Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa

angka kejadian alergi dan asma terus meningkat tajam beberapa tahun terakhir. Tampaknya

alergi merupakan kasus yang mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan

pelayanan kesehatan anak. Salah satu manifestasi penyakit alergi yang tidak ringan adalah

asma. Penyakit asma terbanyak terjadi pada anak dan berpotensi mengganggu

pertumbuhan dan perkembangan anak. Alergi dapat menyerang semua organ dan fungsi

tubuh tanpa terkecuali. Sehingga penderita asma juga akan mengalami gangguan pada

organ tubuh lainnya.

Di samping itu banyak dilaporkan permasalahan kesehatan lain yang berkaitan dengan

asma tetapi kasusnya belum banyak terungkap. Kasus tersebut tampaknya sangat penting

dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak, tetapi masih perlu penelitian lebih jauh.

Dalam tatalaksanan asma anak tidak optimal, baik dalam diagnosis, penanganan dan

pencegahannya.

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1996, penyakit-penyakit yang

dapat menyebabkan sesak napas seperti bronchitis, emfisema, dan asma merupakan

penyebab kematian ketujuh di Indonesia. Asma yang tidak ditangani dengan baik dapat

mengganggu kualitas hidup anak berupa hambatan aktivitas 30 persen, dibanding 5 persen

pada anak non-asma. Banyak kasus asma pada anak tidak terdiagnosis dini, karena yang

menonjol adalah gejala batuknya, bisa dengan atau tanpa wheezing (mengi).
Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang bisa menyerang siapa

saja, namun penderita paling banyak adalah para anak-anak. Menurut KEMENKES (2008),

100 hingga 150 juta orang di dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan

meningkat sebanyak 18.000 kasus setiap tahunnya. Setiap negara di dunia memilki

kejadian kasus asma yang berbeda-beda.

Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita asma mengaami

masa yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat asma. bisa dibanyangkan berapa

kerugian yang dialami. Menurut Miol, penderita asma 3.3% penduduk Asia Tenggara

adalah orang-orang yang menderita asma. Dimana kasus asma banyak terjadi di Indonesia,

Vietnam, Thailand, Filiphina dan singapura.

Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi penderita asma

diperkirakan masih sangat tinggi. Bedasarakan depkes persentase penderita asma di

indonesia sebesar 5,87% dari keselurahan penduduk Indonesia. Dimana masih banyak

penderita asma yang belum mendapatkan perawatan dokter.Hal itu membuat angka

kematian karena penyakit asma tergolong tinggi di Indonesia.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja yang mencakup dari konsep kegawatdaruratan ?
2. Apa saja yang meliputi dari konsep medik Asma Bronchial ?
3. Bagaimana proses keperawatan pada klien Asma Bronchial ?

3. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk memahami konsep dari kegawatdaruratan.
2. Untuk mengetahui konsep medik Asma Bronchial.
3. Untuk memahami proses keperawatan pada klien Asma Bronchial.
4. MANFAAT PENULISAN
1. Bagi Institusi Pendidikan

Makalah ini di harapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dan sebagai acuan

belajar mengajar khususnya dalam bidang keperawatan dengan penyakit asma

bronkial.

2. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mahasiswa tentang tanda dan gejala
hipertensi dan penyebab hipertensi.
3. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang penyakit hipertensi dalam kehidupan
serta mengurangi angka kejadian hipertensi bagi masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ASMA BRONKIAL

1. Pengertian Asma Bronkial

Istilah asma dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan

napas pendek.  Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatukan gambaran

klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya ditujukan

untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon abnormal saluran napas terhadap

berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang meluas.

(Supriadi, 2013)

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan  ciri meningkatnya respon trachea

dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan

jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun

hasil dari pengobatan. (Konny, 2013).

Asma Bronchiale adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel

dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli

tertentu (Ndyycha, 2014).

Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas yaitu Asma Bronchial adalah gangguan

atau kerusakan pada saluran bronkus yang merupakan inflamasi kronis saluran nafas

dengan ciri bronkospasme periodik yang reversible (dapat kembali), adanya wheezing,

sesak nafas dan batuk dengan atau tanpa adanya sekret.


2. Klasifikasi Asma Bronkial

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,  yaitu :

1) Asma alergik atau ekstrinsik

Asma alergik merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang,

debu, ketombe, tepung sari, makanan dll. Allergen terbanyak adalah airborne dan

musiman. Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi

pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap

alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak

anak-anak

2) Ideopatik atau nonalergik asma / intrinsic

Asma nonalergik tidak berhubungan secara langsung dengan alergi spesifik. Factor

– factor seperti common cold, infeksi saluran napas atas aktivitas, emosi atau stress,

dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi,

seperti antagonis β-adrenergi dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat

menjadi factor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergi menjadi lebih

berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi

bronchitis dan empisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma

campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).

3) Asma campuran (mixed asma)

Asma campuran merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikan

dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan nonalergi.


3. Etiologi Asma Bronkial

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial

jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran

pernafasannya juga bisa diturunkan.

2) Alergen : Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

b) Ingestan, yang masuk melalui mulut

Contoh : makanan dan obat-obatan

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

3) Perubahan cuaca : Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,

seperti: musim hujan, musim kemarau.

4) Stress : Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang

timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika

stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5) Lingkungan kerja : Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya

serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang

bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.

Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

6) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat : Sebagian besar penderita asma akan

mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari

cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

4. Patofisiologi Asma Bronkial

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan

sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap

benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi

dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk

membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,

antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang

berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup

alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi

yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada

dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen

bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan

saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian

luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat

terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi

dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan

dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat

selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini

bisa menyebabkan barrel chest.


5. Pathway
6. MANIFESTASI KLINIS

1) Tiga gejala umum asma terdiri atas :

a) Dispnea (sesak nafas), terjadi karena pelepasan histamine dan leukotrien yang

menyebabkan kontraksi otot polos sehingga saluran nafas menjadi sempit.

b) Batuk, adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan hasil dari inflamasi atau benda

asing yang masuk ke saluran nafas.

c) Mengi (bengek), suara nafas tambahan yang terjadi akibat penyempitan

bronkus.

2) Gambaran klinis pasien yang menderita asma

a) Gambaran objektif :

         Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.

         Dapat disertai dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan.

         Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.

         Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.

         Fase ekspirasi memanjang dengan disertai wheezing (di afek dan hilus)

b) Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan

anoreksia.

c) Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurang

pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

7. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.


2) Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3) Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya

sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama

dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1) Pengobatan Nonfarmakologi

a) Penyuluhan, penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan pengetahuan klien

tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor

pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim

kesehatan.

b) Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus

serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan

mengurangi faktor pencetus, temasuk intake cairan yang cukup bagi klien.

c) Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini

dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.

2) Pengobatan farmakologi

a) Agonis beta : metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja

sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan

pertama dan kedua adalah 10 menit.

b) Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 kali sehari. Golongan

metilxantin adalah aminofilin dan teofilin obat ini diberikan bila golongan beta

agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.


c) Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang

baik harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis

4 kali semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama

mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama

harus diawasi dengan ketat.

d) Kromalin dan iprutropioum bromide (atroven). Kromalin merupakan obat

pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropioum bromide

diberikan 1-2 kapsul 4 kali sehari.

B. TRIASE

1. Pengertian

Triase Adalah Proses khusus Memilah dan memilih pasien berdasarkan beratnya

penyakit menentukan prioritas perawatan gawat medik serta prioritas transportasi. artinya

memilih berdasarkan prioritas dan penyebab ancaman hidup.

Triase/Triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam mengidentifikasi korban

dengan cedera yang mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau

dievakuasi ke fasilitas kesehatan.

2. Tujuan Triase Perawatan Gawat Darurat

a. Identifikasi cepat korban yang memerlukan stabilisasi segera, Ini lebih ke

perawatan yang dilakukan di lapangan.

b. Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan

c. Untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa dan kecacatan. Inilah tiga alasan dan

tujuan dilakukannya triase gawat darurat PPGD


3. Pengelompokan Triase Berdasarkan Tag Label

a. Prioritas Nol (Hitam)

Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk

diselamatkan. pengelompokan label Triase

b. Prioritas Pertama (Merah)

Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau

transport segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas,

henti jantung, Luka bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.

c. Prioritas kedua (kuning)

Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat

dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya

cedera abdomen tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa

Shok dan jenis-jenis penyakit lain.

d. Prioritas Ketiga (Hijau)

Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan

pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan

kecacatan. Nah mungkin anda masuk dalam kategori yang ini, jadi Jangan marah-

marah dan jangan heran kenapa anda tidak langsung mendapatkan perawatan di

Ruang UGD sementara mereka harus menolong pasien lain yang lebih parah.

4. Klasifikasi Triase

a. Triase di tempat
Dilakukan Di tempat korban di temukan atau pada tempat penampungan, triase ini

dilakukan oleh tim pertolongan pertama sebelum korban dirujuk ke tempat

pelayanan medik lanjutan.

b. Triase Medic

Dilakukan pada saat Korban memasuki Pos pelayanan medik lanjutan yang

bertujuan Untuk menentukan tingkat perawatan dan tindakan pertolongan yang di

butuhkan oleh korban. atau triase ini sering disebut dengan Triase Unit gawat

darurat

c. Triase Evakuasi

Triase ini ditunjukkan pada korban yang dapat dipindahkan pada rumah sakit yang

telah siap menerima korban. seperti Bencana massal contohnya Saat Tsunami,

Gempa bumi, atau bencana besar lain.

                                                      
C. ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL

1.PENGKAJIAN

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

a.Riwayat kesehatan yang lalu:

 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.

 Kaji riwayat reaksi alergi atau sensifitas terhadap zat/factor lingkungan.

 Kaji riwayat pekerjaan pasien.

b.Aktivitas

 Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas.


 Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan melakukan aktivitas

sehari-hari.

 Tidur dalam posisi duduk tinggi.

c.Pernafasan

 Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.

 Nafas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.

 Menggunakan obat bantu pernafasan,misalnya: meninggikan bahu,

melebarkan hidung.

 Adanya bunyi nafas mengi.

 Adanya batuk berulang.

d.Sirkulasi

 Adanya peningkatan tekanan darah.

 Adanya peningkatan frekuensi jantung.

 Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.

 Kemerahan atau berkeringat.

e.Integritas ego

 Ansietas

 Ketakutan

 Peka rangsangan

 Gelisah

f.Asupan nutrisi

 Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.


 Penurunan berat badan karena anoreksia.

g.seksualitas

 Penurunan libido.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

a.Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.

Hasil yang diharapkan : mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan

jelas.

Intervensi Rasional
Mandiri • Beberapa derajat spasme
• Auskultasi bunyi nafas, catat bronkus terjadi dengan
adanya bunyi nafas, ex: mengi obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan
adanya nafas advertisius.

• Kaji / pantau frekuensi • Tachipnea biasanya ada pada


pernafasan, catat rasio inspirasi / beberapa derajat dan dapat
ekspirasi. ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/ adanya
proses infeksi akut.

• Catat adanya derajat dispnea, • Disfungsi pernafasan adalah


ansietas, distress pernafasan, variable yang tergantung pada
penggunaan obat bantu. tahap proses akut yang
menimbulkan perawatan di
rumah sakit.

• Tempatkan posisi yang nyaman • Peninggian kepala tempat


pada pasien, contoh : tidur memudahkan fungsi
meninggikan kepala tempat tidur, pernafasan dengan
duduk pada sandara tempat tidur menggunakan gravitasi.

• Pertahankan polusi lingkungan • Pencetus tipe alergi


minimum, contoh: debu, asap dll pernafasan dapat mentriger
episode akut.

• Tingkatkan masukan cairan • Hidrasi membantu


sampai dengan 3000 ml/ hari menurunkan kekentalan
sesuai toleransi jantung sekret, penggunaan cairan
memberikan air hangat. hangat dapat menurunkan
Kolaborasi kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat
dapat menurunkan spasme
bronkus.

• Berikan obat sesuai dengan • Merelaksasikan otot halus dan


indikasi bronkodilator. menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
mukosa.

b. Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia

Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat.

Intervensi Rasional
• Kaji kebiasaan diet, masukan • Pasien distress pernafasan akut
makanan saat ini. Catat derajat sering anoreksia karena
kerusakan makanan. dipsnea.

• Sering lakukan perawatan oral, • Rasa tak enak, bau menurunkan


buang sekret, berikan wadah nafsu makan dan dapat
khusus untuk sekali pakai. menyebabkan mual/muntah
Kolaborasi dengan peningkatan kesulitan
nafas.

• Berikan oksigen tambahan • Menurunkan dipsnea dan


selama makan sesuai indikasi. meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.

c. Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen


(spasme bronkus)

Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.


Intervensi Rasional
• Kaji/awasi secara rutin kulit • Sianosis mungkin perifer
dan membrane mukosa. atau sentral keabu-abuan
dan sianosis sentral mengindikasi
kan beratnya
hipoksemia.
• Palpasi fremitus • Penurunan getaran vibrasi
diduga adanya pengumplan
cairan/udara.

• Awasi tanda vital dan irama • Tachicardi, disritmia, dan


jantung perubahan tekanan darah
Kolaborasi dapat menunjukan efek
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.

• Berikan oksigen tambahan • Dapat memperbaiki atau


sesuai dengan indikasi hasil mencegah memburuknya
AGDA dan toleransi pasien. hipoksia.

d.Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.

Hasil yang diharapkan :


- mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko
infeksi.
- Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi Rasional
Mandiri • Demam dapat terjadi karena
• Awasi suhu. infeksi dan atau dehidrasi.

• Diskusikan kebutuhan nutrisi • Malnutrisi dapat mempengaruhi


adekuat kesehatan umum
Kolaborasi dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi

• Dapatkan specimen sputum • untuk mengidentifikasi


dengan batuk atau pengisapan organisme penyabab dan
untuk pewarnaan kerentanan terhadap
gram,kultur/sensitifitas. berbagai anti microbial

e.Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.

Hasil yang diharapkan :


• menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Intervensi Rasional
• Jelaskan tentang penyakit • Menurunkan ansietas dan dapat
individu menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana
pengobatan.

• Diskusikan obat pernafasan, • Penting bagi pasien memahami


efek samping dan reaksi yang perbedaan antara efek samping
tidak diinginkan. mengganggu dan merugikan.

• Tunjukkan tehnik penggunaan • Pemberian obat yang tepat


inhakler. meningkatkan keefektifanya.
DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,


Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer”, Jakarta :
Hipocrates.
Crompton, G. (1980) “Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell
Scientific Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik”, Volume 1, Jakarta :
EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”,
Jakarta : EGC.
Pullen, R. L. (1995) “Pulmonary Disease”, Philadelpia : Lea & Febiger.
Rab, T. (1996) “Ilmu Penyakit Paru”, Jakarta : Hipokrates.
Rab, T. (1998) “Agenda Gawat Darurat”, Jakarta : Hipokrates.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku
Satu, Jakarta : Salemba Medika.
Staff Pengajar FK UI (1997) “Ilmu Kesehatan Anak”, Jakarta : Info Medika.
Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.

Anda mungkin juga menyukai