Oleh:
Fahmi Fatkhomi
Guru Fisika, MA Alkhoiriyyah Semarang
Jalan Suyudono 26 Semarang
ABSTRAK
1. Pendahuluan
Sains merupakan pelajaran pokok yang diberikan sejak SD sampai
dengan SMA. Pada tingkat pendidikan dasar, sains dapat dipandang sebagai
tahap awal untuk memberi bekal kemampuan kepada siswa agar mereka
dapat berpikir kritis, kreatif, dan logis dalam menghadapi berbagai isu dan
perkembangan dalam masyarakat yang diakibatkan oleh dampak
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni. Di tingkat
sekolah menengah, pelejaran sains (IPA) tetap menjadi core curriculum
yang merupakan lanjutan peletakan pemahaman konsep-konsep esensial
tentang sains yang diperoleh dari serangkaian proses ilmiah
(Indrajati,2000). Oleh karena itu, pendidikan sains pada jenjang pendidikan
dasar sepatutnya mendapat perhatian serius dari berbagai pihak karena akan
menjadi landasan bagi siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi, dan sebagai bekal mereka untuk terjun ke masyarakat.
Rendahnya mutu pendidikan, khususnya pendidikan sains, masih
menjadi isu sentral dalam berbagai pertemuan ilmiah. Organisasi
International Education Achievement (IEA) melaporkan bahwa
kemampuan sains siswa SMP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-40
dari 42 negara (dalam Zamroni,2001). Demikian juga rata-rata NEM IPA
siswa SMP di Bali sampai tahun 2004 masih di bawah 5,0. Oleh karena itu,
perlu adanya usaha yang serius untuk memperbaiki sistem maupun proses
pendidikan dalam rangka membenahi proses dan hasil belajar sains siswa.
Hasil evaluasi kurikulum 1994 SMP pada mata pelajaran sains yang
dilakukan oleh Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan
Balitbang Dikbud menunjukkan beberapa permasalahan, seperti (1)
sebagian besar siswa tidak mampu mengaplikasikan konsep-konsep sains
dalam kehidupan nyata; (2) pengajaran tidak menitikberatkan pada prinsip
bahwa sains mencakup pemahaman konsep dan menghubungkan dengan
kehidupan sehari-hari (Depdikbud, 1990). Dewasa ini, pendidikan
cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial dan sistem persekolahan yang
hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut sebagai the dead
knowledge, yaitu pengetahuan yang terlalu bersifat teksbookish, sehingga
bagaikan sudah diceraikan dari akar sumbernya dan aplikasinya (Zamroni,
2001:1). Dengan perkataan lain, pelajaran sains yang dipelajari di sekolah
menjadi tidak bermakna bagi siswa.
Di dalam kurikulum Hasil Belajar Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Sains (Fisika) Kurikulum Berbasis Kompetensi yang
dikembangkan Depdiknas, tertuang dalam salah satu tujuannya, yaitu siswa
memperoleh pengalaman dalam penerapan metode ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis
dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen,
pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengomunikasikan
hasil eksperimen secara lisan dan tertulis (Depdiknas, 2002). Dari tujuan ini
tercermin bahwa pembelajaran sains (Fisika) tidak lagi hanya
mengandalkan ceramah, demonstrasi, dan diskusi saja seperti yang selama
ini banyak dilakukan guru-guru sains, melainkan lebih pada pengembangan
kompetensi khususnya kompetensi ketrampilan proses sains. Hal ini hanya
dapat dilakukan apabila pembelajaran dikemas melalui kerja ilmiah (karya
ilmiah). Hasil studi Suastra dan Kariasa (1999) pada siswa SD
menunjukkan pembelajaran kerja ilmiah telah mampu meningkatkan
kreativitas berpikir siswa dan hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh
siswa diberi kesempatan yang lebih luas untuk merancang, melakukan,
hingga mempresentasikan temuannya. Di pihak lain, siswa yang tidak
mempresentasikan temuannya juga bebas mengajukan pertanyaan dan
mengemukakan pendapat kepada teman yang menyajikan. Berbeda halnya
kalau guru yang mengajar, maka siswa sangat malu mengajukan pertanyaan
dan mengemukakan pendapat apalagi berbeda dengan pendapat gurunya.
Berdasarkan hasil diskusi dengan guru SMP Negeri I Singaraja
mengenai pelaksanaan pengajaran materi untuk karya ilmiah ini hampir
tidak pernah dilakukan. Hal ini disebabkan karena berbagai alasan, antara
lain (1) tidak cukup waktu untuk melaksanakan kerja ilmiah karena materi
Fisika dalam kurikulum 1994 terlalu padat, (2) kemampuan guru untuk
membimbing siswa melakukan kerja ilmiah relatif masih kurang; dan 3)
tuntutan evaluasi hasil belajar yang selama ini lebih menitikberatkan pada
kontens atau produk sains saja.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka melalui penelitian tindakan
ini akan di coba dikembangkan strategi pembelajaran kerja ilmiah dalam
pembelajaran sains dalam upaya mengembangkan kompetensi dasar Fisika
yang meliputi ketrampilan proses sains, sikap ilmiah, dan penguasaan
materi pelajaran ( pemahaman konsep Fisika).
Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah (1) Apakah pengajaran
model karya ilmiah dapat meningkatkan pemahaman konsep Fisika siswa?,
(2) Apakah pengajaran model karya ilmiah dapat meningkatkan kinerja
siswa dalam pembelajaran Fisika?, (3) Bagaimana respon siswa terhadap
pembelajaran dengan model karya ilmiah?
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya, tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghasilkan model
pembelajaran IPA yang dapat meningkatkan kreativitas berpikir siswa.
Secara rinci dapat dikemukakan tujuan penelitian ini adalah (1)
meningkatkan pemahaman dan penerapan konsep Fisika, (2) meningkatkan
kualitas kinerja siswa (ketrampilan proses dan sikap ilmiah) dalam
pembelajaran Fisika, dan (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap
pembelajaran Fisika dengan model karya ilmiah.
Hasil dari penelitian yang diperoleh melalui penelitian tindakan ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah kepada berbagai pihak,
terutama (1) menyiapkan para siswa menjadi warga masyarakat yang
memiliki kompetensi sains yang memadai yang meliputi pengetahuan
tentang Fisika, ketrampilan proses, dan sikap ilmiah, (2) memotivasi guru
agar sikap dan kebiasaan mengajarnya yang semula hanya berorientasi pada
upaya peningkatan pemahaman konsep-konsep Fisika saja menuju kepada
kombinasi antara penguasaan konsep-konsep Fisika, ketrampilan proses
sains, pengembangan sikap ilmiah siswa, dan (3) mengantisipasi era
globalisasi dengan pembelajaran sains (Fisika).
2. Metode Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas X MA Alkhoiriyyah
Semarang dengan melibatkan 36 orang siswa. Penelitian dilakukan dari
bulan Juli 2005 sampai Oktober 2005 dengan 2 siklus tindakan. Penetapan
siklus didasarkan pada hasil refleksi awal dan refleksi pada setiap tindakan
dan waktu yang tersedia. Kriteria keberhasilan tindakan adalah (1)
pembelajaran dengan model karya ilmiah dianggap berhasil bila rerata
penguasaan konsep sains siswa minimal mencapai kualifikasi baik dan (2)
rerata kinerja siswa dalam pembelajaran minimal mencapai kategori baik.
Penguasaan konsep Fisika siswa pada setiap siklusnya dikumpulkan
dengan tes hasil belajar buatan guru. Kinerja siswa dikumpulkan dengan
teknik observasi dengan bantuan pedoman observasi. Aspek-aspek kinerja
siswa yang diobservasi meliputi (1) merencanakan penyelidikan, (2)
melaksanakan percobaan, (3) analisis data dan penyimpulan, (4)
pengkomunikasian hasil secara tertulis dan verbal. Respon siswa terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan model karya ilmiah dikumpulkan dengan
kuesioner. Seluruh data penelitian dianalisis secara deskriptif dan
dilaporkan secara deskritif naratif.
3.2 Pembahasan
Pembelajaran Fisika dengan model karya ilmiah adalah
pembelajaran yang dikemas sedemikian rupa sehingga kompetensi siswa
(aspek kognitif, ketrampilan, dan sikap) dalam pembelajaran Fisika dapat
dikembangkan secara utuh. Model ini, mengikuti langkah-langkah
pembelajaran perencanaan (penyusunan proposal), pelaksanaan penelitian
(mencari data ke lapangan atau eksperimen di laboratorium), menganalisis
data, dan pelaporan hasil baik dalam bentuk tertulis maupun secara verbal.
Penelitian ini telah dilakukan selama 2 siklus tindakan. Pada siklus
I, aktivitas pembelajaran sudah mulai berjalan seperti yang direncanakan,
namun beberapa masalah yang muncul terutama pada teknik pengumpulan
data, pembahasan, dan teknik-teknik penulisan. Walupun demikian, hasil
belajar siswa yang ditunjukkan dari kinerja siswa dalam pembelajaran
ternyata sudah menunjukkan hasil yang baik. Hal ini terbukti dari rerata
skor kinerja siswa dalam pembelajaran sebesar 12,97 berada dalam
berkualifikasi baik. Jika dilihat indikator penelitian hasil ini telah
memenuhi kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Meskipun demikian,
proses pembelajaran belum menampakkan pola yang jelas sehingga perlu
dilakukan lanjutan untuk memperoleh gambaran yang lebih baik dan
komprehensif tentang pembelajaran. Ditinjau dari penguasaan konsep
siswa, pada siklus I diperoleh rerata 7,52 berada dalam kualifikasi baik.
Setelah dilakukan berbagai perbaikan pada siklus II, ternyata kinerja
siswa dan penguasaan konsep Fisika siswa mengalami peningkatan, yakni
rerata kinerja siswa menjadi 14,25 berada dalam kualifikasi baik dan rerata
penguasaan konsep siswa dengan rerata 8,45 berada dalam kualifikasi
sangat baik. Hasil pada siklus II ini jauh lebih baik bila dibandingkan
dengan hasil pada siklus I. Hal ini disebabkan oleh perhatian siswa lebih
baik dalam mengikuti kegiatan penyajian hasil. Siswa sangat antusias
dalam bertanya, mengomentari, serta menyangkal pendapat temannya.
Kondisi seperti ini sangat baik dikembangkan untuk melatih ketrampilan
berpikir siswa. Selama ini, kegiatan semacam ini sangat jarang dilakukan di
sekolah karena berbagai alasan yang sangat klasik, banyak waktu yang
tersita, kekurangan alat dan bahan, tidak memiliki kemampuan untuk
membimbing, dan tidak ada pembelajaran seperti itu yang dicontoh. Hal ini
menandakan bahwa kreativitas guru dalam mengantisipasi perkembangan
sangat rendah. Padahal, sudah jelas dalam kurikulum 2004 (KBK)
dipaparkan bahwa pembelajaran sains perlu dikembangkan melalui
berbagai aktivitas kerja ilmiah.
Begitu pula sikap ilmiah yang sulit dikembangkan melalui
pembelajaran ceramah, dapat dikembangkan dengan baik melalui
pembelajaran model karya ilmiah ini. Hal ini terbukti dari pengamatan
aktivitas belajar siswa yang menunjukkan sikap yang positif seperti
bekerjasama, terbuka menerima pendapat atau kritik orang lain, tekun dan
ulet dalam bekerja, serta sikap percaya diri tampil di depan kelas. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Abruscato (1982) dan Carin, A.A & Sund, R.B
(1975) yang menyatakan kompetensi sains dapat dikembangkan melalui
aktivitas ilmiah seperti mengamati, mengklasifikasikan, menggunakan
angka-angka, membuat definisi operasional, mengontrol variabel,
melakukan percobaan, mengukur, menginterpretasikan data, membuat
simpulan, meramalkan, menggunakan hubungan ruang dan waktu,
menyusun hipotesis, dan mengkomunikasikan hasil kegiatan. Hasil ini
sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran Fisika di SMP yang meliputi
memupuk sikap ilmiah, memperoleh pengalaman melalui penerapan
metode ilmiah, dan mengembangkan berpikir secara analitis (Depdiknas,
2002). Jadi, hasil belajar siswa seperti ini tidak sekadar pemahaman konsep
(kognitif) saja, tetapi juga keterampilan proses dan sikap ilmiah yang amat
dibutuhkan dalam hidup siswa kelak nanti di masyarakat.
Analisis respon siswa terhadap pembelajaran dengan model karya
ilmiah juga menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan. Siswa
memberikan respon positif terhadap model pembelajaran ini. Bahkan siswa
menyarankan tidak hanya dilakukan sekali dalam satu semester, tetapi lebih
dari sekali sehingga kompetensi yang diharapkan dalam KBK dapat
terwujud.
Beberapa kendala yang dialami selama pelaksanaan model karya
ilmiah ini adalah hilangnya waktu libur hari raya sehingga pelaksanaan
tidak dapat dilaksanakan secara kontinu. Hambatan lain adalah jumlah
siswa yang cukup banyak (36 orang), menyulitkan dalam memberikan
bimbingan dan mengakses kinerja siswa.
4. Penutup
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan diperoleh beberapa
simpulan, yaitu (1) Pembelajaran Fisika dengan model karya ilmiah dapat
meningkatkan pemahaman dan aplikasi konsep Fisika siswa. (2) Kinerja
siswa yang meliputi keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa dapat
dikembangkan melalui pembelajaran Fisika dengan model karya ilmiah. (3)
Respon siswa terhadap pembelajaran Fisika dengan model karya ilmiah
berada dalam kategori positif. Hal ini menandakan bahwa siswa cukup
menerima pembelajaran model karya ilmiah dalam pembelajaran Fisika.
Berdasarkan temuan penelitian tindakan ini, disarankan hal-hal
berikut ini. (1) Kepada guru-guru Fisika khususnya dan guru sains
umumnya agar mencoba menerapkan model karya ilmiah seperti ini paling
tidak dalam satu semester. Hal ini disebabkan oleh tuntutan kurikulum 2004
yang menekankan kerja ilmiah dalam pembelajaran sains. (2) Jika
menerapkan model ini, ikutilah langkah-langkah berikut ini. (a)
memberikan wawasan terlebih dahulu kepada siswa tentang karya ilmiah,
(b) menugaskan siswa berkelompok untuk mencari topik Fisika dalam
kehidupan sehari-hari yang dianggap menarik untuk diteliti, dan (c)
menugasi siswa melakukan penelitian lapangan maupun eksperimen di
laboratorium, (3) melaporkan hasil penelitiannya dalam bentuk laporan
tertulis, (4) menyeminarkan laporan penelitian siswa di kelas, dan (5)
memfasilitasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA