Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

“PERBEDAAN FIQH DAN SYARIAT”

Dosen Pengampu:
Muhrian Noor, M. Ag.

Disusun oleh:
Muhammad Abdul Wahid (3101 1602 2958)
Aji Setiawan (3101 1602 2985)
Muhammad Fahmi Rizal Mawardi (3101 1602 2995)

Program Sarjana Teknik Informatika


Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Komputer
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kami semua, serta tak lupa sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad
SAW atas petunjuk dan risalahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami ini
dengan lancar,
Terima kasih kepada bapak Muhrian Noor, S. Ag. selaku dosen pengajar yang telah
memberikan tugas untuk mambuat makalah ini kepada kami. Terimakasih juaga kepada
teman-teman yang telah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini mungkin
tidak sempurna dan terdapat banyak kekurangan, Oleh karena itu kritik dan saran dari bapak
sangat kami harapkan untuk membangun makalah ini agar lebih baik ke depannya dan jika
terdapat kesalahan kata maupun makna dalam makalah ini kami mohon maaf.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Fiqih .......................................................................................................... 2
2.1.1 Pencabangan Fiqih ............................................................................................... 4
2.2 Pengertian Syariah....................................................................................................... 6
2.2.1 Pembagian Hukum Syariat .................................................................................. 7
2.3 Perbedaan Fiqih dan Syariat ........................................................................................ 9
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur’an dan Hadis sebagai dasar hukum Islam sangat terjaga keotentikannya. Hal
tersebut berkat para ahli bahasa arab serta para hufadh yang senantiasa menghafal dan
berusaha menghafalkan ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits. Penyaringan sumber hadits yang
begitu banyak hingga tidak mungkin dihafalkan, dilakukan dengan sangat ketat serta
mempertimbangkan segala aspek sebagai sarana kehati-hatian dalam pemurnian sumber
hukum.
Pemahaman suatu sumber hukum sendiri tidak semena-mena dengan akal dan
pendapat pribadi. Namun telah ditentukan standar tertentu dalam penggunaannya. Hal
tersebut selanjutnya disebut metode. Metodologi inilah yang akan berperan dalam memahami
hukum islam dari petunjuk-petunjuknya itu yakni fiqh dan syariat. Dalam pembahasan ini
akan menyajikan beberapa kajian seperti pengertian fiqih dan syariat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah:
1) Apa itu Fiqih dan Syariah?
2) Bagaimana perbedaan Fiqih dan Syariah?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1) Untuk mengetahui apa itu fiqih dan syariah
2) Untuk mengetahui perbedaan antara fiqih dan syariah
3) Untuk memenuhi tugas pembuatan makalah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fiqih


Secara etimologis, fiqih merupakan bentuk mashdar dari tashrifan kata faqiha-yaqafu-
fiqihan yang berarti pemahaman yang mendalam dan akurat. Sehingga dapat memahami
tujuan ucapan dan atau tindakan (tertentu).1
Kata fiqih yang berarti sekedar memahami atau mengerti, disebutkan di dalam ayat
Al-Quran Al-Kariem, ketika Allah menceritakan kisah kaum Nabi Syu’aib alaihissalam yang
tidak mengerti ucapannya.
‫يرا ِم َّما تَقُو ُل‬ ُ ‫قَالُوا يَا‬
ً ‫ش َعيْبُ َما نَ ْفقَهُ َك ِث‬
“Mereka berkata: "Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan
itu (QS. Hud: 91)”
Di ayat lain juga Allah SWT berfirman menceritakan tentang orang-orang munafik
yang tidak memahami pembicaraan.
ْ ‫َؤُالء‬
‫الالقَ ْو ِم َيكَادُونَ يَ ْف َق ُهونَ َحدِيثًا‬ ِ ‫فَ َما ِل ه‬
“Katakanlah: ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah’. Maka mengapa orang-orang itu (orang
munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?”(QS. An Nisa: 78)
Sedangkan makna fiqih dalam arti memahami atau mengerti yang mendalam, bisa
temukan di dalam Al-Quran Al-Karim pada ayat berikut ini:
ِ ‫طائِفَةٌ ِليَتَفَ َّق ُهوا فِي الد‬
‫ِين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم إِذَا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم لَعَلَّ ُه ْم‬ َ ‫َو َما َكانَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِليَ ْن ِف ُروا كَافَّةً فَلَ ْوال نَفَ َر ِم ْن ُك ِل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم‬
َ‫يَحْ ذَ ُرون‬
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(QS. At-Taubah: 122)2
Sedangkan secara terminologis, fiqih lebih populer didefinisikan sebagai berikut:
“Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat perbuatan yang dipahami dari dalil-dalilnya
yang rinci.”
Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya yang rinci pada terjemahan kutipan di atas,
bukanlah dalil yang mubayyan atau dalil yang dijelaskan di dalam rinciannya secara detail.

1
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqih Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008), 2
2
Anonymous, “Pengertian Fiqih”, Sudut Hukum, diakses dari http://www.suduthukum.com/2015/01/pengertian-fiqih.html, pada tanggal 19
Mei 2017 pukul 23:55

2
3

Akan tetapi, yang dimaksud sesungguhnya adalah satu per satu dalil. Maksudnya setiap
hukum perbuatan mukallaf yang dibahas dalam ilmu fiqih itu masing-masing ada dalilnya,
sekalipun sesungguhnya dalilnya tidak bersifat rinci, atau bahkan malah bersifat mujmal atau
masih bersifat umum yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.3
Pengertian fiqih menurut sebagian para ulama adalah:
“Hukum-hukum syara-syara yang diperlukan kedalam renungan yang mendalam,
pemahaman dari ijtihad.”4
Hasil pemahaman tentang hukum islam itu disusun secara sistematis dalam kitab
fiqih dan disebut hukum fiqih. Contoh hukum fiqih islam yang ditulis dalam bahasa
Indonesia oleh orang Indonesia adalah, misalnya, Fiqih islam karya H. Sulaiman Rasjid
yang sejak di terbitkan pertama kali tahun 1954 sampai kini (1990) telah puluhan kali
dicetak ulang. Beberapa kitab hukum fikih yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Diantaranya
adalah karya Mohammad Idris as-Syafi’i, salah seorang pendiri mazhab hukum fikih islam,
yang bernama : al-Um, artinya (kitab) Induk. 5
Fiqih arti asal katanya Paham. Disini fiqih merupakan pemahaman terhadap ilmu
yang berupa wahyu (yaitu Al-Qur’an dan al-hadits sahih). Jadi fiqih sebagai suplemen dan
sekaligus perbedaan prinsip dengan ilmu. Kelanjutan pengertian seperti ini adalah bahwa
fiqih identik dengan al-ra’yi yang menjadi kebalikan ilmu tadi. Pengertian fiqih yang
demikian kemudian berkembang menjadi berarti ilmu agama. Atau ilmu yang berdasar agama
yakni fase kedua. Dalam fase ini fiqih mencakup kepada semua jenis, termasuk akidah
tasawuf, dan lain-lain. Kitab al-fiqih akbar karya Abu Hanifah sama sekali tidak
menyinggung hukum, namun isinya adalah hal-hal yang berkaitan dengan akidah. Pada
akhirnya, pada fase ketiga fiqih dipahami sebagai disiplin hukum Islam. Kalau pada awalnya
fiqih itu alat untuk memahami atau untuk mengkaji dalam fase tarkhir ini fiqih menjadi sosok
objek kajian. Suatu disiplin yang dikaji tidak lagi alat apalagi suatu proses. Fiqih berarti
hukum Islam atau ada pula yang menyebut sebagai hukum positif Islam, oleh karena adanya
dominasi akal manusia dalam memahami wahyu.6
Menurut definisi Abu Hanifah fiqh adalah marifat al-nafs malaha waman alaiha
amalan. (mengetahui hak dan kewajiban yang berkaitan dengan perilaku seseorang). Konsep
hak dan kewajiban adalah konsep etika. Sedangkan definisi yang sering diketahui adalah ilmu
tentang hukum-hukum atau etika agama syara untuk hal-hal yang berkaitan dengan

3
Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, op. cit.
4
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, 1975, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 35
5
H. A. Qodri A.Azizy, Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional, Membedah Peradilan Agama, PPHIM Jawa Tengah, Semarang, 2001,
hlm. 123
6
Ibid, hlm. 102
4

amaliyah perilaku manusia yang diwujudkan dengan landasan utama dari dalil-dalil syara
yang rinci). Bisa juga didefiniskan sebagai kumpulan hukum-hukum atau etika syara untuk
hal-hal yang berkaitan dengan amaliyah perilaku manusia yang termasuk dengan landasan
utama dari dalil-dalil syara yang rinci.7

2.1.1 Pencabangan Fiqih


Fiqh atau hukum Islam mempunyai cakupan yang sangat luas, seluas aspek perilaku
menusia dengan segala macam jenisnya. Dalam pembagian klasik fiqh meliputi empat
kelompok:8
1. Ibadah
Ibadah artinya pengabdian dan penyembahan seorang Muslim terhadap Allah yang
dilakukan dengan merendahkan diri serendah-rendahnya dan dengan niat yang ikhlas
menurut cara-cara yang ditentukan oleh agama.
2. Muamalat
Muamalat ialah peraturan agama untuk menjaga hak milik manusia dalam tukar menukar
barang atau seuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan agama agar tidak
terdapat keterpaksaan dari salah satu pihak, penipuan, pemalsuan, dan segala
pendzaliman yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.
3. Munakahat
Munakahat ialah undang undang perkawinan atau akad yang menghalalkan pergaulan
antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya untuk mendapatkan
kebahagiaan rumah tangga dan menyelesaikan pertikaian yang mungkin terjadi antara
keduanya. Pada dasarnya pernikahan itu diperintahkan oleh agama sesuai dengan ayat
dibawah ini:
‫احدَةً أَ ْو َما‬
ِ ‫ع ۖ فَإِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَ َّال تَ ْع ِدلُوا فَ َو‬ َ ‫اء َمثْن َٰى َوث ُ ََل‬
َ ‫ث َو ُر َبا‬ ِ ‫س‬َ ِ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ الن‬
َ ‫ط‬َ ‫طوا فِي ْال َيت َا َم ٰى فَا ْن ِك ُحوا َما‬ ُ ‫َو ِإ ْن ِخ ْفت ُ ْم أ َ َّال ت ُ ْق ِس‬
‫َت أ َ ْي َمانُ ُك ْم ۚ ٰذَلِكَ أَدْن َٰى أَ َّال تَعُو ُلوا‬ ْ ‫َم َلك‬
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”(QS. An-Nisa: 3)

7
Ibid.,
8
Ibid., hlm. 103
5

4. Jinayat
Jinayat ialah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan dapat menimbulkan
hukuman demi untuk menjaga harta, jiwa serta hak azasi manusia.9

Keempat kelompok ini juga memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga hal-hal
yang berkaitan dengan Negara dan politik juga tidak terlewatkan menjadi obyek pembahasan
dalam buku fiqh. Dengan kata lain, dari kandungan yang ada dalam buku-buku fiqh, sasaran
kajian fiqh meliputi banyak hal yang kemudian tidak jarang mempunyai nama sendiri.10
Kemudian muncul istilah fiqh politik (fiqh siyasah) dan fiqih-fiqih lainnya. Fiqh
siyasah sebenarnya tidak sekedar diterjemahkan sebagai ilmu tata Negara dalam Islam,
namun disejajarkan dengan ilmu politik islam atau Islamic Poltical Thought dan seterusnya
sehingga istilah-istilah tersebut menampakkan ciri fiqh yang berupa exersice pemikiran yang
tidak berhenti dan tetap berkelanjutan, tidak malah didominasi oleh ciri fiqh yang sarat
dengan nilai ibadah yang berkonsekuensi mandek. Selanjutnya ketka beribicara mengenai
hukum pidana maka sudah memakai bahasa hukum yang lazim dipergunakan dalam ilmu
hukum. Hal yang samapun juga berlaku bagi cabang fiqh yang lainnya yang sudah muncul
atau yang belum muncul, seperti fiqh ekonomi, fiqh perdagangan, fiqh keluarga, fiqh
lingkungan, fiqh perbankan dan lainnya.
Apabila hal ini bisa dikenal, maka disini tidak hanya bicara mengenai hukum, namun
hukum Islam yang menjadi ruhnya pada dasarnya berarti etika atau ruh islam, tidak diskursus
hukum dalam ilmu hukum atau perundang-undangan. Dengan demikian maka metode
induktif harus bisa dipakai dengan leluasa sambil mengakui deduktif dan bahkan landasan
wahyu yang dalam banyak sisi bisa dilihat sebagai metafisika. Ini proyek besar, dimana
mengerjakannya harus menguasai pula ilmu-ilmu sosial dan humaniora modern.
Dari uraian tersebut diatas, ada dua hal yang bisa dikemukakan yaitu :
1. Cakupan fiqh baik dalam pengertiannya yang bercabang-cabang tadi maupun masih
dalam pengertian hukum Islam, adalah sangat luas, seluas perilaku manusia. Sehingga
kasus-kasus baru yang sedang dan akan bermunculan akan selalu menuntut jawaban dari
fiqh atau hukum islam.
2. Agar selalu tetap eksis, hukum Islam harus mampu memberi jawaban dengan cepat
terhadap tuntutan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Disatu sisi jawaban itu harus cepat
dan tepat, untuk itu diperlukan pemikir yang mumpuni, dari sisi lain spesialisasi cabang-
9
Hasan Husen Assagaf, “Pembagian Fiqih Islam”, Fiqih Nabi, diakses dari https://hasansaggaf.wordpress.com/2012/02/26/pembagian-fiqih-
islam/, pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 1:15
10
H. A. Qodri A.Azizy, op. cit. hlm. 103
6

cabang fiqh perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan sosial budaya dan
tehnologi yang ada11

2.2 Pengertian Syariah


Secara redaksional, pengertian syariah adalah “the path of the water place” yang
berarti tempat jalannya air, atau secara maknawi adalah sebuah jalan hidup yang telah
ditentukan Allah SWT., sebagai panduan dalam menjalankan kehidupan di dunia untuk
menuju kehidupan di akhirat Panduan yang diberikan Allah SWT. Dalam membimbing
manusia harus berdasarkan sumber utama hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Assunah serta
sumber kedua yaitu akal manusia dalam ijtihad para ulama atau sarjana Islam. Agama Islam
sebagai sebuah “whole way of life” (keseluruhan jalan hidup) merupakan panduan bagi
muslim untuk mengikutinya. Konsep inilah yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk
hukum norma, sosial, politik, ekonomi, dan konsep hidup lainnya.
Kata syariah menurut pengertian hukum Islam berarti hukum-hukum dan tata aturan
yang disampaikan Allah agar ditaati hamba-hamba-Nya. Atau syariah juga diartikan sebagai
satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan sesama manusia, serta hubungan manusia dengan alam lainnya. Syariah dalam
pengertian yang sangat luas dan menyeluruh itu meliputi seluruh ajaran agama, baik yang
berkaitan dengan akidah, perbuatan lahir manusia dan sikap batin manusia. Atau dengan kata
lain, syariah itu meliputi iman, Islam, dan ihsan.12
Syariah dalam arti sempit sama pengertiannya dengan Fiqh Nabawi, yaitu hukum
yang ditunjukkan dengan tegas oleh Al-Qur’an dan Assunah. Fiqih dalam arti sempit sama
pengertiannya dengan Fiqh Ijtihadi, yaitu hukum yang dihasilkan dari ijtihad para mujtahid.
Dalam perkembangannya, pengertian syariah tidak seluas seperti yang dikemukakan di atas.
Mahmoud Syaltout misalnya membedakan antara akidah dan syariah. Syariah menurutnya
adalah pengaturan-pengaturan atau pokok-pokoknya digariskan oleh Allah agar manusia
berpegang kepadanya, dalam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan sesama
manusia, dengan alam, dan hubungan manusia dengan kehidupan.
Meskipun Muhammad Syaltout membedakan antara akidah dan syariah tidak berarti
memisahkan keduanya. Pun bukan berarti masing-masing berdiri sendiri-sendiri, sebab
akidah merupakan unsur pokok yang mendorong terlaksananya syariah. Belakangan ini
pengertian syariah dalam kaitannya dengan fiqih, diberikan pengertian yang sempit yaitu
11
Ibid., hlm. 107
12
Drs. Muhammad Alim, M. Ag., PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2006), 139
7

terbatas pada hukum-hukum yang tegas yang tak dapat digugat lagi yang berasal dari Al-
Qur’an dan Assunnah yang sahih atau yang ditetapkan oleh ijma’.
Dengan demikian syariah bisa diartikan dalam arti yang sangat luas, dan bisa pula
diartikan dalam arti yang sempit. Hal ini penting diperhatikan, karena para ulama tidak selalu
sama mengartikan syariah. Ada yang menganggap syariah tersebut sama dengan fiqih, ada
yang menganggap syariah bahwa syariah khusus untuk hukum yang didasarkan kepada dalil
yang tegas saja. Bahkan ada yang menganggap bahwa syariah adalah keseluruhan ajaran
agama.
Adalah sesuatu yang wajar dalam dunia keilmuan, satu peristilahan bisa diartikan
secara luas atau sempit, tergantung kepada materi pembahasan serta dalam hubungan apa
peristilahan tersebut digunakan.13

2.2.1 Pembagian Hukum Syariat


Hukum syariat sendiri terbagi menjadi 3 macam bagian, yaitu sebagai berikut:
1) Hukum yang Mengatur Interaksi Manusia dengan Allah
Hukum ini meliputi tentang masalah aqidah dan ibadah. Aqidah ialah segala hal yang
mengatur tentang keimanan seseorang. Keimanan letaknya di dalam hati dan tidak
terlihat dari luar.
Bagaimana seorang manusia mempercayai bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam
kehidupannya ialah semua sebab Allah semata. Bahwa Allah-lah satu-satu Zat yang
memiliki kuasa dan wewenang. Tidak ada satu makhluk atau zat lain yang bisa
mempengaruhi hidupnya selain Allah semata. 14
Contoh ayat yang menjelaskan tentang hal ini ialah surat Al-Ikhlas ayat satu sampai
empat.
)٤﴿ ٌ ‫﴾ولَ ْم َي ُكن لَّهُ ُكفُ ًوا أ َ َحد‬
َ ٣﴿ ْ‫﴾لَ ْم َي ِلدْ َولَ ْم يُولَد‬٢﴿ ُ‫ص َمد‬ َّ ١﴿ ٌ‫َّللاُ أ َ َحد‬
َّ ‫﴾َّللاُ ال‬ َّ ‫قُ ْل ه َُو‬
“Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia.’”15
Sedangkan ibadah ialah segala hal yang dilakukan seorang hamba buat membentuk
interaksi langsung dengan Tuhannya, yaitu Allah. Jadi, hukum syariah Islam mengatur
bagaimana ibadah manusia kepada Allah. Hal ini dijelaskan seperti bagaimana anggaran

13
Ibid., 140
14
Anonymous, “Pembagian Hukum Syariah Islam”, Bina Syifa, diakses dari http://www.binasyifa.com/099/93/25/pembagian-hukum-
syariah-islam.htm, pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 2:31
15
“Al-Ikhlas 1-4, Surah Ikhlas (112/Al-Ikhlas)”, The Noble Qur’an, diakses dari http://id.noblequran.org/quran/surah-al-ikhlas/, pada tanggal
20 Mei 2017 pukul 2:41
8

shalat yang benar, puasa yang akan diterima, zakat yang sinkron aturan, dan bentuk-
bentuk ibadah lainnya.
2) Hukum yang Mengatur Interaksi Manusia dengan Dirinya Sendiri
Hukum ini meliputi tentang masalah makanan, minuman, dan pakaian. Hukum syariah
Islam juga mengatur tentang masalah-masalah tersebut. Ketiga hal ini ialah segala
sesuatu yang langsung berkenaan dengan manusia itu sendiri. Apakah makanan yang ia
makan halal atau tidak? Apakah minuman yang ia minum boleh buat diminum atau
tidak? Dan apakah baju yang ia kenakan memang sahih sinkron anggaran Allah? Hal-hal
seperti ini juga diatur dalam Islam.
3) Hukum yang Mengatur Interaksi Manusia dengan Orang Lain
Hukum ini meliputi masalah muamalah (hubungan manusia dengan manusia yang lain,
seperti masalah ekonomi, pendidikan, pergaulan antara pria dan wanita, pemerintahan,
dan sebagainya). Juga masalah uqubat (sanksi atau hukuman).
Islam memang mengatur bagaimana tentang menjalankan ekonomi. Contohnya ialah
diperbolehkannya jual beli dan tak bolehnya riba. Juga masalah pendidikan yang
menyangkut hal-hal apa yang boleh dipelajari dan tak boleh. Serta segala hal dalam
sistem pendidikan. Contohnya ialah penentuan besarnya harta yang diperoleh oleh
seorang penulis buku. Karya bukunya tersebut akan dihadiahi dengan emas seberat buku
tersebut.
Untuk masalah uqubat atau sanksi, juga diatur dalam hukum syariah Islam. Contohnya
ialah sanksi buat pencuri yang harus dipotong tangannya.
Sedangkan hukum syariah Islam berisi tentang segala tuntutan untuk melakukan sesuatu
atau untuk meninggalkan sesuatu.16
Lalu, hukum-hukum syariat (Al-Ahkam al-Syar’iy) itu dibagi lagi menjadi sembilan
sifat (hukum), yaitu: wajib, mandub, mubah, haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan
‘azimah. Adapun definisi masing-masing sembilan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika ditinggalkan
akan disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
2. Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila
ditinggalkan tidak akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.
3. Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila
dikerjakan akan disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.

16
Anonymous, loc. cit.
9

4. Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa apabila
dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
5. Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat pahala
dan siksa. Seperti tidur siang hari.
6. Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
7. Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat. Rukun adalah
sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan bagian (juz)
dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan takbiratul
ihram dalam shalat. Adapun syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu
(pekerjaan), namun ia bukanlah bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.
8. Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab hukum
asalnya masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi musafir
meskipun ia tidak merasa keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan diperbolehkan
memakan bangkai bagi orang yang terpaksa.
9. ‘Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan
bangkai bagi yang tidak terpaksa.17

2.3 Perbedaan Fiqih dan Syariat


1) Ruang Lingkup Syariah
Dari segi ruang lingkup, ternyata syariah lebih luas dari ruang lingkup fiqih. Karena
syariah mencakup masalah akidah, akhlaq, ibadah, muamalah, dan segala hal yang terkait
dengan ketentuan Allah SWT kepada hambanya.
Sedangkan ruang lingkup fiqih terbatas masalah teknis hukum yang bersifat amaliyah
atau praktis saja, seperti hukum-hukum tentang najis, hadats, wudhu’, mandi janabah,
tayammum, istinja’, shalat, zakat, puasa, jual-beli, sewa, gadai, kehalalan makanan dan
seterusnya.
Objek pembahasan fiqih berhenti ketika kita bicara tentang ha-hal yang menyangkut
aqidah, seperti kajian tentang sifat-sifat Allah, sifat para nabi, malaikat, atau hari qiyamat,
surga dan neraka.
Objek pembahasan fiqih juga keluar dari wilayah hati serta perasaan seorang manusia,
seperti rasa rindu, cinta dan takut kepada Allah. Termasuk juga rasa untuk berbaik sangka,
tawakkal dan menghamba kepada-Nya dan seterusnya.

17
Redaksi, “Pembagian Hukum Syariat”, Ponpes Al-Badar Parepare, diakses dari http://al-badar.net/pembagian-hukum-syariat/, pada
tanggal 20 Mei 2017 pukul 15:18
10

Objek pembahasan fiqih juga keluar dari pembahasan tentang akhlaq mulia atau
sebaliknya. Fiqih tidak membicarakan hal-hal yang terkait dengan menjaga diri dari sifat
sombong, riya’, ingin dipuji, membanggakan diri, hasad, dengki, iri hati, atau ujub.
Sedangkan syariah, termasuk di dalamnya semua objek pembahasan dalam ilmu fiqih
itu, plus dengan semua hal di atas, yaitu masalah aqidah, akhlaq dan juga hukum-hukum
fiqih.

2) Syariah Bersifat Universal


Syariah adalah ketentuan Allah SWT yang bersifat universal, bukan hanya berlaku
buat suatu tempat dan masa yang terbatas, tetapi menembus ruang dan waktu.
Kita menyebut ketentuan dan peraturan dari Allah SWT kepada Bani Israil di masa
nabi-nabi terdahulu sebagai syariah, dan tidak kita sebut dengan istilah fiqih.
Misalnya ketika mereka melanggar aturan yang tidak membolehkan mereka mencari
ُ ) yang
ikan di hari Sabtu. Aturan itu di dalam Al-Quran disebut dengan istilah syurra’a (‫ش َّرع‬
akar katanya sama dengan syariah.
ً ‫ش َّرعا‬ َ ‫ت إِذْ تَأْتِي ِه ْم ِحيت َانُ ُه ْم يَ ْو َم‬
ُ ‫س ْبتِ ِه ْم‬ َّ ‫اض َرةَ ْالبَحْ ِر إِذْ يَ ْعد ُونَ فِي ال‬
ِ ‫س ْب‬ ْ ‫وا َ ْسأ َ ْل ُه ْم َع ِن ْالقَ ْريَ ِة الَّتِي كَان‬
ِ ‫َت َح‬
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka
melanggar aturan pada hari Sabtu.” (QS. Al-A’raf : 163)
Di dalam ayat yang lain juga disebutkan istilah syariah dengan pengertian bahwa
Allah SWT menetapkan suatu aturan dan ketentuan kepada para Nabi di masa lalu.
‫سى‬
َ ‫سى َو ِعي‬
َ ‫ِيم َو ُمو‬ َّ ‫صى بِ ِه نُو ًحا َوالَّذِي أ َ ْو َح ْينَا إِلَيْكَ َو َما َو‬
َ ‫ص ْينَا بِ ِه إِب َْراه‬ ِ ‫ع لَ ُكم ِمنَ الد‬
َّ ‫ِين َما َو‬ َ ‫ش ََر‬
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa.” (QS. As-Syura : 13)
Karena itulah maka salah satu istilah dalam ilmu ushul fiqih disebut dengan dalil
syar’u man qablana, bukan fiqhu man qablana. Apa yang Allah SWT berlakukan buat umat
terdahulu disebut sebagai syariah, tetapi tidak disebut dengan istilah fiqih. Semua ini
menunjukkan bahwa syariah lebih universal dibandingkan dengan fiqih.

3) Fiqih Adalah Apa Yang Dipahami


Perbedaan yang juga sangat prinsipil antara fiqih dan syariah, adalah bahwa fiqih itu
merupakan apa yang dipahami oleh mujtahid atas dalil-dalil samawi dan bagaimana
hukumnya ketika diterapkan pada realitas kehidupan, pada suatu zaman dan tempat.
11

Jadi pada hakikatnya, fiqih itu adalah hasil dari sebuah ijtihad, tentunya yang telah
lulus dari penyimpangan kaidah-kaidah dalam berijtihad, atas suatu urusan dan perkara.
Sehingga sangat dimungkin hasil ijithad itu berbeda antara seorang mujtahid dengan
mujtahid lainnya.
Sedangkan syariah lebih sering dipahami sebagai hukum-hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT dalam kehidupan ini. Pembicaraan tentang syariah belum
menyentuh wilayah perbedaan pendapat dan pemahaman dari para ahli fiqih.18

18
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA, “Perbedaan antara Syariah dan Fiqih”, Rumah Fiqih Indonesia, diakses dari
http://rumahfiqih.com/x.php?id=1337656513&=perbedaan-antara-syariah-dan-fiqih.htm, pada tanggal 20 Mei 2017 pukul 15:24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis, fiqih merupakan bentuk mashdar dari tashrifan kata faqiha-yaqafu-
fiqihan yang berarti pemahaman yang mendalam dan akurat. Sehingga dapat memahami
tujuan ucapan dan atau tindakan (tertentu). Sedangkan secara terminologis, fiqih lebih
populer didefinisikan sebagai berikut: “Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat
perbuatan yang dipahami dari dalil-dalilnya yang rinci.”
Ruang lingkup fiqih terbatas masalah teknis hukum yang bersifat amaliyah atau
praktis saja, seperti hukum-hukum tentang najis, hadats, wudhu’, mandi janabah, tayammum,
istinja’, shalat, zakat, puasa, jual-beli, sewa, gadai, kehalalan makanan dan seterusnya. Fiqih
itu adalah hasil dari sebuah ijtihad, tentunya yang telah lulus dari penyimpangan kaidah-
kaidah dalam berijtihad, atas suatu urusan dan perkara.
Syariah menurut pengertian hukum Islam berarti hukum-hukum dan tata aturan yang
disampaikan Allah agar ditaati hamba-hamba-Nya. Syariah juga diartikan sebagai satu sistem
norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan
sesama manusia, serta hubungan manusia dengan alam lainnya. Syariah adalah ketentuan
Allah SWT yang bersifat universal, bukan hanya berlaku buat suatu tempat dan masa yang
terbatas, tetapi menembus ruang dan waktu. Syariah lebih sering dipahami sebagai hukum-
hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam kehidupan ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada. 2008. Fiqih Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga
Anonymous. 2015. “Pengertian Fiqih”. http://www.suduthukum.com/2015/01/pengertian-
fiqih.html
Muhammad, Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy. 1975. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan
Bintang
Qodri, Ahmad A. Azizy. 2001. Transformasi Fiqh dalam Hukum Nasional: Membedah
Peradilan Agama. Semarang
Husen, Hasan Assagaf. 2012. “Pembagian Fiqih Islam”.
https://hasansaggaf.wordpress.com/2012/02/26/pembagian-fiqih-islam/
Alim, Muhammad. 2006. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim. PT. Remaja Rosdakarya
Anonymous. Tanpa Tahun. “Pembagian Hukum Syariah Islam”.
http://www.binasyifa.com/099/93/25/pembagian-hukum-syariah-islam.htm
Anonymous. Tanpa Tahun. “Al-Ikhlas 1-4, Surah Ikhlas (112/Al-Ikhlas)”.
http://id.noblequran.org/quran/surah-al-ikhlas/
Redaksi. 2014. “Pembagian Hukum Syariat”. http://al-badar.net/pembagian-hukum-syariat/
Sarwat, Ahmad. 2013. “Perbedaan antara Syariah dan Fiqih”.
http://rumahfiqih.com/x.php?id=1337656513&=perbedaan-antara-syariah-dan-
fiqih.htm

13

Anda mungkin juga menyukai