, MA
Proses Terbentuknya
Hukum Fiqih
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT)
Proses Terbentuknya Hukum Fiqih
Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA
38 hlm
Judul Buku
1-1-5-- Proses Terbentuknya Hukum Fiqih
Penulis
Ahmad Sarwat, Lc. MA
Editor
Fatih
Setting & Lay Out
Fayyad & Fawwaz
Desain Cover
Faqih
Penerbit
Rumah Fiqih Publishing
Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan
Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Cetakan Pertama
April 2020
5
Daftar Isi
Statis
Berbeda-beda
Dinamis
Realitas Kehidupan
DIjtihad Ulama
Yang Dinamis
Ahli Fiqih
Ilmu Istimbath
Hukum
D. Ijtihad Ulama
ِِوأَيدي
َ ُِيربُو َنِ بُيُوََتُم ِِبَيديهم
ُ ِۚعب
َ ِالر
ُّ ف ِِف ِقُلُوِب ُمَ َوقَ َذ
َِ املؤمن
ي
ُ
Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati
mereka. Mereka memusnahkan rumah-rumah
mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan
orang-orang mu'min. (QS. Al-Hasyr : 2)
Tentu saja makian atau umpatan itu tidak ada
kaitannya dengan rumah yang musnah. Itu hanya
bahasa ungkapan, ketika kita terjemahkan menjadi
rumahmu musnah tentu akan lucu dan tidak enak
didengar.
Barangkali mirip dengan makian khas Betawi.
Tidak mungkin makian pale lo ijo diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab dengan ra'suka ahdhar. Begitu
juga tidak mungkin menerjemahkan ungkapan muke
lu jauh dengan wajhuka ba'id.
Dan ungkapan khas orang Jawa mbok yo ngene
juga tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi ibu ya begini, atau ke dalam
bahasa Inggris menjadi mother yes like this, atau ke
dalam bahasa Arab menjadi ummu na'am ha kadza.
Terjemah Istilah Dalam Nash-nash Syariah
Terjemahan ungkapan ringan macam di atas, bila
hasilnya salah kaprah kita masih boleh senyum-
30
senyum. Tetapi bayangkan kalau kesalahan fatal itu
terjadi ketika memahami nash-nash syariah. Kalau
sampai salah kaprah, bisa-bisa yang haram jadi halal
dan sebaliknya yang halal jadi haram.
Menerjemahkan bahasa Arab modern kadang
kita masih kesulitan, apalagi menerjemahkan
ungkapan-ungkapan yang hanya digunakan pada 14
abad lampau, tentu lebih sulit lagi untuk dipahami.
Parahnya, tidak semua orang Arab hari ini bisa
paham ungkapan-ungkapan khas di masa Nabi SAW.
Taribat Yadaka
Seperti ungkapan Nabi SAW ketika menyebutkan
empat alasan memilih istri, dimana salah satunya
karena agamanya, lalu beliau mengatakan taribat
yadaaka ()تربتهيداك.
Apa maksud kalimat taribat yadaaka ini?
Kalau secara harfiyah kata taribat itu bentukan
dari kata turab yang artinya debu. Sedangkan
yadaaka artinya kedua tanganmu. Tetapi apa benar
taribat yadaaka itu berarti kedua tanganmu
berdebu? Apa hubungannya dengan memilih istri
karena faktor agama?
Bahasa Tubuh
Yang lebih sulit lagi untuk dipahami adalah
bahasa tubuh Nabi SAW. Kadang dalam memberi
fatwa, beliau tidak menggunakan kata secara verbal,
melainkan dengan menggunakan bahasa tubuh.
Salah satunya adalah tertawa hingga terlihat putih
giginya.
31
Kasusnya terjadi ketika Amar bin Ash berijtihad
meninggalkan mandi janabah dan menggantinya
dengan tayammum, karena alasan takut
mencelakakan dirinya saat di musim dingin.
Mendengar itjihad shahabatnya itu, beliau SAW pun
tertawa, hingga terlihat putih giginya.
Nah, yang ini jelas membingungkan sekali. Apa
makna tertawanya seorang Nabi SAW yang
berkebangsaan Arab dan hidup di abad keenam
Masehi. Masalahnya bahasa tubuh tiap bangsa itu
beda-beda.
Bisa saja beliau tertawa karena memang
mentertawakan tindakan shahabatnya itu yang
mungkin keliru. Seperti kita suka mentertawakan
orang-orang yang keliru dan bersalah. Itu budaya
kita, kalau lihat ada orang salah atau keliru, kita
terbiasa untuk mentertawakan.
Tetapi ternyata tertawanya Nabi SAW itu bukan
meledek atau mentertawai kekeliruan orang lain.
Tidak, justru tertawanya itu bermakna pembenaran
atas ijtihad meninggalkan mandi janabah menjadi
tayammum. Dan itulah yang secara umum dipahami
oleh para ulama sepanjang zaman.
Disinilah terbukti bahwa urusan memahami
syariat bukan sekedar menguasai bahasa saja.
Seorang asli Arab di zaman kita pun belum tentu
paham maksudnya. Kita harus belajar lebih dalam
ilmu bahasa Arab yang lebih klasik lagi, yang boleh
jadi di kamus-kamus modern tidak tercantum.
Dan lebih dari itu, kita perlu merujuk ke kitab-
32
kitab syarah hadits untuk mengetahui apa yang
dipahami para ulama di masa lalu tentang ungkapan
asing itu. Dan kalau ungkapan itu ada di dalam ayat
Al-Quran, tentu kita perlu membuka kitab tafsir.
Dan salah satu manfaat Ilmu Fiqih adalah
memahami makna tiap istilah yang digunakan dalam
nash-nash syariah secara lebih mendalam. Sebab
kekeliruan dalam memahaminya akan melahirkan
kekeliruan dalam menarik kesimpulan hukum.
Dan kekeliruan seperti itu sangat mungkin terjadi,
bila yang melakukannnya hanya orang yang awam
seperti kita yang bukan termasuk orang yang berada
dalam derajat para mujtahid.
d. Ilmu Nasikh dan Mansukh
Satu hal yang sering luput dari pengamatan kita
bahwa baik Al-Quran atau pun Sunnah, ternyata
keduanya sama-sama ditulis tanpa dilengkapi data
waktu turun atau wurudnya.
Kita tidak menemukan di dalam mushaf Al-Quran
data tentang pada hari apa, tanggal berapa, bulan
apa atau tahun kapan diturunkannya suatu ayat.
Hal yang sama juga ketika kita membuka kitab
Shahih Bukhari atau Shahih Muslim yang umat Islam
berijma' sebagai kitab tershahih kedua dan ketiga
setelah Al-Quran. Kedua kitab itu tidak
mencantumkan hari, tanggal, bulan atau tahun,
dimana Rasulullah SAW menyampaikan atau
melakukannya.
Maka kita yang hidup di masa sekarang ini nyaris
33
merasa seolah-olah semua ayat dan hadits itu
diturunkan atau disampaikan secara berbarengan.
Padahal di masa Rasulullah SAW, masing-masing
ayat turun satu persatu, tidak turun sekaligus, tetapi
seiring dengan proses pensyariatan (tasyri') yang
juga berjalan sesuai dengan urutan waktu.
Pada waktu tertentu ada ayat Al-Quran yang
masih membolehkan khamar, sehingga para
shahabat ridhwanullahi'alaihim masih meminumnya.
Maka disitulah letak pentingnya ilmu sirah
nabawiyah dalam menarik kesimpulan hukum.
Karena ternyata antara satu ayat yang turun terlebih
dahulu, dengan ayat lain yang turun kemudian bisa
saling menafikan atau membatalkan hukum.
Dan hal yang sama juga terjadi pada sunnah
nabawiyah. Ada begitu banyak hadits yang diucapkan
oleh Rasulullah SAW pada zaman dahulu ketika
masih di Mekkah. Kemudian setelah itu, beliau SAW
mengoreksi hukum dan memperbaharuinya, lewat
hadits-hadits yang datang kemudian.
Kalau seorang hanya mengandalkan ilmu hadits
saja, tanpa punya ilmu sirah nabawiyah, maka boleh
jadi dia menggunakan hadits yang sebenarnya sudah
dihapus dengan adanya hadits yang lain yang keluar
belakangan.
e. Sirah Nabawiyah
Salah satu kelebihan sirah nabawiyah
dibandingkan dengan hadits-hadits yang kita
temukan di dalam berbagai kitab susunan para ulama
34
terletak pada adanya informasi tentang konteks
kejadian, bahkan jalinan kisah sampai kepada alur
cerita.
Seringkali orang awam yang tidak mengerti
konteks dan realitas di masa Rasulullah SAW merasa
kebingungan ketika membaca suatu hadits yang
shahih.
Misalnya hadits yang menyebutkan kisah seorang
Arab dusun yang kencing di dalam masjid. Di dalam
hadits disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyiram
bekas kencing itu dengan seember air. Bukankah hal
itu aneh buat kita?
Lantai masjid kita di zaman sekarang ini biasanya
terbuat dari keramik, dan seringkali digelari karpet.
Kalau air kencing hanya disiram dengan seember air,
maka pastilah najis air kencing itu akan menyebar
kemana-mana.
Ternyata dari sirah nabawiyah kita tahu, bahwa
lantai masjid di masa Rasulullah SAW itu tidak
terbuat dari keramik, juga tidak digelari karpet.
Lantai itu semata-mata hanya tanah atau pasir. Bila
ada air kencing, cukup disiram dengan seember air,
maka najis itu akan langsung terserap di dalam pasir.
Maka seorang mujtahid harus mengerti benar seluk-
beluk kehidupan di masa Rasulullah SAW, agar tidak
keliru dalam menarik kesimpulan hukum.
f. Ilmu Fiqih
Tetapi ilmu yang paling utama dari kebutuhan
untuk mengistimbath suatu hukum tidak lain adalah
Ilmu Fiqih dan ushul fiqih.
35
Ilmu Fiqih adalah produk akhir dari ilmu-ilmu
yang telah disebutkan di atas. Hasil akhir ini berupa
kesimpulan-kesimpulan hukum atas berbagai
masalah kehidupan. Orang-orang awam adalah
konsumen dari Ilmu Fiqih ini. Bahkan sebenarnya
ilmu ini memang ditujukan untuk dipelajari oleh
orang-orang awam. Para mujtahid kemudian
mengajarkan hasil-hasil ijtihad dan istimbath hukum
mereka lewat pengajaran Ilmu Fiqih ini.
g. Ilmu Ushul Fiqih
Pengertian ilmu ushul fiqih menurut para ulama
adalah :
ّّ ُ ُ يتوس
ّ ّ ُ
الش ِع ّي ِة األحكام
ِ نباط تاس
ِ ِ ِ ِي ف د جته ُ
الم ها ب
ِّ ل ت
القواعد ِ ي
ال ِ
ّفصي ِلي ِة ّ ّ
ِ العملي ِة ِمن ِأدل ِتها الت
ِ
Kaidah-kaidah yang mengantarkan mujtahid
dalam mengistinbat hukum-hukum syar’i terapan
dari dalil-dalilnya yang rinci.
Antara Ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih terjalin
hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan.
Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagian dari kedua
tubuh itu saling menyatu dan berbagi satu dengan
yang lain.
Keduanya bisa diibaratkan antara pohon dengan
akarnya. Dimana pohon itu tidak akan dapat tumbuh
dan tegak bila tidak ada akarnya. Akar pohon bukan
hanya berfungsi sebagai pondasi yang menopang
berat pohon itu, bahkan akar itulah yang
memberikan zat-zat yang dibutuhkan oleh pohon.
Bila akar pohon dilepaskan dari batangnya, maka
36
otomatis batang pohon itu akan mati dengan
sendirinya. Sebaliknya, bila batang suatu pohon
dipotong tanpa membuang akarnya, besar
kemungkinan dari akar itu akan tumbuh lagi pohon
yang baru.
Hubungan antara Ilmu Fiqih dengan Ilmu Ushul
Fiqih juga bisa diibaratkan antara sebuah produk
dengan pabriknya. Mobil yang kita kendarai setiap
hari tidak akan dapat meluncur di jalanan kalau tidak
ada pabrik yang memproduksi mobil itu. Mobil
adalah Ilmu Fiqih dan pabrik adalah Ilmu Ushul Fiqih.
Kalau belajar Ilmu Fiqih tentang halal dan haram,
serta hukum wajib, sunnah, mubah, makruh dan
haram bisa kita ibaratkan dengan belajar mengemudi
mobil, maka setiap orang yang mengemudi mobil,
minimal harus pernah belajar tata cara
mengemudikan mobil. Dan untuk itu polisi
mewajibkan para pengemudi memiliki Surat Izin
Mengemudi (SIM).
Sedangkan belajar Ilmu Ushul Fiqih hukumnya
tidak wajib buat orang awam. Sebab Ilmu Ushul Fiqih
itu bisa kita ibaratkan seperti belajar ilmu untuk
memproduksi mobil. Tentu untuk bisa mengemudi
mobil tidak harus belajar cara bagaimana membuat
mobil itu. Membuat mobil adalah urusan pabrik
mobil, pengemudi hanya diwajibkan belajar
bagamana cara memakai produknya, yaitu belajar
mengemudi mobil yang jauh lebih sederhana.
Ilmu Ushul Fiqih secara mendalam pada
hakikatnya ilmu yang dibutuhkan oleh para mujtahid
37
dalam melakukan proses istimbath hukum dari dalil-
dalil syariah. Karena tidak semua orang wajib
menjadi mujtahid, maka hukum untuk mempelajari
Ilmu Ushul Fiqih ini pun juga tidak wajib.
Ruang lingkup pembahasan Ilmu Ushul Fiqih
sebenarnya cukup luas, mulai dari sumber-sumber
hukum fiqih hingga proses bagaimana kesimpulan
hukum itu diambil, lewat beragam metode yang ada.
Dalil-dalil hukum syariah ada yang muktamad
seperti Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas, dan ada juga
dalil yang mukhtalaf, seperti al-masalih al-mursalah,
al-istidlal, al-istish-hab, saddu adz-dzari’ah, istihsan,
'urf, syar'u man qablana, amalu ahlil madinah, qaul
shahabi dan lainnya.
Selain itu dalam ushul fiqih juga dikenal dalil
lafadz, yaitu al-amru wa an-nahyu, al-‘aam wal
khash, al-muthlaq wa al-muqayyad, al-manthuq wal
mafhum.
Ushul fiqih juga membahas berbagai jenis hukum,
baik berupa hukum taklifi atau pun hukum wadh'i.
Hukum Taklifi adalah hukum yang kita kenal sebagai
wajib, mandub (sunnah), mubah, makruh atau
haram. Sedangkan hukum Wadh’i seperti as-sabab,
asy-syarth, al-mani’, ash-shihhah, a-fasad wal
buthlan.
□
38