Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PRESENTASI KASUS

Sepsis Neonatorum

Disusun oleh:

Wahyu Purnama, 1206207294

Narasumber:

dr. Emmy Lasmida N, Sp.A

MODUL PRAKTIK KLINIK KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

AGUSTUS 2016
BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS
Nama : By. Ny. YS
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 7 Agustus 2016
Alamat : Jl. Giri Kencana RT. 02/02
Agama : Islam
Waktu masuk : 7 Agustus 2016 (17.48 WIB)
Nama Ayah/Ibu : Tn. SB/Ny. YS
Pendidikan Ayah/Ibu : SMK/SMK
Pekerjaan Ayah/Ibu : Wiraswasta/Ibu rumah tangga
Usia Ayah/Ibu : 33/24 tahun
Pemeriksaan dilakukan : 7 Agustus 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien lahir spontan dengan kondisi merintih dan terdapat retraksi dinding dada.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien lahir spontan di IGD kebidanan RSCM atas indikasi inpartu dan mengalami ketuban
pecah dini 17 jam sebelum proses kelahiran, Apgar Score 9/10 dan air ketuban ditemukan
jernih, tidak berbau. Bayi lahir langsung menangis, dan bayi sempat dipindahkan dari ruang
VK menuju ruang transit. Saat lahir diketahui tali umbilicus tampak membengkak berisi
darah, kemudian dilakukan pengikatan di umbilicus sekitar 7 cm proksimal umbilicus.
Perdarahan minimal dan distal umbilicus sudah terpotong.
Pada saat usian pasien 2 jam, pasien tampak mengalami retraksi dada dan terdengar merintih,
tampak perdarahan minimal dari distal umbilicus yang dipotong. Bayi kemudian dipindahkan
ke SCN 4.
Riwayat demam pada ibu pasien disangkal, ibu pasien hanya mengeluhkan beberapa kali
mengalami sakit kepala dan nyeri di daerah punggung selama kehamilan. Terdapat riwayat
keputihan selama hamil, riwayat nyeri saat buang air kecil dan anyang-anyangan disangkal.
Saat pemeriksaan dilakukan, pasien dalam perawatan hari ke 2. Pada pasien sudah dilakukan
foto polos dada. Selama 3 hari dirawat, pasien sudah mendapatkan terapi oksigenasi
menggunakan CPAP PEEP 7 dengan FiO2 21%, antibiotik (ampisilin 2x5115mg dan
gentamisin 12mg/36jam). Pada bayi terpasang NGT untuk dekompresi dan IVFD
60cc/kgBB/hari.

Riwayat Kehamilan
Ibu pasien berumur 24 tahun saat hamil. Pasien merupakan anak kedua, hari pertama haid
terakhir (HPHT) pada 1 November 2015. Ibu pasien rutin kontrol kandungan ke Puskesmas
setiap bulan. Tidak ada riwayat demam, nyeri saat buang air kecil namun terdapat keputihan
selama kehamilan. Riwayat diabetes mellitus selama kehamilan disangkal oleh suami pasien.
Riwayat kelahiran sebelumnya, anak perempuan lahir tahun 2003, jenis persalinan secsio
cesaria, tidak terdapat komplikasi selama kehamilan
Status obstetric ibu pasien : G2P1A0, masa kehamilan 35 minggu, janin presentasi kepala
tunggal hidup, dengan air ketuban berkurang dan ketuban pecah 17 jam yang lalu,
pertumbuhan janin normal.

Riwayat Kelahiran
Kelahiran tunggal, lahir pervaginam, lahir pada usia kehamilan 35 minggu. Apgar score pada
menit ke-1 9, pada menit ke-5 10. Berat badan saat lahir 2260 gr, panjang badan 49 cm.

Riwayat Pascakelahiran
Pasien sudah diberikan vitamin K 0,5 mg IM dan vaksin Hepatitis B 0 dan salep mata
kloramfenikol.

Riwayat Imunisasi
Imunisasi Hep-B pertama (7 Agustus 2016)

Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kedua. Tidak ada penyulit kehamilan dan riwayat penyakit serupa
pada saudara kandung pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 7 Agustus 2016 10:30 WIB (Postnatal)
Panjang : 49 cm
Berat : 2260 gr
Suhu : 38,0 °C
Bentuk kepala : bulat, normocephal, ubun-ubun besar datar dan terbuka
Rambut : hitam
Mata : simestris, tidak ada discharge pada mata, tidak pucat dan tidak ikterik
Telinga : simetris, normotia
Hidung : choana +/+, bentuk normal, tidak terdapat napas cuping hidung,
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Tonsil : tidak ada kelainan
Lidah : tidak ada kelainan
Leher : terdapat penggunaan otot bantu napas
Neurologi
Kesadaran : letargi
Refleks : Moro (+), pegang (+) lemah, Babinski (+), hisap (+), rooting (+)
Kardiovaskular
Jantung : DJ 145x/menit, murmur (-), gallop (-)
Sirkulasi : tidak sianosis, tidak pucat, akral hangat, dan CRT < 3 detik
Paru
Pergerakan : simetris
Pernapasan : frekuensi 53 kali/menit, terdapat retraksi otot intercostalis
Auskultasi : vesikuler pada dada kiri dan kanan, terdapat ronkhi basah kasar, tidak
ada wheezing
Gastrointestinal
Mulut : mukosa lembab, tidak ada perdarahan pada gusi, tidak terdapat
muntah
Abdomen : tidak terdapat residu dari saluran cerna, hati limpa tidak teraba, tidak
terdapat asites, umbilikus basah
Genitalia
Laki-laki, genitalia normal dan tidak tampak kelainan
Eliminasi
Anus : ada, tidak terdapat dimple maupun fistula pada area anus
Pasien sudah keluar meconium 1 kali, berwarna hijau
Muskuloskeletal
Tonus : cukup
Kelainan tulang : tidak ada
Gerakan bayi : bebas
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar dada : 30 cm
Lingkar perut : 28 cm
Lingkar lengan : 10 cm
Panjang lengan : 19 cm
Panjang tungkai : 19 cm
Jarak kepala – symphisis : 22 cm
Symphisis – kaki : 22 cm
Lingkar paha : 13 cm

Tanggal 8 Agustus 2016


Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Status nutrisi : tampak cukup
Frekuensi nadi : 158 kali/menit
Frekuensi nafas : 64 kali/menit
Suhu : 37,0°C
Sa O2 : 86%, terpasang CPAP, PEEP 7 dengan FiO2 30%

Kepala : bulat normocephal, fontanel anterior lunak, sutura sagitalis tepat, wajah
simetris, tidak terdapat caput succedaneum maupun cephalhematom
Kulit : kemerahan, tidak ikterik, dan tidak tampak pucat
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak tampak ikterik
Telinga : normotia, simetris, bentuk luar terlihat normal
Hidung : tidak ada discharge, tidak terdapat napas cuping hidung, terpasang CPAP
Tenggorokan : tidak ada discharge, tidak terdapat labiognatopalatoschisis
Leher : tidak terdapat penggunaan otot bantu napas, kelenjar getah bening tidak
teraba membesar
Dada : simetris pada statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi
Jantung : bunyi jantung I-II normal regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Paru : bunyi paru vesikuler +/+. ronkhi +/+, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus normal
Umbilicus : tampak kemerahan, tampak sedikit perdarahan pada bagian distal umbilicus.
Genital : laki-laki, bentuk genitalia normal
Ekstremitas : tidak terdapat edema, akral teraba hangat, CRT < 2 detik
Tonus : baik, gerakan simetris
Kesimpulan Ballard score:
Skor maturitas neuromuscular 12 dan maturitas fisik 14, total skor 26 (usia 35
minggu)
Penilaian Down Score:
Frekuensi nafas 60-80 kali permenit, tampak retraksi dada ringan, tidak ada sianosis,
ada air entry (udara masuk), terdengar merintih tanpa menggunakan alat bantu. Down
Score 4 (gangguan pernafasan sedang).
Neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan (35 minggu, 2260 gr)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 8 Agustus 2016
Hemoglobin 18,9 g/dL (15 - 24 g/dL)
Hematokrit 55% (44 - 70%)
Tombosit 433x 103 /µL (150 - 400 x 103 / µL)
Leukosit 17,21x 103 /µL (9,1 - 34 x 103 / µL)
Hitung jenis
Basofil 0,2 (0-1)
Eosinofil 0,2 (1-3)
Neutrofi 71,2 (52-76)
Limfosit 17,2 (20-40)
Monosit 10,9 (2-8)
CRP 0,1 mg/L (<0,6 mg/L)
IT ratio 0,12 (<0,2)

Tanggal 9 Agustus 2016


Hemoglobin 15,6 g/dL (15 - 24 g/dL)
Hematokrit 43,7% (44 - 70%)
Tombosit 267x 103 /µL (150 - 400 x 103 / µL)
Leukosit 10,81x 103 /µL (9,1 - 34 x 103 / µL)
Kultur darah 2 x 24 = BT
CRP 2,2 mg/L (<0,6 mg/L)
IT rasio 0,15
PT 14 (10,7)
APTT 77,9 (33)

Pemeriksaan Analisis Gas Darah


Pemeriksaan Hasil (7 Agustus 2016) Hasil (9 Agustus 2016)
pH 7,444 7,470
pCO2 30,9 42,1
pO2 41,9 54,4
HCO3- 21,3 30,9
BE -0,9 6,9
SO2% 81,1 90,0
Hct 54 50
Hb 17,7 16,7
Na+ 107,8 144,4
K+ 10,17 -
Cl- 98,3 98,2

Foto Toraks (9 Agustus 2016)


Intensitas foto cukup, simetris, aspirasi cukup, trakea di tengah, mediastinum tidak
mengalami pelebaran. Jantung tampak seperti buah pir, apeks tertanam, batas jantung kiri dan
kanan jelas, tidak tampak elongasi aorta, segmen pulmonal tidak menonjol, jantung tampak
tidak membesar. Pada paru hilus tidak tampak melebar, tampak corakan bronkovaskuler
meningkat, tidak tampak infiltrat. Diafragma lengkung dengan sudut kostofrenikus jelas dan
tajam, tidak tampak penebalan pleura, tulang dan jaringan tampak baik.
Kesan : tidak tampak kelainan pada foto toraks.

DIAGNOSIS
1. Neonatus kurang bulan, sesuai untuk masa kehamilan
2. Sepsis Neonatus Awitan Dini

TATALAKSANA
1. Termoregulasi, pasien dirawat dalam incubator
2. Oksigenasi adekuat : CPAP 7 cmH2O
3. Kebutuhan cairan 60 ml/kgBB/hari  60 ml/hari
IVFD: PG2 4,3 ml/jam
IL 0,5 ml/jam
Dio+Ca 0,9 ml/jam
4. Atasi infeksi : Ampisilin 2x115 mg dan gentamisin 12mg/36jam
5. Evaluasi perkembangan klinis, tanda vital, dan toleransi minum
6. Pemeriksaan laboratorium: Darah perifer lengkap, hitung jenis, CRP, IT ratio, kultur
darah, analisis gas darah, rontgen toraks, cek PT dan APTT. Pantau perdarahan.

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sepsis Pada Bayi Baru Lahir

Mendiagnosis sepsis pada bayi baru lahir tidaklah semudah mendiagnosis sepsis pada
orang dewasa. Sepsis pada bayi baru lahir juga lebih mudah terjadi karena banyaknya factor
risiko infeksi yang dapat terjadi pada bayi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan
belum dapat ditanggulangi. Bayi laki-laki, bayi kurang bulan, bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah (BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gr, bayi dengan sindrom gangguan napas,
serta bayi yang lahir dari ibu yang berisiko memiliki factor risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami sepsis neonatus.1, 2

Sepsis neonates didefinisikan sebagai infeksi pada aliran darah yang bersifat invasive
dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum
tulang, dan air kemih. Sepsis neonatal dibagi menjadi sepsis awitan dini dan sepsis awitan
lanjut. Sepsis awitan dini apabila ditemukan sepsis pada 3 hari pertama (72 jam) setelah
kelahiran. Sekitar 90% gejala sepsis dapat muncul pada 24 jam pertama. Infeksi yang dialami
oleh neonates ini ditransmisikan secara vertical oleh ibu disebabkan karena penyakit infeksi
yang sudah dialami oleh ibu, atau infeksi selama persalinan atau proses kelahiran. Berbeda
dengan sepsis awitan lambat yang muncul setelah 3 hari lahir, infeksi berasal dari pathogen di
lingkungan sekitar bayi.1, 2, 3

Sepsis didefinisikan sebagai sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) yang terjadi
akibat adanya infeksi dari bakteri, virus, jamur ataupun parasit. Sepsis berat adalah keadaan
sepsis yang disertai dengan adanya disfungsi organ kardiovaskular dan gangguan napas akut,
atau apabila terdapat gangguan organ lain seperti neurologi, hematologi, urogenital, dan
hepatologi. Syok sepsis terjadi apabila bayi jatuh ke keadaan hipotensi dan mengalami
gangguan perfusi organ walaupun sudah diberikan cairan yang adekuat.1, 2, 3

Pada neonates, dapat terjadi berbagai bentuk infeksi neonates seperti diare, infeksi
pernapasan akut, tetanus neonates, diare, sepsis dan meningitis. Namun, tetanus dan sepsis
merupakan penyakit yang memiliki angka kematian tertinggi dan paling sering menimbulkan
masalah dibandingkan dengan infeksi lainnya. Di Indonesia, kasus sepsis dan meningitis
merupakan kasus yang masih sulit untuk dipecahkan, didiagnosis, dan ditatalaksana, serta
dicegah, hingga saat ini.1, 2
Dalam menangani sepsis, tentu harus diketahui terlebih dahulu pola kuman dari suatu
rumah sakit. Pola kuman tersebut dipengaruhi banyak faktor seperti tingginya angka
kolonisasi kuman pada ibu, perbedaan pola kuman lingkungan sekitar ibu dan bayi, respon
imun dan factor genetic, serta pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan. Pola kuman ini
selain berbeda antar rumah sakit, juga mengalami perubahan dalam kurun waktu tertentu,
misalnya pada penelitian di RSCM menunjukkan perubahan pola kuman dalam 30 tahun
terakhir. Oleh karena itu, dalam menatalaksana sepsis, harus dipertimbangkan antibiotic yang
sensitive terhadap pola kuman yang ada serta harus dilakukan evaluasi berkala, dilakukan
upaya diagnosis kuman dan dibuat pedoman tatalaksana yang tepat.1, 2

DIAGNOSIS

Diagnosis klinis sepsis pada bayi baru lahir merupakan sebuah tantangan tersendiri
bagi dokter, disamping gejala dan tanda yang muncul tidak khas, keterlambatan diagnosis
sedikit saja dapat mengancam kelangsungan hidup bayi dan menyebabkan kematian. Baku
emas pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kultur darah juga baru akan diketahui
setelah 2 sampai 5 hari. Hasil biakan kuman juga dipengaruhi oleh pemberian antibiotic
sebelumnya dan adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial. Berbagai
pemeriksaan penunjang lain sudah mulai dikembangkan seperti CRP dan IT rasio, namun
tidak dapat dijadikan sebagai pegangan tunggal dalam mendiagnosis sepsis. Pemeriksaan
sitokin, biomolekular darah dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis
kuman dan dianggap sebagai pemeriksaan yang efektif sehingga dapat mencegah terjadinya
komplikasi jangka panjang.1, 3

Pemeriksaan IT rasio memiliki sensitifitas 60-90% oleh karenanya sering digunakan


sebagai salah satu pemeriksaan dalam mendiagnosis sepsis neonates. Pemeriksaan CRP juga
sering dilakukan, dimana nilai CRP akan meningkat pada hari kedua dan ketiga setelah
terjadi sepsis. Pemeriksaan CRP ini memiliki sensitifitas 50-90%. Pemeriksaan CRP ini akan
lebih bermanfaat apabila dilakukan secara serial karena dapat menilai respon terhadap
pemberian antibiotic. Selain itu, dapat pula memperkirakan lamanya pemberian antibiotic dan
menilai kekambuhan sepsis.1, 2

Dalam mendiagnosis sepsis secara dini, dapat dipertimbangkan berbagai faktor risiko
potensial yang berhubungan dengan sepsis awitan dini. Factor risiko tersebut meliputi factor
risiko mayor dan factor risiko minor. Factor risiko mayor diantara lain ketuban pecah dini
(KPD) lebih dari 18 jam, ibu mengalami demam intrapartum >38 oC, korioamnionitis, ketuban
berbau, denyut jantung janin lebih dari 160 kali/menit. Factor risiko minor meliputi KPD
lebih dari 12 jam, demam intrapartum >37,5oC, berat badan lahir sangat rendah (<1000gr),
kembar, usia kehamilan kurang dari 37 minggu, keputihan yang tidak diobati, kecurigaan
adanya infeksi saluran kemih. Seorang bayi diduga kuat mengalami sepsis apabila memenuhi
dua kriteria mayor, atau satu kriteria mayor ditambah dua kriteria minor.1, 2

Gejala klinis yang sering muncul pada pasien sepsis neonates antara lain berupa
letargi, penurunan refleks hisap, merintih dan mengalami gangguan respirasi (henti napas,
distress pernafasan), gangguan sirkulasi (bradikardi, takikardi, hipotensi, pucat, atau
sianosis), iritabel, gangguan sistem SSP (kejang, hiptonia), adanya gangguan hematologic,
gastrointestinal (gangguan refleks menelan, muntah, distensi abdomen, waktu pengosongan
lambung yang memanjang,diare, dan ileus), suhu yang tidak stabil (hipotermi atau demam),
dan ikterus patologis. Kadang-kadang bayi juga dapat terlihat menangis lemah atau menangis
dengan high pitch cry.1, 2

Gambar 1. Faktor risiko mayor dan minor pada SAD

Penelitian yang dilakukan oleh Wilar R dkk (tahun 2010), yang dilakukan di RS Prof.
DR. R. D. Kandou Manado pada 72 bayi yang lahir dengan factor risiko bayi sepsis
menunjukkan, dari 58 bayi yang didiagnosis sepsis factor risiko yang berhubungan secara
signifikan dengan sepsis hanya ketuban pecah dini lebih dari 18 jam yang merupakan salah
satu factor risiko mayor dari sepsis awitan dini.2

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada bayi tersangka sepsis awitan dini terdiri dari
pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung jenis, dan biakan darah. Dapat pula ditemukan
penurunan leukosit (<5.000/uL) atau leukositosis (>30.000/uL) dengan dominasi
polimorfonuklear, atau trombositopenia (<100.000/uL). Pendapat lain mengatakan bahwa
apabila terdapat tanda klinis yang khas seperti disebutkan diatas, ditambah dengan hasil
pemeriksaan CRP yang >10mg.dL sudah dikatakan cukup untuk mendiagnosis SAD. Peneliti
lain mencoba menggabungkan nilai CRP>10mg/dL ditambah dengan nilai perbandingan
neutrophil imatur terhadap neutrophil total (IT ratio) 2,5 dirasa cukup untuk diberikannya
antibiotic dosis sepsis pada neonates. Bayi yang sudah didignosis dengan sepsis ini
diindikasikan untuk mendapat perawatan di ruang NICU.1, 2

Gambar 2. Gambaran klinis pasien sepsis neonatus

PATOFISIOLOGI

Insidensi sepsis sepuluh kali lebih tinggi pada bayi yang berat lahirnya sangat kurang
(<1000gr) dan bayi-bayi premature yang disebabkan oleh kegagalan fungsi sistem imunologis
dalam menanggulangi infeksi yang terjadi. Mikroorganisme dapat masuk dan mencapai janin
melalui berbagai cara atau prosedur seperti amniosentesis, pemeriksaan vili korionik, dan
pengambilan darah perkutaneus. Infeksi pada ibu saat melahirkan juga dapat menjadi salah
satu jalur infeksi bagi bayi, terutama infeksi genital. Kolonisasi awal bacterial terjadi pada
bayi terutama pada kejadian ketuban pecah dini. Jika KPD lebih dari 24 jam maka infeksi
bakteri dapat naik dan menyebabkan infeksi pada membrane janin, tali pusat, dan plasenta.1

Selain dari beberapa hal di atas, adanya kontaminasi dari lingkungan bayi seperti alat-
alat yang digunakan bayi, prosedur neonatal yang invasif seperti kateterisasi umbilicus,
penggunaan ventilator, kurangnya perhatian tenaga kesehatan terhadap keadaan a dan
antisepsis juga dapat menjadi sumber infeksi bagi neonates. Menurut Short MA (2004)
respon fisiologis tubuh pasien neonates tampaknya tidak jauh berbeda dengan pasien anak
besar atau pasien dewasa, yaitu dimulai dengan adanya gambaran proses inflamasi,
koagulopati, gangguan fibrinolysis yang selanjutnya akan menimbulkan gangguan sirkulasi
dan perfusi jaringan yang kemudian menimbulkan disfungsi organ.1, 2

Pada bayi baru lahir, terdapat berbagai tingkat defisiensi sistem pertahanan tubuh
sehingga respon sistemik pada janin dan bayi baru lahir akan berlainan dengan pasien
dewasa, misalnya pada janin infeksi awitan dini sudah dapat terjadi dan menimbulkan respon
sistemik yang dikenal sebagai fetal inflammatory response syndrome (FIRS) dimana terjadi
infeksi pada janin atau bayi baru lahir karena adanya penjalaran dari vagina atau infeksi yang
menjalar secara hematogen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perjalanan sepsis
awitan dini sudah bermula sejak adanya FIRS, kemudian dilanjutkan dengan sepsis, sepsis
berat, syok sepsis, disfungsi multiorgan, hingga berujung pada kematian.1, 2

Berbagai variable inflamasi yang merupakan respon sistemik pada keadaan


FIRS/SIRS mengalami peningkatan terutama sitokin sebagai respon adanya proses inflamasi
akibat adanya infeksi seperti IL-1, IL-2, TNF-a yang bahkan dapat meperburuk proses
inflamasi akan tetapi sebagian lainnya seperti IL-4 dan IL-10 sebagai sitokin anti-inflamasi
justru meredam inflamasi dan mempertahankan homeostasis organ vital. Dilaporkan bahwa
pemeriksaan sitokin ini sangat mempermudah proses diagnosis karena akan terdeteksi dalam
2 hari sebelum awitan sepsis muncul.1, 2, 4

Selain sistem imun, pada sepsis terjadi perubahan pula pada sistem koagulasi, dimana
terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor bersama dengan factor VII, factor IX, dan X
sehingga menyebabkan terjadinya proses hiperkoagulasi yang menyebabkan terbentuknya
thrombin berlebihan sehingga meningkatkan produksi fibrin dan fibrinogen. Supresi
fibrinolysis juga terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen-activator inhibitor
akibat dirangsang oleh mediator inflamasi sehingga mengakibatkan akumulasi fibrin yang
menimbulkan mikrotrombi pada pembuluh darah sehingga mengganggu proses sirkulasi
darah. Keadaan ini akan mengakibatkan hipoksemia dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi
disfungsi berbagai organ tubuh.1, 2

MANAJEMEN

Manajemen utama dari sepsis neonates adalah mengeliminasi kuman meskipun


kenyataannya membutuhkan waktu untuk menentukan pathogen penyebab sepsis, dan untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut pemberian manajemen harus dilakukan segera.
Oleh karena itu, dilakukan pemberian antibiotic empiris untuk mencegah berlanjutnya fase
sepsis. Pemberian antibiotic empiris ini tentu saja harus memperhatikan pola kuman yang
tersering ditemukan pada klinik atau rumah sakit yang bersangkutan. Segera setelah hasil
kultur darah, antibiotik yang lebih sensitif dapat diberikan sehingga pengobatan dapat lebih
efektif.1, 4

Gambar 3. Algoritma untuk mengevaluasi sepsis awitan dini usia kurang dari 37 minggu 4

Antibiotic yang diberikan sebaiknya memiliki cakupan atau spectrum yang luas, dan
dapat diberikan antibiotic kombinasi agar sensitifitasnya baik terhadap bakteri Gram positif
maupun negatif. Terapi antibiotic inisial pada kasus sepsis neonates yaitu golongan
ampisilin/kliksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosida/sefalosporin menjadi pilihan
terapi. Hal ini karena kombinasi antibiotik ini sensitif terhadap Streptococcus grup B dan
Listeria monocytogenes. Lamanya pengobatan tergantung pada jenis kuman, apabila Gram
positif diberikan 10-14 hari sedangkan apabila Gram negative diberikan 2-3 minggu. Selain
itu, dapat pula digunakan sefalosporin generasi ketiga untuk menggantikan aminoglikosida.
Untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap antibiotic lain, maka penggunaan antibotik
alternative perlu diperhatikan dan diberikan sesuai dengan indikasi. Seftriakson
dikontraindikasikan penggunaannya pada neonates karena memiliki potensi ikatan yang
sangat kuat terhadap protein dan dapat menyebabkan kernicterus.1, 4

Selain antibiotic, dilakukan pemberian terapi tambahan untuk membantu fungsi


imunologis dan mengatasi cascade inflamasi yang terjadi pada sepsis sepeti pemberian
immunoglobulin intravena, fresh frozen plasma, transfusi tukar, transfuse granulosit, transfusi
packed red blood cells , penyuntikan TNF-a dan IL-1. Fresh frozen plasma (FFP) diharapkan
dapat mengatasi gangguan koagulasi yang terjadi pada pasien sepsis. Selain itu, FFP juga
mengandung antibody, komplemen dan protein lain.1, 4
BAB III
PEMBAHASAN

Neonates kurang bulan, sesuai untuk masa kehamilan, lahir dengan usia kehamilan 35
minggu dan berat badan 2260 gr atas dasar usia gestasi yaitu 35 minggu dan dengan ballard
score 26.

Tanda klinis bayi saat lahir bayi langsung menangis dan APGAR score 9/10, air ketuban
pecah 17 jam sebelum kelahiran air ketuban jernih dan tidak berbau. Pada usia 2 jam bayi
tampak adanya retraksi dinding dada dan terdengar merintih. Down Score pada bayi ini
adalah 4, yang menandakan adanya gangguan pernafasan sedang.

Dalam riwayat kehamilan ibu, terdapat riwayat keputihan yang tidak diobati, demam
disangkal, nyeri saat buang air kecil disangkal, riwayat diabetes mellitus disangkal. Factor
risiko mayor KPD >18 jam, demam intrapartum >38 oC, korioamnionitis dan ketuban berbau
tidak ditemukan, namun riwayat pemeriksaan denyut jantung janin >160 kali/menit tidak
diketahui. Faktor risiko minor yang ada pada pasien dan ibu pasien adalah ketuban pecah dini
lebih dari 12 jam, usia kehamilan lebih dari 37 minggu, dan adanya riwayat keputihan.
Demam intrapartum, Skor APGAR rendah, BBLSR, kembar dan infeksi saluran kemih tidak
ditemukan pada pasien dan ibu pasien.

Pada pemeriksaan penunjang pada hari pertama tidak diperoleh kelainan dimana pemeriksaan
darah perifer lengkap masih menunjukkan batas normal, CRP 0,1 mg/dl, dan IT ratio 0,12.
Pada hari kedua hasil kultur darah 2 x 24, CRP meningkat 2,2mg/L dan IT rasio meningkat
meskipun masih dalam batas normal 0,15. Pada pemeriksaan fungsi pembekuan darah terlihat
adanya pemanjangan PT dan APTT. Sebagaimana telah disebutkan bahwa baku emas untuk
mendiagnosis sepsis adalah kultur darah, disimpulkan bahwa diagnosis sepsis sesuai dengan
hasil kultur darah yang positif.

Pemeriksaan radiologis, foto toraks tidak menunjukkan adanya kelainan.

Tatalaksana yang diberikan pada bayi ini sudah sesuai dimana, dalam tatalaksana awal,
diberikan antibiotic empiris untuk menangani sepsis neonates yaitu kombinasi ampicillin dan
aminoglikosida (gentamicin). Kedua antibiotic ini diberikan karena cukup sensitive terhadap
pathogen tersering sepsis neonates yaitu Streptococcus group B, dan Listeria monocytogenes.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatologi. Edisi
Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. Hal 170-185.
2. Wilar R, Kumalasari E, Suryanto DY, Gunawan S. Faktor Risiko Sepsis Awitan Dini.
Sari Pediatri. 12 (4): Desember 2010. Hal 265-9.
3. Pusponegoro TS. Sepsis Pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri. 2(2):
Agustus 2000. 96-102.
4. Polin RA. Clinical Report: Management of Neonates With Suspected or Proven
Early-Onset Bacterial Sepsis. American Academy of Pediatrics 2012; 129: 1006-15.

Anda mungkin juga menyukai