Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP MANAJEMEN KONFLIK


MATA KULIAH : MANAJEMEN KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
1. NEFA PRAZASTI
2. GENI SANTIKA PUTRI
3. ROLAN DARMAN

DOSEN PENGAMPU:
Ns. RENI TREVIA,S.Kep,M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN

YAYASAN BINA INSANI SAKTI SUNGAI PENUH

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah kami tentang KONSEP MANAJEMEN
KONFLIK.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................1
KATA PENGANTAR ...................................................................................2
DAFTAR ISI ..................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................4
B. Rumusan masalah........................................................................................6
C. Tujuan...............................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN SIKLUS HIDUP MIKROORGANISME
A. SEJARAH TERJADINYA KONFLIK.......................................................8
B. KATEGORI KONFLIK......................................................................11
C. PROSES KONFLIK...........................................................................12
D. PENYELESAIAN KONFLIK.............................................................13
E. STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK...........................................14
BAB III PENUTUP
A.KESIMPULAN.............................................................................................17
B. SARAN.............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................18

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), fenomena yang
terjadi saat ini menyangkut perawat yaitu seringkali terjadi ketidakseimbangan
insentif atau reward antara kelompok dokter, perawat dan yang setara dengan
perawat, tenaga administrasi serta tingkatan manajer rumah sakit sehingga
menyebabkan terjadinya konflik. Konflik yang berkepanjangan  menyebabkan
menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi, khususnya perawat.
Dengan menurunnya komitmen tersebut, maka kinerja perawat pun
menjadi menurun atau kurang. Perawat dalam menjalankan profesinya sangat
rawan terhadap stres, kondisi ini dipicu karena adanya tuntutan dari pihak
organisasi dan interaksinya dengan pekerjaan yang sering mendatangkan
konflik atas apa yang dilakukan. Beban kerja yang sering dilakukan oleh
perawat (Nursalam, 2002) adalah bersifat fisik seperti mengangkat pasien,
mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong
brankart dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas pekerjaan misalnya
keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, mengurus keluarga serta
harus menjalinkomunikasi dengan pasien.
Menurut Marquis dan Houston (1998, dalam Nursalam, 2007), konflik
sebagai masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari
perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih.
Konflik sering terjadi pada setiap tatanan keperawatan.
Konflik terjadi dalam setiap hubungan, termasuk perawat di tempat
kerja. Prevalensi konflik di tempat kerja secara statistik menunjukkan bahwa
24-60% waktu dari manajemen dihabiskan terkait dengan konflik. Peran
kepemimpinan dalam konflik merupakan elemen penting. Kemampuan mereka
akan mempengaruhi strategi mereka dalam konflik dan meningkatkan staf

4
untuk bekerja sama secara efektif sehingga dapat terwujud pelayanan
keperawatan yang bermutu.
Hasil survey awal Danur Azissah menunjukkan bahwa dari 9 orang
perawat terdapat 6 orang perawat yang mengalami stres kerja seperti mudah
marah, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja
sama, perasaan tidak mampu terlibat dan kesulitan dalam masalah tidur, serta
ada dua orang yang sering  tidak masuk kerja. Di samping itu stress kerja
perawat disebabkan konflik antara perawat dan tenaga kesehatan lain maupun
dengan pasien. Bentuk konflik yang sering terjadi adalah  masalah pembagian
tugas dan insentif yang tidak jelas dan tidak merata, sering tidak bertanggung
jawab terhadap tugas serta menyalahkan rekan kerja yang lain. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian  besar (78,3%) responden mengatakan manajemen
konflik kurang baik. Dari 18 orang responden yang mengatakan manajemen
konflik kurang baik, ada 10 orang (55,6%) responden mengalami stres kerja,
sedangkan dari 5 orang responden yang mengatakan manajemen konflik kurang
baik, ada 1 orang (20%) responden mengalami stres kerja.
Setiap organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu
dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi
layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan
staf, staf dengan pasien, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan
dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat
memicu terjadinya konflik.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk
perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan
jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-
waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan
mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung,
dan dapat menurunkan produktivitas kerja komunitas secara tidak langsung
dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.
Dalam suatu komunitas, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan

5
oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru,
persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam
kepribadian individu ( Swanburg, 1993).
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan
nyata asuhan keperawtan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua
asumsi dasar tentang konflik. Asumsi dasar yang pertama adalah konflik adalah
hal yang tidak dapat dihindari dalam suatu organisasi. Asumsi yang kedua
adalah jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka dapat menghasilkan suatu
penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga berdampak terhadap
peningkatan dan pengembangan produksi. Disini peran manajer sangat penting
dalam mengelola konflik. Manajer berusaha menggunakan konflik yang
konstruktif  dalam menciptkan lingkungan yang produktif. Jika konflik
mengarah ke suatu yang menghambat, maka manajer harus mengidentifikasikan
sejak awal dan secara aktif melakukan  intervensi supaya tidak berefek pada
produktifitas dan motivasi kerja (Nursalam, 2011). 
2.1 Rumusan Masalah
Hal-hal yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari konflik?
2. Bagaimana sejarah terjadinya konflik?
3. Apa penyebab terjadinya konflik?
4. Apa saja kategori konflik?
5. Bagaimana proses terjadinya konflik?
6. Bagaimana cara penyelesaian konflik?
3.1 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa itu manajemen konflik
1.3.2       Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah untuk memahami
tentang:
1. Pengertian dari konflik.

6
2. Sejarah terjadinya konflik.
3. Penyebab terjadinya konflik.
4. Kategori konflik.
5. Proses terjadinya konflik.
6. Cara penyelesaian konflik.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konflik
2.1.1 Sejarah Terjadinya Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus
tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan
peristiwa yang pasti terjadi di organisasi. Pada awal 20, konflik di indikasikan
sebagai suatu kelemahan manajemen pada suatu organisasi yang harus
dihindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik
akan selalu merusaknya. Ketika konflik mulai terjadi pada suatu organisasi,
meskipun dihindari dan ditolak, namun harus tetap diselesaikan secepatnya.
Konflik sebenarnya dapat dihindari, kalau staf diarahkan terhadap suatu
tujuan yang jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan staf harus
diekspresikan secara langsung supaya masalah tidak menumpuk dan
bertambah banyak.
Pada pertengahan abad 19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik
dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu
kejadian yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu, seorang manajer
harus belajar banyak tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut
daripada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi
merupakan suatu unsure penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya,
tetapi diakui bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.
Teori interaksi pada tahun 1970, mengemukakan bahwa konflik
merupakan suatu hal yang penting, dan secara aktif mengajak organisasi untuk
menjadikan konflik sebagai salah satu pertumbuhan produksi. Teori ini
menekankan bahwa konflik dapat mengakibatkan pertumbuhan produksi
sekaligus kehancuran organisasi, keduanya tergantung bagaimana manajer

8
mengelolanya. Mengingat konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari
dalam organisasi, maka manajer harus dapat mengelolanya dengan baik.
Konflik dapat berupa sesuatu yang kualitatif ataupun kuantitatif.
Meskipun konflik berakibat terhadap stress, tetapi dapat meningkatkan
produksi dan kreativitas. Manajemen konflik yang konstruktif akan
menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk didiskusikan sebagai suatu
fenomena utama, komunikasi yang terbuka melalui pengutaraan perasaan, dan
tukar pikiran serta tanggung jawab yang menguntungkan dalam
menyelesaikan suatu perbedaan (Erwin, 1992).

2.1.2 Pengertian Konflik


Definisi Manajemen Konflik
Manajeman konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para
pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan arah
penyelesaian yang konstruktif atau destruktif.

Marquis dan Huston (1998) mendefinisikan konflik sebagai masalah


internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat,
nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih.
Littlefield (1995) mengatakan bahwa konflik dapat dikategorikan
sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi
darisuatu ketidaksetujuan antara dua orang atau organisasi, dimana orang
tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai
proses, konflik dimanefistasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang
dilakukan oleh dua orang atau kelompok, dimana setiap orang atau kelompok
berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan dari seseorang. Sumber
konflik dari organisasi dapat ditemukan pada kekuasaan, komunikasi, tujuan
seseorang dan organisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi dan
kepribadian, serta peran yang membingungkan.
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap
tatanan asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua
asumsi dasar tentag konflik, meliputi : 1) konflik adalah sesuatu yang tidak

9
dapat dihindari dalam suatu organisasi, 2) jika konflik dapat dikelola dengan
baik, maka konflik dapat menghasilkan suatu kualitas produksi, penyelesaian
yang kreatif dan berdampak terhadap peningkatan dan pengembangan. Di sini,
peran manajer sangat penting dalam mengelola konflik, dengan menciptakan
lingkungan menggunakan konflik yang konstruktif dalam pengembangan,
peningkatan, dan produktifitas. Jika konflik mengarah ke suatu yang
menghambat dalam suatu organisasi, maka manajer harus menegenali sejak
awal dan secara aktif melakukan intervensi supaya produktivitas dan motivasi
tidak terkena efek. Belajar menangani konflik secara konstruktif dengan
menekankan pada “win-win solution” merupakan keterampilan kritis dalam
suatu manajemen.

2.1.3 Penyebab Konflik


Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas.
Pendeskripsian batasan batasan pekerjaan yang tidak jelas dapat memicu
munculnya konflik dikarenakan adanya orang atau individu yang tidak
tahu pekerjaannya dan dapat mengganggu tugas dan wewenang dari orang
lain.
2. Hambatan Komunikasi.
Konflik juga dapat terjadi jika komunikasi dalam suatu komunitas tidak
berjalan lancar, kondisi yang seperti ini akan menimbulkan
misunderstanding/ kesalahpahaman.
3. Tekanan Waktu.
Tekanan waktu juga dapat memicu adanya konflik, jika dalam suatu
komunitas tidak dapat memanage waktu dengan baik dan
menggunakannya secara efektif dalam mencapai target yang di tentukan.
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal.

10
Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, juga dapat
memicu konflik dikarenakan adanya standar, peraturan dan kebijakan
yang tidak dapat diwujudkan.
5. Pertikaian Antarpribadi.
Pertikaian antarpribadi juga dapat memicu adanya konflik karena akan
muncul tidak adanya sinergi/ kerjasama antara pribadi yang tidak bertikai
dan tidak mencari pembenaran pribadi masing-masing.
6. Perbedaan Status.
Perbedaan status juga termasuk pemicu munculnya konflik karena adanya
yang merasa superioritas / diatas daripada yang lain.
7. Harapan Yang Tidak Terwujud.
Harapan yang tidak terwujud akan memicu konflik karena akan menjadi
halangan tersendiri bagi komunitas atau individu ketika adanya harapan
yang tidak terwujud dapat menurunkan selfconfidance/ kepercayaan
firinya menurun sehingga terjadi kesusahan dalam mempercayai diri
maupun orang lain.
8. Perilaku Menentang.
9. Perilaku menentang dapat menimbulkan konflik yang menghasilkan
perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku itu ditunjukkan.

2.1.4 Kategori Konflik


Menurut Marquis dan Huston (1998), konflik dipandang secara
vertical dan horizontal. Konflik vertical terjadi antara atasan dan bawahan
sedangkan konflik horizontal terjadi antara staf dengan posisi dan kedudukan
yang sama. Konflik dapat dibedakan menjadikan 3 jenis yakni, konflik
intrapersonal, interpersonal, dan antarkelompok.
1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi pada individu sendiri.
Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklarifisi. Nilai dan
keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanefistasikan

11
sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa
mempunyai konflikintrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi
keperawatan, loyalitas terhadap pekaryaan, dan loyalitas kepada pasien.
2. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau
lebih di mana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering
terjadi karena secara konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga
ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik
dengan teman sesama manajer, atasan, dan bawahannya.
3. Konflik Antarkelompok (intergroup)
Konflik antarkelompok (intergroup) adalah konflik terjadi antara dua atau
lebih dari kelompok orang, departemen, atau organisasi. Sumber konflik
jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas
(kualitas jasa layanan), serta keterbatasan prasarana.

2.1.5 Proses Konflik


Proses Konflik dibagi menjadi beberapa tahapan:
1. Konflik laten:
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu
organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan
yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan
kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak Nampak
secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2. Felt conflict (konflik yang disarankan)
Konflik yang terjadi karena sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai
konflik “affectiveness”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima
konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah
/ancaman terhadap keberadaannya.
3. Konflik yang nampak/ sengaja dimunculkan.

12
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar
menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan
konflik. Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi
memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan
organisasi.
4. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara
memuaskan semua orang yang terlibat didalamnya dengan prinsip “win-
win solution.”
5. Konflik “aftermath.”
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak
terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah
besar jika tidak segera di atasi atau dikurangi bias menjadi penyebab dari
konflik utama.

2.1.6 Penyelesaian Konflik


1. Langkah-langkah Penyelesaian Konflik
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik
meliputi: 1) Pengkajian, 2) Identifikasi, dan 3) intervensi.
Pengkajian
a. Analisis situasi
Idenfikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan,
setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua
perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang
terlibat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat
diubah.
b. Analisis dan mematikan isu yang berkembang.

13
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan
masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai
dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu
waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

Identifikasi
d. Mengelola perasaan
Hindari respon emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai
respons yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
Intervensi
e. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan
baik.selanjutnya identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
f. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian
konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang
yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

2.1.7 Strategi Penyelesaian Konflik


Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6, yakni: (1)
kompromi atau negosiasi; (2) kompetisi; (3) akomodasi; (4) smoothing; (5) m
enghindar; (6) kolaborasi.
a. Kompromi atau Negosiasi.
Suatu strategi penyelesaian konflik di mana semua yang
terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama.
Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation”.
Kedua unsure yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah
dibuat. Di dalam manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan
oleh middle dan top manajer keperawatan.

14
b. Kompetisi.
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian
konflik. Penyelesaian ini menekankaan bahwa hanya ada satu orang atau
kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat
negative dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan keinginan
untuk perbaikan di masa mendatang.

c. Akomodasi.
Istilah lain yang sering digunakan adalah “cooperative”.
Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang
berusaha mengakomodasi permasalahan, dan memberikan kesempatan
pada orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi ini
sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam
politik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
d. Smoothing.
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara
mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini,
individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan
daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi
ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang
besar, misalnya persaingan pelayanan/ hasil produksi, tidak dapat
dipergunakan.
e. Menghindar.
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari
tentang masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau
tidak menyelesaikan masalah. Strastegi ini biasanya dipilih bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih
besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam

15
menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.
f. Kolaborasi.
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Dalam
kolaborasi, kedua unsure yang terlibat menentukantujuan bersama dan
bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini
akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing
meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi
intensif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak
mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak adanya
kepercayaan diri dari kedua kelompok/seseorang (Bowditch and Buono,
1994).

16
BAB 3
PENUTUP

1.1 Simpulan
Dari pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Konflik adalah suatu masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai
akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai atau keyakinan dari dua orang
atau lebih.
2. Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut: Batasan
pekerjaan yang tidak jelas, hambatan komunikasi, tekanan waktu, standar,
peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, pertikaian antarpribadi,
perbedaan status, harapan yang tidak terwujud.
3. Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan: disiplin, pertimbangan
pengalaman dalam tahapan kehidupan, komunikasi dan mendengarkan
secara aktif.
4. Strategi dalam penyelesaian konflik: menghindar, mengakomodasi,
kompetisi, dan kompromi atau negosiasi.
1.2 Saran
1.2.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa keperawatan hendaknya lebih semangat membaca dan
memahami tentang manajemen konflik sehingga kelak menjadi seorang
tenaga perawat yang professional kita dapat mengaplikasikan pengetahuan
dan keterampilan profesi kita semaksimal mungkin dalam tugas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional Ed. 3. Jakarta: Salemba Medika
Swanburg, R. (1993). Introductory Manajement and Leadership for Clinical Nurses.
Jakarta: EGC
Bowditch and Buono (1994). A Primer on Organizing Behavior. New York: Wiley
Erwin K (1992). Managing Conflict. Nurses Manager. 23 (3: 67).
Littlefield VM (1995). Conflict Resolution: Critical to Productive School of Nursing.
Journal of Professional Nursing. 11 (1: 7-15).
Hhtps:/www.academia.edu>sejarahterjadinya konflik

18

Anda mungkin juga menyukai