Anda di halaman 1dari 26

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Pengantar Ilmu Fiqh Drs. H. Izzuddin, M. Ag

KLASIFIKASI ILMU FIQH

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Nama NPM
Maysa Harlina 20.12.5122
Nadiaturahma 20.12.5155
Nur Hayani 20.12.5170

FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
MARTAPURA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“KLASIFIKASI ILMU FIQH” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Pengantar Ilmu Fiqh. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang klasifikasi ilmu fiqh bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Izzuddin, M. Ag
selaku dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Fiqh yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah
yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Martapura, 6 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.……………………….………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 1
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….. 2
A. Pengertian Ilmu Fiqh....................................................…………........ 2
B. Klasifikasi Ilmu Fiqh........................................................................... 7
BAB III PENUTUP……………………………………………………………. 21
A. Kesimpulan………………………………………………………….. 21
B. Saran.................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fiqih atau Hukum Islam merupakan salah satu bidang studi Islam
yang paling dikenal oleh masyarakat. Hal ini antara lain karena Fiqih terkait
langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan
meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan Fiqih. Fiqih adalah
pengetahuan tentang hukum syara yang bersifat amaliyah yang diperoleh
dari dalil-dalil terperinci. Mempelajari ilmu fiqh menjadi sebuah sarana
manusia dalam mencari sebuah titik terang dalam menjalani kehidupan di
dunia baik dalam wujud ibadah maupun muamalah dengan ekspektasi
datangnya keridhoaan Allah yang akan menyertainya pada kebahagiaan
yang hakiki.
Klasifikasi ilmu fiqh meliputi, fiqh ibadah, fiqh muamalah, fiqh
munakahat, fiqh jinayah. Aspek tersebut menjadi bahan kajian kami pada
penulisan makalah ini. Sehingga kajian ini merupakan kajian penting dalam
memahami dan menerapkan ilmu fiqh pada kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian pada makalah ini akan dibahas tentang ibadah, muamalah,
munakahat, dan jinayah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Ilmu Fiqh?
2. Apa saja Klasifikasi Ilmu Fiqh?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Ilmu Fiqh.
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Ilmu Fiqh.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Fiqh


1. Pengertian Fiqh
Kata al-Fiqhu (‫ )اﻟﻔﻘﮫ‬secara bahasa berarti al-fahmu (‫ )اﻟﻔﮭﻢ‬yang
bermakna pemahaman, baik pemahaman tersebut secara mendalam
yang memerlukan pengerahan akal pikiran atau memahami saja. 1
Seperti pernyataan yang berarti "Saya memahami pelajaran itu".
Sebagaimana perkataan kaum Nabi Syuaib dalam firman Allah Ta'ala:
‫ﻋﻠَْﯿﻨَﺎ ِﺑﻌَِﺰﯾٍﺰ‬ َ ‫ﻄَﻚ ﻟََﺮَﺟْﻤ ٰﻨََﻚ ۖ َوَﻣﺎ ٓ أ َﻧ‬
َ ‫ﺖ‬ ُ ‫ﺿِﻌﯿﻔًﺎ ۖ َوﻟَْﻮَﻻ َرْھ‬
َ ‫ﺐ َﻣﺎ ﻧَْﻔﻘَﮫُ َﻛِﺜﯿًﺮا ِّﻣﱠﻤﺎ ﺗ َﻘُﻮُل َوِإﻧﱠﺎ ﻟَﻨََﺮٰﯨَﻚ ِﻓﯿﻨَﺎ‬ ُ َ‫ﻗَﺎﻟُﻮ۟ا ٰﯾ‬
ُ ‫ﺸﻌَْﯿ‬
Mereka berkata: "Wahai Syuaib, kami tidak banyak mengerti
tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-
benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah
karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu
pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.” QS. Hud: 91.2
Kata fiqh dengan makna pemahaman terdapat dalam salah satu
hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:3
‫َﻣْﻦ ﯾُِﺮِد ﷲُ ِﺑِﮫ َﺧْﯿًﺮا ﯾُﻔَ ِﻘّْﮭﮫُ ِﻓﻲ اﻟ ِﺪّﯾِﻦ‬
“Barang siapa yang dikehendaki Allah Ta'ala menjadi orang
yang baik di sisi-Nya, niscaya diberikan kepadanya pemahaman yang
mendalam dalam pengetahuan agama". HR. Bukhari.
Makna yang serupa terdapat dalam sabda beliau lainnya:
ْ ‫ﺼَﺮ ُﺧ‬
‫ﻄﺒَِﺘِﮫ َﻣِﺌﻨﱠﺔٌ ِﻣْﻦ ِﻓْﻘِﮭِﮫ‬ َ ‫ﺻَﻼِة اﻟﱠﺮُﺟِﻞ َوِﻗ‬ ُ ‫ِإﱠن‬
َ ‫طْﻮَل‬
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah
seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.” HR. Muslim dan
Ahmad.


1Abdurrahman Misno dan Nurhadi, Ilmu Ushul Fiqh (Bandung: Media Sains Indonesia,
2020), hal. 6.
2 Al-Qur’an, 11:91.
3 Abdurrahman Misno dan Nurhadi, op.cit., hal. 7-8.

2
Berdasarkan makna secara bahasa (etimologi) tersebut dapat
disimpulkan bahwa fiqh secara bahasa adalah pemahaman akan sesuatu,
baik pemahaman itu secara mendalam ataupun hanya pemahaman yang
terbatas.
Menurut terminologi (istilah), fiqh pada mulanya berarti
pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik
berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan
arti syariah islamiyyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqh
diartikan sebagai bagian dari syariah islamiyyah, yaitu pengetahuan
tentang hukum syariah islamiyyah yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-
dalil yang terinci.
Para usuliyyun (ahli ilmu ushul) membagi makna fiqh secara
istilah dalam tiga fase, yakni:4
1) Fase pertama, bahwa fiqh sama dengan syariat, yakni segala
pengetahuan yang terkait dengan apa apa yang datang dari Allah
Ta'ala, baik berupa akidah, akhlak, maupun perbuatan anggota
badan.
2) Fase kedua, fiqh didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-hukum
syar'iyyah yang bersandarkan pada dalil-dalil yang terperinci.
3) Fase ketiga, dan ini yang berlaku hingga saat ini, yaitu ilmu tentang
hukum-hukum syariah bersifat furu'iyyah amaliah yang bersandar
pada dalil-dalil terperinci.
Wahbah Az-Zuhaili berpandangan bahwa terdapat pendapat
tentang definisi kata al-fiqh. Beliau mengutip pendapat Abu Hanifah
yang mendefinisikannya sebagai berikut:
‫ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﻨﻔﺲ ﻣﺎﻟﮭﺎ وﻣﺎ ﻋﻠﯿﮭﺎ‬
Pengetahuan seseorang tentang apa yang menguntungkan dan
apa yang merugikan.


4 Ibid.

3
Fiqh dalam konteks ini dipahami sebagai ilmu fiqh, yaitu ilmu
yang membahas tentang ibadah praktis sehari-hari yang merupakan
kesimpulan dari berbagai dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta
metode ijtihad lainnya.5 Ia berupa hukum-hukum praktis terkait dengan
ibadah sehari-hari seorang hamba (mukallaf).
Fiqh adalah bagian dari hukum Islam yang tingkat kekuatannya
hanya sampai dzann, karena ditarik dari dalil-dalil yang dzanny. Bahwa
hukum fiqh itu adalah dzanny sejalan pula dengan kata "al-muktasab"
dalam definisi tersebut yang berarti "diusahakan" yang mengandung
pengertian adanya campur tangan akal pikiran manusia dalam
penarikannya dari Alquran dan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wassalam.
Sedangkan al-Amidi memberikan definisi fiqh yang berbeda
dengan definisi sebelumnya, yaitu:
‫اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻷﺣﻜﺎم اﻟﺸﺮﻋﯿﺔ اﻟﻔﺮوﻋﯿﺔ اﻟﻤﻜﺘﺐ ﺑﺎﻻﺟﺘﮭﺎد‬
Ilmu tentang seperangkat hukum-hukum syara' yang bersifat
furu'iyyah yang berhasil didapatkan melalui penalaran atau istidlal.
Fiqh adalah Hukum Islam yang kekuatannya hanya sampai ke
tingkat dzan (persangkaan) karena ditarik dari dalil-dalil yang zhany.6
Kata Al-Muktasab bahwa fiqh adalah sesuatu yang diusahakan yang
mengandung arti adanya campur tangan manusia dalam penarikannya
dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah. Oleh karena itu sesuatu
pengetahuan tentang hukum Islam yang tidak dicampuri oleh pikiran
manusia dalam ushul fiqh tidak disebut fiqh Misalnya: tentang
kewajiban shalat yang 5 waktu, zakat, haji dan lain sebagainya, hal-hal
tersebut disebut hal yang qath'iy (pasti).
Hakekat fiqh menurut Amir Syarifuddin dalam bukunya Garis-
Garis Besar Fiqh adalah:
1) Ilmu tentang hukum Allah Ta'ala.


5 Ibid. hal. 9
6 Ibid. hal. 10

4
2) Membicarakan hal-hal yang bersifat amaliyah furu'iyyah,
3) Pengertian tentang hukum Allah Ta'ala. didasarkan pada dalil
terperinci, dan
4) Digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang
mujtahid atau faqih.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa fiqh merupakan seperangkat aturan hukum atau tata
aturan yang menyangkut kegiatan dalam kehidupan manusia dalam
berinteraksi, bertingkah laku dan bersikap yang bersifat lahiriah dan
amaliah, yang merupakan hasil penalaran dan pemahaman yang
mendalam terhadap syariah oleh para mujtahid berdasarkan pada dalil-
dalil yang terperinci. Dengan kata lain bahwa fiqh terbatas pada hukum-
hukum yang bersifat aplikatif dan furu'iy (cabang) dan tidak membahas
perkara-perkara i'tiqady (keyakinan) walaupun pada awal
kemunculannya merupakan bagian yang tidak terpisah.
2. Objek Kajian Ilmu Fiqh
Secara garis besar, Fiqh memuat dua hal pokok yang merupakan
ibadah kepada Allah. Pertama, tentang apa yang harus dilakukan oleh
seorang hamba dalam hubungannya dengan Allah sang penciptanya,
atau disebut dengan ibadah secara langsung (ibadah mahdah), sehingga
sering disebut dengan Fiqh Ibadah. Kedua, tentang apa yang yang harus
dilakukan oleh seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama
manusia dan lingkungannya, atau disebut ibadah tidak langsung (ibadah
ijtimaiyyah), sehingga sering disebut Fiqh Muamalah. 7
Obyek pembahasan dalam Ilmu Fiqh adalah perbuatan mukallaf
ditinjau dari hukum syara'yang tetap bagi seseorang. Fiqh membahas
tentang thaharah, shalat,zakat, puasa, haji, akad, jual beli, riba,
mudharabah, gadai, Wali Nikah, Putusnya Perkawinan, Hudud,


7 Hidayatullah, Fiqh, (Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad
Al-Banjari, 2019), hal. 3.

5
Qishash, Ta'zir, imamah, ar-raiyah, dan lain sebagainya agar dapat
mengerti tentang hukum syara' dalam segala perbuatan ini.
3. Sistematika Penyusunan Ilmu Fiqh
Hukum-hukum fiqh mencakup segala aspek kehidupan manusia.
Dan pembahasan mengenai sistematika fiqh antara satu ulama dengan
ulama lain berbeda-beda. Adapun sistematika tersebut antara lain: 8
1) Sitematika Fiqh Hanafi; Fuqaha Hanafi membagi Fiqih ke dalam
tiga bagian pokok:
a. Ibadahr. shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad.
b. Muamalah. transaksi materi berimbal, perkawinan, perselisihan,
amanah, dan harta peninggalan.
c. 'Uqubah: qishash, hukuman pencurian, hukuman zina, qadzab,
dan murtad. Pembagian seperti ini tidak berarti melupakan topik
thaharah, karena thaharah itu adalah kunci pembuka sekaligus
syarat shalat, jadi secara implisit, ia sudah termasuk di
dalamnya. Fiqh ibadah ini diposisikan pada tingkat yang tinggi
karena itulah tujuan pokok manusia diciptakan.
2) Sistematika Fiqh menurut Maliki; ulama Mazhab Maliki membagi
topik-topik pembahasan Fiqh ke dalam empat bagian pokok:
a. Ibadah, mencakup satu perempat bagian yang pertama dari Fiqh.
b. Nikah, serta persoalan-persoalan yang berkaitan dengannya,
seperempat bagian kedua.
c. Jual beli, serta persoalan-persoalan yang berkaitan dengannya,
seperempat bagian ketiga.
d. Peradilan serta persoalan-soalan yang berkaitan dengannya,
seperempat bagian keempat.
Dalam Mazhab Maliki, ada beberapa tambahan selain yang
disebutkan dalam Mazhab Hanafi yaitu thaharah, kurban, barang
yang boleh dimakan dan diminum dalam keadaan bebas, sumpah,


8 Ibid. hal. 4-5

6
dan perlombaan. Musabaqah ini dimasukkan ke dalam ibadah
dengan melihat kepada hubungannya dengan itu bab jihad. Selain
ada ayat yang menyatakan berlomba-lombalah dalam kebaikan, dan
setiap kebaikan adalah ibadah.
3) Sitematika Fiqh Syafi'i; Ulama Syafi'i membagi topik-topik Fiqh ke
dalam empat bagian pokok:
a. Ibadat
b. Mu'amalat
c. Nikah
d. Jinayat
Topik yang pertama dibahas adalah ibadah. Kerena, tujuan pertama
dari ilmu Fiqh di mana kebahagiaan seseorang di dunia dan di
akhirat sangat tergantung pada terlaksananya ibadat dengan baik
atau tidaknya.
4) Sistematika Fiqh Hambali; fuqaha Hambali menyusun topik-topik
Fiqh ke dalam lima bagian pokok:
a. Ibadah
b. Mu'amalah
c. Munakahat
d. Jinayat
e. Qadha dan Khusumah
Bab ibadah menempati urutan pertama, yang sama dengan mazhab
sebelumnya. Pentingnya masalah ini karena sesuai dengan tujuan
pertama dan terakhir penciptaan makhluk.

B. Klasifikasi Ilmu Fiqh


1. Fiqh Ibadah
a. Pengertian Fiqh Ibadah
Kata ibadah berasal dari bahasa Arab. Perubahan asal katanya
berbunyi: al anqiyaadu (kepatuhan) dan al khudhuu'a (ketundukan).
Adapun pengertian "ibadah menurut istilah diterangkan di dalam

7
Ensiklopedia Arab, al Wasith, dengan: Ketundukan kepada Tuhan
(Allah) menurut cara mengagungkan-Nya. Sehubungan dengan apa
yang diterangkan di atas, maka para ulama pada umumnya
mempergunakan istilah ibadah itu hanya terbatas di dalam arti yang
dikaitkan dengan upacara-upacara ritual secara khusus menurut yang
telah digariskan oleh syariat. Dengan ibadah itulah setiap hamba
menyembah dan mendekatkan diri (bertaqarrub) kepada Allah. Sebagai
contoh ialah penjelasan yang diberikan al-Ustadz Ahmad al-Hushary
mengenai ibadah yaitu:9
"Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan ibadah-ibadah yang
mengatur hubungan antara hamba dengan penciptanya, dan untuk
mengajar manusia bagaimanakah caranya ia berhubungan dan bertaqwa
kepada Tuhannya.”
Pengertian ibadah secara terminologis menurut ulama tauhid,
dan hadits ibadah adalah: Menurut Jumhur Ulama: Ibadah itu yang
mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah, baik
berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun
tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah dan mengharapkan
Pahalanya.
b. Ruang Lingkup Ibadah
Islam agama yang sempurna dan istimewa yang menjadikan
seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila diniatkan dengan
penuh ikhlas karena Allah demi mencapai keridhoan Allah serta
dikerjakan menurut cara-cara yang disyariatkan oleh-Nya. Islam tidak
membataskan ruang lingkup ibadah kepada sudut-sudut tertentu saja.
Seluruh kehidupan manusia adalah jalan amal dan bekal bagi para
mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di hari pembalasan
nanti. Islam mempunyai keistimewaan dengan menjadikan seluruh
kegiatan manusia sebagai ibadah apabila ia diniatkan dengan penuh


9 Ibid, hal. 8-10.

8
ikhlas kerana Allah demi untuk ridha Allah serta dikerjakan menurut
cara-cara yang disyariatkan oleh-Nya. Islam tidak menganggap ibadah
tertentu saja sebagai amal saleh malah ia meliputi segala 17 kegiatan
lain.
c. Tujuan Ibadah
Manusia dan seluruh mahluk yang berkehendak dan
berperasaan, adalah hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang
dikemukakan di atas adalah makhluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah
atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutlak dan sempurna, oleh karena
itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya
kecuali dalam hal yang oleh Allah telah dianugerahkan untuk dimiliki
mahluk-Nya seperti kebebasan memilih walaupun kebebasan itu tidak
mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar kepemilikan mutlak Allah
itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati
seluruh perintah dan larangan-Nya.
d. Bentuk-Bentuk Ibadah
Adapun bentuk-bentuk ibadah, yaitu: 10
a) Ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan. Ibadah ini
semisal membaca al-Qurán, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, taslim,
doa dan lain-lain.
b) Ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan
dengan sesuatu sifat. Ibadah ini contohnya menolong orang,
berjihad di jalan Allah, membela diri dari gangguan,
menyelenggarakan urusan jenazah.
c) Ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan suatu
pekerjaan. Ibadah semacam ini ialah puasa, yakni menahan diri
dari makan, minum, dan dari segala yang merusakkan puasa.
d) Ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri
dari sesuatu pekerjaan. Ibadah ini contoh nya ialah itikaf (duduk


10 Ibid.

9
di dalam masjid), menahan diri dari jima'dan mubasyarah,
menikah, haji dan umrah.
e) Ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak. Umpamanya,
membebaskan orang-orang yang berhutang, memaafkan
kesalahan orang lain, memerdekakan budak untuk kaffarat.
f) Ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan, khusyuk
menahan diri dari berbicara dan dari berpaling lahir dan batin
dari yang diperintahkan kita menghadapinya.
2. Fiqh Muamalah
a. Pengertian Fiqh Muamalah
Secara bahasa Muamalah berasal dari kata amala yu'amilu
yang artinya bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan.
Sedangkan menurut istilah Muamalah adalah tukar menukar barang
atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan.
Muamalah juga dapat diartikan sebagai segala aturan agama yang
mengatur hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan
alam sekitarnya tanpa memandang perbedaan. 11
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pengertian dari
Figh Muamalah ialah peengetahuan ketentuan-ketentuan hukum
tentang usaha usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual
beli, hutang piutang dan jasa penitiapan diantara anggota-anggota
masyarakat sesuai keperluan mereka, yang dapat dipahami dan dalil-
dalil syara' yang terinci.
Fiqh Muamalah menurut para ahli dalam arti luas:12
1) Menurut Ad-Dimyati, fiqh muamalah adalah aktifitas untuk
menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah
ukhrawi.
2) Menurut pendapat Muhammad Yusuf Musa yaitu ketentuan-
ketentuan hukum mengenai kegiatan perekonomian, amanah


11 Rachmad Syafie, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 14-18.
12 Ibid.

10
dalam bentuk titipan dan pinjaman, ikatan kekeluargaan, proses
penyelesaian perkara lewat pengadilan, bahkan soal distribusi
harta waris.
3) Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan
hukum mengenai hubungan perekonomian yang dilakukan
anggota masyarakat, dan bertendensikan kepentingan material
yang saling menguntungkan satu sama lain.
4) H. Lammens, S.J., guru besar bidang bahasa Arab di Universitas
Joseph, Beirut sebagaimana dikutip dalm buku Pengantar Figh
Mu'amalah karya Masduha Abdurrahman, memaknai fiqh sama
dengan syari'ah. Figh secara bahasa menurut Lammens adalah
wisdom (hukum). Dalam pemahamannya, fiqh adalah rerum
divinarum atque humanarum notitia (pengetahuan dan batasan-
batasan lembaga dan hukum baik dimensi ketuhanan maupun
dimensi manusia).
Fiqh Muamalah menurut para ahli dalam arti sempit: 13
1) Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah semua akad yang
membolehkan manusia saling menukar manfaat.
2) Menurut Idris Ahmad adalah aturan Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya
mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang
paling baik.
Jadi pengertian Fiqh muamalah dalam arti sempit lebih
menekankan pada keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah
yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan
mengembangkan mal (harta benda). Figh muamalah juga
membahas tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak yang


13 Ibid.

11
melakukan akad agar setiap hak sampai kepada pemiliknya serta
tidak pihak yang mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Mu'amalah menurut golongan Syafi'i adalah bagian fiqh
untuk urusan-urusan keduniaan selain perkawinan dan
hukuman, yaitu hukum hukum yang mengatur hubungan
manusia sesama manusia dan alam sekitarnya untuk
memperoleh kebutuhan hidupnya.
b. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
Dalam ruang lingkupnya Fiqh Muamalah dibagi menjadi 2
yaitu Al Muamalah Al-Adabiyah dan Al-Muamalah Al-
Madiniyah.14
1) Al-Muamalah Al-Adabiyah
Yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar menukar
benda yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur
penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Ruang
lingkup fiqh muamalah yang bersifat Adabiyah mencangkup
beberapa hal berikut ini:
a) Ijab Qabul
b) Saling meridhai
c) Tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
d) Hak dan kewajiban
e) Kejujuran pedagang
f) Penipuan
g) Pemalsuan
h) Penimbunan
i) Segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada
kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup
bermasyarakat.
2) Al-Muamalah Al-Madiyah


14 Ibid.

12
Yaitu muamalah yang mengkaji objeknya sehingga sebagian
para ulama berpendapat bahwa muamalahal-madiyah adalah
muamalah yang bersifat kebendaan karena objek fiqh muamalah
adalah benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjual
belikan benda-benda yang memadharatkan, benda-benda yang
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dan beberapa segi
lainnya. Beberapa hal yang termasuk ke dalam ruang lingkup
muamalah yang bersifat Madiyah adalah sebagai berikut:
a) Jual beli (al-Bai' al-Tijarah) merupakan tindakan atau
transaksi yang telah disyari'atkan dalam arti telah ada
hukumnya yang jelas dalam islam.
b) Gadai (al-Rahn) yaitu menjadikan suatu benda yang
mempunyai nilai harta dalam pandangan syara' untuk
kepercayaan suatu utang. sehingga memungkinkan
mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.
c) Jaminan dan tanggungan (Kafalan dan Dhaman) diartikan
menanggung atau penanggungan terhadap sesuatu, yaitu
akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana
padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain,
dan berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung
jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih
(utang). Sedangkan dhaman berarti menanggung hutang
orang yang berhutang.
d) Pemindahan hutang (Hiwalah) berarti pengalihan,
pemindahan. Pemindahan hak atau kewajiban yang
dilakukan seseorang (pihak pertama) kepada pihak kedua
untuk menuntut pembayaran hutang dari atau membayar
hutang kepada pihak ketiga. Karena pihak ketiga berhutang
kepada pihak pertama. Baik pemindahan (pengalihan) itu
dimaksudkan sebagai ganti pembayaran maupun tidak.
3. Fiqh Munakahat

13
a. Pengertian Fiqh Munakahat
Fiqih Munakahat terdiri dari dua kata, yaitu fiqih dan
munakahat. Berikut penjelasan dari fiqih munakahat.
Fiqih adalah satu term dalam bahasa Arab yang terpakai
dalam bahasa sehari-hari orang Arab dan ditemukan pula dalam Al-
Qur'an, yang secara etimologi berarti "paham". Dalam mengartikan
fiqih secara terminologis terdapat beberapa rumusan yang meskipun
berbeda namun saling melengkapi.15
Dalam definisi ini "fiqih diibaratkan" dengan "ilmu" karena
memang dia merupakan satu bentuk dari ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri dengan prinsip dan metodologinya.
Dalam literatur berbahasa Indonesia fiqih itu biasa disebut
Hukum Islam yang secara definitif diartikan dengan: "seperangkat
peraturan berdasarkan wahyu Ilahi dan penjelasannya dalam sunnah
Nabi tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam". Dengan
pengertian ini fiqh itu mengikat untuk semua ummat Islam dalam
arti merupakan kewajiban umat Islam untuk mengamalkannya.
Mengamalkannya merupakan suatu perbuatan ibadah dan
melanggarnya merupakan pelanggaran terhadap pedoman yang
telah ditetapkan oleh Allah.
Sedangkan Kata "munakahat" term yang terdapat dalam
bahasa Arab yang berasal dari akar kata na-ka-ha, yang dalam
bahasa Indonesia kawin atau perkawinan Kata kawin adalah
terjemahan dari kata nikah dalam bahasa Indonesia Kata menikahi
berarti mengawini, dan menikahkan sama dengan mengawinkan
yang berarti menjadikan bersuami. Dengan demikian istilah
pernikahan mempunyai arti yang sama dengan perkawinan. Dalam
fiqih Islam perkataan yang sering dipakai adalah nikah atau zawaj.


15 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006),
hal. 2.

14
Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Qur'an dengan arti kawin,
seperti dalam surat an-Nisa' ayat 3. yang artinya:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita wanita (lain) yang kamu senangi Dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja"
Pengertian nikah atau zawaj secara bahasa syari'ah
mempunyai pengertian secara hakiki dan pengertian secara majazi,
Pengertian nikah atau ziwaj secara hakiki adalah bersenggama
(wathi') sedang pengertian majazinya adalah akad. Kedua pengertian
tersebut diperselisihkan oleh kalangan ulama' fiqih karena hal
tersebut berimplikasi pada penetapan hukum peristiwa yang lain..
misalnya tentang anak hasil perzinaan. Namun pengertian yang
lebih umum dipergunakan adalah pengertian bahasa secara majazi,
yaitu akad.
Ada beberapa perbedaan pendapat diantara ulama' tentang
nikah:
1) Ulama' Syafi'iyah berpendapat bahwa kata nikah itu berarti akad
dalam arti yang sebenarnya(hakiki), dapat berarti juga hubungan
kelamin, namun dalam arti tidak sebenarnya(majazi).
Penggunaan kata untuk bukan arti sebenarnya itu memerlikan
penjelasan di luar kata itu sendiri.
2) Ulama hanafiyah berpendapat bahwa kata nikah itu mengandung
arti secara hakiki untuk hubungan kelamin. Bila berarti juga
untuk lainnya seperti untuk akad adalah dalam arti majazi yang
memerlukan penjelasan untuk maksud tersebut.
Dalam arti terminologis dalam kitab-kitab terdapat beberapa
rumusan yang saling melengkapi. Perbedaan perumusan tersebut
disebabkan oleh berbeda dalam titik pandangan.

15
Sedangkan arti dari Fiqh Munakahat yaitu: adalah perangkat
peraturan yang bersifat amaliyah furu'iyah berdasarkan wahyu Illahi
yang mengatur hal ihwal yang berkenaan dengan perkawinan yang
berlaku untuk seluruh umat yang beragama Islam.
b. Dasar Fiqh Munakahat
Perkawinan atau pernikahan dalam Islam merupakan ajaran
yang berdasar pada dalil-dalil naqli. Terlihat dalam Al-Qur'an dan
as-sunnah dan dinyatakan dalam bermacam-macam ungkapan.
Ajaran ini disyari'atkan mengingat kecenderungan manusia adalah
mencintai lawan jenis dan memang Allah menciptakan makhluknya
16
secara berpasang-pasangan. Dasar-dasar dalil naqli tersebut
diantaranya; Al-Qur'an QS. Ar-Ra'd: 38
ً‫ﺳًﻼ ِّﻣْﻦ ﻗَْﺒِﻠَﻚ َوَﺟﻌَْﻠﻨَﺎ ﻟَُﮭْﻢ ا َْزَواًﺟﺎ ﱠوذُِّرﯾﱠﺔ‬
ُ ‫ﺳْﻠﻨَﺎ ُر‬
َ ‫َوﻟَﻘَْﺪ ا َْر‬
Artinya: "Dan sesungguhnya kami telah mengutus para
rasul sebelum kamu (Muhammad) dan kami memberikan kepada
mereka istri-istri dan keturunan".17
Persyaratan pernikahan sudah ada sejak umat sebelum nabi
Muhammad saw Allah menjelaskan dalam ayat tersebut bahwa rasul
sebelum Muhammad telah diutus dan mereka diberi istri-istri dan
keturunan.
Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang perintah
menikahi wanita wanita yang baik untuk dijadikan pasangan
hidupnya. Allah akan memberikan rizki kepada mereka yang
melaksanakan ajaran ini, dan ini merupakan jaminan Allah bahwa
mereka hidup berdua beserta keturunannya akan di cukupkan oleh
Allah Dengan perkawinan antara wanita dan laki-laki yang menjadi
jodohnya akan menimbulkan rasa saling mencintai dan kasih
sayang, dan ini merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
c. Ruang Lingkup Fiqh Munakahat


16 Ibid.
17 Al-Qur’an, 13:38.

16
Ruang lingkup fiqih munakahat ada 3 yaitu:18
1) Meminang
Sebagai langkah awal dari perkawinan itu adalah
menentukan dan memilih jodoh yang akan hidup bersama dalam
perkawinan. Dalam pilihan itu dikemukakan beberapa alternatif
kriteria dan yang paling utama untuk dijadikan dasar pilihan. Setelah
mendapatkan jodoh sesuai dengan pilihan dan petunjuk agama,
tahap selanjutnya menyampaikan kehendak untuk mengawini jodoh
yang telah didapatkan itu. Tahap inilah yang disebut meminang atau
khitbah."
2) Nikah
Sesudah itu masuk kepada bahasan perkawinan itu sendiri
yang menyangkut rukun dan syaratnya, serta hal-hal yang
menghalangi perkawinan itu. Selanjutnya membicarakan kehidupan
rumah tangga dalam perkawinan yang menyangkut kehidupan yang
patut untuk mendapatkan kehidupan yang sakinah, rahmah, dan
mawaddah. Hak-hak dan kewajiban dalam perkawinan.
3) Talak
Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi suatu hal
yang tidak dapat dihindarkan, yang menyebabkan perkawinan itu
tidak mungkin dipertahankan. Untuk selanjutnya diatur pula hal-hal
yang menyangkut putusnya perkawinan dan akibat akibatnya.
Dalam perkawinan itu lahir anak, oleh karena itu dibicarakan
hubungan anak dengan orang tuanya. Setelah perkawinan putus
tidak tertutup pula kemungkinan pasangan yang telah bercerai itu
ingin kembali membina rumah tangga. Maka untuk itu dipersiapkan
sebuah lembaga yaitu rujuk.
4. Fiqh Jinayah
a. Pengertian Fiqh Jinayah


18 Mustafa Dibou Bigha, Fiqih Menurut Madzhab Syafi’i, (Semarang: Cahaya Indah,
1985), hal. 247.

17
Jinayah menurut bahasa (etimologi) adalah merupakan
bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana yajni jinayatan ‫ﺟﻨﻰ ﯾﺠﻨﻰ‬
‫ ﺟﻨﺎﯾﺔ‬berarti berbuat dosa (Jarimah) atau salah biasa diartikan:
‫ﻣﺎ ﯾﻔﻌﻠﮫ اﻹﻧﺴﺎن ﻣﻦ اﻟﺘﻌﺪي اﻟﺬي ﯾﺴﺘﺤﻖ ﺑﮫ اﻟﻌﻘﺎب ﻓﻲ اﻟﺪﻧﯿﺎ أو ﻓﻲ اﻵﺧﺮة‬
Perbuatan jahat yang dilakukan manusia yang diancam
hukuman di dunia maupun di akhirat.
Sebagian fuqaha mengatakan arti jinayah adalah:
‫إﺳﻢ ﻟﻤﺎ ﯾﺠﻨﯿﮫ اﻟﻤﺮء ﻣﻦ ﺷﺮ وﻣﺎ اﻛﺘﺴﺒﮫ‬
"Nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa
yang diusahakan"
Secara terminologi kata jinayah mempunyai beberapa
pengertian seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Qudamah
‫ھﻲ ﻛﻞ ﻓﻌﻞ ﻋﺪوان ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺲ أوﻣﺎل‬
"semua perbuatan permusuhan/serangan ('udwanan)
terhadap jiwa atau harta". (Qudamah, tt.)
Imam as-Sarakhsi dari ulama Hanafiyah di dalam Al
Mabsûth mengartikan, al-jinayah adalah sebutan untuk perbuatan
yang diharamkan secara syar'i yang terjadi pada harta atau jiwa.
Menurut Imam Abdul Qadir Al Audah
‫ﻓﺎﻟﺠﻨﺎﯾﺔ إﺳﻢ ﻟﻔﻌﻞ ﻣﺤﺮم ﺷﺮﻋﺎ ﺳﻮاء وﻗﻊ اﻟﻔﻌﻞ ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺲ او ﻣﺎل او ﻏﯿﺮ ذﻟﻚ‬
"Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang
oleh syara' baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta dan lainnya".
(Audah, tt.)
Apabila kedua kata digabungkan maka pengertian Fikih
Jinayah adalah ilmu tentang hukum syara' yang berkaitan dengan
masalah perbuatan yang dilarang (Jarimah) dan hukumannya, yang
diambil dari dalil-dalil yang terperinci.19
b. Ruang Lingkup Fiqh Jinayah
a) Qishash


19 Islamul Haq, Fiqh Jinayah, (Sulawesi Selatan: IAIN Pare Pare Nusantara Press, 2020),
hal. 7-8.

18
Qishash secara bahasa berarti ‘sama rata’, ‘sepadan’.
Kata ini diambil dari kata qashsh artinya ‘pemotongan’, atau dari
kata iqtishash al-atsar (mengikuti jejak). Pengertian terakhir
inilah yang dimaksud qishash dalam bahasan ini karena
penggugat qishash mengikuti jejak yang sama yang dilakukan
oleh pelaku kejahatan. 20
Rukun qishash dalam kasus pembunuhan ada 3, yaitu:
Adanya tindakan pembunuhan dengan sengaja, dzalim, korban
pembunuhan, pelaku pembunuhan. Syarat wajib qishash ada tiga
yaitu: pelaku pembunuhan telah mukallaf (berakal dan baligh),
pelaku pembunuhan bukan orang tua korban, status korban tidak
lebih rendah dari pelaku pembunuhan sebab kuffur atau
perbudakan.
b) Hudud
Kata dasar hudud adalah had menurut bahasa berarti
mencegah. Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah
terjadinya perbuatan mengakibatkan jatuhnya hukuman.
Sedangkan menurut syara’, hudud adalah hukuman yang terukur
atas berbagai perbuatan tertentu, atau hukuman yang telah
dipastikan bentuk dan ukuran didalam syariat, baik hukuman itu
karena melanggar hak Allah atau merugikan hak manusia.21
Pada permulaan islam bentuk Hudud berupa benda.
Kemudian berkembang dengan ketentuan Had perzinaan,
tuduhan melakukan perzinaan, mengonsumsi mimuman
memabukan, pencurian, peperangan, pemberontakan, dan
murtad. Menurut jumhur ulama non-hanafiyah, hak qishos juga
termasuk katagori hudud. Hudud terbagi 3 macam, yaitu
hukuman mati, hukuman pancung, dan cambuk meskipun di
sertai dengan penyaliban atau pengasingan.


20 Wahab Zuhaili, Fiqh Imam Syafe’i jilid 3, (Jakarta: Al Mahira, 2010), hal. 151.
21 Ibid. hal. 259.

19
c) Ta’zir
Secara bahasa merupakan mashdar (kata dasar) dari
‘azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga
berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Ta’zir juga bearti
hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir,
karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum
untuk tidak kembali kepada jarimah atau dengan kata lain
membuatnya jera. Sementara para fuqoha’ mengartikan ta’zir
dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-qur’an dan
hadist yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak
Allah dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran
kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidakmengulangi
kejahatan serupa. Ta’zir juga disamakan oleh fuqoha dengan
hukuman terhadap setiap maksiat yang tidak diancam dengan
hukuman had atau kaffarat.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fiqh merupakan seperangkat aturan hukum atau tata aturan yang
menyangkut kegiatan dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi,
bertingkah laku dan bersikap yang bersifat lahiriah dan amaliah, yang
merupakan hasil penalaran dan pemahaman yang mendalam terhadap
syariah oleh para mujtahid berdasarkan pada dalil-dalil yang terperinci.
Dengan kata lain bahwa fiqh terbatas pada hukum-hukum yang bersifat
aplikatif dan furu'iy (cabang) dan tidak membahas perkara-perkara i'tiqady
(keyakinan) walaupun pada awal kemunculannya merupakan bagian yang
tidak terpisah.
Klasifikasi ilmu fiqh: 1). Fiqh ibadah, mencakup segala hubungan
manusia dengan Allah SWT, dengan tujuan untuk mendakatkan diri kepada
Allah SWT. Contoh: Melaksanakan shalat baik wajib atau
sunnah,melaksanakan puasa wajib dan sunnah,menunaikan zakat fitrah dan
zakat mal, berkurban. 2). Fiqh muamalah, mencakup segala hubungan
manusia dengan manusia lainnya. Karena manusia adalah mahkluk sosial
yang membutuhkan pertolongan orang lain. Sehingga akan tercipta kondisi
masyarakat yang stabil. Contoh: Jual beli, pernikahan, kejahatan dan saksi,
sewa menyewa. 3). Fiqh munakahat, ilmu yang menjelaskan tentang syariat
suatu ibadah termasuk pengertian, dasar hukum dan tata cara yang dalam
hal ini menyangkut pernikahan, talak, rujuk dan lain sebagainya. 4). Fiqh
jinayah, kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang kriminalitas.
Dalam istilah yang lebih populer, fiqh jinayah disebut hukum pidana Islam.
Adapun ruang lingkup kajian hukum pidana Islam ini meliputi tindak pidana
qishash, hudud dan ta'zir.

B. Saran

21
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah, untuk itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang
membangun, demi perbaikan penulisan makalah kedepannya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bigha, Mustafa Dibou. 1985. Fiqh Menurut Madzhab Syafi’i. Semarang: Cahaya
Indah.
Haq, Islamul. 2020. Fiqh Jinayah. Sulawesi Selatan: IAIN Pare Pare Nusantara
Press.
Hidayatullah. 2019. Fiqh. Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan Muhammad
Arsyad Al-Banjari.
Misno, Abdurrahman, Nurhadi. 2020. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Media Sains
Indonesia.
Syafie, Rachmad. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Zuhaili, Wahab. 2010. Fiqh Imam Syafe’i Jilid 3. Jakarta: Al Mahira.

23

Anda mungkin juga menyukai