Anda di halaman 1dari 20

A.

Tinjauan Teori Nifas

1. Pengertian Nifas

Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan


selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya
trakus reproduksi wanita pada kondisi seperti tidak hamil. Ingat bahwa
perubahan ini adalah pada kondisi tidak hamil, bukan kondisi prahamil.
Kondisi organ prahamil hilang selamanya, yang paling mencolok setelah
pertama kali hamil dan melahirkan. Periode ini disebut juga puerperium,
dan wanita yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode
pemulihan pascapartum berlangsung sekitar enam minggu.
a. Uterus
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran
desidua/endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang
ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada
lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokia.
Tabel 5. Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Masa Nifas

Involusi TFU Berat Uterus


Bayi lahir Setinggi Pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 Jari di bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat 500 gram
simpisis
2 minggu Tidak teraba di atas 350 gram
simpisis
6 minggu Normal 50 gram
Sumber: Varney, dkk, 2008

b. Lokia
Lokia adalah istilah untuk secret dari uterus yang keluar
melalui vagina selama puerperium. Karena perubahan warnanya, nama
deskriptif lokia berubah yaitu lokia rubra, serosa, atau alba. Lokia
rubra berwarna merah, ini adalah lokia pertama yang mulai keluar
segera setelah pelahiran dan terus berlanjut selama dua hingga tiga hari
pertama pascapartum. Lokia rubra terutama mengandung darah dan
jaringan desidua. Lokia serosa mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih
pucat dari lokia rubra, merah muda. Lokia ini berhenti sekitar tujuh
hingga delapan hari kemudian dengan warna merah muda, kuning, atau
putih hingga transisi menjadi lokia alba. Lokia serosa terutama
mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit, dan eritrosit.
Lokia alba mulai terjadi sekitar hari kesepuluh pascapartum dan hilang
sekitar periode dua hingga empat minggu. Pada beberapa wanita, lokia
ini tetap ada pada saat pemeriksaan pascapartum. Warna lokia alba
putih krem dan terutama mengandung leukosit dan sel desidua.
c. Vagina dan perineum
Segera setelah pelahiran, vagina tetap terbuka lebar, setelah
satu hingga dua hari, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak
lebar dan vagina tidak lagi edema. Sekarang vagina menjadi
berdinding lunak, lebih besar dari biasanya, dan umumnya longgar.
Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina sekitar minggu
ketiga pascapartum.
d. Payudara
Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormone
saat melahirkan. Apakah wanita memilih menyusui atau tidak, ia dapat
mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama
pascapartum karena tubuhnya mempertiapkan untuk memberikan
nutrisi kepada bayi. Wanita yang menyusui berespon terhadap stimulus
bayi yang disusui akan terus melepaskan hormon dan stimulasi alveoli
yang memproduksi susu. Pengkajian payudara pada periode awal
pascapartum meliputi penampilan dan integritas puting susu, memar
atau iritasi jaringan payudara, adanya kolostrum, apakah payudara
terisi air susu, dan adanya sumbatan duktus, kongesti, dan tanda-tanda
mastitis potensial (Varney, dkk, 2008).
e. Asuhan Ibu Selama Nifas
Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol nifas setidaknya 4 kali yaitu 6
sampai 8 jam setelah bersalin, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu
setelah persalinan, dan 6 minggu setelah persalinan. Periksa tekanan
darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda infeksi,
kontraksi uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin. Nilai
fungsi berkemih, fungsi cerna, dan penyembuhan luka. Tanya ibu
mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang didapatkan
dari keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan bayinya.
Meminta ibu untuk segera menghubungi tenaga kesehatan bila
menemukan salah satu dari tanda bahaya ibu nifas yaitu perdarahan
berlebih, sekret vagina berbau, demam, nyeri perut berat, kelelahan
atau sesak, bengkak di tangan, wajah, tungkai, sakit kepala atau
pendangan kabur, nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau
perdarahan puting. Ibu juga perlu diberikan informasi tentang
kebersihan diri, istirahat, mobilisasi dan latihan, gizi ibu nifas,
menyusui dan perawatan payudara, dan kontrasepsi KB (Kemenkes
RI, 2013).

2. Kontrasepsi
Bagi wanita usia subur yang aktif secara seksual serta tidak
menggunakan kontrasepsi, angka kehamilan mendekati 90 persen dalam
satu tahun. Bagi wanita yang tidak menginginkan kehamilan, pengaturan
kesuburan dapat dilakukan saat ini dengan berbagai kontrasepsi yang
efektif. Tak satupun kontrasepsi yang sempurna tanpa efek samping atau
dikategorikan tanpa bahaya. Satu prinsip yang ditekankan adalah bahwa
kontrasepsi biasanya mempunyai risiko yang lebih sedikit daripada
kehamilan (Cunningham, dkk, 2013).
Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian
pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan. Pemberi
pelayanan berperan sebagai konselor dan fasilitator. Menjalin komunikasi
yang baik dengan ibu, menilai kebutuhan dan kondisi ibu, memberikan
informasi mengenai pilihan metode kontrasepsi yang dapat digunakan ibu,
membantu ibu menentukan pilihan, dan menjelaskan secara lengkap
mengenai metode kontrasepsi yang telah dipilih ibu (Kemenkes RI, 2013).
Tabel 4. Pilihan metode kontrasepsi berdasarkan tujuan Pemakaian
Urutan Fase menunda Fase menjarangkan Fase tidak hamil
prioritas kehamilan kehamilan (anak < 2) lagi (anak >3)
1 Pil AKDR Steril
2 AKDR suntikan AKDR
3 Kondom Minipil Implant
4 Implant Pil Suntikan
5 suntikan Implant Kondom
6 kondom pil
Sumber: Kemenkes RI, 2013
Profil Kondom
Kondom tidak hanya mencegah kehamilan, tetapi juga mencegah IMS
termasuk HIV/AIDS. Efektif bila dipakai dengan baik dan benar. Dapat dipakai
bersama dengan kontrasepsi lain untuk mencegah IMS. Kondom merupakan
selubung/ sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks
(karet), plastic (vinil), atau bahan alami (hewani) yang dipasang pada penis saat
hubungan seksual. Kondom terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder,
dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau
mempunyai bentuk seperti putting susu. Cara kerja dengan menghalangi pertemuan
sperma dan sel telur dengan mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang
pada penis sehingga sperma tidak tercurah kedalam saluran reproduksi perempuan.
Keefektifitasannya secara ilmiah didapat hanya sedikit angka kegagalan kondom
yaitu 2-12 kehamilan per 100 perempuan pertahun. Manfaat tidak menganggu ASI,
tidak menganggu kesehatan klien, tidak mempunyai pengaruh sistemik, dapat dibeli
secara umum dan murah, tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan khusus, dapat
mencegah penularan IMS, mencegah ejakulasi dini, membantu mencegah terjadinya
kanker serviks, dan pasangan saling berinteraksi. Keterbatasan cara penggunaan
sangat mempengaruhi keberhasilan, efektivitas tidak terlalu tinggi, agak menganggu
hubungan seks, harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seks, Pembuangan
kondom bekas mungkin menimbulkan masalah limbah (Affandi, 2012).
"Kehamilan lebih dari empat kali atau grande multipara bisa menyebabkan beragam
komplikasi kehamilan yang akan dialami oleh si ibu, salah satunya perdarahan," tukas Dr
dr Ali Sungkar, SpOG, dalam acara "Deteksi Dini Risiko dan Komplikasi pada Masa
Kehamilan", di Brawijaya Women and Children Hospital, Jakarta Selatan, beberapa
waktu lalu. Ia mengungkapkan, kehamilan grande multipara termasuk dalam kehamilan
berisiko tinggi, karena komplikasi bisa terjadi baik saat hamil atau melahirkan. Beberapa
risiko komplikasi yang mungkin terjadi antara lain perdarahan ante partum, (pendarahan
yang terjadi setelah usia kandungan 28 minggu), solustio plasentae (lepasnya sebagian
atau semua plasenta dari rahim), plasenta previa (jalan lahir tertutup plasenta),
spontaneus abortion (keguguran), dan intrauterine growth retadation (IUGR), atau
pertumbuhan bayi yang buruk dalam rahim. Grande multipara juga bisa berakibat
komplikasi pada persalinan, antara lain dengan meningkatkan risiko terjadinya uterine
atony (perdarahan pasca melahirkan), ruptur uteri (robeknya dinding rahim), serta
malpresentation (bayi salah posisi lahir).

Perdarahan merupakan salah satu risiko besar yang harus dialami oleh ibu yang jumlah
kehamilannya empat kali atau lebih, dibandingkan ibu yang hamil kurang dari empat
kali. "Perdarahan yang terjadi akibat grande multipara tergolong hebat, dan akhirnya
membuat si ibu akan mengalami serangan anemia," bebernya. Untuk menghindari
berbagai risiko kehamilan grande multipara, sebaiknya rencanakan kehamilan dengan
baik sehingga menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang masih cukup tinggi di
Indonesia. Jika sudah terlanjur mengalami grande multipara, sebaiknya deteksi
kehamilan sejak dini sehingga kemungkinan kelainan dan komplikasi masih bisa diatasi
sejak dini.

Penyebaran virus corona Covid-19 yang meluas ini tengah menimbulkan kekhawatiran
masyarakat. Hal itu karena virus corona jenis baru ini disebut bisa menyebabkan
kematian.

Sebelumnya, virus corona jenis baru ini muncul di Wuhan, China. Virus ini kemudian
menular antar manusia melalui tetesan cairan pernapasan tubuh melalui tangan atau
permukaan padat.
Lalu, orang sehat yang tangannya terkontaminasi bisa terinfeksi bila memegang mulut,
hidung atau matanya. Sampai akhirnya, virus corona jenis baru ini pun disebut Covid-19.

Tetapi, apakah Anda pensaran artis istilah Covid-19 untuk menyebut virus corona ini?

Dalam istilah sederhana, dilansir dari The Sun, Covid-19 adalah singkatan dari Corona
(CO), Virus (VI) Disease (D) dan tahun 2019 (19), yang mana virus corona Covid-19 ini
pertama kali muncul di tahun 2019.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun akhirnya menetapkan Covid-19 untuk


menyebut virus corona yang sedang mewabah di seluruh dunia ini.

Ilustrasi Penyebaran Virus Corona Covid-19. (Shutterstock)

"Nama atau istilah virus ini sangat penting untuk mencegah penggunaan nama lain yang
bisa tidak akurat dan memicu stigma lain," kata WHO.

Para ahli juga mengatakan nama penyakit Covid-19 ini sangat berperan dalam
menginformasinya wabah virus corona sekarang ini.

Sebelum resmi disebut Covid-19, para ilmuwan menyebut virus corona terbaru ini
sebagai coronavirus 2019-nCoV yang mengacu pada novel coronavirus.

Virus corona jenis baru yang disebut SARS-CoV-2, yang sebelumnya disebut 2019-
nCoV adalah virus jenis baru yang belum diidentifikasi pada manusia sebelumnya.

Penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 inilah pada akhirnya disebut Covid-19.
Jadi, virus jenis baru ini akhirnya lebih dikenal sebagai corona Covid-19.

Coronavirus adalah keluarga besar virus yang bisa menyebabkan penyakit, mulai dari flu
biasa hingga penyakit pernapasan paling parah, seperti Sindrom Pernapasan Timur
Tengah (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS).

Sejak pertama kali virus ini terdeteksi di Wuhan, China, pada Desember 2019, wabah ini
telah berkembang sangat cepat. WHO lalu melabeli wabah virus corona Covid-19 ini
sebagai pandemi global.
Gejala khas corona Covid-19 sendiri termasuk demam, batuk, kesulitan bernapas, nyeri
otot hingga kelelahan. Pada kasus yang lebih parah, virus ini bisa menyebabkan
pneumonia berat, sindrom gangguan pernapasan akut, sepsis dan syok septik.

Kabar baiknya, 80 persen orang dengan positif corona Covid-19 ini berhasil pulih dan
hanya 6 persen yang mengalami penyakit kritis.

Meski begitu, hingga kini jumlah orang yang terinfeksi virus corona Covid-19 ini masih
meningkat setiap hari. Kita bisa mengurangi penyebarannya dengan mengikuti pedoman
para ahli kesehatan, yakni tetap berada di dalam rumah dan menjaga jarak sosial.

Dalam rangka antisipasi penyebaran virus corona COVID-19, Pemerintah RI


telah menyusun protokol yang akan dijalankan sejumlah kementerian sesuai bidangnya
masing-masing, salah satunya adalah protokol kesehatan. Protokol penanganan virus Corona
baru selesai disusun pemerintah setelah dua hari pengumuman kasus pertama Corona di
Indonesia atau dua bulan usai kasus pertama COVID-19 di Cina. “Protokol ini harus
disebar,” kata Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko dalam Rapat Koordinasi (Rakor)
Protokol Penanganan Covid-19 di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Negara, Jakarta,
Rabu (5/3/2020). Berikut adalah daftar Protokol Kesehatan Penanganan COVID-19,
sebagaimana dilansir dari Instagram Kemenkes RI.
1. Jika Merasa Tak Sehat Masyarakat yang merasa tidak sehat dan mengalami gejala
seperti demam, batuk/pilek, sakit tenggorokan, gangguan pernapasan, diimbau untuk
beristirahat atau bila keluhan berlanjut, maka segera berobat ke fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes). Yang harus dilakukan saat ke fanyankes yaitu: gunakan masker,
ikuti etika batuk/bersin yang benar serta tidak menggunakan transportasi massal atau
umum.
2. Tenaga Kesehatan di Fasyankes Melakukan Screening Pasien Dalam Pengawasan
(PDP) COVID-19 - Jika tidak memenuhi kriteria Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
COVID-19, maka akan dirawat inap atau rawat jalan tergantung diagnosa dan keputusan
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan. - Jika memenuhi kriteria Pasien Dalam
Pengawasan (PDP) COVID-19, maka akan dirujuk ke salah satu rumah sakit rujukan
yang siap untuk penanganan didampingi oleh nakes yang menggunakan alat pelindung
diri (ADP).
3. Di RS Rujukan, Spesimen PDP Diambil untuk Pemeriksaan LAB dan Pasien Berada
di Ruang Isolasi Spesimen akan dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Balitbangkes) di Jakarta. Hasil pemeriksaan pertama akan keluar dalam 24
jam. Jika Negatif Jika hasilnya negatif, akan dirawat sesuai dengan penyebab penyakit.
Jika Positif
- Dinyatakan sebagai penderita COVID-19
- Sampel akan diambil setiap hari
- Akan dikeluarkan dari ruang isolasi jika pemeriksaan sampel 2 kali berturut-turut hasilnya
negatif.
4. Jika Anda Sehat, Namun - Memiliki riwayat perjalanan 14 hari yang lalu ke negara dengan
transmisi lokal COVID-19, maka lakukan self monitoring. - Merasa pernah kontak
dengan kasus konfirmasi COVID-19, maka segera lapor ke petugas kesehatan dan
periksa ke fasyankes. Untuk informasi lebih lanjut hubungi Hotline Center Corona 199
ext 9. Kemenkes RI juga mengimbau masyarakat untuk melakukan langkah pencegahan,
sebagai berikut: - Sering cuci tangan pakai sabun - Gunakan masker bila batuk atau pilek
- Konsumsi gizi seimbang, perbanyak sayur dan buah - Hati-hati kontak dengan hewan -
Rajin olahraga dan istirahat cukup - Jangan konsumsi daging yang tidak dimasak - Bila
batuk, pilek dan sesak napas segera ke fasilitas kesehatan.

Bagi Ibu Nifas dan Bayi Baru Lahir:

a) Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya di masa nifas (lihat Buku KIA).
Jika terdapat risiko/ tanda bahaya, maka periksakan diri ke tenaga kesehatan.
b) Kunjungan nifas (KF) dilakukan sesuai jadwal kunjungan nifas yaitu :

i. KF 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2 (dua) hari pasca


persalinan;
ii. KF 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari pasca
persalinan;
iii. KF 3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan)
hari pasca persalinan;
iv. KF 4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan 42 (empat puluh
dua) hari pasca persalinan.
c) Pelaksanaan kunjungan nifas dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh
tenaga kesehatan atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan dengan
kondisi daerah terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan
penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
d) Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat perjanjian dengan
petugas.
e) Bayi baru lahir tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6 jam)
seperti pemotongan dan perawatan tali pusat, inisiasi menyusu dini, injeksi vitamin
K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik dan pemberian imunisasi hepatitis B.
f) Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan,
pengambilan sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
g) Pelayanan neonatal esensial setelah lahir atau Kunjungan Neonatal (KN) tetap
dilakukan sesuai jadwal dengan kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan dengan
melakukan upaya pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas ataupun ibu
dan keluarga. Waktu kunjungan neonatal yaitu :
i. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh delapan)
jam setelah lahir;
ii. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah lahir;
iii. KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan)
hari setelah lahir.
h) Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif dan
tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang tercantum pada buku KIA).
Apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi baru lahir, segera bawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Khusus untuk bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR),
apabila ditemukan tanda bahaya atau permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.

B. BAGI PETUGAS KESEHATAN:

1. Rekomendasi Utama Untuk Tenaga Kesehatan Yang Menangani Pasien COVID-19


Khususnya Ibu Hamil, Bersalin Dan Nifas:
a) Tenaga kesehatan tetap melakukan pencegahan penularan COVID 19, jaga jarak
minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan.
b) Tenaga kesehatan harus segera memberi tahu tenaga penanggung jawab infeksi di
tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan ibu hamil yang telah
terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
c) Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien
Dalam Pengawasan (PDP) dalam ruangan khusus (ruangan isolasi
infeksi airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya apabila rumah
sakit tersebut sudah siap sebagai
pusat rujukan pasien COVID-19. Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus
sesegera mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus tersebut.
Perawatan maternal dilakukan diruang isolasi khusus ini termasuk saat persalinan dan
nifas.
d) Bayi yang lahir dari ibu yang terkonfirmasi COVID-19, dianggap sebagai Pasien
Dalam Pengawasan (PDP), dan bayi harus ditempatkan di ruangan isolasi sesuai
dengan Panduan Pencegahan Infeksi pada Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
e) Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan fasilitas untuk
perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau Pasien Dalam
Pengawasan (PDP) dari bayinya sampai batas risiko transmisi sudah dilewati.
f) Pemulangan pasien postpartum harus sesuai dengan rekomendasi.

2. Rekomendasi bagi Petugas Kesehatan saat antenatal care:

a) Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 harus
segera dirawat di rumah sakit (berdasarkan pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi COVID-19). Pasien dengan COVID-19 yang diketahui atau diduga harus
dirawat di ruang isolasi khusus di rumah sakit. Apabila rumah sakit tidak memiliki
ruangan isolasi khusus yang memenuhi syarat Airborne Infection Isolation Room
(AIIR), pasien harus ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di mana fasilitas isolasi
khusus tersedia.
b) Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis tetap dilakukan

c) Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada ibu dengan infeksi
terkonfirmasi maupun PDP sampai ada rekomendasi dari episode isolasinya berakhir.
Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi.
d) Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan analisis risk
benefit dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan bagi janin.
Saat ini tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk
pengobatan COVID-19, walaupun antivirus spektrum luas digunakan pada hewan
model MERS sedang dievaluasi untuk aktivitas terhadap SARS-CoV-2
e) Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca perawatan,
kunjungan antenatal selanjutnya dilakukan 14 hari
setelah periode penyakit akut berakhir. Periode 14 hari ini dapat
dikurangi apabila pasien dinyatakan sembuh.
Direkomendasikan dilakukan USG antenatal untuk pengawasan

pertumbuhan janin, 14 hari setelah resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada bukti
bahwa gangguan pertumbuhan janin (IUGR) akibat COVID-19, didapatkan bahwa
dua pertiga kehamilan dengan SARS disertai oleh IUGR dan solusio plasenta terjadi
pada kasus MERS, sehingga tindak lanjut ultrasonografi diperlukan.
f) Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga /
dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa rekomendasi berikut:
Pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter spesialis
penyakit infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang bertugas dan dokter
anestesi yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien sesegera mungkin setelah
masuk. Diskusi dan kesimpulannya harus didiskusikan dengan ibu dan keluarga
tersebut.
g) Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan
perjalanan ke luar negeri dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory) yang
dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan terutama dalam
14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran luas SARS-CoV-2.
h) Vaksinasi. Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah COVID-19.

3. Rekomendasi Bagi Tenaga Kesehatan Terkait Pertolongan Persalinan:

a) Jika seorang wanita dengan COVID-19 dirawat di ruang isolasi di ruang bersalin,
dilakukan penanganan tim multi-disiplin yang terkait yang meliputi dokter paru /
penyakit dalam, dokter kandungan, anestesi, bidan, dokter neonatologis dan perawat
neonatal.
b) Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf yang memasuki
ruangan dan unit, harus ada kebijakan lokal yang menetapkan personil yang ikut
dalam perawatan. Hanya satu orang (pasangan/anggota
keluarga) yang dapat menemani pasien. Orang yang menemani harus diinformasikan
mengenai risiko penularan dan mereka harus memakai APD yang sesuai saat
menemani pasien.
c) Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik standar, dengan
penambahan saturasi oksigen yang bertujuan untuk menjaga saturasi oksigen > 94%,
titrasi terapi oksigen sesuai kondisi.
d) Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa laporan kasus di Cina,
apabila sarana memungkinkan dilakukan pemantauan janin secara kontinyu selama
persalinan.
e) Sampai saat ini belum ada bukti klinis kuat merekomendasikan salah satu cara
persalinan, jadi persalinan berdasarkan indikasi obstetri dengan memperhatikan
keinginan ibu dan keluarga, terkecuali ibu dengan masalah gagguan respirasi yang
memerlukan persalinan segera berupa SC maupun tindakan operatif pervaginam.
f) Bila ada indikasi induksi persalinan pada ibu hamil dengan PDP atau konfirmasi
COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila memungkinkan untuk
ditunda samapai infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi. Bila menunda
dianggap tidak aman, induksi persalinan dilakukan di ruang isolasi termasuk
perawatan pasca persalinannya.
g) Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan PDP atau konfirmasi
COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila memungkinkan untuk
ditunda untuk mengurangi risiko penularan sampai infeksi terkonfirmasi atau keadaan
akut sudah teratasi. Apabila operasi tidak dapat ditunda maka operasi sesuai prosedur
standar dengan pencegahan infeksi sesuai standar APD lengkap.
h) Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar.

i) Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala,


dipertimbangkan keadaan secara individual untuk melanjutkan
observasi persalinan atau dilakukan seksio sesaria darurat apabila hal
ini akan memperbaiki usaha resusitasi ibu.
j) Pada ibu dengan persalinan kala II dipertimbangkan tindakan operatif pervaginam
untuk mempercepat kala II pada ibu dengan gejala kelelahan ibu atau ada tanda
hipoksia.
k) Perimortem cesarian section dilakukan sesuai standar apabila ibu dengan kegagalan
resusitasi tetapi janin masih viable.
l) Ruang operasi kebidanan :

 Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir.

 Pasca operasi ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh ruang operasi
sesuai standar.
 Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan menggunakan alat
perlindungan diri sesuai standar.
m) Penjepitan tali pusat ditunda beberapa saat setelah persalinan masih bisa dilakukan,
asalkan tidak ada kontraindikasi lainnya. Bayi dapat dibersihkan dan dikeringkan
seperti biasa, sementara tali pusat masih belum dipotong.
n) Staf layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar Contact dan
Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang sesuai dengan panduan PPI.
o) Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol.

p) Plasenta harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika diperlukan histologi,
jaringan harus diserahkan ke laboratorium, dan laboratorium harus diberitahu bahwa
sampel berasal dari pasien suspek atau terkonfirmasi COVID-19.
q) Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari anestesi umum
kecuali benar-benar diperlukan.
r) Tim neonatal harus diberitahu tentang rencana untuk melahirkan bayi dari ibu yang
terkena COVID-19 jauh sebelumnya.

4. Rekomendasi bagi Tenaga Kesehatan terkait Pelayanan Pasca Persalinan untuk Ibu
dan Bayi Baru Lahir :
Semua bayi baru lahir dilayani sesuai dengan protokol perawatan bayi baru lahir. Alat
perlindungan diri diterapkan sesuai protokol. Kunjungan neonatal dapat dilakukan
melalui kunjungan rumah sesuai prosedur.
Perawatan bayi baru lahir termasuk Skrining Hipotiroid Kongenital
(SHK) dan imunisasi tetap dilakukan. Berikan informasi kepada ibu
dan keluarga mengenai perawatan bayi
baru lahir dan tanda bahaya. Lakukan komunikasi dan pemantauan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir secara online/digital.
a) Untuk pelayanan Skrining Hipotiroid Kongenital, pengambilan spesimen tetap
dilakukan sesuai prosedur. Tata cara penyimpanan dan pengiriman spesimen sesuai
dengan Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. Apabila terkendala dalam
pengiriman spesimen dikarenakan situasi pandemik COVID-19, spesimen dapat
disimpan selama maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
b) Untuk bayi baru lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19 atau masuk dalam kriteria
Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dikarenakan informasi mengenai virus baru ini
terbatas dan tidak ada profilaksis atau pengobatan yang tersedia, pilihan untuk
perawatan bayi harus didiskusikan dengan keluarga pasien dan tim kesehatan yang
terkait.
c) Ibu diberikan konseling tentang adanya referensi dari Cina yang menyarankan isolasi
terpisah dari ibu yang terinfeksi dan bayinya selama 14 hari. Pemisahan sementara
bertujuan untuk mengurangi kontak antara ibu dan bayi.
d) Bila seorang ibu menunjukkan bahwa ia ingin merawat bayi sendiri,
maka segala upaya harus dilakukan untuk
memastikan bahwa ia telah menerima informasi lengkap dan
memahami potensi risiko terhadap bayi.
e) Sampai saat ini data terbatas untuk memandu manajemen postnatal bayi dari ibu yang
dites positif COVID-19 pada trimester ke tiga kehamilan. Sampai saat ini tidak ada
bukti transmisi vertikal (antenatal).
f) Semua bayi yang lahir dari ibu dengan PDP atau dikonfirmasi COVID-19 juga perlu
diperiksa untuk COVID-19.
g) Bila ibu memutuskan untuk merawat bayi sendiri, baik ibu dan bayi harus diisolasi
dalam satu kamar dengan fasilitas en-suite selama dirawat di rumah sakit. Tindakan
pencegahan tambahan yang disarankan adalah sebagai berikut:
 Bayi harus ditempatkan di inkubator tertutup di dalam ruangan.

 Ketika bayi berada di luar inkubator dan ibu menyusui, mandi, merawat, memeluk
atau berada dalam jarak 1 meter dari bayi, ibu disarankan untuk
mengenakan APD yang sesuai dengan pedoman PPI dan diajarkan mengenai etiket
batuk.
 Bayi harus dikeluarkan sementara dari ruangan jika ada prosedur yang
menghasilkan aerosol yang harus dilakukan di dalam ruangan.
h) Pemulangan untuk ibu postpartum harus mengikuti rekomendasi pemulangan pasien
COVID-19.

5. Rekomendasi terkait Menyusui bagi Tenaga Kesehatan dan Ibu Menyusui :

a) Ibu sebaiknya diberikan konseling tentang pemberian ASI. Sebuah penelitian terbatas
pada dalam enam kasus persalinan di Cina yang dilakukan pemeriksaan ASI
didapatkan negatif untuk COVID-19. Namun mengingat jumlah kasus yang sedikit,
bukti ini harus ditafsirkan dengan hati-hati.
b) Risiko utama untuk bayi menyusu adalah kontak dekat dengan ibu, yang cenderung
terjadi penularan melalui droplet infeksius di udara.
c) Petugas kesehatan sebaiknya menyarankan bahwa manfaat menyusui melebihi potensi
risiko penularan virus melalui ASI. Risiko dan manfaat menyusui, termasuk risiko
menggendong bayi dalam jarak dekat dengan ibu, harus didiskusikan. Ibu sebaiknya
juga diberikan konseling bahwa panduan ini dapat berubah sesuai perkembangan
ilmu pengetahuan.
d) Keputusan untuk menyusui atau kapan akan menyusui kembali (bagi yang tidak
menyusui) sebaiknya dilakukan komunikasi tentang risiko kontak dan manfaat
menyusui oleh dokter yang merawatnya.
e) Untuk wanita yang ingin menyusui, tindakan pencegahan harus diambil untuk
membatasi penyebaran virus ke bayi:
 Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, pompa
payudara atau botol.
 Mengenakan masker untuk menyusui.

 Lakukan pembersihan pompa ASI segera setelah penggunaan.

 Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi yang sehat


untuk memberi ASI.
 Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik), sehingga bayi
dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga persediaan ASI agar proses
menyusui dapat berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan
kembali. Jika memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus dibersihkan
dan didesinfeksi dengan sesuai.
 Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan harus
menggunakan kantong spesimen plastik. Kondisi penyimpanan harus sesuai
dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai dengan jelas dan disimpan
dalam kotak wadah khusus, terpisah dengan kantong ASI dari pasien lainnya.

Pelayanan KB ibu nifas dengan convid-19

1. Untuk ibu nifas yang menggunakan alat kontrasepsi IUD, Implan, MOP dan
MOW. Tidak perlu melakukan kontrol ke tempat pelayanan kesehatan. Cukup
melakukan perjanjian dengan tenaga kesehatan apabila merasakan ada keluhan
dari penggunaan kontrasepsi.

2. Untuk ibu nifas yang menggunakan alat kontrasepsi KB suntik dan Pil KB. Dapat
datang ke petugas kesehatan dengan catatan sudah membuat perjanjian terlebih
dahulu, tetapi jika tidak memungkinkan untuk datang, dapat menggunakan
kondom atau senggama terputus.
3. Untuk bimbingan perkawinan, pemeriksaan kesehatan, konsultasi keluarga dan
bimbingan lainnya untuk sementara ditunda terlebih dahulu pelaksanaannya,
kecuali pelayanan administrasi dan pencatatan nikah. Materi KIE dan konseling
bisa didapatkan melalui online sampai kondisi pandemik berakhir.

4. Untuk KIE dan konseling KB Kespro. Materi komunikasi, dan edukasi (KIE) serta
pelaksanaan konseling terkait kesehatan reproduksi dan KB dapat dilaksanakan
secara online.
Daftar Pustaka

https://lifestyle.kompas.com/read/2012/06/13/11002530/risiko.hamil.lebih.dari.4.kali
https://tirto.id/ketahui-protokol-kesehatan-penanganan-corona-covid-19-eFtj

https://bit.ly/RekomendasiPOGIdanIDAI
http://kesga.kemkes.go.id/
Affandi, B. 2012. Buku Panduan praktis Pelayanan kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Fraser, D.M., dan M.A. Cooper. 2009. Buku Ajar Bidan Myles Volume 14.Jakarta: EGC
Manuaba, I.G.B. 2012. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


91

Anda mungkin juga menyukai