Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Patofisiologi, farmakalogi dan terapi diet pada gangguan

System pencernaan : sirosis hepatitis

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

1. Adelia aurelya putri (P1813040)


2. Trisna Widya Sari (P1813044)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES GRAHA EDUKASI

MAKASSAR

2020/2021
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah ilmu bagi kita semua kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini belum
sempurna karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik dari teman-teman demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 23 Mei 2020


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................               i

DAFTAR ISI ...............................................................................................               ii

BAB I..... PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang..................................................................... ………….      1


B.       Rumusan Masalah................................................................. ………………     2
C.       Tujuan Penulisan...................................................................    ………….  3
BAB II.... PEMBAHASAN

A.       Konsep Dasar Medis  ..........................................................     ………  3


1.         Definisi.........................................................................               3
2.         Etiologi.........................................................................               4
3.         Patofisiologi..................................................................               6
4.         Manifestasi Klinis.........................................................               7
5.         Test Diagnostik.............................................................               8
6.         Terapi............................................................................               9
7.         Komplikasi ...................................................................               10
8.         Prognosis......................................................................               10
B.       Konsep Asuhan Keperawatan..............................................        10
1.         Pengkajian....................................................................               10
2.         Diagnosa Keperawatan.................................................               12
3.         Intervensi Keperawatan................................................               12
4.         Implementasi Keperawatan .........................................               17
5.         Evaluasi Keperawatan..................................................               17
BAB III.. PENUTUP

A.       Kesimpulan...........................................................................               19
B.       Saran.....................................................................................               19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses
penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita
bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare,
2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien
yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang
datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang
30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan
saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 –
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme. Namun
tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein deficiency,
hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala
yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan
yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma
hepatikum. 
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat
mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis
adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang
positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat
pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang
komprehensif.
B.  Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara lain:
1.         Bagaimana konsep penyakit Sirosis Hati ?
2.         Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Sirosis Hati ?

C.  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.        Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati  mulai dari pengertian, tanda gejala, etiologi,
serta patofisiologinya.
2.        Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan Sirosis Hati ,
mulai dari pengkajian hingga evaluasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Dasar Medis

1.        Definisi

a.    Sirosis Hati hati adalah proses akhir dari perjalanan penyakit hepatitis


kronis. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan metabolis, seperti
ikterus, edema, koagulopati, hipertensi portal, spleno- megali, varises gastroesofagus,
ensefalopati hepatis, dan asites. (Udaya Gendo, 2006)
b.    Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang
mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. (Baradero,
2008)
c.    Sirosis hepatis adalah degenerasi difus dan progresif dengan kerusakan jaringan hati hepatosit
dan dengan regenerasi dan pembentukan jaringan fibrosa parut yang luas padat.(Marjorie
Beyers, 2014)
d.   Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada
hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati sehingga
timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Arif Mansjoer, dkk 2009).
e.    Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis  yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati yang tidak berkaitan
dengan vaskulator normal (Sylvia Anderson Price, 2005).
f.     Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul  (dr. Pengarapen Tarigan, 2016).
g.    Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkan oleh gangguan struktur dan
perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler dan selanjutnya aliran darah ke hati (Marilynn E,
Doenges, 2001).
h.    Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati
kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2012).
i.      Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002).
j.      Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
k.    Sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel hati dan
sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi penurunan jumlah jaringan hati
normal. (Soemoharjo, 2008)
2.        Etiologi

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.Adapun  factor
predisposisinya:
a.    Alkohol
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada perlemakan hati
sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi pembentukan lipoprotein.
b.    Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein
hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk
terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-
antitripsin.
c.    Hepatitis virus
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan
untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan parut
dan nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita
hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.
d.   Obat-obatan hepatotoksik
Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi
sel hati secara akut dan kronik. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang
kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan
hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang juga
mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan pemberian alternative pengganti
obat yang tidak menimbulkan efek yang progesive bagi kerusakan hati (Hadi,2005).
e.    Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan
jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau
tembaga (penyakit Wilson).
f.     Kolestasis, Atresia bilier
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu
membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya
saluran empedu yang disebut Biliary atresia.
3.        Patofisiologi

Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen
dapat terjadi akibat pembesaran hati yang cepat sehingga menyebabkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kapsule glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati akan
mengecil setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka
permukaan hati akan teraba benjol-benjol (Smeltzer, 2002).
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut.
Sel-sel  hati tersebut secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut. Akhirnya jumlah
jaringan parut melebihi jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal
yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regeneasi  dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkonstruksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu
berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang
waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer, 2002).
Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi, berkelok-kelok dan
biasanya  dijumpai pada sub mukosa bagian bawah, namun varises ini dapat terjadi pada bagian
lebih tinggi atau meluas sampai ke lambung. Keadaaan semacam ini hampir selalu disebabkan
oleh hipertensi portal yang terjadi obstruksi pada saluran vena porta, pada hati yang mengalami
serosis. Peningkatan obstrukisi pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus intestinal
dan     limpa akan mencari jalan keluar melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium
kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah  pembuluh darah
pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung bagian atas. Pembuluh-pembuluh
kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat rapuh, berkelok-kelok dan mudah mengalami
perdarahan. Penyebab varises lainya yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi
dalam vena linealis atau vena kava superior dan trombosis vena hepatika.
Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan kematian dan
menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan penurunan perfusi serebral, hepatik serta
ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen akibat perdarahan kedalam traktus
gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia serum yang meningkatkan resiko encefalopati.
Kemungkinan terjadinya perdarahan pada varises esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis
dan melena, khususnya pada klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras.
Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala kecuali jika ada
peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau struktur yang menyangga menjadi tipis,
sehingga kemungkinan akan timbul haemorargik masif. Faktor-faktor yang menimbulkan
perdarahan bisa jadi dari mengangkat barang berat,    mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk
atau muntah, esofagitis, atau iritasi pembuluh darah akibat makan makanan yang tidak dikunyah
dengan baik atau minum cairan yang merangsang. Salisilat dan setiap obat yang dapat
menimbulkan erosi mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat pula menyebabkan
perdarahan.(Smeltzer, 2002).

4.        Manifestasi Klinis

a.    Pembesaran Hati ( hepatomegali ).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati
tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut,
ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan
hati.
b.    Obstruksi Portal dan Asites.
c.    Varises Gastroinstestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan
yang lebih rendah.
d.   Edema.
e.    Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai
(terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai
khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.

5.        Test Diagnostik

a.    Pemeriksaan Laboratorium

1)        Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom


mikrosister/hipokrom makrosister.
2)        Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya
kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang
rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3)        Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang
naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4)        Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati
turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.
5)        Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila
ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom
hepatorenal.
6)        Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk
menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam
menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.
b.    Pemeriksaan penunjang lainnya:
1)        Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
2)        Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.
3)        Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan
rutin pada penyakit hati.

6.        Terapi

Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan
keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya
komplikasi.

a.    Diet rendah protein diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200 kalori), bila ada asites
diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif,
diperlukan diet tinggi kalori (2000-3000) dan tinggi protein (80-125g/hari).
b.   Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan
(diet hati I )untuk kemudian diberikan sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh.
Pemberian protein yang melebihi kemampuan klien atau meningginya hasil metabolisme protein
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan
protein yang cukup perlu diperhatikan.
c.    Mengatasi infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
d.   Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam aminoesensial berantai cabang
dan glukosa.
e.    Pemberian robboransia Vitamin B kompleks. (Setya, 2011)

7.        Komplikasi

a.    Komplikasi menurut Smeltzer (2002) ada dua yaitu:

1)        Perdarahan dan hemorargia


2)        Ensefalopati hepatic
b.    Komplikasi menurut Mansjoer (2009) ada dua yaitu:
1)        Hematemisis melena
2)        Koma hepatikum
c.    Komplikasi menurut Engram (2009) ada empat yaitu:
1)        Encefalo hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar amonia darah.
2)        Asites ruang disebabkan oleh ekstravasase cairan serosa ke dalam rongga   peritoneal yang
disebabkan oleh peningkatan hipertensi portal, peningkatan reabsorpsi ginjal terhadap natrium
dan penurunan albumin serum.
3)        Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.
4)        Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi gonadotropi.

8.        Prognosis

Penderita serosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan angka sebesr
10 % per tahun. Penderita serosis hepatis dekompensata  mempunyai angka ketahanan hidup 5
tahun, hanya sekitar 20 %, ascites adalah tanda awal adanya dekompensata. Penderita serosis
hepatis dengan peritonitis bakterial spontan mempunyai angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar
30-45 %, dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 40 %.

B.   Konsep  Asuhan Keperawatan
1.        Pengkajian

a.    Identitas Klien
b.    Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama :  Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga dengan atau tanpa
gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin
menghebat, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, badan menguning (ikterus), demam
ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut (asites).
c.    Riwayat Penyakit Masa lalu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan
dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan
dalam status jasmani serta rohani pasien.
d.   Pemerikasaan fisik
1)        B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan,  Ekspansi paru terbatas disebabkan
karena asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas berbau aseton.
2)        B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia intra vaskuler
3)        B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental,  bingung, , koma. (penurunan kesadaran) salah
satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada
otak. Flapping tremor,
4)        B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5)        B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan abdomen kuadran kanan
atas. Penurunan/tak adanya bising usus. Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat
mencerna. Mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan karena cairan.  
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi
bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul
dan ada nyeri tekan pada perabaan hati, fetor hepatitis, Shifting dullness (+), fluid wave (+),
hematemesis, melena
6)        B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus  (atropi otot). Kulit kering, turgor buruk, ikterik, pruritus,.
edema umum pada jaringan., perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema
palmaris
2.        Diagnosa Keperawatan

a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah


b.    Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi, retensi
natrium, hematemesis, melena
c.    Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra
abdomen (asites)
d.   Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status
metabolic. adanya edema, asites.

3.        Intervensi Keperawatan

DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual, muntah
a.    Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
b.    Kriteria Hasil:
1)        Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan pemeriksaan nutrisi) mencapai tujuan
dengan nilai laboratorium normal.  
2)        Nafsu makan meningkat.
c.    Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI RASIONAL
1.        Ukur masukan diet harian dengan         Memberikan informasi tentang
jumlah kalori. kebutuhan pemasukan/defisiensi.

2.        Timbang sesuai indikasi. Bandingkan         Lipatan kulit trisep berguna dalam


perubahan status cairan, riwayat berat mengkaji perubahan massa otot dan
badan, ukuran kulit trisep. simpanan lemak subcutan.

3.        Bantu dan dorong pasien untuk        Diet yang tepat penting untuk


makan, jelaskan alasan tipe diet. penyembuhan. Pasien mungkin makan
Bantu pasien makan bila pasien lebih baik bila keluarga terlibat dan
mudah lelah, atau biarkan orang makanan yang disukai sebanyak
INTERVENSI RASIONAL
terdekat membantu pasien. mungkin.
Pertimbangkan pilihan makanan yang
disukai

4.        Berikan tambahan garam bila         Meningkatkan rasa makanan dan


diizinkan; hindari yang mengandung membantu meningkatkan selera
amonium. makan; amonia potensial resiko
ensefalopati.
5.        Berikan makanan halus, hindari         Perdarahan dari varises esofagus
makanan kasar sesuai indikasi. dapat terjadi pada siriosis berat.

6.        Berikan perawatan mulut sering dan         Pasien cenderung mengalami luka


sebelum makan. atau perdarahan gusi dan rasa tak enak
pada mulut dimana menambah
anoreksia.
7.        Tingkatkan periode tidur tanpa         Penyimpanan energi menurunkan
gangguan, khususnya sebelum kebutuhan metabolik pada hati dan
makan. meningkatkan regenerasi seluler.
        Peningkatan kadar amonia perlu
8.        Awasi pemeriksaan laboratorium, pembatasan masukan protein untuk
contoh glukosa serum, albumin, total mencegah komplikasi serius.
protein, amonia.
        untuk menurunkan kebutuhan pada
hati dan produksi amonia/urea GI.
9.        Pertahankan status puasa bila
diindikasikan. 10.      Untuk menurunkan edema dan untuk
meningkatkan regenerasi sel hati.

10.    Kolaborasi ahli diit untuk


memberikan diet tinggi dalam kalori
dan karbohidrat sederhana, rendah
lemak, dan tinggi protein sedang; 11.      Pasien biasanya kekurangan vitamin
batasi natrium dan cairan bila perlu. karena diet yang buruk sebelumnya.
Berikan tambahan cairan sesuai Juga hati tidak dapat menyimpan vit.
indikasi A, B Komplek, D, dan K. Juga dapat
11.    Berikan obat sesuai indikasi, misal: terjadi kekurangan besi dan asam
tambahan vitamin, tiamin, besi, asam fosfat yang menimbulkan anemia.
fosfat, 12.      Meningkatkan rasa kecap/bau yang
dapat merangsang napsu makan.
13.      Meningkatkan pencernaan lemak dan
dapat menurunkan steatore/diare.
12.    Sink, 14.      Digunakan dengan hati-hati untuk
menurunkan mual/muntah dan
meningkatkan masukan oral.
INTERVENSI RASIONAL
13.    Enzim pencernaan, contoh:
pankreatin

14.    Antiemetik.

DP 2 :  Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan mekanisme regulasi,


retensi natrium, hematemesis, melena
a.    Tujuan: pemulihan balance cairan dan elektrolit adekuat
b.    Kriteria Hasil: tidak terjadi kelebihan cairan, Tanda-tanda vital stabil, Asupan dan haluaran 
seimbang, Edema bekurang, Tonus otot membaik, CRT <2 detik
c.    Intervensi dan Rasional :

INTERVENSI RASIONAL
1.        Ukur masukan dan haluaran, catat 1.         Menunjukkan status volume
keseimbangan positif. Timbang berat sirkulasi, terjadinya/perbaikan
badan tiap hari dan catat peningkatan perpindahan cairan, dan respon
lebih dari 0,5 kg/hari terhadap terapi. Peningkatan berat
badan sering menunjukkan retensi
cairan lanjut.
2.        Auskultasi paru, catat penurunan 2.         Peningkatan kongesti pulmonal dapat
/tak adanya bunyi napas dan mengakibatkan konsolidasi, gangguan
terjadinya bunyi tambahan. pertukaran gas, dan komplikasi,
contoh: edema paru.
3.         Menunjukkan akumulasi cairan
3.        Ukur lingkar abdomen per hari (asites) diakibatkan oleh kehilangan
protein plasma/cairan kedalam area
peritoneal.

4.         Penurunan albumin serum


4.        Awasi albumin serum dan elektrolit mempengaruhi tekanan osmotik
(kalium & natrium). koloid plasma, mengakibatkan
pembentukan edema. Penurunan
aliran darah ginjal menyertai
peningkatan ADH dan kadar
aldosteron dan penggunaan diuretik
dapat menyebabkan berbagai
perpindahan/ketidak seimbangan
elektrolit.
5.         untuk meminimalkan retensi cairan
5.        Batasi natrium dan cairan sesuai dalam area ekstravaskuler.
indikasi. Pembatasan cairan perlu untuk
memperbaiki/mencegah hiponatremi.
6.         untuk meningkatkan tekanan osmotik
koloid dalam kompartemen vaskuler,
6.        Kolaboraasi pemberian albumin sehingga meningkatkan volume
INTERVENSI RASIONAL
bebas garam/plasma ekspander sirkulasi efektif dan penurunan
sesuai indikasi. terjadinya asites.
7.         Digunakan untuk mengontrol edema
dan asites. Mengambat efek
aldosteron, meningkatkan eksresi air
7.        Kolaborasi pemberian obat sesuai sambil menghemat kalium, bila terapi
indikasi: misal diuretik konservatif dengan tirah baring dan
(spironolakton/aldscton; furosemid/ pembatasan natrium tidak mengatasi.
lasix.

DP3 :  Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra
abdomen (asites).
a.    Tujuan: perbaikan status pernafasan
b.    Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif, Pasien akan bebas dispnea dan
sianosis, dengan nilai BGA dan kapasitas vital dalam rentang normal.
c.    Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1.        Awasi frekuensi, kedalaman, dan 1.         Pernapasan dangkal cepat/dispnea
upaya pernapasan mungkin ada sehubungan dengan
hipoksia dan atau akumulasi cairan
dalam abdomen.
2.         Menunjukkan terjadinya komplikasi,
2.        Auskultasi bunyi napas, catat
krekels, mengi, ronkhi. 3.         Perubahan mental dapat
menunjukkan hipoksemia dan gagal
3.        Selidiki perubahan tingkat pernapasan, yang sering disertai koma
kesadaran. hepatik.
4.         Memudahkan pernapasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma
4.        Pertahankan kepala tempat tidur dan meminimalkan ukuran aspirasi
tinggi. Posisi miring. sekret.
5.         Membantu ekspansi paru dan
memobilisasi sekret.
5.        Ubah posisi dengan sering, dorong
napas dalam, latihan dan batuk. 6.         Menyatakan perubahan status
6.        Awasi seri BGA, nadi oksimetri, pernapasan, terjadinya komplikasi
ukur kapasitas vital, foto dada. paru.
7.         untuk mengobati/mencegah hipoksia.
7.        Berikan tambahan oksigen sesuai Bila pernapasan /oksigenasi tidak
indikasi. adekuat, ventilasi mekanik sesuai
kebutuhan.
8.         Kadang-kadang dilakukan untuk
membuang cairan asites bila keadaan
INTERVENSI RASIONAL
8.        Siapkan untuk/bantu untuk prosedur, pernapasan tidak mebaik dengan
contoh: parasintesis. tindakan

DP 4 : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status


metabolic. adanya edema, asites.
a.    Kriteria Hasil : mempertahankan integritas kulit, Pasien akan mengidentifikasi faktor resiko dan
menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan kulit.
b.    Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1.        Lihat permukaan kulit/titik tekan 1.         Asites dapat meregangkan kulit
secara rutin. Pijat penonjolan tulang sampai pada titik robekan pada sirosis
atau area yang tertekan terus berat
menerus. Gunakan losion minyak.
2.        Ubah posisi pada jadwal teratur, saat
di kursi/tempat tidur, bantu dengan 2.         menurunkan tekanan pada jaringan
latihan rentang gerak aktif/pasif. edema untuk memperbaiki sirkulasi.
3.        Tinggikan ekstrimitas bawah.
3.         Meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan edema pada ekstrimitas.
4.        Pertahankan sprei kering dan bebas 4.         Kelembaban meningkatkan pruritus
lipatan. dan meningkatkan resiko kerusakan
kulit.
5.        Gunting kuku jari hingga pendek; 5.         Mencegah pasien dari cedera
berikan sarung tangan bila tambahan pada kulit khususnya bila
diindikasikan. tidur.
6.        Berikan perawatan perineal setelah 6.         Mencegah ekskoriasi kulit dari garam
berkemih dan defekasi empedu.
7.        Gunakan kasur bertekanan tertentu, 7.         Menurunkan tekanan kulit,
kasur karton telur, kasur air, kulit meningkatkan sirkulasi dan
domba, sesuai indikasi. menurunkan resiko iskemia/kerusakan
jaringan.

4.        Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan, dimana


perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan
kinerja aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain implementasi adalah melakukan rencana tindakan
yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien. (Haryanto, 2007 ; 81).
5.        Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu proses menilai diagnosis keperawatan keluarga yang teratasi, teratasi
sebagian, atau timbul masalah baru. Melalui Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai
pencapaian tujuan yang diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh keluarga. Bila tercapai
sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih lanjut,
memodifikasi rencana atau mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan
keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan pengertian S
adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah
diberikan implementasi keperawatan.     O adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh
perawat dengan menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan. A
merupakan analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga yang
dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan pada
rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat yaitu evaluasi
formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan
yang dilakukan, sesuai dengan kontrak pelaksaan dan evaluasi sumatif  yang bertujuan menilai
secara keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan apakah rencana diteruskan
sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi, atau dihentikan. (Sudiharto, 2007 ; 49).
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum
wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati
sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum
diketahui secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan
riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun pemeriksaan
radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis
tergantung kondisi, komplikasi, dan prognosisnya.

B.  Saran

1.        Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu pada
proses pembelajaran.
2.        Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis
hepatis dan komplikasinya
3.        Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan  asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya
DAFTAR PUSTAKA

Aru Sudoyo.2016.“Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Pustaka.” Jakarta : Penerbitan IPD FKUI.

Baradero, 2008. Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Barbara Engram. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta:EGC

Doenges, Marilynn E, Mary. (2001).  Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: (EGC).   

Gendo, Udayana. (2006). Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran Cina. Yogyakarta : Kanisius.

Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta

Mansjoer,Arif,dkk.2009. “KapitaSelektaKedokteran.jilid1 edisi III.” Jakarta : FKUI

Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.         

Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi Sirosis Hepatis.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah 2.(Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku    Kedokteran (EGC). 
Soeparman. (2014). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
                       
Soemoharjo, 2008. Hepatitis Virus B. ed2. Jakarta : EGC
Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan
Transkultural. Jakarta : EGC

Sujono H., 2012, Hepatologi. Penerbit Bandar Maju, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai