jawaban kuestioner dari berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan. Hal ini untuk mempermudah pada saat analisis

data.

3. Scoring

Memberikan nilai dari jawaban kuesioner yang telah di kembalikan oleh

responden. Hal ini untuk memudahkan pengelolahan data secara statistik.

4. Processing

Setelah semua kuesioner terisi lengkap dan sudah melewati pengkodean maka

memproses data dilakukan dengan cara mengentry data dari kuesioner ke

paket program komputer.

5. Clearing

Pengecekan kembali data yang telah di entry untuk melihat ada tidaknya

kesalahan.
38

H. Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan dua tahap yaitu analisa univariat dan analisa

bivariat.

1. Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan untuk melihat distribusi frekwensi dari masing-masing

variabel independent dan dependent kemudian diintepretasikan. Adapun

variable independent nya adalah tingkat status kesehatan, tingkat depresi dan

tingkat kecemasan. Sedangkan variabel dependent nya yaitu kejadian SKA

berulang.

2. Analisa Bivariat

Analisa ini menghubungkan setiap variabel dependent yang ada dalam

konsep penelitian dengan variabel independent, dengan tujuan untuk melihat

apakah hubungan yang terjadi memang bermakna secara statistik atau terjadi

secara kebetulan. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui

adanya hubungan antara variabel independent dan variabel dependen serta

jenis data yang diteliti adalah katagorikal maka teknik analisa data yang

dipergunakan adalah uji Chi Square. Tingkat signifikan atau derajat

kemaknaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah 5% (=0,05)

Adapun analisa data untuk penelitian ini digunakan rumusan sebagai

berikut:
39

Variabel Independen Variabel Dependen Jenis Uji

- Tingkat Status Kejadian SKA Berulang Uji Chi Square

kesehatan

- Tingkat Depresi

- Tingkat Kecemasan
BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai laporan hasil penelitian yang telah digunakan

dengan menggunakan 2 analisa. Pertama analisa univariat yang terdiri dari

karakteristik responden berdasarkan data demografi dan kedua menggunakan analisa

bivariat yang menyatakan hubungan antara variabel independen dan variabel

dependen penelitian.

A. ANALISA UNIVARIAT

Dalam analisis univariat menjelaskan secara deskriptif mengenai hasil

pengumpulan data karakteristik responden dan variabel-variabel penelitian. Data-

data ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi

40
41

1. Karakteristik Responden

Tabel 5.1
Data Demografi Pasien SKA berulang
Di RSUPN Dr Ciptomangunkusumo Jakarta
Februari 2014

Frekuensi Persen
No Variabel Kategori
(n=17) (%)
1. Umur <40 thn 2 11,8
>40 thn 15 88,2
2. Jenis kelamin Laki laki 9 52,9
Perempuan 8 47,1
3. Pendidikan SD 3 17,6
SMP 8 47,1
SMA 5 29,4
PT 1 5,9

a. Umur

Karakteristik Umur pasien SKA berulang yang di RSUPN Dr.

Ciptomangunkusumo Jakarta pada bulan Februari 2014 sebagian besar

berumur lebih dari 40 tahun sebanyak 15 orang ( 88,2 %).

b. Jenis kelamin

Karakteristik jenis kelamin pasien SKA berulang yang di RSUPN Dr.

Ciptomangunkusumo Jakarta pada bulan Februari 2014 sebagian besar

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 9 orang ( 52,9 %).


42

c. Pendidikan

Karakteristik tingkat pendidikan pasien SKA berulang yang di RSUPN Dr.

Ciptomangunkusumo Jakarta pada bulan Februari 2014 sebagian besar

berpendidikan SMP sebanyak 8 orang ( 47,1 %).

2. Variabel penelitian

Tabel 5. 2
Distribusi frekuensi tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian SKA berulang di RSUPN
Dr Cipto Mangunkusumo tahun 2014

No. Variabel Kategori Frekuensi Persen


(n=17)

1. Tingkat Status Status kesehatan baik 6 35,3


kesehatan Status kesehatan buruk 11 64,7

2. Tingkat depresi Depresi ringan 11 64,7


Depresi sedang 6 35,3

3. Tingkat Cemas ringan 6 35,3


kecemasan Cemas sedang 11 64,7
43

a. Tingkat Status Kesehatan

Berdasarkan tabel 5.2 diatas tentang tingkat status kesehatan yang

berhubungan dengan kejadian SKA berulang menyatakan bahwa responden

yang memilikistatus kesehatan baik ada 6 orang ( 35,3% ) dan status

kesehatan buruk ada 11 orang ( 64,7% ).

b. Tingkat Depresi

Berdasarkan tabel 5.2 diatas tentang tingkat depresi yang berhubungan

dengan kejadian SKA berulang menyatakan bahwa responden yang

mengalami depresi ringan ada 11 orang ( 64,7% ), depresi sedang ada 6 orang

( 35,3%),

c. Tingkat kecemasan

Berdasarkan tabel 5.2 diatas tentang tingkat kecemasan yang berhubungan

dengan kejadian SKA berulang menyatakan bahwa responden yang

mengalami cemas ringan ada 6 orang ( 35,3% ) dan cemas sedang ada 11

orang (64,7 % )
44

B. ANALISA BIVARIAT

Tabel 5. 3
Distribusi responden berdasarkan variable independen (tingkat status
kesehatan, tingkat depresi, tingkat kecemasan), Kejadian SKA berulang di
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta
Februari 2014

Kejadian SKA berulang


Serangan
Serangan
Variabel berulang Total 95% P
berulang OR
Independen kedua atau C1 Value
pertama
lebih
N % n % N %
Tingkat status
kesehatan

Baik 2 11,8% 4 23,5% 6 35,3% 0,050 0,003 - 0,028


Buruk 10 58,8% 1 5,9% 11 64,7% 0,719

Jumlah 12 70,6% 5 29,4% 17 100%


Tingkat depresi

Ringan 10 58,5% 1 5,9% 11 64,7% 20,000 1,391- 0,028


Sedang 2 11,8% 4 23,5% 6 35,3% 287,660

Jumlah 12 70,6% 5 29,4% 17 100%


Tingkat
kecemasan

Ringan 2 11,8% 4 23,5% 6 35,3% 0,050 0,003- 0,028


Sedang 10 58,8% 1 5,9% 11 64,7% 0,719

Jumlah 12 70,6% 5 29,4% 17 100%


45

1. Faktor tingkat status kesehatan dengan kejadian SKA berulang di RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,028 (P< 0.05). Maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat status kesehatan

dengan.Kejadian SKA berulang . Dari hasil analisa OR =0,050 artinya responden

yang tingkat status kesehatannya buruk berpeluang 0,050 kali untuk mengalami

kejadian SKA berulang kedua atau lebih dibandingkan dengan responden yang

tingkat status kesehatannya baik.

2. Faktor tingkat depresi dengan kejadian SKA berulang di RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,028 (P< 0.05). Maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat depresi dengan.Kejadian SKA

berulang . Dari hasil analisa OR = 20,000 artinya responden yang tingkat

depresinya sedang berpeluang 20 kali untuk mengalami kejadian SKA berulang

dibandingkan dengan responden yang tingkat depresinya ringan.

3. Faktor tingkat kecemasan dengan kejadian SKA berulang di RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusumo Jakarta

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value = 0,028 (P< 0.05). Maka dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kejadian

SKA berulang . Dari hasil analisa OR = 0,050 artinya responden yang tingkat
46

kecemasannya sedang berpeluang 0,05 kali untuk mengalami kejadian SKA

berulang dibandingkan dengan responden yang tingkat kecemasannya ringan.


BAB VI

PEMBAHASAN

Peneliti akan membahas hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian SKA berulang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Faktor-faktor

yang mempengaruhi yang terdiri dari tingkat status kesehatan, tingkat depresi dan

tingkat kecemasan

A. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Hal

tersebut merupakan keterbatasan peneliti terutama dalam hal :

1. Pengambilan sampel penelitiaan ini hanya sedikit karena keterbatasan waktu

dan kriteria sampel yang memenuhi 90 hari yang sulit sehingga penelitian ini

belum cukup mewakili kejadian SKA berulang.

2. Peneliti mengalami hambatan dalam hal pelaksanaan karena ada beberapa

responden yang tidak dalam jadwal kontrol ke Poliklinik RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo jadi harus di kunjungi ke tempat tinggalnya.

47
48

B. Hasil Penelitian

Dari hasil analisis univariat menjelaskan usia yang paling banyak adalah

responden yang berumur lebih dari 40 tahun sebanyak 15 orang ( 88,2%).

Karena pada usia diatas 40 tahun semua faktor risiko akan semakin meningkat.

Walaupun begitu usiayang lebih muda dari 40 tahun juga dapat menderita

penyakit tersebut. Banyak penelitian yang mengemukakan usia muda dengan

penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA) mempunyai tendensi

yang rendah (William,2007).

Untuk jenis kelamin yang paling banyak terkena SKA berulang adalah laki laki

sebanyak 9 orang (52,9%). Hal ini sesuai dengan teori Seorang lelaki akan

memiliki resiko sindrom koroner akut lebih tinggi dan lebih awal dibanding

wanita (Brian,2005).Menurut Supriyono(2008), pada jeniskelamin laki- laki akan

memiliki sindrom koroner akut lebih tinggi dan lebih awal dibanding

perempuan.Tapi setelah menopause, frekuensinya sama antara laki – laki dan

perempuan.

Adapun untuk pendidikan responden dari 17 responden pendidikan yang paling

banyak adalah bependidikan SMP sebanyak 8 orang (47,1. % ).Pada saat ini

belum ditemukan teori yang mengemukakan pendidikan mempengaruhi kejadian

SKA berulang
49

1. Hubungan tingkat status kesehatan dengan kejadian SKA berulang di

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa variabel tingkat status kesehatan

yang menyatakan kualitas hidup buruk adalah sebanyak 11orang ( 64,7 % ) dan

yang menyatakan kualitas hidup baik adalah 6 orang ( 35,3 % ). Hasil analisa

bivariat variable tingkat status kesehatan buruk terhadap kejadian SKA berulang

di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo diperoleh nilai P Value 0,028 Secara

statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat status kesehatan

dengan kejadian SKA berulang .

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghaed(2008 ) tentang

Subjective social status, Sosio economice & health following coronary acute

yang memaparkan bahwa ada hubungan antara status kesehatan atau kualitas

hidup seseorang dengan kejadian SKA berulang.

2. Hubungan tingkat depresi dengan kejadian SKA berulang di RSUPN Dr.

Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Hasil analisa univariat menunjukan bahwa variabel tingkat depresi yang

depresinya ringan sebanyak 11 orang ( 64,7%) dan depresi sedang sebanyak 6

orang ( 35,3 %). Hasil analisa bivariat variable tingkat depresi terhadap kejadian

SKA berulang di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo diperoleh nilai P Value


50

0,028. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat

depresi dengan kejadian SKA berulang.

Hal ini sesuai dengan teori (Sermsak, 2010) dimana disebutkan bahwa ada

kebanyakan pasien dengan penyakit jantung, depresi merupakan keadaan yang

umum terjadi, persisten dan kurang disadari. Sindrom depresi mayor ditemukan

pada sekitar 15% pasien dengan penyakit jantung, termasuk sindrom koroner

akut. Penyakit jantung dapat memiliki keterkaitan dengan gangguan nafsu

makan, konsentrasi, tidur, dan energi, depresi yang nyata (dengan mood depresi

yang persisten atau anhedonia) merupakan konsekuensi yang tidak normal dari

penyakit jantung.( Sermsak, 2010).

Berdasarkan penelitian Krisnayanti (2013 ) dengan judul depresi dan cemas

pada pasien sindrom koroner akut menyatakan bahwa depresi dapat timbul

sebagai reaksi sementara terhadap adanya penyakit jantung, namun tidak jarang

juga bersifat kronis dan rekuren. Sertraline Antidepressant Heart Attack

Randomized Trial (SADHART) (2009) menemukan bahwa diantara pasien yang

menderita sindrom koroner akut yang datang ke rumah sakit dengan gejala

depresi mayor, 94% telah mengalami depresi lebih dari satu bulan, 61% telah

mengalami depresi lebih dari enam bulan dan lebih dari separuh pernah

mengalami episode depresi mayor sebelumnya.Sejumlah penelitian menunjukkan

bahwa depresi merupakan salah satu faktor resiko independen untuk muncul dan
51

berkembangnya suatu penyakit jantung koroner. Pasien dengan sindrom depresi

mayor memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami serangan infark

miokard baik yang bersifat fatal maupun tidak fatal, serta mengalami kematian

mendadak dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita depresi. Pada

pasien dengan riwayat penyakit jantung, depresi juga merupakan salah satu

faktor risiko independen (selain merokok, hipertensi, hiperlipidemia dan

diabetes) morbiditas dan mortalitas.Depresi meningkatkan risiko terjadinya

infark miokard yang tidak fatal sebanyak 4 kali lipat, pasca terjadinya suatu

episode angina tak stabil.

Adapun mekanisme fisiologisnya yaitu aktivitas dan agregasi platelet merupakan

komponen utama dalam pathogenesis aterotrombosis yang melatar belakangi

terjadinya suatu iskemia miokard akut. Pada penderita depresi terjadi

peningkatan akitivitas dan agregasi platelet. Penderita penyakit jantung koroner

yang menunjukkan gejala depresi, juga mengalami peningkatan aktivitas platelet.

Hal ini dibuktikan dari lebih tingginya kadar plasma platelet factor IV dan

thromboglobulin-β (yang merupakan penanda aktivitas platelet) kelompok ini

jika dibandingkan dengan penderita tanpa gejala depresi serta kelompok kontrol.

Lebih tingginya aktivitas dan agregasi platelet pada penderita penyakit jantung

koroner yang juga mengalami depresi, kemungkinan berkaitan dengan adanya

disfungsi serotonergik akibat depresi. Serotonin merupakan substansi penting

yang mempengaruhi fungsi platelet. Ikatan serotonin pada reseptor 5-


52

hydroxytrypthamine-2 (5HT-2) di permukaan platelet, mengakibatkan rekrutmen

platelet dalam jumlah yang lebih besar dan aktivasi kaskade koagulasi. Hal ini

mengakibatkan peningkatan agregasi platelet yang menyebabkan pembentukan

klot. Didalam lumen arteri koroner yang normal, pembentukan trombus dan

iskemia dicegah oleh adanya stimulasi serotonin terhadap sel endotel pembuluh

darah untuk melepaskan Nitric Oxide (NO) yang mengakibatkan vasodilatasi

pembuluh darah disekitar area terbentuknya klot. Pada arteri yang mengalami

aterosklerosis, telah terjadi kerusakan endotel, sehingga pada saat mendapatkan

stimulasi serotonin, terjadi kegagalan pelepasan NO. Sebagai respon terhadap

stimulasi serotonin justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah yang akan

semakin memperberat iskemia miokard.

3. Hubungan tingkat kecemasan dengan kejadian SKA berulang di RSUPN

Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Hasil analisa univariat menunjukan bahwa variabel tingkat kecemasan yang

ringan sebanyak 6 orang (35,3%) dan tingkat kecemasan sedang sebanyak 11

orang ( 64,7%). Hasil analisa bivariat variable tingkatkecemasan terhadap

kejadian SKA berulang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo diperoleh nilai P

Value 0,028. Secara statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

tingkat kecemasan dengan kejadian SKA berulang .


53

Hal ini sesuai dengan teori dimana keluarga memasuki krisis karena beberapa

keadaan seperti peristiwa yang menyebabkan kecemasan sehingga

mengakibatkan perubahan keluarga, aktifitas pemecahan masalah tidak adekuat

atau tidak dilakukan sehingga tidak secara cepat menyeimbangkan keadaan

seperti sebelumnya dan adanya keadaan ketidakseimbangan keluarga tidak dapat

dipertahankan dan akan menimbulkan perbaikan kesehatan keluarga adaptasi

atau penurunan kemampuan adaptasi keluarga dan penigkatan kecenderungan

terhadap kejadian krisis (Hudak, 2010).

Cemas juga umum terjadi pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler akut.

Peningkatan level cemas yang dilaporkan sendiri mencapai 20%-50% pada

pasien dengan infark miokard akut, dengan seperempatnya mengalami gejala

cemas yang sama dengan yang dialami pasien di unit psikiatri. Cemas seringkali

menetap setelah kelainan jantung dan pada pasien sindrom koroner akut dapat

mengalaminya setelah 2 tahun ( Christoper,2010).

Berdasarkan penelitian Kadek Dwi Krisnayanti ( 2013 ) dengan judul depresi dan

cemas pada pasien sindrom koroner akut menyatakan bahwa penderita gangguan

cemas mengalami peningkatan aktivitas saraf simpatis dan level katekolamin

plasma. Katekolamin juga memiliki kemampuan untuk merangsang aktivitas

platelet melalui stimulasi terhadap reseptor α-2 di permukaan platelet.Hal ini

kemungkinan mendasari hubungan antara gangguan cemas dengan peningkatan


54

aktivitas platelet. Gangguan cemas juga dihubungkan dengan adanya

abnormalitas aktivitas serotonergik, seperti halnya depresi. Penderita gangguan

cemas spesifik memiliki abnormalitas level serotonin dalam darah, platelet

serotonin transporter, dan level kalsium intraselular platelet sebagai respon

terhadap stimulasi (peningkatan sensitivitas terhadap faktor prokoagulan).


BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Gambaran karakteristik responden, variabel independent dan dependent.

a. Usia yang paling banyak adalah responden yang berumur lebih dari 40

tahun sebanyak 15 orang ( 88,2%)

b. Jenis kelamin yang paling banyak terkena SKA berulang adalah laki

laki sebanyak 9 orang (52,9%)

c. Responden pendidikan yang paling banyak adalah bependidikan SMP

sebanyak 8 orang (47,1. % ).

2. Di dapatkan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara tingkat status

kesehatan dengan kejadian SKA berulang, responden yang memiliki kualitas

hidup baik sebanyak 6 orang (35,3%) dan responden yang memiliki kualitas

hidup buruk sebanyak 11 orang (64,7%).

3. Di dapatkan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara tingkat depresi

dengan kejadian SKA berulang, responden yang mengalami depresi ringan

sebanyak 11 orang (64,7%) dan yang mengalami depresi sedang sebanyak 6

orang (35,3%).

55
56

4. Di dapatkan hasil penelitian bahwa ada hubungan antara tingkat kecemasan

dengan kejadian SKA berulang, responden yang mengalami kecemasan

ringan sebanyak 6 orang (35,3%) dan yang mengalami kecemasan sedang

sebanyak 11 orang (64,7%).

B. Saran

Dari hasil penelitian tersebut peneliti ingin memberikan saran-saran sebagai

berikut :

1. Untuk tenaga kesehatan khususnya perawat , karena kecemasan merupakan

salah satu variabel terjadinya SKA berulang maka dalam memberikan

asuhan keperawatan pada pasien yang dirawat karena SKA berulang selain

memperhatikan kebutuhan fisik hendaknya memperhatikan juga kondisi

psikologis sehingga dapat menjadi semangat untuk pasien tetap menjalani

kehidupannya

2. Untuk peneliti lain mudah mudahan dapat dijadikan sebagai acuan untuk

penelitian selanjutnya khususnya dalam menentukan faktor faktor yang

berhubungan dengan terjadi nya SKA berulang karena masih banyak faktor

faktor lain yang menyebabkan terjadinya SKA berulang dan perlu kiranya

menambah jumlah responden serta waktu yang lebih lama agar

penelitiannya menjadi lebih valid dan mewakili angka kejadian SKA

berulang.
57

3. Untuk institusi pendidikan semoga hasil penelitian ini dapat memberikan

pengembangan ilmu khususnya keperawatan medikal bedah dalam

menentukan faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya SKA

berulang.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi ( 2007 ), Manajemen penelitian, Rhineka Cipta, Jakarta

Brian H.Galbut MD.Michael H.Davidson MD,Cardiovascular disease : practical


applications of the NCEP ATP III update.2005

Braunwald E ( 2008 ), Recognition and management of patients with unstable


angina,edisi 1, USA,WB Saunder Co.

Genevieve,G Shiva ( 2008 ), Subjective, social status sosioeconomic status and


health following acute coronary syndrome,dissertasi doktor philosopy In
University of California, Sandiego.

Hidayat, Aziz, ( 2007 ), Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa


Data, Jakarta, Salemba Medika.

Howie,Jill N ( 2005 ), Predictor for rehospitalization in hopital heart failure


patient, Dissertasi doktor philosophy in nursing in graduate divission
University of California San fransisko.

Hudak, Carolyn, M ( 2010 ), Keperawatan kritis pendekatan holistik, Jakarta,


EGC.

James theodore , Richard (2000) , The influence of anxiety and depression on


outcome of patient with coronary artery disease, American medical
association.

Jeff C. Christopher M. James (2010), The Relationship between Defression,


anxiety & cardiovascular outcomes in patiens with acute coronary
syndromes neuropspchiatric diseases and treatment

Kaplan & Sadock, ( 2010 ), Buku ajar psikiatri klinis, edisi 2, Jakarta, EGC

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. (2007) Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 1.
Jakarta : Penerbit. Buku Kedokteran EGC

Libby P. The pathogenesis of artherosclerosis in : Harrisons principles of internal


medicine Mc Graw hill.2005

Made Widayanti (2013), hubungan antara depresi, cemas dan SKA,diakses 1


maret 2014

Nadesul H (2010). Resep Mudah Tetap Sehat. Jakarta: PT Kompas Media


Nusantara
Nursalam, ( 2008 ), Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah, Jakarta. EGC

Stuart, Gail W. ( 2007 ), Buku saku keperawatan jiwa, edisi 5, Jakarta, EGC

Sugiyono (2009). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D, Bandung:


Alfabeta

TA Moch Imron, Munif Amrul, 2010, Metodologi penelitian bidang kesehatan,


Jakarta, CV Sagung Seto

Videbeck, Sheila ( 2008 ), Buku ajar keperawatan jiwa, Jakarta, EGC

Yelizaveta S, Sermsak L, Jose R, The infact of depression Heart Disease Curr


Psychiatry, 2010

Kadek dwi krisnayanti (2013), depresi dan cemas pada pasien sindrom koroner
akut, http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6108/4599 diakses 28
februari 2014

Supriyono. 2010. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner


(PJK) Pada Kelompok Usia < 45 Tahun. (Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi
Semarang dan RS Telogorejo Semarang). Terdapat dalam :
http://eprints.undip.ac.id/6324/. (Diakses 30 Januari 2014)

Kroenke, K, Spitzer, R.L., 2001. Patient Health Questionnaire-9.:


http://www.phqscreeners.com/pdfs/02_PHQ9/PHQ9_Indonesian%20for%20Indo
nesia.pdf [diakses 1 maret 2014]

Http//www.depkes.go.id diakses 17 Januari 2014

www.smartdetoxsynergy.com/serangan jantung berulang kembali diakses 25


Januari 2014

http://www.amazine.co/25350/gejala-penyebab-faktor-resiko-sindrom-koroner-
akut/ ; penyebab faktor resiko sindrom koroner akut diakses tgl 20 Februari 2014

www.pjnhk.go.id; pusat jantung nasional harapan kita diakses tanggal 10 januari


2014

www.syehaceh.wordpress.com/2012/08/03, Pengukuran tingkat kecemasan,


diakses tanggal 2 februari 2014
Lampiran I

PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Ibu/Bapak Calon Responden

di Jakarta

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (PSIK UMJ) :
Nama : DINA R MINDA

NPM : 2012727018

Akan melakukan penelitian dengan judul “FAKTOR FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SINDROM KORONER AKUT
BERULANG DI RSUPN DR.CIPTOMANGUNKUSUMO JAKARTA” tahun 2014.
Bersama ini saya mohon Bapak/ Ibu untuk menjadi responden dan menandatangani
lembar persetujuan, serta menjawab seluruh pertanyaan dalam lembar kuisioner sesuai
dengan petunjuk yang ada. Jawaban ibu akan saya jaga kerahasiannya dan hanya
dilakukan untuk keperluan penelitian.

Atas perhatian dan pertisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini saya ucapkan banyak

terima kasih.

Peneliti

Dina R Minda
Lampiran II

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi

dalam penelitian yang dilakukan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas

Muhammadiyah Jakarta (PSIK UMJ) dengan judul “FAKTOR FAKTOR YANG

BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SINDROM KORONER AKUT

BERULANG DI RSUPN DR.CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA” Saya

juga mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan oleh peneliti

dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Saya telah diberikan penjelasan tentang penelitian ini dan saya akan mengetahui

bahwa informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya bagi perkembangan

pengetahuan khususnya di bidang keperawatan.

Jakarta, Februari 2014

Responden,

(…………………………..)
Lampiran III

KUESIONER

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


TERJADINYA
SINDROM KORONER AKUT BERULANG

DI RSUPN. DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

JAKARTA

Petunjuk pengisian kuesioner :

Baca dan pahami baik-baik setiap pertanyaan dengan teliti.

Pilihlah salah satu jawaban yang paling sesuai dengan pilihan ibu / bapak dan berikan

tanda check list (√).

Tanyakan kepada peneliti apabila ada pertanyaan yang kurang jelas.

A . DATA DEMOGRAFI

1. NAMA :

2. UMUR : ( ) < 40 Tahun ( ) > 40 tahun

3. JENIS KELAMIN : ( ) Laki-laki

( ) Perempuan

4. PENDIDIKAN : ( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) PT


B. KUESIONER

Pilihlah salah satu jawaban dalam kolom pernyataan, yang paling sesuai dengan pilihan

ibu / bapak dan berikan tanda check list (√).

STATUS KESEHATAN
NO PERNYATAAN
Secara umum, yang akan Anda katakan kesehatan Anda saat ini adalah..
1) Luar biasa
2) Sangat bagus
5
3) Baik
4) Biasa saja
5) Buruk
Apakah kondisi anda saat ini terbatas dalam kegiatan cukup berat seperti mendorong
meja,mendorong vacum cleaner atau olah raga cukup berat
6 1) Ya, sangat terbatas
2) Ya, sedikit terbatas ,
3) Tidak, tidak terbatas sama sekali.
Apakah kondisi anda saat ini mengalami keterbatasan dalam menaiki tangga?
1) Ya,sangat terbatas
7
2) Ya, sedikit terbatas
3) Tidak, tidak terbatas sama sekali.
Apakah dalam 4 minggu terakhir ini anda lebih mudah capek dari biasanya?
8 1) Ya
2) Tidak
Apakah dalam 4 minggu terakhir anda terbatas dalam kegiatan rutin sehari-hari?
9 1) Ya
2) Tidak
Selama empat minggu terakhir, berapa banyak rasa sakit mengganggu pekerjaan
normal Anda baik bekerja di luar rumah dan pekerjaan rumah tangga?
1) Sangat banyak
10 2) Cukup sedikit
3) Cukup
4) Sedikit
5) Tidak sama sekali
Dalam empat minggu terakhir seberapa banyak waktu Anda merasa memiliki banyak
energi?
1) Tidak ada waktu
11 2) Sedikit waktu
3) Beberapa waktu
4) Cukup waktu
5) Sebagian besar waktu
6) Semua waktu

Dalam empat minggu terakhir, apakah pencapaian target anda kurang dari yang anda
inginkan sebagai dampak dari masalah emosional, seperti perasaan tertekan atau
12 cemas?
1) Ya
2) Tidak ada
Dalam empat minggu terakhir, apakah Anda merasa bermasalah dalam bekerja atau
beraktifitas lain sebagai dampak dari masalah emosional, seperti perasaan tertekan
13 atau cemas?
1) Ya
2) Tidak ada
Berapa banyak waktu dalam empat minggu terakhir Anda merasa tenang dan damai?
1) Tidak ada waktu
2) Sedikit waktu
14 3) Beberapa waktu
4) Cukup waktu
5) Sebagian besar waktu
6) Semua waktu
Berapa banyak waktu dalam empat minggu terakhir Anda merasa kecil hati dan
sedih?
1) Semua waktu
2) Sebagian besar waktu
15
3) Cukup waktu
4) Beberapa waktu
5) Sedikit waktu
6) Tidak ada waktu
Dalam 4 minggu terakhir dikarenakan masalah fisik dan emosional berapa banyak
waktu yang mengganggu kegiatan sosial anda seperti mengunjungi kerabat atau
16 saudara?
1)Setiap waktu
2)Sedikit waktu

Keterangan :
0-50: Kualitas hidup buruk
51-100: Kualitas hidup baik
DEPRESI
TIDAK LEBIH SEPARUH
NO PERNYATAAN SAMA DARI WAKTU
SEKALI SEHARI LEBIH
Selama 2 minggu terakhir, seberapa
sering anda merasa tidak bergairah
17
dalam melakukan apapun.

Selama 2 minggu terakhir, seberapa


sering anda merasa murung, muram,
18
atau putus asa.

Selama 2 minggu terakhir, seberapa


sering anda merasa Sulit tidur atau
19
mudah terbangun, atau terlalu banyak
tidur.
Selama 2 minggu terakhir, seberapa
20 sering anda merasa lelah atau kurang
bertenaga
Selama 2 minggu terakhir, seberapa
sering anda merasa Kurang nafsu
21
makan atau terlalu banyak makan.

Selama 2 minggu terakhir, seberapa


sering anda merasa kurang percaya
22
diri- atau merasa bahwa anda adalah
orang yang gagal
Selama 2 minggu terakhir, seberapa
sering anda merasa sulit
23 berkonsentrasi pada sesuatu, misalnya
saat membaca koran atau menonton
televisi.
Selama 2 minggu terakhir, seberapa
sering anda bergerak atau berbicara
sangat lambat sehingga orang lain
24 memperhatikannya. Atau sebaliknya-
merasa resah atau gelisah sehingga
anda lebih sering bergerak dari
biasanya.
Selama 2 minggu terakhir, seberapa
sering anda merasa lebih baik mati
25
atau ingin melukai diri sendiri dengan
cara apapun.
Keterangan :
0 – 4 : Depresi Minimal
5 – 9 : Depresi ringan
10 -14 : Depresi Sedang
15 -20 : Depresi Sedang Berat
21-27 : Depresi Berat

KECEMASAN
LEBIH ADA
TIDAK ADA ADA
DARI SEMUA
NO PERNYATAAN ADA SATU DUA
DUA GEJALA
GEJALA GEJALA GEJALA
GEJALA
Perasaan Cemas: firasat
buruk, takut akan
26
pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
Ketegangan: Merasa
tegang, gelisah,
27
gemetar, mudah
terganggu dan lesu
Ketakutan: takut
terhadap gelap,
terhadap orang asing,
28
bila tinggal sendiri dan
takut pada binatang
besar
Gangguan tidur sukar
memulai tidur,
terbangun pada malam
29
hari, tidur tidak pulas
dan mimpi buruk.

Gangguan kecerdasan:
penurunan daya ingat,
30 mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
PERNYATAAN TIDAK ADA ADA LEBIH ADA
ADA SATU DUA DARI SEMUA
No GEJALA GEJALA GEJALA DUA GEJALA
GEJALA

Perasaan depresi:
hilangnya minat,
31 berkurangnya
kesenangan pada hoby,
sedih, perasaan tidak
menyenangkan
sepanjang hari.
Gejala somatik: nyeri
paha otot-otot dan
32 kaku, gertakan gigi,
suara tidak stabil dan
kedutan otot
Gejala sensorik:
perasaan ditusuk-tusuk,
33 penglihatan kabur,
muka merah dan pucat
serta merasa lemah.
Gejala kardiovaskuler:
takikardi, nyeri di dada,
34 denyut nadi mengeras
& detak jantung hilang
sekejap.
Gejala pemapasan: rasa
tertekan di dada,
perasaan tercekik,
35
sering menarik napas
panjang dan merasa
napas pendek.
Gejala gastrointestinal:
sulit menelan,
obstipasi, berat badan
36 menurun, mual dan
muntah, nyeri lambung
sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas
di perut.
TIDAK ADA ADA LEBIH ADA
No PERNYATAAN ADA SATU DUA DARI SEMUA
GEJALA GEJALA GEJALA DUA GEJALA
GEJALA

Gejala urogenital :
sering kencing, tidak
dapat menahan
37
kencing, aminorea,
ereksi lemah atau
impotensi
Gejala vegetatif : mulut
kering, mudah
berkeringat, muka
38
merah, bulu roma
berdiri, pusing atau
sakit kepala.
Perilaku sewaktu
mengisi kuesioner :
gelisah, jari-jari
gemetar, mengkerutkan
39
dahi atau kening, muka
tegang, tonus otot
meningkat dan napas
pendek dan cepat.

Keterangan :
< 6 : Tidak ada kecemasan
7 – 14 : Kecemasan ringan
15 – 27 : Kecemasan sedang
> 27 : Kecemasan berat

KEJADIAN SKA BERULANG


LEBIH DARI
NO PERNYATAAN 1 KALI
SEKALI
Saya pernah di rawat di rumah sakit karena
40
sakit jantung berulang

Anda mungkin juga menyukai