DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VI
MAKASSAR
2020/2021
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah ilmu bagi kita semua kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini belum
sempurna karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik dari teman-teman demi kesempurnaan makalah ini.
A. Kesimpulan........................................................................... 19
B. Saran..................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses
penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita
bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare,
2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien
yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang
datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang
30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan
saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 –
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme. Namun
tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein deficiency,
hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala
yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan
yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma
hepatikum.
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat
mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis
adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang
positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat
pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang
komprehensif.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara lain:
1. Bagaimana konsep penyakit Sirosis Hati ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Sirosis Hati ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati mulai dari pengertian, tanda gejala, etiologi,
serta patofisiologinya.
2. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan Sirosis Hati ,
mulai dari pengkajian hingga evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.Adapun factor
predisposisinya:
a. Alkohol
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada perlemakan hati
sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi pembentukan lipoprotein.
b. Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein
hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk
terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-
antitripsin.
c. Hepatitis virus
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan
untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan parut
dan nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita
hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.
d. Obat-obatan hepatotoksik
Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi
sel hati secara akut dan kronik. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang
kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan
hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang juga
mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan pemberian alternative pengganti
obat yang tidak menimbulkan efek yang progesive bagi kerusakan hati (Hadi,2005).
e. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan
jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau
tembaga (penyakit Wilson).
f. Kolestasis, Atresia bilier
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu
membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya
saluran empedu yang disebut Biliary atresia.
3. Patofisiologi
Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen
dapat terjadi akibat pembesaran hati yang cepat sehingga menyebabkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kapsule glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati akan
mengecil setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka
permukaan hati akan teraba benjol-benjol (Smeltzer, 2002).
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut.
Sel-sel hati tersebut secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut. Akhirnya jumlah
jaringan parut melebihi jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal
yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regeneasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkonstruksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu
berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang
waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer, 2002).
Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi, berkelok-kelok dan
biasanya dijumpai pada sub mukosa bagian bawah, namun varises ini dapat terjadi pada bagian
lebih tinggi atau meluas sampai ke lambung. Keadaaan semacam ini hampir selalu disebabkan
oleh hipertensi portal yang terjadi obstruksi pada saluran vena porta, pada hati yang mengalami
serosis. Peningkatan obstrukisi pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus intestinal
dan limpa akan mencari jalan keluar melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium
kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah pembuluh darah
pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung bagian atas. Pembuluh-pembuluh
kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat rapuh, berkelok-kelok dan mudah mengalami
perdarahan. Penyebab varises lainya yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi
dalam vena linealis atau vena kava superior dan trombosis vena hepatika.
Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan kematian dan
menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan penurunan perfusi serebral, hepatik serta
ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen akibat perdarahan kedalam traktus
gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia serum yang meningkatkan resiko encefalopati.
Kemungkinan terjadinya perdarahan pada varises esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis
dan melena, khususnya pada klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras.
Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala kecuali jika ada
peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau struktur yang menyangga menjadi tipis,
sehingga kemungkinan akan timbul haemorargik masif. Faktor-faktor yang menimbulkan
perdarahan bisa jadi dari mengangkat barang berat, mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk
atau muntah, esofagitis, atau iritasi pembuluh darah akibat makan makanan yang tidak dikunyah
dengan baik atau minum cairan yang merangsang. Salisilat dan setiap obat yang dapat
menimbulkan erosi mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat pula menyebabkan
perdarahan.(Smeltzer, 2002).
4. Manifestasi Klinis
a. Pembesaran Hati ( hepatomegali ).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati
tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut,
ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan
hati.
b. Obstruksi Portal dan Asites.
c. Varises Gastroinstestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan
yang lebih rendah.
d. Edema.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai
(terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai
khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
5. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
6. Terapi
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan
keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya
komplikasi.
a. Diet rendah protein diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200 kalori), bila ada asites
diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif,
diperlukan diet tinggi kalori (2000-3000) dan tinggi protein (80-125g/hari).
b. Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan
(diet hati I )untuk kemudian diberikan sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh.
Pemberian protein yang melebihi kemampuan klien atau meningginya hasil metabolisme protein
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan
protein yang cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
d. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam aminoesensial berantai cabang
dan glukosa.
e. Pemberian robboransia Vitamin B kompleks. (Setya, 2011)
7. Komplikasi
8. Prognosis
Penderita serosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan angka sebesr
10 % per tahun. Penderita serosis hepatis dekompensata mempunyai angka ketahanan hidup 5
tahun, hanya sekitar 20 %, ascites adalah tanda awal adanya dekompensata. Penderita serosis
hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar
30-45 %, dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 40 %.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga dengan atau tanpa
gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin
menghebat, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, badan menguning (ikterus), demam
ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut (asites).
c. Riwayat Penyakit Masa lalu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan
dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan
dalam status jasmani serta rohani pasien.
d. Pemerikasaan fisik
1) B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan, Ekspansi paru terbatas disebabkan
karena asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas berbau aseton.
2) B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia intra vaskuler
3) B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental, bingung, , koma. (penurunan kesadaran) salah
satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada
otak. Flapping tremor,
4) B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5) B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan abdomen kuadran kanan
atas. Penurunan/tak adanya bising usus. Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat
mencerna. Mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan karena cairan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi
bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul
dan ada nyeri tekan pada perabaan hati, fetor hepatitis, Shifting dullness (+), fluid wave (+),
hematemesis, melena
6) B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus (atropi otot). Kulit kering, turgor buruk, ikterik, pruritus,.
edema umum pada jaringan., perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema
palmaris
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual, muntah
a. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
b. Kriteria Hasil:
1) Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan pemeriksaan nutrisi) mencapai tujuan
dengan nilai laboratorium normal.
2) Nafsu makan meningkat.
c. Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan diet harian dengan Memberikan informasi tentang
jumlah kalori. kebutuhan pemasukan/defisiensi.
14. Antiemetik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan dan haluaran, catat 1. Menunjukkan status volume
keseimbangan positif. Timbang berat sirkulasi, terjadinya/perbaikan
badan tiap hari dan catat peningkatan perpindahan cairan, dan respon
lebih dari 0,5 kg/hari terhadap terapi. Peningkatan berat
badan sering menunjukkan retensi
cairan lanjut.
2. Auskultasi paru, catat penurunan 2. Peningkatan kongesti pulmonal dapat
/tak adanya bunyi napas dan mengakibatkan konsolidasi, gangguan
terjadinya bunyi tambahan. pertukaran gas, dan komplikasi,
contoh: edema paru.
3. Menunjukkan akumulasi cairan
3. Ukur lingkar abdomen per hari (asites) diakibatkan oleh kehilangan
protein plasma/cairan kedalam area
peritoneal.
DP3 : Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra
abdomen (asites).
a. Tujuan: perbaikan status pernafasan
b. Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif, Pasien akan bebas dispnea dan
sianosis, dengan nilai BGA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
c. Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi frekuensi, kedalaman, dan 1. Pernapasan dangkal cepat/dispnea
upaya pernapasan mungkin ada sehubungan dengan
hipoksia dan atau akumulasi cairan
dalam abdomen.
2. Menunjukkan terjadinya komplikasi,
2. Auskultasi bunyi napas, catat
krekels, mengi, ronkhi. 3. Perubahan mental dapat
menunjukkan hipoksemia dan gagal
3. Selidiki perubahan tingkat pernapasan, yang sering disertai koma
kesadaran. hepatik.
4. Memudahkan pernapasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma
4. Pertahankan kepala tempat tidur dan meminimalkan ukuran aspirasi
tinggi. Posisi miring. sekret.
5. Membantu ekspansi paru dan
memobilisasi sekret.
5. Ubah posisi dengan sering, dorong
napas dalam, latihan dan batuk. 6. Menyatakan perubahan status
6. Awasi seri BGA, nadi oksimetri, pernapasan, terjadinya komplikasi
ukur kapasitas vital, foto dada. paru.
7. untuk mengobati/mencegah hipoksia.
7. Berikan tambahan oksigen sesuai Bila pernapasan /oksigenasi tidak
indikasi. adekuat, ventilasi mekanik sesuai
kebutuhan.
8. Kadang-kadang dilakukan untuk
membuang cairan asites bila keadaan
INTERVENSI RASIONAL
8. Siapkan untuk/bantu untuk prosedur, pernapasan tidak mebaik dengan
contoh: parasintesis. tindakan
4. Implementasi Keperawatan
A. Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum
wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati
sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum
diketahui secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan
riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun pemeriksaan
radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis
tergantung kondisi, komplikasi, dan prognosisnya.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu pada
proses pembelajaran.
2. Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis
hepatis dan komplikasinya
3. Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya
DAFTAR PUSTAKA
Aru Sudoyo.2016.“Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Pustaka.” Jakarta : Penerbitan IPD FKUI.
Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah 2.(Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2014). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Soemoharjo, 2008. Hepatitis Virus B. ed2. Jakarta : EGC
Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan
Transkultural. Jakarta : EGC