Anda di halaman 1dari 55

Ahmad Sarwat, Lc.

, MA
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam terbitan (KDT)
Mengenal Ilmu Fiqih
Penulis : Ahmad Sarwat, Lc.,MA
55 hlm

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang. Dilarang


mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

Judul Buku
Mengenal Ilmu Fiqih
Penulis
Ahmad Sarwat, Lc. MA
Editor
Fatih
Setting & Lay Out
Fayyad & Fawwaz
Desain Cover
Faqih
Penerbit
Rumah Fiqih Publishing
Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan
Setiabudi Jakarta Selatan 12940

Cetakan Pertama
April 2020
5

Daftar Isi
Daftar Isi...............................................................5
A. Fiqih .................................................................................7
1. Bahasa ..............................................................7
a. Sekedar Tahu .................................................... 7
b. Tahu Secara Mendalam ................................... 8
2. Istilah ...............................................................9
a. Ilmu : .............................................................. 10
b. Hukum-hukum ............................................... 11
c. Syar’iyah ......................................................... 11
d. Amaliyah......................................................... 12
e. Sumber : Dalil-dalilnya Yang Rinci .................. 12
B. Syariah ........................................................................... 16
1. Bahasa ............................................................ 16
2. Istilah ............................................................. 17
C. Perbedaan Fiqih dan Syariah............................................ 18
1. Ruang Lingkup ................................................ 18
2. Syariah Bersifat Universal ............................... 19
3. Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami .................... 21
D. Perbedaan Ilmu Fiqih Dengan Ilmu Lainnya ..................... 22
1. Ushul Fiqih...................................................... 22
2. Ilmu Tafsir ...................................................... 22
3. Ilmu Hadits ..................................................... 23
a. Ulama Fiqih Juga Ulama Hadits ...................... 23
b. Semua Ulama Hadits Pasti Bermazhab ......... 23
c. Kitab Hadits Disusun Berdasarkan Bab Fiqih .. 24
E. Fiqih di Zaman Nabi ......................................................... 25
1. Penggunaan Istilah Fiqih di Masa Nabi............ 25
6
2. Fiqih Sudah Ada Sejak Zaman Nabi ................. 26
a. Ijtihad Nabi SAW............................................. 27
b. Ijtihad Shahabat ............................................. 28
c. Ijtihad di Masa Berikutnya .............................. 31
F. Fiqih Yang Bukan Fiqih .................................................... 33
1. Fiqih Siyasah ................................................... 34
2. Fiqih Muwazanah ........................................... 34
3. Fiqih Aulawiyat ............................................... 35
5. Fiqih Sirah....................................................... 36
Silabus ................................................................................ 38
7

A. Fiqih

1. Bahasa
Kata fiqih (‫ )فقه‬secara bahasa punya dua makna,
yaitu :
a. Sekedar Tahu
Sekedar tahu atau al-fahmu al-mujarrad (‫المجرد‬
ّ ‫)الفهم‬
1
tidak terlalu mengerti secara mendalam. Kata fiqih
yang berarti sekedar mengerti atau memahami,
disebutkan di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem, yaitu
ketika Allah menceritakan kisah kaum Nabi Syu’aib
alaihissalam yang tidak mengerti ucapannya.

‫يب َما نَف َقهُ َكثِ ًريا ِِمَّا تَ ُقول‬


ُ ‫قَالُوا َي ُش َع‬
“Mereka berkata: "Hai Syu’aib, kami tidak banyak
mengerti tentang apa yang kamu katakan itu (QS.
Hud: 91)
Di ayat lain juga Allah SWT berfirman
menceritakan tentang orang-orang munafik yang
tidak memahami pembicaraan.

‫ادو َن يَف َق ُهو َن َح ِديثًا‬ ِ ِ


ُ ‫فَ َم ِال َه ُؤالء ال َقوم ال يَ َك‬
Maka mengapa orang-orang (munafik) itu nyaris
tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS.

1 Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah : fiqih Al-


Mishbah Al-Munir
8
An Nisa: 78)
b. Tahu Secara Mendalam

Al-Fahmu Al-
Sekedar Tahu
Mujarrad
Bahasa
Benar-benar
Al-Fahmu Ad-Daqiq
Mengerti

Tahu secara mendalam itu disebut juga dengan al-


fahmu ad-daqiq (‫)الفهم الدقيق‬. Jadi benar-benar mengerti
akan suatu hal dan memahaminya secara
mendalam, sebagaimana kita temukan di dalam Al-
Quran Al-Karim pada ayat berikut ini :

‫املؤمنُو َن لِيَ ِنف ُروا َكافَّ ًة فَلَوال نَ َفَر ِمن ُك ِل فِرقَة ِم ُنهم‬
ِ ‫وما َكا َن‬
ََ
‫وم ُهم إِذَا َر َجعُوا إِلَي ِهم‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫َّهوا ِف الدي ِن َوليُنذ ُروا ق‬ ُ ‫طَائ َفة ليَ تَ َفق‬
‫لَ َعلَّ ُهم ََي َذ ُرو َن‬
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya. Mengapa dari tiap-tiap golongan di
antara mereka tidak pergi untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah : 122)
Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak
digunakan untuk ilmu agama secara umum, dimana
seorang yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama sering
disebut sebagai faqih, sedangkan seorang yang ahli
di bidang ilmu yang lain, kedokteran atau arsitektur
9
misalnya, tidak disebut sebagai faqih atau ahli fiqih.1
2. Istilah
Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan
oleh para ulama dengan berbagai definisi yang
berbeda-beda. Sebagiannya lebih merupakan
ungkapan sepotong-sepotong, tapi ada juga yang
memang sudah mencakup semua batasan Ilmu Fiqih
itu sendiri.
Al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H) punya definisi
tentang fiqih yang unik, yaitu :
‫عرفَةََالنَفسََمَالَهََاَ َومََاَعَلَيهَا‬
َ َ‫م‬
Mengenal jiwa manusia terkait apa yang menjadi
hak dan kewajibannya.2
Sebenarnya definisi ini masih terlalu umum,
bahkan masih juga mencakup wilayah akidah dan
keimanan dan juga termasuk wilayah akhlaq.
Sehingga fiqih yang dimaksud oleh beliau ini disebut
juga dengan istilah Al-Fiqh Al-Akbar (‫)الفقه األكبر‬.
Ada pun definisi yang lebih mencakup ruang
lingkup istilah fiqih yang dikenal para ulama adalah :
3

َّ َ َ َ‫العلمَ َبا َلحكام‬


َ‫الّش ِعي ِةَ َالعم ِلي ِةَ َالمكتسبَ َ ِمن َأ ِدل ِتهَا‬ ِ ِ ِ
‫فصي ِلي َِة‬
ِ ‫الت‬

1 Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir Ar-Razi, Mukhtar


Ash-Shihah, jilid 1 hal. 213
2 Ubaidillah bin Mas’ud Al-Mahbubi Al-Bukhari Al-Hanafi, At-
Taudhih ‘ala At-Tanqih, jilid 1 hal. 10
3 Adz-Dzarkasyi, Al-Bahrul Muhith, jilid 1 hal 21
10
”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat
bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil
dari dalil-dalil secara rinci,”
Ilmu

Hukum

Ilmu Syar’iyah

Amaliyah

Dalil-dalil Yang
Sumber
Rinci

Penjelasan definisi:

a. Ilmu :
Fiqih adalah sebuah cabang ilmu, yang tentunya
bersifat ilmiyah, logis dan memiliki obyek dan kaidah
tertentu.
Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih merupakan
gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti
tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual.
Fiqih juga bukan seni yang lebih bermain dengan rasa
dan keindahan.
Fiqih adalah sebuah cabang ilmu yang bisa
dipelajari, didirikan di atas kaidah-kaidah yang bisa
dipresentasikan dan diuji secara ilmiyah.
Selama ini fiqih bukan saja menjadi nama sebuah
mata kuliah, tetapi bahkan sudah menjadi fakultas
tersendiri yang diajarkan di berbagai universitas.
11
Fiqih adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan
yang bersifat akademis dan diakui secara ilmiyah di
dunia pendidikan secara internasional.
b. Hukum-hukum
Ilmu Fiqih adalah salah satu cabang ilmu, yang
secara khusus termasuk ke dalam cabang ilmu
hukum. Jadi pada hakikatnya Ilmu Fiqih adalah ilmu
hukum.
Kita mengenal ada banyak cabang dan jenis ilmu
hukum, misalnya hukum adat yang secara tradisi
berkembang pada suatu masyarakat tertentu. Selain
hukum adat, kita juga mengenal hukum barat yang
umumnya hasil dari penjajahan Belanda.
c. Syar’iyah
Hukum yang menjadi wilayah kajian Ilmu Fiqih
adalah hukum syariat, yaitu hukum yang bersumber
dari Allah SWT serta telah menjadi ketetapan-Nya,
dimana kita sebagai manusia, telah diberi beban
mempelajarinya, lalu menjalankan hukum-hukum
itu, serta berkewajiban juga untuk mengajarkan
hukum-hukum itu kepada umat manusia.
Dengan kata lain, Ilmu Fiqih bukan ilmu hukum
yang dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum
syariat, dimana hukum itu 100% dipastikan berasal
dari Allah SWT
Keterlibatan manusia dalam Ilmu Fiqih hanyalah
dalam menganalisa, merinci, memilah serta
menyimpulkan apa yang telah Allah SWT firmankan
lewat Al-Quran Al-Kariem dan juga lewat apa yang
telah Rasulullah SAW sampaikan berupa sunnah
12
nabawiyah atau hadits nabawi.
d. Amaliyah
Yang dimaksud dengan al-’amaliah adalah bahwa
hukum fiqih itu terbatas pada hal-hal yang bersifat
fisik jasadiyah dan badaniyah, bukan yang bersifat
ruh, perasaan, atau wilayah kejiwaan lainnya.
Sebagaimana kita tahu hukum syariah itu cukup
banyak wilayahnya, ada wilayah akidah yang lebih
menekankan pada wilayah keyakinan dan pondasi
keimanan. Ada hukum yang terkait dengan akhlak
dan etika.
Dalam hal ini ilmu hukum fiqih hanya membahas
hukum-hukum yang bersifat fisik berupa perbuatan-
perbuatan manusia secara fisik lahiriyah. Tegasnya,
fiqih itu hanya menilai dari segi yang kelihatan saja,
sedangkan yang ada di dalam hati, atau di dalam
benak, tidak termasuk wilayah amaliyah.
e. Sumber : Dalil-dalilnya Yang Rinci
Banyak orang beranggapan bahwa Ilmu Fiqih itu
sekedar karangan atau logika para ulama, yang
menurut mereka bahwa ulama itu manusia juga.
Sedangkan yang berasal dari Allah hanyalah Al-
Quran, dan yang berasal dari Rasulullah SAW adalah
Al-Hadits.
Cara pemahaman seperti ini mungkin maksudnya
benar tetapi agak kurang tepat dalam
memahaminya. Sesungguhnya Ilmu Fiqih itu 100%
diambil dari Al-Quran dan Sunnah Nabawiyah,
sebagai sumber rujukan utama. Rasanya tidak ada
yang menyalahi hal prinsip ini.
13
Namun kita tahu bahwa tidak mudah memahami
Al-Quran atau Al-Hadits begitu saja, khususnya buat
orang-orang yang awam dan tidak mengerti ilmu-
ilmu dalam memahami keduanya.
Kalau yang melakukannya orang awam atau orang
ajam, apalagi jarak antara kita hidup dengan masa
turunnya Al-Quran sudah terpaut 14 abad lamanya.
Ditambah lagi kita punya perbedaan budaya dengan
Rasulullah SAW.
Maka harus ada ilmu dan metode yang baku dan
bisa dipertanggung-jawabkan untuk bisa
mengeluarkan kesimpulan hukum dari Al-Quran dan
Sunnah.
Kalau boleh dibuat perumpamaan, Ilmu Fiqih itu
ibarat ilmu tentang prakiraan cuaca. Ilmu ini tentu
bukan ilmu ramal meramal dengan menggunakan
kekuatan ghaib. Ilmu ini mengandalkan data dan
fakta dari gejala-gejala di alam, yang sebenarnya
semua orang bisa melihat atau merasakannya.
Misalnya arah hembusan angin dan kecepatannya,
kelembaban udara, tekanan, suhu, dan lainnya.
Bagi orang awam, walaupun mereka bisa melihat
atau merasakan semua gejala alam itu, namun
mereka tidak akan bisa mengetahui bagaimana
mengolah data-data gejala alam itu secara akurat.
Yang bisa mengolah data-data itu hanya mereka yang
belajar ilmu itu secara serius.
Kalau kita buka kitab suci Al-Quran atau
membolak-balik kitab Shahih Al-Bukhari, sebenarnya
yang kita lakukan barulah membaca data mentah.
Kalau kita tidak mengerti bahasa Arab dengan
seluk beluk sastranya, maka kita tidak akan mengerti
14
makna dan maksud serta kandungan hukum yang
terdapat pada setiap ayat dan hadits secara tepat
dan mendasar.
Kalau kita tidak tahu latar belakang kenapa ayat itu
turun, dan juga tidak punya informasi kenapa Nabi
SAW bersabda, tentu saja kita tidak punya pegangan
dasar tentang tujuan masing-masing dalil itu.
Satu hal lagi yang amat fatal, yaitu seringkali
secara sekilas kita melihat atau menyangka telah
terjadi ketidak-singkronan antara satu ayat dengan
ayat lainnya, juga antara hadits yang satu dengan
hadits lainnya. Bahkan antara ayat dan hadits pun
terkadang terjadi hal yang sama. Maka buat orang
awam, seringkali terjadi kekeliruan yang amat fatal.
Padahal yang sesungguhnya terjadi bukan tidak
singkron, tetapi karena kita tidak tahu konteks dari
masing-masing dalil. Atau boleh jadi Nabi SAW
berbicara dalam waktu dan situasi yang berbeda.
Nabi SAW pernah ditanya shahabat, amal apa yang
paling utama di sisi Allah. Jawaban beliau adalah
jihad di jalan Allah. Tetapi pada kesempatan yang
lain, ketika diajukan pertanyaan yang sama, jawaban
beliau adalah berbakti kepada orang tua. Bahkan
pernah juga beliau hanya berpesan untuk tidak
pernah berdusta selama-lamanya.
Tentu saja orang awam akan bingung kalau
membaca hadits-hadits yang sekilas kelihatan
berbeda itu. Tetapi dengan Ilmu Fiqih, kita jadi tahu
bahwa jawaban yang berbeda-beda itu disebabkan
orang yang bertanya berbeda-beda.
Ternyata beliau SAW menjawab setiap pertanyaan
itu berdasarkan kondisi subjektif masing-masing
15
penanya. Mereka yang kurang berbakti kepada orang
tua, maka nasihat beliau adalah disuruh berbakti.
Buat mereka yang rada pengecut dan kurang punya
nyali, beliau anjurkan untuk berjihad di jalan Allah.
Sedangkan buat pedagang banyak bohongnya,
nasehat beliau adalah jangan berdusta.
Kesimpulan :

Secara sederhana kita bisa simpulkan bahwa fiqih


adalah kesimpulan hukum yang bersifat baku dan
merupakan hasil ijtihad ulama, dimana sumbernya
adalah Al-Quran, As-Sunnah, Al-Ijma, Qiyas dan dalil-
dalil lainnya.
16

B. Syariah

Selain istilah fiqih, kita juga sering mendengar


istilah yang mirip dan dekat sekali, yaitu ’syariah’.
Seringkali orang menyamakan antara fiqih dan
syariah. Dan hal itu wajar karena keduanya memang
punya arti yang dekat sekali.
Bila masing-masing disebutkan terpisah,
maknanya bisa saja sama. Tetapi ketika keduanya
dipertemukan dan disandingkan, ternyata keduanya
punya perbedaan yang nyata. Kira-kira mirip dengan
penyebutan antara faqir dan miskin. Keduanya nyaris
serupa, tapi ternyata tetap berbeda. Sebagian ulama
ada yang mengatakan bahwa fakir itu orang yang
sama sekali tidak punya pemasukan, sedangkan
miskin adalah orang yang kekurangan tetapi masih
punya pekerjaan atau penghasilan.
Untuk mengetahui apa saja persamaan dan
perbedaan antara keduanya, yaitu antara istilah fiqih
dan syariah, maka kita bahas pengertian istilah
syariah secara lebih mendalam, sebagaimana kita
sudah bicara tentang makna istilah fiqih sebelumnya.
1. Bahasa
Makna syariah dalam bahasa Arab sebagaimana
orang-orang Arab di masa lalu memaknai kata
syariah ini, yaitu metode atau jalan yang lurus ( ‫الطريقة‬
17
1
‫)المستقية‬.
Di dalam Lisanul Arab, kata syariah bermakna :
‫َر‬ َّ
َ َ‫لّش ِب‬ ‫موردَالما َِءَال ِذيَيقصد َِل‬
Sumber mata air yang dijadikan tempat untuk
minum.2
2. Istilah
Secara istilah dalam Ilmu Fiqih, Syariah
didefinisikan oleh para ulama sebagai :3

‫ب ِم َن النبِيَ ِاء‬ ِ ِ ِِ ِِ
‫اشَر َعهُ للاُ لعبَاده م َن الَح َك ِام الَِّت َجاءَ بَا نَِ ي‬
َ ‫َم‬
‫ت َوالَخلَ ِق‬ ِ َ‫سواء ما ي تَ علَّق بِ ِالعتِ َق ِاد والعِبادات واملعامل‬
َ َُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ََ
‫َونِظاَِم الَيَ ِاة‬
Apa yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada
hamba-hamba-Nya dari hukum-hukum yang telah
dibawa oleh Nabi dari para nabi, baik yang terkait
dengan keyakinan, ibadah muamalah, akhlaq dan
aturan dalam kehidupan.

1 Manna’ Al-Qaththan, At-Tasyri’ wa Al-Fiqih fi Al-Islam, hal.


14
2 Lisanul Arab pada madah ‫ شرع‬jilid 8 hal. 179
3 Manna’ Al-Qaththan, At-Tasyri’ wa Al-Fiqih fi Al-Islam, hal.

15
18

C. Perbedaan Fiqih dan Syariah

Dari definisi tentang syariah di atas, secara sekilas


a bisa lihat perbedaan mendasar antara fiqih dan
syariah, yaitu dari segi ruang lingkup, sifat dan
hakikat masing-masing istilah itu.
1. Ruang Lingkup
Dari segi ruang lingkup, ternyata syariah lebih luas
dari ruang lingkup fiqih. Karena syariah mencakup
masalah akidah, akhlaq, ibadah, muamalah, dan
segala hal yang terkait dengan ketentuan Allah SWT
kepada hambanya.
Sedangkan ruang lingkup fiqih terbatas masalah
teknis hukum yang bersifat amaliyah atau praktis
saja, seperti hukum-hukum tentang najis, hadats,
wudhu’, mandi janabah, tayammum, istinja’, shalat,
zakat, puasa, jual-beli, sewa, gadai, kehalalan
makanan da
Fiqih Hukum Amaliyah
Ruang Lingkup
Syariah Aqidah – Akhlaq

Fiqih Ijtihad
Status
Syariah Hukum Allah

n seterusnya.
19

Objek pembahasan fiqih berhenti ketika kita


bicara tentang ha-hal yang menyangkut aqidah,
seperti kajian tentang sifat-sifat Allah, sifat para nabi,
malaikat, atau hari qiyamat, surga dan neraka.
Objek pembahasan fiqih juga keluar dari wilayah
hati serta perasaan seorang manusia, seperti rasa
rindu, cinta dan takut kepada Allah. Termasuk juga
rasa untuk berbaik sangka, tawakkal dan
menghamba kepada-Nya dan seterusnya.
Objek pembahasan fiqih juga keluar dari
pembahasan tentang akhlaq mulia atau sebaliknya.
Fiqih tidak membicarakan hal-hal yang terkait
dengan menjaga diri dari sifat sombong, riya’, ingin
dipuji, membanggakan diri, hasad, dengki, iri hati,
atau ujub.
Sedangkan syariah, termasuk di dalamnya semua
objek pembahasan dalam Ilmu Fiqih itu, plus dengan
semua hal di atas, yaitu masalah aqidah, akhlaq dan
juga hukum-hukum fiqih.
2. Syariah Bersifat Universal
Syariah adalah ketentuan Allah SWT yang bersifat
universal, bukan hanya berlaku buat suatu tempat
dan masa yang terbatas, tetapi menembus ruang dan
waktu.
Kita menyebut ketentuan dan peraturan dari Allah
SWT kepada Bani Israil di masa nabi-nabi terdahulu
sebagai syariah, dan tidak kita sebut dengan istilah
fiqih.
Misalnya ketika mereka melanggar aturan yang
tidak membolehkan mereka mencari ikan di hari
20
Sabtu. Aturan itu di dalam Al-Quran disebut dengan
istilah syurra’a (‫ )ش َُّرع‬yang akar katanya sama dengan
syariah.

ُ َ‫واَسأَهلُم َع ِن ال َقريَِة الَِّت َكانَت َحا ِضَرَة البَح ِر إِذ ي‬


‫عدو َن ِف‬
ً‫وم َسبتِ ِهم ُشَّرعا‬ ِ ِ ِ َّ
َ َ‫السبت إِذ ََتتي ِهم حيتَا ُُنُم ي‬
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri
yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari Sabtu. (QS. Al-A’raf :
163)
Di dalam ayat yang lain juga disebutkan istilah
syariah dengan pengertian bahwa Allah SWT
menetapkan suatu aturan dan ketentuan kepada
para Nabi di masa lalu.
ِ ِ ‫شرع لَ ُكم ِمن‬
ِِ َّ ‫الدي ِن ما و‬
َ َ‫َوحينَا إِل‬
‫يك‬ َ ‫وحا َوالَّذي أ‬
ً ُ‫صى به ن‬ َ َ َ َ ََ
‫يسى‬ ‫ع‬ِ ‫صينَا بِِه إِبر ِاهيم وموسى و‬
َّ ‫َوَما َو‬
َ َ َ َُ َ َ
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang
agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa. (QS. As-Syura :
13)
Karena itulah maka salah satu istilah dalam ilmu
ushul fiqih disebut dengan dalil syar’u man qablana
(‫)شرع من قبلنا‬, bukan fiqhu man qablana. Apa yang Allah
SWT berlakukan buat umat terdahulu disebut
sebagai syariah, tetapi tidak disebut dengan istilah
fiqih. Semua ini menunjukkan bahwa syariah lebih
21
universal dibandingkan dengan fiqih.
3. Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami
Perbedaan yang juga sangat prinsipil antara fiqih
dan syariah, adalah bahwa fiqih itu merupakan apa
yang dipahami oleh mujtahid atas dalil-dalil samawi
dan bagaimana hukumnya ketika diterapkan pada
realitas kehidupan, pada suatu zaman dan tempat.
Jadi pada hakikatnya, fiqih itu adalah hasil dari
sebuah ijtihad, tentunya yang telah lulus dari
penyimpangan kaidah-kaidah dalam berijtihad, atas
suatu urusan dan perkara. Sehingga sangat
dimungkinkan hasil ijithad itu berbeda antara
seorang mujtahid dengan mujtahid lainnya.
Sedangkan syariah lebih sering dipahami sebagai
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
dalam kehidupan ini. Pembicaraan tentang syariah
belum menyentuh wilayah perbedaan pendapat dan
pemahaman dari para ahli fiqih.
22

D. Perbedaan Ilmu Fiqih Dengan Ilmu Lainnya

Sekarang mari kita bahas perbedaan antara Ilmu


Fiqih dengan ilmu-ilmu lainnya, yaitu Ilmu Ushul
Fiqih, Ilmu Tafsir dan juga Ilmu Hadits.
1. Ushul Fiqih
Ilmu Ushul Fiqih punya hubungan erat dengan
Ilmu Fiqih, yaitu sebagai landasan atau pondasi dari
tegaknya bangunan Ilmu Fiqih.
▪ Pohon dan Buah : Kalau diibaratkan Ilmu
Ushul Fiqih sebagai pohon, maka Ilmu Fiqih
adalah buahnya.
▪ Pabrik dan Kendaraan : Kalau diibaratkan
Ilmu Ushul Fiqih sebagai pabrik mobil, maka
Ilmu Ushul Fiqih adalah kendaraan yang
berseliweran di jalan.
▪ Pondasi dan Bangunan : Kalau diibaratkan
Ilmu Ushul Fiqih sebagai pondasi, maka Ilmu
Fiqih adalah bangunan yang berdiri di atas
pondasi.
Dengan demikian, Ilmu Fiqih tidak mungkin ada
kecuali lewat proses dari ilmu ushul fiqih.
2. Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir adalah salah satu bagian dari ilmu-ilmu
Al-Quran (ulum Al-Quran), yang membahas tentang
penafsiran dari ayat-ayat Al-Quran, baik tafsir ayat
dengan ayat ataupun ayat dengan hadits.
Ruang lingkup Ilmu Tafsir sangat luas dan punya
23
banyak cabang. Namun tidak keluar dari
pembahasan seputar ayat-ayat Al-Quran Al-Karim
yang berjumlah 6.000-an ayat lebih.
Di antara sekian banyak cabang ilmu tafsir ada
yang disebut dengan Tafsir Ayat Ahkam. Tafsir ini
hanya membahas ayat-ayat tertentu yang di
dalamnya terkandung berbagai masalah hukum
syariah. Pada wilayah tafsir ayat ahkam inilah ada
kaitan antara ilmu tafsir dengan Ilmu Fiqih. Namun
biar bagaimana pun Ilmu Fiqih tetap jauh lebih
lengkap dan lebih detail ketika bicara masalah hukum
ketimbang tafsir ayat ahkam.
3. Ilmu Hadits
Ilmu hadits terdiri dari banyak cabang, namun
yang paling dekat dan terkait dengan Ilmu Fiqih
adalah cabang Hadits Ahkam. Di dalam ilmu tentang
hadits ahkam dibahas hadits-hadits yang
mengandung nilai hukum.
a. Ulama Fiqih Juga Ulama Hadits
Para ulama fiqih banyak sekal yang sebenarnya
juga merupakan ulama hadits. Bahkan Al-Imam Asy-
Syafi’i disepakati sebagai peletak dasar Ilmu Hadits.
Demikian juga dengan Al-Imam Ahmad yang
sebaigan orang lebih mengenalnya sebagai ahli
hadits.
b. Semua Ulama Hadits Pasti Bermazhab
Di sisi lain kita temukan banyak sekali para ulama
ahli hadits yang juga merupakan tokoh ulama fiqih
dari mazhab tertentu. Diantaranya Al-Bukhari (w.
256 H)Muslim (w. 261 H) , At-Tirmizy (w. 279 H), Al-
24
Khatib Al-Baghdadi (w. 463 H), Ibnu Hajar Al-Asqalani
(w. 582 H), Ibnu Ash-Shalah (w. 643 H), An-Nawawi
(w. 676 H), Adz-Dzahabi (w. 748 H), Asy-Suyuthi (w.
911 H) dan lainnya.
c. Kitab Hadits Disusun Berdasarkan Bab Fiqih
Banyak sekali kitab hadits yang disusun dengan
berdasarkan bab-bab fiqih, yaitu bab thaharah,
shalat, puasa atau zakat, haji dan seterusnya. Kitab
seperti ini disebut sunan, contohnya adalah Sunan
An-Nasa’i, Sunan Abu Daud dan Sunan Ibnu Majah.
Selain itu juga ada kitab Bulughul Maram, karya Al-
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H), yang
kemudian dibuat syarahnya oleh para ulama lain,
salah satunya adalah kitab Subulus-Salam, karya Ash-
Sha'ani (w. 1182 H). Dan ada juga kitab Nailul Authar
yang disusun oleh Asy-Syaukani (w. 1250 H). Kitab ini
sebenarnya merupakan syarah atau penjelasan dari
kitab hadits yang berjudul Muntaqa Al-Akhbar.
25

E. Fiqih di Zaman Nabi

Sebuah pertanyaan menarik untuk dibahas,


apakah di masa Rasulullah SAW sudah ada Ilmu
Fiqih? Sebab kalau tidak ada, maka Ilmu Fiqih bisa
dikategorikan sebagai sesuatu yang diadakan
kemudian. Tetapi kalau memang sudah ada, maka
ceritanya akan menjadi lain.
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa
memilahnya menjadi dua. Pertama, fiqih dalam arti
istilah. Kedua, fiqih dalam arti esensi. Namun intinya
tetap sama, yaitu di masa Rasulullah SAW sudah ada
fiqih.
1. Penggunaan Istilah Fiqih di Masa Nabi
Di masa Rasulullah SAW sudah ada fiqih dalam arti
istilah, meski maknanya tidak sesuai dengan apa
yang dimaksud dengan Ilmu Fiqih di masa sekarang.
Jika kita temui istilah fiqih (‫ )فقه‬di masa Rasulullah SAW
dan masa generasi pertama Islam, maka yang
dimaksud adalah ilmu agama secara keseluruhan.
Seorang faqih (‫ )فَقيه‬adalah orang memiliki ilmu yang
mendalam dalam agamanya dari teks-teks agama
yang ada dan ia mampu menyimpulkan menjadi
hukum-hukum, pelajaran-pelajaran, faidah yang
terkandung dalam teks agama tersebut. Disebutkan
dalam salah satu hadits shahih bahwa ciri luar
seorang ahli fiqih adalah :
26

‫ص ِر ُخطبَتِ ِه َمئِنَّة ِمن فِق ِه ِه‬ ِ َّ ‫لة‬


َ ‫الر ُج ِل َوق‬
ِ ‫ول ص‬
َ َ ُ‫إِ َّن ط‬
Panjangnya shalat seseorang dan singkatnya
khutbahnya adalah bagian dari fiqihnya (HR.
Muslim)
Jadi makna fiqih di masa pertama Islam mencakup
seluruh masalah dalam agama Islam, baik yang
mencakup masalah akidah, ibadah, muamalat dan
lain-lain. Karenanya, Abu Hanifah menamai
tulisannya tentang akidah dengan ’Al-Fiqh Al-Akbar’
(‫)الفقه األكبر‬.
2. Fiqih Sudah Ada Sejak Zaman Nabi
Seperti yang diuraikan di atas, bahwa fiqih adalah
bagaimana kita memahami teks syariah, baik Al-
Quran dan As-Sunnah, sehingga dapat ditarik
kesimpulan hukum. Dengan pengertian seperti ini,
jelas bahwa di masa Rasulullah SAW sudah ada
fenomena fiqih dan ilmunya.
Buktinya, tidak semua shahabat Nabi SAW adalah
orang yang punya tingkat pemahaman yang
mendalam. Sebagian dari mereka adalah orang-
orang awam, yang tidak bisa begitu saja
mengamalkan isi Al-Quran, kalau tidak bertanya dulu
kepada mereka yang ahli fiqih, baik Rasulullah SAW
atau shahabat yang punya ilmunya.
Hanya sebagian saja dari shahabat Nabi SAW yang
termasuk ke dalam kategori ahli fiqih. Sebagiannya
lagi meski tetap berstatus shahabat, namun tidak
dikategorikan sebagai ahli di bidang Ilmu Fiqih.
Yang paling utama tentu adalah keempat shahabat
yang menjadi khalifah rasyidah, yaitu Abu Bakar Ash-
27
Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Al-Affan
dan Ali bin Abi Thalib ridhwanullahi 'alaihim. Dan
justru karena kefaqihannya itulah mereka dijadikan
khalifatu-rasulillah.
Selain itu juga ada Abdullah bin Al-Abbas, Abdullah
bin Umar, Abdullah bin Mas'ud serta Abdullah bin
Amr bin Al-Ash. Meski mereka tidak menjadi khalifah,
namun Ilmu Fiqih mereka diakui oleh banyak
shahabat dan para tabi'in sesudah mereka.
a. Ijtihad Nabi SAW
Kita mencatat bahwa Rasulullah SAW pun
berijtihad dalam beberapa wilayah dimana tidak ada
wahyu yang turun, atau setidaknya ketika wahyu
terlambat turun. Misalnya tentang hukum tawanan
dalam Perang Badar, juga tentang posisi umat Islam
dalam perang itu. Hal ini menunjukkan bahwa
Rasulullah SAW telah melakukan apa yang menjadi
intisari dari fiqih, yaitu berijtihad.
Dan dalam kesehariannya, ijtihad banyak diajarkan
oleh Rasulullah SAW kepada para shahabat.
Misalnya, ketika ada yang bertanya tentang hukum
mencium istri di siang hari bulan Ramadhan. Beliau
SAW tidak langsung menjawab hukumnya dengan
kata iya atau tidak. Beliau SAW malah balik bertanya
tentang hukum berkumur ketika sedang berpuasa,
apakah membatalkan atau tidak.
Ketika shahabat itu menjawab tidak, maka Beliau
SAW membuatkan benang merah, bahwa kalau
berkumur saja tidak membatalkan, maka begitu juga
dengan mencium istri, hukumnya tidak
membatalkan.
28
Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz bin Jabal
radhiyallahuanhu ahli ilmu ke Yaman, beliau SAW
menguji terlebih dahulu shahabatnya itu dengan
pertanyaan :
ِ ِ‫ والَ ِف كت‬ ‫ول للا‬
‫اب للا ؟‬ ِ ‫فَِإن ََل ََِتد ِف سن َِّة رس‬
َ َُ ُ
”Dengan apa kamu putuskan perkara di antara
mereka bila tidak ada di dalam Al-Quran dan As-
Sunnah?”.
Maka Muadz pun menjawab bahwa dirinya akan
melakukan ijtihad. Dengan demikian, maka pada
hakikatnya fiqih sudah ada di masa Rasulullah SAW
dan beliau sendiri mengajarkannya dan juga
langsung melakukannya. Dan demikian juga dengan
para shahabat.
b. Ijtihad Shahabat
Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ridhwanullahi
’alaihim ajma’in tidaklah diangkat menjadi khalifah
pengganti Rasulullah SAW, kecuali karena mereka
adalah ahli fiqih. Dari mereka itulah kita menemukan
begitu banyak hasil ijtihad, yang belum kita temukan
di masa Rasulullah SAW.
▪ Pengumpulan Mushaf di Masa Abu Bakar

Adanya pengumpulan sekian banyak shuhuf dan


diikat menjadi satu bundel, tidak lain adalah hasil
ijtihad Umar bin Al-Khattab di masa khilafah Abu
Bakar radhiyallahuanhuma. Sebelumnya mushaf Al-
Quran hanya berupa tulisan yang berserakan di kulit,
pelepah kurma, batu, kayu dan lainnya. Nabi SAW
sendiri tidak pernah memerintahkan penulisan Al-
29
Quran dalam satu bundel.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu menyebutkan
tentang jasa Abu Bakar dalam pengumpulan mushaf,
sebagaimana disebutkan dalam kitab Mushannaf
Ibnu Abi Syaibah.

‫أعظم الناس أجراً ف املصاحف أبو بكر رمحة للا على أيب‬
‫بكر هو أول من مجع بني اللوحني‬
Orang yang paling besar pahalanya dalam
masalah mushaf adalah Abu Bakar. Semoga Allah
merahmatinya, beliaulah yang pertama kali
menghimpun Al-Quran dalam dua covernya.1
▪ Shalat Tarawih Berjamaah di Masa Umar

Dihidupkannya kembali shalat tarawih berjamaah


di masjid adalah hasil ijtihad Umar, setelah
sebelumnya shalat itu tidak pernah diadakan sejak
bertahun-tahun sejak Rasulullah SAW pertama kali
melakukannya yang hanya tiga malam saja.

َّ‫س ُث‬ ِِ ِ‫سج ِد َذات لَيلَة فَصلى ب‬ ِ ‫ ِف امل‬ ‫صلى النَِّب‬


ُ ‫صلَته َن‬ َ َّ َ َ َ ‫َ َّ ي‬
‫اس ُثَّ اجتَ َمعُوا ِم َن اللَّيلَ ِة الثَّالِثَِة أَ ِو‬ َّ
‫ن‬
ُ َ َ‫ال‬ ‫ر‬ُ‫ث‬ ‫ك‬
َ‫و‬ ِ َ‫صلى ِمن ال َقابِل‬
‫ة‬ َ َّ َ
‫ قَد‬: ‫ال‬ َ َ‫ فَلَ َّما أَصبَ َح ق‬. ‫ول للا‬ ُ ‫الرابِ َع ِة فَلَم َي ُرج إِلَي ِهم َر ُس‬
َّ
‫وج إِلَي ُكم إِالَّ أَ ِن‬ ِ ‫صنَعتُم فَلَم َينَع ِن ِم َن الُُر‬ ِ
َ ‫يت الَّذي‬ ُ َ‫َرأ‬
ِ ِ
‫ضان‬ َ ‫ك ِف َرَم‬ َ ‫ َو َذل‬:‫ض َعلَي ُكم قال‬ َ ‫فت‬ ََ ُ‫يت أَن ت‬ ُ ‫َخش‬
Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Rasulullah

1 Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf , jilid 6 hal. 148


30
SAW pada suatu malam pernah melaksanakan
shalat, kemudian orang-orang shalat mengikuti
beliau. Kemudian Beliau SAW shalat lagi pada
malam selanjutnya dan orang-orang yang
mengikutinya tambah banyak. Kemudian mereka
berkumpul pada malam ke tiga atau keempat,
namun Rasulullah SAW tidak keluar untuk shalat
bersama mereka. Dan di pagi harinya, Rasulullah
SAW berkata, “Aku telah melihat apa yang telah
kalian lakukan dan tidak ada yang menghalangiku
untuk keluar (shalat) bersama kalian kecuali
lantaran Akau khawatir shalat itu diwajibkan.”
Perawi hadits berkata, "Hal tersebut terjadi di
bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Para shahabat yang lahir setelah peristiwa itu tidak
mengalami adanya shalat tarawih berjamaah di
masjid. Keadaan itu terus berlangsung sampai beliau
SAW wafat menemui Allah SWT. Dua tahun selama
masa pemerintahan Abu Bakar radhiyallahuanhu
juga tidak ada yang menjalankan shalat tarawih
berjamaah di masjid.
Hingga datang masa kekhalifahan Umar bin
Khattab radhiyallahuanhu yang menghidupkan lagi
sunnah tersebut seraya mengomentari,”Ini adalah
sebaik-baik bid'ah”. Maksudnya bid‘ah secara bahasa
yaitu sesuatu yang tadinya tidak ada lalu diadakan
kembali. Semenjak itu, umat Islam hingga hari ini
melakukan shalat yang dikenal dengan sebutan
shalat tarawih secara berjamaah di masjid pada
malam Ramadhan.
▪ Pemakaian Rasam Utsmani di Masa Utsman
31
Ijtihad di masa Utsman adalah
distandarisasikannya tulisan atau rasam mushaf Al-
Quran dan disebut secara resmi dengan istilah rasam
Utsmani. Dengan catatan apabila ada perbedaan
qiraat yang bersumber asli dari Rasulllah SAW, yang
mana berarti itu memang juga bersumber dari Allah
SWT, maka tetap diadaptasi tulisannya sesuai
dengan qiraatnya yang berbeda-beda.
Sehingga kemudian dipatenkan 6 macam mushaf
yang berbeda satu sama lain, karena mengadaptasi
qiraat yang berbeda tersebut. Masing-masingnya
kemudian dikirim ke berbagai negeri yang
disesuaikan dengan ragam qiraat yang diajarkan oleh
para aguru qiraat masing-masing.
Di masa kepemimpinan Sayyidina Ali bin Abi Thalib
radhiyallahuanhu kita juga menemukan banyak
sekali ijtihad yang mereka lakukan. Semua
membuktikan bahwa baik di masa Rasulullah SAW
maupun di masa para shahabat, fiqih sudah dipakai
dan dijalankan. Ini menegaskan bahwa fiqih bukan
sesuatu yang baru datang kemudian.
c. Ijtihad di Masa Berikutnya
Kemudian di masa berikutnya, apa yang menjadi
ijtihad selama ini kemudian disusun sedemikian rupa,
dibuatkan kaidah-kaidahnya, dan dibuatkan pula
contoh-contoh hasilnya dalam kitab yang tersusun
rapi. Maka kemudian orang mengenal hal tersebut
sebagai sebuah cabang ilmu, yang kita kenal dengan
Ilmu Fiqih. Masa ini adalah masa dimana keempat
imam mazhab itu hidup, mereka mencurahkan
segala tenaga dan pikirannya untuk menyusun
32
bangunan Ilmu Fiqih secara modern.
Kemudian selama 14 abad berikutnya hingga
sekarang ini, Ilmu Fiqih menjadi referensi hukum
yang sangat lengkap dan akan berlangsung hingga
hari kiamat. Ini karena Fiqih memiliki sifat universal
dan komprehensip, sebab syariat Islam merupakan
agama terakhir di bumi.
33

F. Fiqih Yang Bukan Fiqih

Untuk lebih mendalami tentang apa yang


dimaksud dengan ilmu fiqih dan membedakannya
dengan ilmu-ilmu lainnya, mari sejenak kita buat
beberapa perumpamaan.
▪ Ilmu Siasat : Ilmu teknik bersiasat dan strategi
menghadapi musuh, jelas bukan wilayah bahasan
ilmu fiqih. Hukum perang adalah objek kajian ilmu
fiqih, tetapi bagaimana teknis menembak musuh
dan trik strategi perangnya, nah itu ada disiplin
ilmu tersendiri. Itu bukan fiqih.
▪ Ilmu Bermusik : Hukum main musik itu objek
kajian ilmu fiqih. Tapi bagaimana tehnik main
drum, gitar dan bas, ilmu layak gitu namanya ilmu
musik. Itu bukan ilmu fiqih.
▪ Ilmu Memasak : Hukum makanan halal haram itu
objek kajian ilmu fiqih. Tetapi bagaimana trik
memasak daging sapi beku bagi chef di dapur,
ilmu namanya ilmu masak memasak. Itu bukan
fiqih.
▪ Ilmu Marketing : Hukum jual-beli barang itu objek
kajian dalam ilmu fiqih. Tapi bagaimana cara
memasarkan dagangan biar cepat laris dan
meluaskan area pemasaran, itu namanya ilmu
dagang dan marketing. Itu bukan ilmu fiqih.
Dewasa ini berkembang di tengah umat Islam
beberapa kajian yang menggunakan istilah fiqih,
namun tidak mengacu kepada pengertian fiqih
34
sebagai disiplin ilmu hukum syariah praktis. Di
antaranya fiqih siyasah, fiqih muwazanah, fiqih
aulawiyah dan juga fiqih dakwah.
1. Fiqih Siyasah
Banyak orang mengira
kajian fiqih siyasah sebagai
bagian dari ilmu hukum
syariah terkait dengan
politik. Ternyata setelah
diikuti, sama sekali tidak
ada pembahasan tentang
hukum-hukum syariah.
Yang ada sebenarnya
diskusi-diskusi politik
praktis semata, seperti
bagaimana memenangkan pemilu dan mendapatkan
suara yang banyak. Atau bagaimana bisa
mendapatkan jabatan-jabatan politis dalam suatu
pemerintahan.
Ada pun kajian fiqih dalam arti hukum-hukum
syariah yang bersifat praktis, nyaris tidak tersentuh.
Sehingga bisa dikatakan meski menggunakan nama
fiqih, sebenarnya kajian ini bukan bagian cabang dari
ilmu fiqih yang kita kenal secara baku.
2. Fiqih Muwazanah
Kita juga seingkali mendengar kajian yang diberi
judul : fiqih muwazanah. Kata muwazanah ini
maksudnya tidak lain adalah pertimbangan-
pertimbangan yang perlu dijalankan dalam membuat
keputusan. Kalangan yang biasa menggunakan istilah
35
ini umumnya bermaksud memberi berbagai
pertimbangan dalam menetapkan arah misi gerakan
mereka.
Namun kita tidak akan
mendapatkan pembahasan
terkait dengan hukum-
hukum halal haram di dalam
kajian fiqih muwazanah ini.
Kita tidak akan menemukan
status hukum wajib, sunnah,
mubah, makruh atau pun
haram di dalamnya. Kita
juga tidak akan menemukan
kutipan dari para ulama fiqih seperti mazhab Hanafi,
Maliki, Syafi’i atau pun Hambali. Kita juga tidak akan
menemukan rujukan sebagaimana kajian dalam ilmu
fiqih, seperti kitab-kitab fiqih para ulama dari masing-
masing mazhabnya.
3. Fiqih Aulawiyat
Dr. Yusuf Al-Qaradawi
punya sebuah buku yang
diberi judul Fiqih Aulawiyat.
Kalau kita telaah dari awal
hingga akhir buku itu, kita
akan mendapatkan banyak
sekali kajian terkait
bagaimana kita membuat
skala prioritas dengan
kriteria-kriteria tertentu.
Namun prioritas ini
sifatnya merupakan konsentrasi aktifitas dakwah dan
36
pergerakan, tidak ada kaitannya dengan hukum-
hukum syariah yang bersifat amaliyah sebagaimana
ruang lingkup baku disiplin ilmu fiqih.
Kesimpulannya, meskipun menggunakan kata
fiqih, namun fiqih aulawiyat pada dasarnya bukan
bagian dari tema dalam disiplin ilmu fiqih yang kita
kenal sepanjang sejarah.
4. Fiqih Dakwah
Istilah fiqih dakwah
kebanyakan berisi prinsip-
prinsip dalam berdakwah,
tujuan umum dan khusus,
tata cara dan teknik
berdakwah, marhalah serta
metodologi dalam
berdakwah. Kadang juga bisa
tentang problem-problem
dakwah, tantangannya hingga rahasia sukses dalam
berdakwah.
Lagi-lagi tidak ada kajian yang terkait dengan
hukum-hukum syariah praktis dalam kajian fiqih
dakwah ini.
5. Fiqih Sirah
Ada beberapa buku berjudul fiqih sirah yang ditulis
beberapa penulis kontemporer. Di antaranya fiqih
Sirah yang ditulis oleh Dr. Muhammad Al-Ghazali,
salah satu aktifis ikhwan di Mesir.
Dilihat dari pembahasannya, bukunya itu lebih
banyak berbicara dengan sejarah Nabi Muhammad
SAW, sebagaimana umumnya buku-buku sejarah
beliau yang lain. Adapun kajian tentang hukum-huku
37
fiqihnya, justru kita tidak terlalu banyak
menemukannya.
Agak sedikit berbeda dengan karya Dr. Said
Ramadhan Al-Buthi, ketika kita baca buku beliau yang
juga berjudul Fiqih Siroh juga, kita menemukan ada
beberapa kajian tentang hukum-hukum fiqih di
sepanjang perjalanan kehidupan Rasulullah SAW.


38

Silabus

LEVEL 1

1.1. Pengantar Ilmu Fiqih


1.1.1. Pengertian Fiqih
1.1.2. Keistimewaan Fiqih
1.1.3. Menjawab Tuduhan Terhadap Fiqih
1.1.4. Proses Terbentuknya Hukum Fiqih
1.1.5. Tema-tema Besar Fiqih
1.1.6. Referensi Fiqih
1.1.7. Madrasah Fiqhiyah
1.1.8. Ikhtilafat Fiqhiyah
1.1.9. Belajar Fiqih : Keutamaan & Tantangan

1.2. Fiqih Thaharah 1


1.2.1. Pengertian Thaharah
1.2.2. Hukum-hukum Terkait Najis
1.2.3. Tubuh Manusia & Najis
1.2.4. Hewan Yang Najis
1.2.5. Bangkai
1.2.6. Pensucian Najis
1.2.7. Menyamak Kulit Bangkai
1.2.8. Istihalah & Istihlak

1.3. Fiqih Shalat 1


1.3.1. Pengertian Shalat & Pensyariatannya
1.3.2. Hukum Meninggalkan Shalat
1.3.3. Waktu-waktu Shalat
39
1.3.4. Tempat Shalat
1.3.5. Syarat-syarat Shalat
1.3.6. Rukun-rukun Shalat
1.3.7. Rukun-rukun Shalat 2
1.3.8. Sunnah-sunnah Shalat
1.3.9. Batalnya Shalat

1.4. Fiqih Zakat 1


1.4.1. Pengertian Zakat
1.4.2. Kewajiban Zakat
1.4.3. Hikmah Zakat & Sedekah
1.4.4. Syarat Pemberi Zakat
1.4.5. Kriteria Harta Zakat
1.4.6. Kekeliruan Memahami Zakat
1.4.7. Zakat & Pajak
1.4.8. Zakat & Kemiskinan

1.5. Fiqih Puasa 1


1.5.1. Pengertian Puasa & Pensyariatannya
1.5.2. Keutamaan & Hikmah
1.5.3. Puasa Wajib
1.5.4. Puasa Sunnah
1.5.5. Puasa Makruh
1.5.6. Puasa Haram
1.5.7. Syarat & Rukun Puasa
1.5.8. Batas Waktu Puasa

1.6. Fiqih Wanita 1 (Darah Wanita)


1.6.1. Pengantar Fiqih Wanita
1.6.2. Pengertian Darah Wanita
1.6.3. Shalat Tawaf Masuk Masjid
1.6.4. Menyentuh Melafazkan Al-Quran
40
1.6.5. Larangan 3 : Jima
1.6.6. Istihadhah
1.6.7. Nifas
1.6.8. Qadha Shalat dan Mandi Janabah

1.7. Ilmu Al-Quran dan Tafsir 1


1.7.1. Mengenal Ilmu Al-Quran dan Tafsir
1.7.2. Mengenal Al-Quran 1
1.7.3. Mengenal Al-Quran 2
1.7.4. Nuzulul Quran
1.7.5. Makkiyah dan Madaniyah
1.7.6. Asbabun Nuzul
1.7.7. Nasakh dan Mansukh
1.7.8. Al-Wujuh dan An-Nazhair
1.7.9. Sab’atu Ahruf

LEVEL 2

2.1. Dirasah Mazahib


2.1.1. Mazhab Fiqih
2.1.2. Hukum Bermazhab
2.1.3. Paham Anti Mazhab
2.1.4. Talfiq Antar Mazhab
2.1.5. Mazhab Al-Hanafiyah
2.1.6. Mazhab Al-Malikiyah
2.1.7. Mazhab Asy-Syafiiyah (Bagian Pertama)
2.1.8. Mazhab Asy-Syafiiyah (Bagian Kedua)
2.1.9. Mazhab Al-Hanabilah

2.2. Fiqih Thaharah 2


2.2.1. Najis Yang Diperselisihkan
2.2.2. Najis Yang Dimaafkan
41
2.2.3. Hadats : Pengertian Pembagian Penyebab
2.2.4. Air
2.2.5. Pengertian Wudhu, Hukum & Syaratnya
2.2.6. Rukun Wudu
2.2.7. Sunnah-sunnah Wudhu
2.2.8. Makruh Dalam Wudhu

2.3. Fiqih Shalat 2


2.3.1. Shalat Berjamaah
2.3.2. Imam Shalat
2.3.3. Makmum
2.3.4. Barisan Makmum
2.3.5. Adzan
2.3.6. Iqamah
2.3.7. Shalat Jumat
2.3.8. Shalat Jumat 2

2.4. Fiqih Zakat 2


2.4.1. Zakat Pertanian
2.4.2. Zakat Hewan Ternak
2.4.3. Zakat Emas & Perak
2.4.4. Zakat Barang Dagangan
2.4.5. Zakat Rikaz dan Madin
2.4.6. Zakat Al-Fithr
2.4.7. Perluasan & Penambahan Jenis Zakat
2.4.8. Zakat Profesi

2.5. Fiqih Puasa 2


2.5.1. Yang Membatalkan Puasa
2.5.2. Yang Tidak Membatalkan Puasa
2.5.3. Sunnah Dalam Berpuasa
2.5.4. Udzur Syari Tidak Berpuasa 1
42
2.5.5. Udzur Syari Tidak Berpuasa 2
2.5.6. Qadha Puasa
2.5.7. Fidyah
2.5.8. Kaffarah

2.6. Fiqih Wanita 2 (Ibadah)


2.6.1. Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu
2.6.2. Wudhu Dan Mandi Janabah Bagi Wanita
2.6.3. Syariat Tentang Kebersihan Bagi Wanita
2.6.4. Aurat Wanita Di Dalam Dan Di Luar Shalat
2.6.5. Shalat Jamaah Bagi Wanita
2.6.6. Meng-qadha Shalat
2.6.7. Fiqih Puasa Bagi Wanita
2.6.8. Fiqih Haji Bagi Wanita

LEVEL 3

3.1. Sumber Fiqih 1


3.1.1. Sumber-sumber Fiqih
3.1.2. Al-Quran
3.1.3. As-Sunnah 1
3.1.4. As-Sunnah 2
3.1.5. Ijma
3.1.6. Qiyas 1
3.1.7. Qiyas 2
3.1.8. Qiyas 3

3.2. Fiqih Thaharah 3


3.2.1. Yang Membatalkan Wudhu
3.2.2. Mengusap Dua Khuff
3.2.3. Mandi Janabah
3.2.4. Tayammum
43
3.2.5. Haidh
3.2.6. Yang Haram Dilakukan Saat Haid
3.2.7. Fitrah
3.2.8. Khitan & Parfum

3.3. Fiqih Shalat 3


3.3.1. Udzur Syari Meninggalkan Shalat
3.3.2. Shalat Musafir
3.3.3. Shalat di Kendaraan
3.3.4. Mengqashar Shalat
3.3.5. Menjama Shalat
3.3.6. Mengqadha Shalat
3.3.7. Shalat Orang Sakit
3.3.8. Shalat Khauf

3.4. Fiqih Zakat 3


3.4.1. Masharif Zakat
3.4.2. Fakir
3.4.3. Miskin
3.4.4. Amil Zakat
3.4.5. Muallaf
3.4.6. Budak
3.4.7. Yang Berhutang
3.4.8. Fi Sabilillah
3.4.9. Ibnu Sabil

3.5. Fiqih Puasa 3


3.5.1. Hadits-hadits Bermasalah
3.5.2. Penentuan Awal Ramadhan
3.5.3. Keistimewaan Ramadhan
3.5.4. Ramadhan Antara Syariat & Tradisi
3.5.5. Itikaf
44
3.5.6. Lailatul Qadar
3.5.7. Tafsir Al-Baqarah ayat 183-185
3.5.8. Tafsir Al-Baqarah ayat 186-187

3.6. Fiqih Nikah 1


3.6.1. Anjuran Menikah
3.6.2. Hukum Menikah
3.6.3. Wanita Yang Haram Dinikahi
3.6.4. Khitbah & Mahar
3.6.5. Rukun Nikah 1 (Wali)
3.6.6. Rukun Nikah 2 (Saksi & Ijab Qabul)
3.6.7. Walimatul Urs
3.6.8. Kewajiban Suami Istri
3.6.9. Nafkah

LEVEL 4

4.1. Sumber Fiqih 2


4.1.1. Syaru Man Qablana
4.1.2. Mazhab Shahabi
4.1.3. Al-Urf
4.1.4. Istishlah
4.1.5. Saddu Adz-Dzariah
4.1.6. Istihsan 1
4.1.7. Istihsan 2
4.1.8. Istishab 1
4.1.9. Istishab 2

4.2. Fiqih Shalat 4


4.2.1. Shalat Sunnah Rawatib
4.2.2. Shalat Tahiyatul Masjid
4.2.3. Shalat Tarawih
45
4.2.4. Shalat Tahajjud
4.2.5. Shalat Witir
4.2.6. Shalat Ied
4.2.7. Shalat Dhuha
4.2.8. Shalat Istikharah

4.3. Fiqih Haji 1


4.3.1. Pengertian & Masyruiyah
4.3.2. Haji Nabi Dalam Hadits
4.3.3. Hukum-hukum Haji
4.3.4. Qiran Ifrad & Tamattu
4.3.5. Syarat-syarat Haji
4.3.6. Rukun Haji
4.3.7. Miqat Haji
4.3.8. Berihram

4.4. Fiqih Muamalat 1


4.4.1. Pengantar Fiqih Muamalah
4.4.2. Cakupan Bidang Muamalah
4.4.3. Maisir
4.4.4. Gharar
4.4.5. Riba
4.4.6. Jual Beli Bathil
4.4.7. Bai al-Murakkab
4.4.8. al-Ghubn
4.4.9. Suap & Korupsi

4.5. Fiqih Kuliner 1


4.5.1. Mengapa Kita Tinggalkan Makanan Haram
4.5.2. Kaidah Dasar Halal Haramnya Makanan
4.5.3. Kriteria Haramnya Makanan 1 : Najis
4.5.4. Kriteria Haramnya Makanan 2 : Khamar 1
46
4.5.5. Kriteria Haramnya Makanan 2 : Khamar 2
4.5.6. Kriteria Ketiga : Madharat
4.5.7. Kritetia Hewan Yang Diharamkan
4.5.8. Bangkai

4.6. Fiqih Nikah 2


4.6.1. Nikah Lain Agama
4.6.2. Nikah Mutah
4.6.3. Nikah Dengan Niat Talak
4.6.4. Nikah Siri
4.6.5. Nikah Muhallil
4.6.6. Nikah Wanita Berzina
4.6.7. Menikahi Wanita Hamil
4.6.8. Nikah Poligami

LEVEL 5
5.1. Hukum-Hukum Fiqih
5.1.1. Hakim
5.1.2. Mahkum Fihi dan Mahkum Alaihi
5.1.3. Definisi dan Klasifikasi Hukum Syariah
5.1.4. Hukum Taklifi 1 (Wajib dan Mandub)
5.1.5. Hukum Taklifi 2 (Haram)
5.1.6. Hukum Taklifi 3 (Makruh dan Mubah)
5.1.7. Hukum Wadhi 1 (Sabab dan Syarath)
5.1.8. Hukum Wadhi 2 (Mani, Sah Batal, Azimah Rukhshoh)

5.2. Fiqih Shalat 5


5.2.1. Shalat Gerhana
5.2.2. Shalat Jenazah
5.2.3. Shalat Tasbih
5.2.4. Shalat Istisqa
5.2.5. Shalat Hajat
47
5.2.6. Shalat Taubat
5.2.7. Shalat Sunnah Yang Diperslisihkan
5.2.8. Penutup Shalat Sunnah

5.3. Fiqih Haji 2


5.3.1. Wuquf di Arafah
5.3.2. Tawaf
5.3.3. Sai
5.3.4. Al-Halq & At-Taqshir
5.3.5. Wajib Haji
5.3.6. Sunnah & Mustahab Haji
5.3.7. Jadwal Perjalanan Haji
5.3.8. Haji Untuk Orang Lain

5.4. Fiqih Muamalat 2


5.4.1. Pengantar Fiqih Utang-Piutang
5.4.2. Pinjaman Sosial (al-Qardh al-Hasan)
5.4.3. Pinjaman Komersial (al-Qardh al-Fasid)
5.4.4. Akad Pinjam-meminjam (Ariyah)
5.4.5. Jual Beli Kredit (Bai at-Taqsith)
5.4.6. Jual Beli Salam (Bai Salam)
5.4.7. Gadai (Rahn)
5.4.8. Bunga Bank
5.4.9. Alternatif Pinjaman Berbunga

5.5. Fiqih Nikah 3


5.5.1. Pengertian Talak, Hukum & Rukun
5.5.2. Pembagian Talak
5.5.3. Iddah
5.5.4. Rujuk
5.5.5. Fasakh
5.5.6. Khulu
48
5.5.7. Ilaa
5.5.8. Zhihar
5.5.9. Lian

5.6. Fiqih Kuliner 2


5.6.1. Hewan Najis
5.6.2. Penyembelihan Syari
5.6.3. Sembelihan Ahli Kitab
5.6.4. Halal Tanpa Disembelih
5.6.5. Hewan Pemangsa (Buas)
5.6.6. Diperintah & Dilarang Membunuhnya
5.6.7. Hewan Hasil Buruan
5.6.8. Hukum-hukum Terkait Makanan
5.6.9. Adab-adab Makan

LEVEL 6

6.1. Metode Istinbath Hukum


6.1.1. Pendahuluan (Metode Istinbath Hukum)
6.1.2. Istinbath Hukum 1: Bayani (1)
6.1.3. Istinbath Hukum 1: Bayani (2)
6.1.4. Istinbath Hukum 1: Bayani (3)
6.1.5. Istinbath Hukum 1: Bayani (4)
6.1.6. Istinbath Hukum 1: Bayani (5)
6.1.7. Istinbath Ta`lili (1)
6.1.8. Istinbath Ta`lili (2)
6.1.9. Istinbath Istishlahi

6.2. Fiqih Shalat 6


6.2.1. Khusyu Dalam Shalat
6.2.2. Sujud Sahwi
6.2.3. Sujud Tilawah
49
6.2.4. Sujud Syukur
6.2.5. Qunut
6.2.6. Dzikir & Doa Sesudah Shalat
6.2.7. Bersalaman Setelah Shalat
6.2.8. Sifat Shalat Nabi

6.3. Fiqih Muamalat 3


6.3.1. Jual Beli
6.3.2. Syarat Jual Beli
6.3.3. Bunga Bank
6.3.4. Asuransi
6.3.5. Multi Level Marketing
6.3.6. Kuis & Undian Berhadiah
6.3.7. Hak Cipta
6.3.8. Jual-beli Online Dalam Pandangan Syariah

6.4. Bibliografi Fiqih


6.4.1. Introduksi Bibliografi Fiqih
6.4.2. Klasifikasi Bibliografi Fiqih
6.4.3. Induk Bibliografi Fiqih
6.4.4. Bibliografi Fiqih Hanafi
6.4.5. Bibliografi Fiqih Maliki
6.4.6. Kitab Mutamad Madzhab Maliki
6.4.7. Bibliografi Madzhab Syafii
6.4.8. Bibliografi Madzhab Syafii 2
6.4.9. Bibliografi Madzhab Hanbali

6.5. Fiqih Jinayat 1


6.5.1. Jinayat
6.5.2. Qishash
6.5.3. Hudud
6.5.4. Tazir
50
6.5.5. Pencurian
6.5.6. Minum Khamar
6.5.7. Pembunuhan
6.5.8. Perzinaan

6.6. Fiqih Mawaris 1


6.6.1. Mengapa Harus Belajar Mawaris?
6.6.2. Hukum Waris Dari Masa Ke Masa
6.6.3. Penyimpangan Praktek Waris
6.6.4. Pengertian Mawaris
6.6.5. Problematika Mempelajari Ilmu Waris
6.6.6. Rukun Pertama : Pewaris
6.6.7. Rukun Kedua : Harta Warisan
6.6.8. Rukun Ketiga : Ahli Waris - Syarat dan Mawani`

LEVEL 7

7.1. Ijtihad & Taqlid


7.1.1. Pengantar Ta`arudh Adillah
7.1.2. Metode Pertama: Jama` Tawfiq
7.1.3. Metode Kedua: Nasakh
7.1.4. Metode Ketiga : Tarjih (1)
7.1.5. Metode Ketiga : Tarjih (2)
7.1.6. Ijtihad Nawazil dan Tartib Adillah
7.1.7. Ijtihad dan Mujtahid
7.1.8. Taqlid dan Muqollid
7.1.9. 5 Kaidah Berbeda Mazhab

7.2. Fiqih Qurban


7.2.1. Pengertian Qurban dan Pensyariatannya
7.2.2. Hukum Qurban & Keutamaannya
7.2.3. Waktu Qurban & Tempatnya
51
7.2.4. Syarat Penyembelihan Qurban
7.2.5. Bersekutu Dalam Satu Hewan Qurban
7.2.6. Yang Berhak Atas Daging Qurban
7.2.7. Sunnah Dalam Qurban dan Anjurannya
7.2.8. Larangan Dalam Qurban

7.3. Fiqih Jinayat 2


7.3.1. Qadzaf
7.3.2. Hirabah
7.3.3. Pelaku Sihir
7.3.4. Murtad
7.3.5. Majelis Qadha
7.3.6. Qadhi
7.3.7. Pendakwaan
7.3.8. Kesaksian

7.4. Fiqih Mawaris 2


7.4.2. Ahli Waris Internal #1
7.4.3. Ahli Waris Internal #2 (Ayah dan Ibu)
7.4.4. Ahli Waris Eksternal (Hijab)
7.4.5. Ahli Waris Eksternal (Cucu)
7.4.6. Kasus Umariyatain
7.4.7. Aul
7.4.8. Radd
7.4.9. Hijab

7.5. Fiqih Pakaian


7.5.1. Fungsi dan Hukum Pakaian
7.5.2. Batasan Aurat Wanita Muslimah
7.5.3. Hukum Cadar dan Kriteria Pakaian Penutup Aurat
7.5.4. Pakaian Menyerupai Lawan Jenis & Non Muslim
7.5.5. Bahan dan Warna Pakaian
52
7.5.6. Hukum Berhias dan Jenis-Jenisnya
7.5.7. Halal Haram Berhias
7.5.8. Halal Haram Operasi Plastik

7.6. Fiqih Perhiasan


7.6.1. Kriteria Memilih Pasangan
7.6.2. Hak dan Kewajiban Istri #1
7.6.3. Hak dan Kewajiban Istri #2
7.6.4. Hukum Berhias Kontemporer
7.6.5. Hak-hak Finansial Istri Atas Suami
7.6.6. Wanita Sebagai Ibu : Hak dan Kewajiban
7.6.7. Wanita Karir Dan LDR Pasutri
7.6.8. Pengasuhan Anak (Hadhanah)
7.6.9. judul kesembilan

LEVEL 8

8.1. Qawaid Fiqhiyah


8.1.1. Episode 1 : Pengertian Qawaid Fiqhiyah
8.1.2. Episode 2
8.1.3. Episode 3
8.1.4. Episode 4
8.1.5. Episode 5
8.1.6. Episode 6
8.1.7. Episode 7
8.1.8. Episode 8
8.1.9. Episode 9

8.2. Fiqih Aqiqah


8.2.1. Pengertian & Pensyariatan Aqiqah
8.2.2. Hukum Aqiqah
8.2.3. Siapa Mengaqiqahi Siapa
53
8.2.4. Waktu Pelaksanaan Aqiqah
8.2.5. Kriteria Hewan Aqiqah
8.2.6. Kelahiran Bayi
8.2.7. Belum Ada Judul

8.3. Fiqih Kedokteran


8.3.1. Umat Islam dan Ilmu Kedokteran
8.3.2. Hukum Berobat
8.3.3. Pengobatan Nabawi
8.3.4. Bekam
8.3.5. Keringanan Syar`i Bagi Orang Sakit
8.3.6. Kedokteran Reproduksi
8.3.7. Kedokteran Estetik
8.3.8. Vaksin dan Imunisasi
8.3.9. Etika Kedokteran

8.4. Fiqih Masjid


8.4.1. Pengertian Masjid
8.4.2. Keutamaan Masyruiyyah mendirikan masjid
8.4.3. Fungsi Masjid
8.4.4. Sejarah Masjid
8.4.5. Menghiasi Masjid
8.4.6. Larangan & Kebolehan Di Dalam Masjid
8.4.7. Sunnah-Sunnah Dalam Masjid
8.4.8. Orang Yang Tidak Boleh Masuk Masjid

8.5. Fiqih Jenazah


8.5.1. Untuk Apa Belajar Fiqih Jenazah ?
8.5.2. Tindakan Jelang Wafat
8.5.3. Tindakan Saat Wafat
8.5.4. Memandikan Jenazah
8.5.5. Mengkafani Jenazah
54
8.5.6. Shalat Jenazah
8.5.7. Prosesi Pemakaman
8.5.8. Hukum-Hukum Pasca Pemakaman

8.6. Ulumul Hadits


8.6.1. Antara Hadits dan Sunnah
8.6.2. Perbuatan Nabi Semua Syariat?
8.6.3. Hadits di Masa Nabi
8.6.4. Hadits Era Shahabat dan Tabiin
8.6.5. Hadits di Masa Keemasan
8.6.6. Ulama Mazhab Tak Paham Hadits?
8.6.7. Hadits Shahih Harus Selalu Diamalkan?
8.6.8. Hadits Dhaif Harus Selalu Ditinggalkan?
8.6.9. Siapa yang Berhak Menshahihkan Hadits?
8.6.10. Apa Mazhab Fiqih Ahli Hadits?
55

Anda mungkin juga menyukai