Anda di halaman 1dari 1

Kesimpulan

Jilbab dalam konteks sosio-historis mengalami pemaknaan yang beragam terutama


berkaitan dengan Batasan aurot pada perempuan. Perbedaan mengenai makna jilbabdan batas
aurot perempuan umumnya didasarkan pada perbedaan penafsiran dari teks-teks Islam baik dari
al-Qur’an maupun hadis. Jika dilihat dari perspektif kultural, jilbab bukan hanya merupakan
tradisi dalam agama Islam tetapi juga di masyarakat non-muslim dan masyarakat pra-Islam
pakaian tertutup yang serupa dengan jilbab dalam Islam sudah banyak dikemukakan.

Dalam konteks Indonesia jilbab juga mengalami dinamika dan perubahan. Isitilah yang
berkembang di Indonesia setidaknya ada tiga yakni jilbab, hijab, dan kerudung yang ketiganya
merupakan sinonimitas. Ketiga istilah memiliki makna dan model yang berbeda namun
esensinya adalah menutup aurot perempuan. Ormas di Indonesia juga memiliki pengaruh
terhadap pemaknaan dan cara menggunakan jilbab. Misalnya dalam NU melalui Gerakan
perempuannya dan basis Pendidikan pesantrennya mendidik anggota dan santri perempuannya
untuk menggunakan jilbab sebagai symbol seorang Muslimah serta sebagai pakaian yang
menutup aurot perempuan.

Dari penelitian yang dijelaskan di atas ditemukan bahwa penggunaan jilbab tidak sekedar
menjadi symbol kesalehan semata tetapi juga sebagai sarana bagi seorang perempuan untuk
menjadi salehah. Bahwa dengan menutup aurot (Sebagian tubuh) dengan jilbab menjadikan
perempuan di satu sisi diidentifikasi sebagai seorang Muslimah di sisi lain menjadi alat bagi
perempuan menuju kesalehan sebagai seorang Muslimah sebagaimana teori embodiment di atas.
Hal ini juga berkolerasi dengan teori pious self-cultivation, bahwa Ketika seorang perempuan
memakai jilbab sebagai sarana menjadi salehah juga menunjukkan bahwa kepribadian (self)
seorang perempuan bukan sekedar penentu kebebasannya tetapi kepribadian (self) tersebut bisa
dikembangkan dengan melalui aktifitas-aktifitas yang dia lakukan.

Anda mungkin juga menyukai