Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) DARI


KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP
(PLTU) DI KABUPATEN BATANG

Disusun Oleh:
Dodi Agustina 7111413077
Yunita Rhoman Maulany 7111413086

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2015

i
PRAKATA
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah
memberikan limpahan rahmat dan sayang-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ilmiah ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
mengemban risalah islam dan menuntun jalan umatnya menuju jalan kebenaran.
Penulis menyadari bahwa selama proses pembuatan makalah ilmiah ini,
penulis banyak menemui hambatan. Upaya dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam hal ini, sehingga makalah ilmiah ini dapat
terselesaikan. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terimakasih setulus-
tulusnya kepada:

1. Dr. Amin Pujiati, S.E, M.Si selaku dosen pengajar mata kuliah Ekonomi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESDAL).
2. Kedua orang tua kami yang telah menjadi motivator dan selalu meyertai
penulis dengan ketulusan doa dan restu, serta dukungan moral tanpa henti
kepada penulis untuk selalu optimis, dan tetap semangat dalam menjalani
kehidupan.
3. Penulis jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional mengenai dampak
kendaraan bermotor terhadap polusi udara dan perekonomian.
4. Media cetak ataupun elektronik yang telah memberikan berita dan data
sekunder kepada penulis mengenai tema makalah ilmiah kami, sehingga hal
tersebut semakin melengkapi penulisan makalah ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ilmiah ini, namun ini semata-mata karena keterbatasan penulis. Akhir
kata, besar harapan penulis makalah ilmiah ini dapat bermanfaat sekaligus dapat
menambah pengetahuan bagi pembaca mengenai analisis dampak lingkungan
(AMDAL) berkaitan dengan rencana dan kebijakan pemerintah dalam melakukan
pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kabupaten Batang.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................. i
PRAKATA ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL..................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
A. Konsep AMDAL ......................................................................................... 3
B. Eksternalitas ................................................................................................. 4
C. Pembangunan ............................................................................................... 5
D. Degradasi Lingkungan ................................................................................. 6
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 7
A. Dampak PLTU terhadap Lingkungan di Kabupaten Batang ....................... 7
B. Dampak PLTU terhadap Masyarakat Batang dan Sekitarnya ..................... 9
C. Upaya Preventif untuk Meminimalisir dampak PLTU Batang ................... 12
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 15
A. Kesimpulan ............................................................................................... 15
B. Saran .......................................................................................................... 15
C. Keterbatasan .............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

iii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar 3.1 Estimasi Konsentrasi Rata-Rata PM2,5 Per Tahun dari PLTU
Batang .......................................................................................................... 8
Gambar 3.2 Pemodelan Estimasi Buangan Fly Ash Mengandung Toksik
Logam dari PLTU Batang, Kilograms Per Km2 Per Tahun ........................ 10
Tabel 3.1 Proyeksi Kesehatan PLTU Batang ........................................................ 9
Tabel 3.2 Pengadaan Tanah Pembangunan PLTU Batang Seluas 125.146 M2 .... 10

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap atau (PLTU) berdaya
2 × 1000 MW di Kabupaten Batang merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mencukupi kebutuhan listrik di Indonesia. Dilihat secara sekilas kebijakan
itu memang merupakan upaya yang baik untuk mendorong pembangunan dan
perekonomian di Indonesia. Namun di sisi lain PLTU akan mendorong adanya
penurunan kualitas lingkungan di sekitarnya karena bahan baku utama PLTU
adalah batubara.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan bahwa bahan
bakar fosil batubara menyumbang 44% dari total emisi CO2 global dan memicu
perubahan iklim. Pembakaran batubara untuk PLTU memancarkan sejumlah
polutan seperti NOx dan SO3 yang memiliki kontribusi besar terhadap
pembentukan hujan asam, polusi PM2.5, dan kerusakan lingkungan yang lain
(Greenpeace,2015:3). Selain itu pembakaran batubara yang digunakan sebagai
PLTU juga menghasilkan debu, merkuri, timbal, arsenic, kromium, dan logam
beracun lainnya yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Beberapa penyakit yang
dapat ditimbulkan dari pembakaran batubara diantaranya adalah kanker paru-paru,
serangan asma, infeksi pernafasan, dan penyakit dalam lainnya.
Atas dasar hal itu maka analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
sangat diperlukan untuk memperkirakan bagaimana dampak dari pembangunan
PLTU di Kabupaten Batang. Hal ini sangat penting agar dampak negatif dari
pembangunan PLTU tersebut dapat diantisipasi. Melalui analisis deskriptif,
makalah ilmiah ini bertujuan untuk mengupas bagaimana dampak lingkungan
yang akan ditimbulkan apabila PLTU di bangun di Kabupaten Batang. Dampak
lingkungan yang dimaksud meliputi kajian dari ekosistem biotik, abiotik, dan
kultural di Kabupaten apabila PLTU tersebut dibangun.
Secara spesifik analisis dampak lingkungan dari rencana pembangunan
PLTU di Kabupaten Batang tertuang dalam makalah ilmiah ini yang berjudul
“Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Dari Kebijakan
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang”.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa pembangunan
PLTU di Kabupaten Batang akan memicu adanya kerusakan lingkungan, baik
lingkungan biotik, abiotik, kultural maupun lingkungan hidup secara umum. Atas
dasar hal tersebut maka dapat disusun beberapa rumusan masalah dalam makalah
ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak pembangunan PLTU terhadap lingkungan hidup di
Kabupaten Batang?
2. Bagaimana dampak pembangunan PLTU terhadap masyarakat di Kabupaten
Batang dan sekitarnya?
3. Bagaimana upaya preventif yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak
lingkungan dari pembangunan PLTU di Kabupaten Batang?
C. Tujuan
1. Mengidentifikasi dampak pembangunan PLTU terhadap lingkungan hidup di
Kabupaten Batang.
2. Mengidentifikasi dampak pembangunan PLTU terhadap masyarakat di
Kabupaten Batang dan sekitarnya.
3. Menganalisis upaya preventif yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
dampak lingkungan dari pembangunan PLTU di Kabupaten Batang.
D. Manfaat
1. Teoritis
Sebagai bahan referensi perbandingan, terhadap objek penelitian pada
persoalan yang sama, berkaitan dengan analisis dampak lingkungan (AMDAL)
dari adanya rencana kebijakan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) di Kabupaten Batang.
2. Praktis
Bagi Pemerintah: Sebagai bahan masukan agar lebih memperhatikan dampak
lingkungan (AMDAL) dalam melakukan pembangunan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) di Kabupaten Batang.
Bagi Masyarakat dan Bagi Pihak Terkait: Sebagai bahan referensi dan sumber
pengetahuan mengenai analisis dampak lingkungan (AMDAL) apabila PLTU
direalisasikan di Kabupaten Batang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep AMDAL
Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL)
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (UU No.32 Tahun
2009 Pasal 1 angka 11).
Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas
lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi
serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai
dampak terhadap lingkungan hidup. Selain itu AMDAL digunakan untuk
mengidentifikasikan rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan
terutama yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup. AMDAL mengidentifikasikan komponen-komponen
lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting, dan
memprakirakan dan mengevaluasi rencana usahan dan atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dan
merumuskan RKL dan RPL.
Menurut Ariella Gitta Sari dalam jurnal “Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Serta Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Perspektif
Yuridis Normatif” kegunaan disusunya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) yaitu sebagai berikut:
1. Untuk membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan atau kegiatan.
2. Untuk memberi informasi pada masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari
suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
3. Untuk memberikan alternatif solusi meminimalisasi dampak negatif.
4. Dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang pemberian ijin usaha dan
atau kegiatan.

3
Berdasarkan pasal 23 UU No. 32 Tahun 2009 menyebutkan bahwa kriteria usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi AMDAL adalah
sebagai berikut:
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2. Eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak
terbarukan.
3. Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan perencanaan
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan
sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
buatan serta sosial budaya.
5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestrian kawasan
konservasi sumber daya alam, buatan serta sosial budaya.
6. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan
konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya.
7. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik.
8. Penggunaan bahan hayati dan non hayati.
9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara.
10. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
B. Eksternalitas
Eksternalitas merupakan biaya atau manfaat dari transaksi pasar yang tidak
direfleksikan dalam harga. Ketika terjadi eksternalitas, maka pihak ketiga selain
pembeli dan penjual suatu barang dipengaruhi oleh produksi dan konsumsinya.
Biaya atau manfaat dari pihak ketiga tersebut tidak dipertimbangkan baik oleh
pembeli maupun penjual suatu barang yang berproduksi atau yang menggunakan
produk sehingga menghasilkan eksternalitas (Mukhlis,2009:192).
Eksternalitas menyebabkan kegagalan pasar. Hal ini karena pada
eksternalitas akan menimbulkan masalah yakni bila produsen maupun konsumen
menyebabkan pengaruh eksternal (external effects), yakni bila aktivitas produsen
maupun konsumen menyebabkan biaya atau manfaat pada orang lain (pihak

4
ketiga). Masalah ini akan muncul karena biaya ataupun manfaat eksternal tersebut
tidak dimasukkan dalam perhitungan oleh konsumen maupun produsen dalam
aktivitasnya. Sehingga yang terjadi adalah baik konsumen maupun produsen
dalam melakukan aktivitasnya akan bersikap underestimate (Mukhlis,2009:193).
C. Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang meliputi
perubahan dalam struktur sosial, perubahan dalam sikap hidup masyarakat dan
perubahan dalam kelembagaan. Selain itu, pembangunan juga meliputi perubahan
dalam tingkat pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan pendapatan
nasional, peningkatan kesehatan dan pendidikan serta pemberantasan kemiskinan
(Mukhlis,2009:191). Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi perlu dibedakan,
karena keduanya memiliki konsep yang berbeda (Prasetyo,2009:237).
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita
masyarakat yaitu tingkat pertambahan Gross Domestic Product (GDP) pada satu
tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Perkembangan GDP yang
berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi oleh perubahan dan modernisasi
dalam struktur ekonomi yang umumnya tradisional, sedangkan pertumbuhan
ekonomi diartikan sebagai kenaikan itu lebih besar dalam GDP tanpa memandang
apakah kenaikan itu lebih besar atau apakah terjadi perubahan struktur atau tidak,
Prishardoyo (dalam Sukirno,1981:13-14). Prishardoyo dalam Todaro mengatakan
bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok
yaitu:
1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya (basic needs).
2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia.
3. Meningkatnya kemauan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude)
yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
Dari definisi di atas jelas terlihat bahwa pebangunan ekonomi memiliki
konsep yang lebih kompleks. Karena menyangkut perubahan kelembagaan di
segala bidang misalnya ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya
(Prishardoyo,2008:2).

5
D. Degradasi Lingkungan
Degradasi lingkungan merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan
kualitas lingkungan, baik karena aktivitas alam ataupun karena aktivitas manusia.
Permaslahan degradasi lingkungan sangat erat kaitannya dengan proses
pembangunan yang dilakukan oleh manusia. Ada dua kelompok besar ilmuwan
yang saling bersebrangan, yaitu kelompok ilmuwan yang mementingkan
pertumbuhan di satu sisi, dan mementingkan keadilan di sisi lain (Pranadji,
2005:315).
Ada tiga penyebab terjadinya kerusakan lingkungan pada skala massif,
yaitu: pertama, tidak terkendalinya nilai-nlai keserakahan yang mengiringi
kegiatan pembangunan ekonomi yang berwatak kapitalistik (“rakus”). Nilai-nilai
keserakahan yang tidak terkendali inilah yang mengantarkan bangsa Indonesia
meluncur sebagai bangsa yang paling korup dan menggiring pada jalur
“pemusnahan bersama”. Kedua, tidak mampunya kalangan berpengetahuan
meyakinkan penyelenggara negara untuk membangun masyarakat mandiri yang
cerdas (smart civil society), yang menempatkan aspek pengolahan lingkungan
secara kolektif pada posisi yang strategis. Ketiga, relative besarnya kelompok
lapisan masyarakat miskin yang kehidupannya sangan tergantung pada sumber
daya alam dan lingkungan, khususnya lahan untuk kegiatan pertanian subsistensi
(Pranadji, 2005:314).
Menurut Pranadji (2005:316-318) mengatakan bahwa kerusakan lingkungan yang
terjadi adalah diakibatkan oleh pendekatan pembangunan yang berporos pada
kerusakan nilai-nilai budaya seperti terjadinya pencemaran di kawasan padat
penduduk, intensifnya penghancuran hutan mangrove di sepanjang perairan
pedalaman (terutama pantura Jawa) untuk industri, penghancuran terumbu karang
akibat limbah industri, dan perusakan hutan tropis dan penebangan liar. Semuanya
itu bermuara pada kesengsaraan bagi setiap umat manusia untuk jangka waktu
yang panjang, dan tidak terhindari lagi bahwa masyarakat miskinlah yang akan
menjadi korban pertama dari segala perusakan yang ada tersebut. Praktek difusi
“segitiga setan” merupakan bentuk dari rusaknya nilai-nilai budaya yang semakin
memperburuk kualitas lingkungan di Indonesia (Pranadji, 2005:317).

6
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Dampak PLTU terhadap Lingkungan di Kabupaten Batang
Pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Kabupaten Batang
merupakan salah satu solusi pemerintah dalam mencukupi kebutuhan listrik di
Indonesia yang selalu meningkat setiap tahunnya. PLTU tersebut rencananya akan
digerakkan menggunakan bahan baku batubara. Padahal berdasarkan pengalaman
sebelumnya menunjukan bahwa emisi hasil pembakaran batubara untuk PLTU di
beberapa daerah di Indonesia telah terbukti memberikan efek buruk bagi
lingkungan sekitar. Beberapa efek buruk dari penggunaan batubara sebagai PLTU
adalah sebagai berikut:
1. Sektor Hulu  Penambangan batu bara secara terus menerus akan
memungkinkan adanya masalah lingkungan seperti hancurnya bentang alam,
kerusakan hutan, erosi, sedimentasi, hilangnya keanekaragaman hayati, banjir,
dan pencemaran yang lainnya.
2. Sektor Hilir  Penggunaan dan pembakaran batubara sebagai pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) secara terus menerus akan mendorong terjadinya
degradasi lingkungan yang meliputi tingginya gas polutan (PM 2,5, CO2,
Merkuri, SO2, NOx) dan menimbulkan adanya hujan asam serta perubahan
iklim secara global.
Perjalanan yang teramat panjang dari proses penambangan dan pengelolaan
batubara sebagai pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) telah menimbulkan
banyak sekali efek buruk terhadap lingkungan, walaupun di sisi lain listrik
merupakan salah satu kebutuhan yang vital bagi masyarakat Indonesia di era
modern ini. Apabila PLTU tetap dibangun di Kabupaten Batang, maka tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa efek buruk itu juga akan membuat adanya degradasi
lingkungan di Kabupaten Batang dan sekitarnya.
Greenpeace mengestimasi bahwa apabila PLTU itu benar-benar dibangun di
Kabupaten Batang, maka hal tersebut akan meningkatkan partikel beracun di
udara dari sebagian besar wilayah di pantai utara Jawa dan lebih jauh lagi. Selain
itu hujan asam dan emisi logam berat juga akan timbul sering dengan
pembangunan PLTU tersebut yang akan berdampak pada tanaman dan tanah.

7
Gambar 3.1
Estimasi Konsentrasi Rata-Rata PM2.5 Per Tahun dari PLTU Batang

Sumber: (Greenpeace,2015:13)
Daerah warna merah dan daerah warna hitam pada gambar di atas
merupakan lokasi yang paling beresiko terhadap munculnya pembangunan PLTU
di Kabupaten Batang. Daerah penerima resiko terparah apabila PLTU Batang
benar-benar dibangun adalah Kota Pekalongan dan Kabupaten Batang itu sendiri.
Daerah warna merah dan warna hitam pada gambar di atas sangat riskan terhadap
terjadinya degradasi lingkungan seperti menurunnya kualitas tanah dan punahnya
habitat flora dan fauna yang ada.
Secara berkelanjutan, lingkungan hidup di Kabupaten Batang dan daerah
sekitarnya akan mengalami proses peralihan dan sedikit banyak akan menurunkan
produktivitas sektor primer di daerah tersebut yang meliputi penurunan hasil
pertanian, perkebunan, dan perikanan apabila rencana pembangunan PLTU benar-
benar terealisasikan. Hal ini bukan sekedar argumen kosong, karena pengalaman
sebelumnya telah membuktikan bahwa pembangunan PLTU telah berdampak
negatif terhadap produktivitas sektor primer. Contoh nyata dalam kasus ini adalah
tedapat pada PLTU Cilacap yang berdasarkan penelitian greenpeace telah terbukti
menurunkan produktivitas sektor primer. Bahkan temuan penelitian menunjukan
adanya penurunan yang sangat signifikan terhadap hasil tangkap nelayan hingga
lebih dari 50% dibanding sebelum adanya pembangunan PLTU tersebut.

8
B. Dampak PLTU terhadap Masyarakat Batang dan Sekitarnya
Selain mendorong terjadinya degradasi lingkungan, emisi pembakaran
batubara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) juga telah terbukti
menyebabkan kematian dini akibat paparan SO2, NOx dan paparan partikel
berbahaya PM2.5 di udara. Sehingga baik secara langsung maupun tidak
pembangunan PLTU di Kabupaten Batang sedikit banyak akan berdampak pada
masyarakat Batang dan masyarakat di daerah sekitarnya.
Kabupaten Batang dan Kota Pekalongan adalah dua daerah terparah yang
akan menerima ancaman kesehatan paling tinggi apabila PLTU Batang
terealisasikan. Emisi polutan udara PLTU Batang diproyeksikan menyebabkan
780 kematian dini per tahun (95% interval kepercayaan: 470-1090). Ini termasuk
340 kematian akibat stroke, 300 kematian akibat penyakit jantung siskemik, 40
kematian akibat kanker paru-paru, 70 kematian akibat penyakit pernapasan kronis
dan 10 kematian dari anak-anak kecil karena penyakit pernapasan akut
(greenpeace,2015:13). Secara lebih jelas proyeksi tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.1
Proyeksi Kesehatan PLTU Batang
Interval
Jenis Penyakit Akibat Estimasi Penderita
Keyakinan
Pembangunan PLTU (Jiwa/Tahun)
95%
Stroke 340 210 – 480
Penyakit Jantung Iskemik 300 190 – 410
Penyakit Paru-Paru Obstuktif
50 30 – 68
Kronis
Kanker Paru-Paru 40 17 – 66
Penyakit Jantung Kronis dan
20 14 – 32
Pernafasan Lainnya
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
10 4 – 34
Pada Anak Usia < 5 Tahun
Total 780 470 – 1090
Sumber: Greenpeace,2015

9
Sebagian besar dampak kesehatan akan terjadi di kota Pekalongan, Tegal,
Semarang dan Cirebon. Dampak ini diproyeksikan untuk populasi di tahun 2020,
dengan mempertimbangkan pertumbuhan penduduk di masa mendatang.
Pemodelan dampak buangan fly ash dari PLTU Batang akan terjadi di sekitar
lokasi PLTU pada jarak 5 – 10 km. Lereng gunung di barat daya dan tenggara
juga akan terpengaruh. Sebagian besar wilayah yang terkena dampak akan
diproyeksikan untuk terkena fly ash sebesar 500 - 1.000 kilogram per km2.
Gambar 3.2
Pemodelan Estimasi Buangan Fly Ash Mengandung Toksik Logam dari
PLTU Batang, Kilograms Per Km2 Per Tahun

Sumber: Greenpeace,2015
Selanjutnya, masalah sosial dari pembangunan PLTU di Kabupaten Batang
juga mungkin terjadi. Hal ini karena pembangunan PLTU Batang membutuhkan
pembebasan lahan.
Tabel 3.2
Pengadaan Tanah Pembangunan PLTU Batang Seluas 125.146 M2
No Kabupaten Kecamatan Desa
1. Karanggeneng
Kandeman
1 Batang 2. Ujungnegoro
Tulis Ponowareng
Sumber: Keputusan Gubernur Jawa Tengah

10
Berdasarkan pengalaman dan penelitian sebelumnya menunjukan bahwa
pembangunan PLTU sering kali menimbulkan beberapa masalah sosial seperti:
1. Kematian anak di lubang tambang
2. Perampasan lahan
3. Petani & nelayan kehilangan pekerjaan
4. Konflik sosial & prostitusi
5. Kesehatan dan kualitas hidup buruk
6. Listrik untuk industri bukan untuk rakyat terpencil (Greenpeace,2015:6).
Masalah-masalah sosial di atas masih dilanjutkan dengan tingginya arus
transportasi batubara yang secara berkelanjutan meningkatkan turbulensi air,
potensi ceceran muatan ke sungai, abrasi pantai, dan kematian mangrove.
Kemudian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang membutuhkan banyak air
berpotensi membuat adanya konflik air di masyarakat (water scarcity). Perjalanan
panjang listrik dengan menggunakan pembangkit uap dan batubara terbukti
menghasilkan polutan dan meninggalkan jejak kehancuran di sepanjang siklus
hidupnya, dari pertambangan, pencucian, transportasi, hingga pada saat
pembakaran di pembangkit listrik (PLTU).
Berdasarkan semua penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diulas kembali pada bagian ini bahwa pembangunan PLTU Batang secara
signifikan akan berpengaruh terhadap masyarakat, baik itu dilihat dari kesehatan,
sosial, kultur, profesi, ataupun aspek lainnya. Keadaan ini tidak hanya berdampak
kepada Kabupaten Batang itu sendiri, namun juga berdampak luas kepada daerah-
daerah lain selain Batang. Oleh karena itu, pemahaman terhadap lingkungan
sangat diperlukan dalam hal ini agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dari pembangunan PLTU
Batang sangat diperlukan. Upaya-upaya cerdas untuk mengantisipasi adanya
dampak buruk dari PLTU Batang tersebut sangat dibutuhkan pada saatnya nanti
apabila PLTU Batang telah terealisasikan. Hal ini bukan hanya sekedar himbauan
belaka, namun juga merupakan penyeimbang yang perlu direnungkan agar
kebijakan-kebijakan yang ada tidak hanya berorientasi pada materi tanpa
mempedulikan lingkungan yang sekitar. Kebijakan pembangunan yang
berwawasan lingkungan sangat dibutuhkan dalam hal ini.

11
C. Upaya Preventif untuk Meminimalisir Pembangunan PLTU Batang
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa PLTU telah terbukti
memberikan dampak buruk terhadap kualitas lingkungan dan kualitas hidup
masyarakat. Oleh karena itu maka diperlukan upaya preventif yang tepat untuk
meminimalisasi adanya dampak tersebut sebelun pembangunan PLTU baru
dilakukan termasuk rencana pembangunan PLTU di Kabupaten Batang.
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) mengenai rencana
pembangunan PLTU Batang sangat diperlukan. Hal ini penting karena untuk
memperkirakan dampak buruk apa yang akan terjadi apabila PLTU Batang sudah
terealisasikan. Sehingga apabila dampak buruk dari adanya PLTU Batang tersebut
sudah diperkirakan maka pemangku kebijakan dan masyarakat secara umum dapat
melakukan beberapa upaya preventif untuk meminimalisasi adanya dampak buruk
tersebut. Beberapa upaya preventif menurut (Greenpeace,2015:14-15) untuk
meminimalisir dampak pembangunan PLTU Batang antara lain:
1. Dilihat dari sisi hukum:
Indonesia membutuhkan Clean Air Act. Hukum di Indonesia harus tegas dan
secara khusus menangani bahaya dari PLTU Batubara. Batubara menghasilkan
polutan udara terbesar, bahkan apabila dibandingkan dengan sumber energi
fosil lainnya, seperti minyak bumi dan gas. Dampak polusi udara PM2.5 dan
bahan berbahaya lainnya dari PLTU Batubara tidak dapat diabaikan. Hukum
terkait kualitas udara Indonesia harus lebih baik melindungi kita. Rakyat
Indonesia berhak untuk menghirup udara bersih.
2. Dilihat dari sisi AMDAL:
Kementerian Lingkungan Hidup harus mengelola analisis mengenai dampak
lingkungan untuk PLTU Batubara. Secara khusus, setiap penilaian dampak
terhadap kesehatan dan lingkungan atau emisi gas rumah kaca di AMDAL
harus diperkuat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu
memainkan peran kuat dalam penilaian dampak lingkungan yang berkelanjutan
dari proyek PLTU Batubara dan melakukan pemeriksaan menyeluruh dari
kerusakan yang disebabkan oleh PLTU ini. Setiap pembangkit listrik harus
diminta untuk melaksanakan survei epidemiologi tentang dampak kesehatan
terhadap penduduk setempat dan pencemaran lingkungan di dekat pembangkit

12
listrik, kemudian mempublikasikan hasilnya secara transparan, dan datang
dengan langkah-langkah jangka panjang yang jelas untuk mengurangi
kerusakan.
3. Dilihat dari sisi standar:
Indonesia masih memiliki kesulitan dalam memprediksi konsentrasi nasional
PM2.5 dan menilai kerusakan nyata yang disebabkannya, karena stasiun
pemantauan tidak cukup untuk memantau seluruh negeri. Namun, hasil
pengukuran terbatas yang dilakukan pemerintah menunjukkan konsentrasi
PM2.5 di kota-kota seperti Jakarta, Pekanbaru, Surabaya di tahun 2012 saja
telah mencapai hampir 2 kali lebih tinggi dari pedoman WHO 10μg/m 3, akibat
pencemaran berbagai sumber. Pemerintah kita perlu memperketat standar
PM2.5 nasional. Departemen Kesehatan harus mengembangkan
langkahlangkah terbaik dan pedoman untuk mengukur dampak kesehatan dari
PLTU Batubara di Indonesia termasuk Kabupaten Batang.
4. Dilihat dari Hukuman bagi Pelaku yang terlibat dalam PLTU yang Melanggar:
Hukuman untuk PLTU Batubara yang menghasilkan polusi udara melebihi
standar harus diperkuat dengan langkah-langkah yang lebih ketat untuk
memantau emisi polutan udara dan menjatuhkan denda berat pada pembangkit
listrik yang bersangkutan. Kita harus memungut biaya tambahan sebagai denda
untuk NOx (salah satu sekunder PM2.5). Kita harus secara tepat memberikan
denda dan sanksi kepada produsen listrik agar bertanggung jawab atas
kelebihan emisi polusi udara, dalam rangka mendorong mereka untuk tidak
melanggar hukum dan melampaui batas emisi.
5. Dilihat dari Pemantauan
Untuk Indonesia, langkah pertama untuk mengelola PM2.5 secara efektif
adalah memperluas dan memperkuat jaringan pemantauan sistematis di seluruh
negeri, mengidentifikasi sumber emisi utama, dan melakukan penelitian
dukungan terhadap kesehatan, lingkungan, sosial, dan dampak ekonomi akibat
polutan tersebut. Selain itu, perlu juga untuk memperkenalkan sistem
manajemen sumber emisi yang sistematis dan dapat diakses publik berdasarkan
penelitian dan pemantauan data. Pemerintah harus mewajibkan pemeriksaan
rutin dengan perangkat polusi-kontrol pada pembangkit listrik dan memperkuat

13
pemantauan dan hukuman untuk pembangkit dengan emisi polutan yang
berlebih.
6. Dilihat dari Penggunaan Energi Terbarukan
Langkah yang paling penting yang dapat kita ambil adalah untuk menggantikan
PLTU Batubara, baik yang sudah ada maupun yang masih dalam perencanaan,
dengan rencana yang jelas dan strategis untuk efisiensi energi, net metering,
tersedianya sistem smart grid, dan pengembangan nasional sumber daya energi
terbarukan termasuk panas bumi. Indonesia harus meningkatkan pasokan listrik
dari energi terbarukan dalam rencana pembangunannya. Saat ini, pemerintah
menetapkan target energi terbarukan sebesar 25% pada tahun 2025 yang itu
pun masih dilihat pesimis oleh berbagai pihak mengingat belum didukung oleh
regulasi-regulasi yang diperlukan. Ini masih jauh dari pencapaian negara-
negara lain yang sudah lebih awal berusaha meninggalkan Batubara dan beralih
pada pengembangan energi terbarukan yang lebih ambisius, seperti China yang
berkembang pesat dalam pemanfaatan tenaga angin dan tenaga matahari.

14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan semua pembahasan yang sudah dipaparkan di atas maka dapat
diambil beberapa kesimpulan mengenai rencana pembangunan pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) di Kabupaten Batang yaitu sebagai berikut:
1. Pembangunan PLTU dengan bahan baku batubara telah terbukti memberikan
dampak yang buruk terhadap terjadinya degradasi lingkungan. Oleh karena itu,
rencana pembangunan PLTU Batang diprediksi akan memberikan dampak
lingkungan baik kepada Kabupaten Batang itu sendiri maupun kabupaten lain
di sekitar laut utara Pulau Jawa.
2. Rencana pembangunan PLTU Batang diestimasi akan menimbulkan dampak
buruk terhadap tingkat kesehatan masyarakat baik di Kabupaten Batang itu
sendiri maupun kabupaten lain yang dekat dengan PLTU Batang tersebut.
Diprediksi munculnya pembangunan PLTU Batang akan memicu munculnya
berbagai macam penyakit terutama penyakit gangguan pernafasan.
3. Upaya preventif dari adanya pembangunan PLTU Batang dapat dilakukan
melalui berbagai cara seperti pengetatan aturan dan sanksi hukum, pengetatan
AMDAL, pengetatan SOP, dan peningkatan pemantauan dari operasi dan
aktivitas pembangunan PLTU Batang tersebut.
B. Saran
Kepedulian dan perhatian yang lebih terhadap lingkungan dari pemangku
kebijakan (pemerintah), dinas terkait PLTU, dan masyarakat Batang pada
khususnya perlu direnungkan dan ditingkatkan. Hal ini agar pembangunan PLTU
Batang nantinya tidak hanya berorientasi pada penyediaan listrik semata, namun
juga mempedulikan kelestarian alam dan lingkungan untuk mewujudkan
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
C. Keterbatasan
Makalah ilmiah ini hanya membahas deskripsi AMDAL dari rencana
pembangunan PLTU Batang secara umum. Jadi pembahasannya belum
mengerucut dan masih memungkinkan untuk disempurnakan lagi oleh peneliti
lain melalui makalah ilmiah selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Greenpeace. 2015. Ringkasan Ancaman Maut PLTU Batubara “Bagaimana


Ketergantungan Pemerintah Indonesia Terhadap Batubara Mengancam
Kehidupan Rakyat”. Jakarta. Mega Plaza Lt. 5, HR. Rasuna Said Kav. C3.
@greenpeace.org.

Mukhlis, Imam. 2009. Eksternalitas, Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan


Berkelanjutan dalam Perspektif Teoritis. Jurnal Ekonomi Bisnis Tahun 14
Nomor 3. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Jawa Timur.

Pranadji, Tri. 2005. Keserakahan, Kemiskinan, dan Kerusakan Lingkungan “Pintu


Gerbang Pencermatan dan Penguatan Nilai-nilai Bdaya Indonesia pada
Milenium ke-3. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 3 No. 4. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Prasetyo, P. Eko. 2009. Fundamental Makro Ekonomi. Yogyakarta. Beta Offset


Yogyakarta.

Prishardoyo, Bambang. 2008. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Potensi


Ekonomi Terhadap Product Domestic Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Pati Tahun 2002 – 2005. JEJAK. Jurusan EP Unnes. Semarang.

Republik Indonesia. Pasal 23 UU No. 32 Tahun 2009. Tentang Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan (AMDAL). Peraturan Perundang-undangan.
Sekertariat Negara. Jakarta Pusat.

Republik Indonesia. UU No.32 Tahun 2009 Pasal 1 angka 11. Tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peraturan Perundang-
undangan. Sekertariat Negara. Jakarta Pusat.

16

Anda mungkin juga menyukai