Anda di halaman 1dari 3

Proses mulai dari masuknya obat ke dalam tubuh sampai dikeluarkan

kembali disebut Farmakokinetik. Termasuk dalam proses farmakokinetik ialah absorpsi, distribusi,
biotransformasi/metabolisme dan ekskresi obat. Untuk menghasilkan efek, suatu obat harus
terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu bekerja. Untuk mencapai tempat kerja, suatu
obat harus melewati berbagai membran sel tubuh.

Respon yang diinginkan dari suatu obat biasanya berkaitan dengan kadar obat pada tempat kerjanya
sehingga tujuan terapi adalah mempertahankan kadar obat yang cukup pada tempat kerja obat
tersebut. Dalam praktikannya, sangat sulit untuk mengukur kadar obat pada tempat kerja, dan akan
lebih mudah mengukur kadar obat dalam plasma darah, dan menghubungkan kadar obat dalam
plasma dengan respons yang diperoleh. Jadi dapat dikatakan bahwa tujuan terapi dengnan
pemberian obat adalah untuk mempertahankan kadar obat yang cukup dalam darah yang akan
memberikan hasil pengobatan yang kita inginkan.

OBAT -> DARAH (PLASMA) ->TEMPAT KERJA -> EFEK

Jika suatu obat digunakan sebagai profilaksis, misalnya pada pencegahan kekambuhan epilepsi, atau
pemakaian obat yang responanya sukar diukur (misalnya, efek antihitlamasi), kadar obat dalam
darah merupakan parameter yang dapat digunakan secara efektif untuk memantau terapi.

Setiap individu mempunyai gambaran farmakokinetik obat yang berbeda beda. Dosis yang sama dari
suatu obat bila diberikan pada sekelompok orang dapat menunjukkan gambaran kadar dalam darah
yang berbeda-beda dengan intensitas respons yang berlainan pula. Kenyataan hubungan konsentrasi
obat dalam darah dengan respons yang dihasilkan tidak banyak bervariasi dibanding dengan
hubungan dosis dengan respons.

Dengan menganggap bahwa respons terhadap obat bergantung pada kadar obat dalam darah, kita
mengenal 3 macam kadar obat, yaitu kadar efektif minimum, pada kadar di bawahnya tidak ielas
adanya efek obat; kadar toksik, pada kadar ini, efek-efek toksik (efek samping yang tidak diinginkan)
mulai timbul; dan kadar obat yang terletak di antara kadar efektif minimum dan kadar toksik yang
dikenal sebagai jendela terapeutik .

ABSORBSI OBAT

Absorbsi obat adalah gerakan suatu obat dari tempat pemberian masuk ke dalam aliran darah.
Untuk obat-obat tertentu harus mengalami transpor aktif untuk melewati membran biologik guna
mencapai aliran darah. Tedapat berbagai cara pemberian obat, yaitu: (1) sublingual, (2) per oral, (3)
per rektal, (4) topikal (kulit, kornea, vagina, dan mukosa hidung), (5) inhalasi, dan (6) suntikan
(subkutan, intramuskular, intravena, intratekal).

Absorpsi Obat Melalui Saluran Cerna

Sublingual: absorpsi obat langsung melalui rongga mulut kadang-kadang diperlukan bilamana
respons yang cepat sangat diperlukan, terutama bila obat tersebut tidak stabil pada keadaan pH
lambung atau dimetabolisme hati secara cepat. Contoh obat yang diberikan secara sublingual adalah
gliseril trinitrat yang diberikan untuk mengatasi serangan angina pektoris. Obat tersebut diabsorpsi
langsung dari rongga mulut masuk ke sirkulasi umum tanpa melalui sistem portal hati sehingga
menghindari first-pass metabolisme. Namun sayangnya, obat-obat yang mempunyai berat molekul
yang tinggi tidak dapat diabsorpsi dengan cara sublingual. Sebenarnya, cara ini akan sangat
bermanfaat untuk pemberian peptida-peptida lainnya.

Peroral: sebagian besar obat diiberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat (misal, alkohol dan
aspirin) dapat diserap secara cepat dari lambung, tetapi kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar
pada usus halus. pengukuran-pengukuran yang dilakukan terhadap absorpsi obat, baik secara in
vivo maupun secara in vitro, menunjukkan bahwa mekanisme dasar absorpsi obat melalui usus halus
adalah difusi pasif, kecepatan transfer obat ini ditentukan oleh derajat ionisasi dan kelarutan obat
dalam lipid.

Pemberian obat secara rektal: dapat dipakai baik untuk mendapatkan suatu efek lokal maupun
untuk suatu efek sistemik. Obat-obat yang diabsorpsi melalui rektum masuk ke sirkulasi sistemik
tanpa melalui hepar (misalnya progesteron dan testosteron). Alasan lain memberikan obat per
rekta! adalah untuk menghindari efek iritasi obat pada lambung (misalnya, obat-obat antiradang).
Cara ini juga dapat digunakan untuk penderita yang muntah-muntah atau penderita yang tidak bisa
menelan pil. Absorspsi obat melalui rektum ini sering bersifat tidak teratur dan tidak sempurna,
serta banyak juga obat yang mengiritasi mukosa rektum. .

Pemberian obar per kutan: Kebanyakan obat memiliki absorpsi yang sangat kecil melalui kulit yang
utuh karena kelarutan obat-obat tersebut dalam lemak terlalu rendah. Sejumlah insektisida
golongan organofosfat. yang harus mampu menembus kulit serangga supaya efektif, dapat
diabsorpsi melalui kulit sehingga dapat menyebabkan keracunan pada petani penyemprot hama di
ladang pertanian yang selalu berkontak dengan obat_organoiosfat melalui alat penyemprot hama.

Obat Tetes Mata: terdapat banyak obat yang dipakai sebagai obat tetes mata; biasanya obat tetes
mata ini digunakan untuk efek lokal. Namun, absorpsi sistemik dapat juga terjadi akibat aliran obat
melalui kanalis nasolakrimalis dan menimbulkan efek sistemik yang tidak diinginkan. Selain itu, obat
yang terabsorpsi melalui nasolakrimalis ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama di hepar.
Sebagai contoh, dapat terjadi toksisitas sistemik pada pemakaian antagonis B-adrenoseptor sebagai
obat tetes mata.

Untuk menghasilkan efek lokal, diperlukan absorpsi obat melalui epitel sakus konjungtivus sehingga
diperlukan kelarutan dalam lemak yang cukup untuk memudahkan melewati epitel tersebut. Oleh
karena itu, dalam pengobatan glukoma, eserin (suatu senyawa amin tertier) bekerja lebih baik
daripada prostigmin (suatu amin kuarterner).

Pemberiah Obat Secara lnhalasi: cara inhalasi ini digunakan untuk obat-obat anestesi yang mudah
menguap dan gas anastesi. Untuk obat-obat ini, paru-paru berfungsi sebagai tempat pemberian dan
sekaligus tempat eliminasi obat. Pertukaran obat yang cepat di paru ini dimungkinkan karena adanya
permukaan paru yang luas dan vaskularisasi yang luas pula.

Pemberian Obat Secara Suntikan: Pemberian obat secara intravena adalah cara pemberian obat
yang paling cepat dan paling pasti. Suatu suntikan tunggal intravena akan memberikan kadar obat
yang sangat tinggi yang pertama-tama akan mencapai paru-paru dan kemudian ke sirkulasi sistemik.
Kadar puncak obat mencapai jaringan bergantung pada kecepatan suntikan yang harus diberikan
secara perlahan-lahan sekali. Obat-obat yang berupa larutan dalam minyak, atau yang dapat
menggumpalkan darah, atau yang dapat menyebabkan hemolisis darah tidak boleh diberikan secara
intravena. Obat-obat yang diberikan secara intravena antara lain adalah heparin (antikoagulan),
lignokain (antiaritmia), obat anastetik tertentu, ergometrin (oksitoksik), dan diazepam (antikejang)
Suntikan subkutan: Suntikan subkutan hanya dapat dilakukan untuk obat yang tidak mengiritasi
jaringan sebab akan menyebabkan rasa sakit hebat, nekrosis, dan pengelupasan kulit. Absorpsi
melalui suntikan subkutan ini dapat pula bervariasi sesuai dengan yang diinginkan. Misalnya,
kecepatan absorpsi insoluble insulin dalam bentuk suspensi lebih lambat dibandingkan dengan
preparat insulin yang mudah larut. Penambahan vasokonstriktor ke dalam larutan obat yang
disuntikkan subkutan dapat memperlambat absorpsi obat tersebut. Misalnya, kombinasi obat
anestetik lokal dengan adrenalin memperpanjang efek lokal anestetik tersebut karena adrenalin
akan menyebabkan vasokonstriksi lokal dan menghambat absorpsi obat anestetik lokal tersebut.

Suntikan intramuskular: obat-obat dalam larutan air akan di absorpsi cukup cepat setelah
penyuntikan intramuskular,bergantung pada banyaknya aliran darah ke tempat suntikan. Umumnya,
kecepatan absorpsi setelah penyuntikan muskulus deltoid atau vastus lateralis lebih cepat
dibandingkan suntikan pada gluteus maksimus. Kecepatan absorpsi obat lebih lambat lagi bila
disuntikkan pada gluteus maksimus wanita karena lebih banyak lemak dibandingkan pria. Absorpsi
akan sangat lambat bila obat yang disuntikkan dalam larutan minyak. Absorpsi dapat dipercepat
dengan cara memanaskan atau menggosok-gosok tempat suntikan yang akan meningkatkan aliran
darah dan mempercepat absorpsi obat yang disuntikkan.

Suntikan intra-arterial: Kadang kadang obat disuntikkan ke dalam sebuah arteri untuk mendapatkan
efek yang terlokalisasi pada jaringan atau alat tubuh tertentu. Namun, nilai terapi ini masih belum
pasti. Kadang-kadang, obat tertentu juga disuntikkan intra-arterial untuk keperluan diagnosis.
Suntikan intra-arterial ini harus dilakukan oleh orang yang memang ahli.

Suntikan intratekal: Dengan cara ini, obat langsung disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid Spinal,
misalnya untuk anastesi spinal atau pada infeksi SSP yang akut. Suntikan intratekal dilakukan karena
banyak obat-obat yang tidak bisa mencapai otak akibat adanya sawar darah otak.

Suntikan intraperitoneal: Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas
sehingga obat dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak dilakukan di
laboratorium tetapi jarang dipakai di klinik karena adanya bahaya infeksi dan perlengketan
peritoneum.

Anda mungkin juga menyukai