Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PENANGANAN PASCA PANEN


“POLA LAJU RESPIRASI”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Penanganan Pasca
Panen

Disusun oleh:
Nama : Reny Larasati
NIM : 4442170073
Kelas : VI C
Kelompok : 2 (Dua)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Buah dan sayuran sangat mudah mengalami kerusakan setelah pemanenan baik
kerusakan fisik, mekanis, maupun mikrobiologis, sehingga untuk penyediaan
secara berkesinambungan diperlukan suatu sistem terintegrasi yang dimulai dari
penanaman, pemanenan, penanganan pascapanen, penyimpanan, serta distribusi ke
konsumen. Sebagian besar dari buah-buahan dan sayuran lebih disenangi
dikonsumsi dalam keadaan segar. Daerah produksi pada umumnya terletak
berjauhan dengan konsumen, lagi pula buah dan sayuran merupakan produk
musiman, sehingga diperlukan suatu metode yang dapat memperpanjang masa
simpan. Kesenjangan pemanenan dan penggunaan hasil panen menyebabkan
menurunnya mutu buah dan sayuran. Metode yang dapat digunakan untuk
memperpanjang masa simpan buah dan sayuran segar, seperti penyimpanan dingin,
dapat meningkatkan masa simpan, namun kurang efektif untuk mempertahankan
mutu sesuai yang dikehendaki, karena buah dan sayuran masih dalam keadaan
hidup dan melakukan kegiatan respirasi (Dewi, 2007).
Buah-buahan dan sayuran merupakan komoditi yang mempunyai sifat mudah
rusak atau perishable karena mempunyai karakteristik sebagai makhluk hidup, dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan hidupnya. Komoditi ini
masih melangsungkan reaksi metabolismenya sesudah dipanen. Dua proses
terpenting di dalam produk seperti ini sesudah diambil dari tanamannya adalah
respirasi dan produksi etilen. Respirasi adalah suatu proses yang melibatkan
terjadinya penyerapan oksigen (O2) dan pengeluaran karbondioksida (CO2) serta
energi yang digunakan untuk mempertahankan reaksi metabolisme dan reaksi
lainnya yang terjadi di dalam jaringan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
laju respirasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor
lingkungan) dan faktor internal. Yang termasuk faktor lingkungan antara lain
temperatur, komposisi udara dan adanya kerusakan mekanik. Ketiga faktor ini
merupakan faktor penting yang dapat mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor
internal antara lain jenis komoditi (klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan
atau tingkat umurnya, akan menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap
jenis buah-buahan dan sayuran (Nurjanah, 2002).
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dilakukan pola laju respirasi terhadap
buah dan sayur-sayuran.

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mampu menentukan pola laju respirasi beberapa
jenis buah dan sayuran

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respirasi
Respirasi adalah suatu proses biologis, yaitu oksigen diserap untuk digunakan
pada proses pembakaran (oksidatif) yang menghasilkan energi diikuti oleh
pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Substrat yang
paling banyak diperlukan tanaman untuk proses respirasi dalam jaringan tanaman
adalah karbohidrat dan asam-asam organik bila dibandingkan dengan lemak dan
protein. Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju
metabolisme pada komoditi pertanian. Laju respirasi produk hortikulturasuhu dan
kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O 2 dan CO2 di sekitar
produk (Benyamin, 2002).
Berdasarkan karakter fisiologisnya mencakup pola respirasi (produksi CO2)
dan produksi etilen, buah dapat dibedakan menjadi buah klimakterik dan buah non
klimakterik. Produksi CO2 dan produksi etilen dari buah klimakterik mengalami
lonjakan produksi pada saat buah matang, sementara untuk buah non klimakterik
tidak terjadi lonjakan produksi baik CO2 maupun etilen. Secara praktis, perbedaan
antara buah klimaterik dan buah non klimaterik adalah menyangkut perolehan buah
matang yaitu kematangan buah klimaterik dapat diperoleh melalui pemeraman,
sedangkan buah non klimakterik hanya dapat diperoleh di pohon atau tidak dapat
diperam (Sarif et al., 2016).
Semakin tinggi konsentrasi pektin yang digunakan maka ketebalan dan
kepekatan lapisan juga semakin tinggi sehingga pori-pori tomat semakin tertutup,
akibat proses respirasi dan transpirasi dapat ditekan. Ketebalan lapisan akan
mempengaruhi permeabilitas gas dan uap air, sehingga semakin tebal coating, maka
permeabilitas gas dan uap air semakin kecil dan akan melindungi produk yang
dikemas (Susilowati et al., 2017).
Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya.
Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat
dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya
dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah
CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula
perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk
tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk
akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index
yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar. Berbagai
produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur
morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut. Secara
umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih
tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Laju
respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan;

2
kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan
berkurangnya nilai cita rasa (Tampubolon et al., 2017).
Untuk memperpanjang umur simpan dan mencegah kerusakan tersebut dapat
ditempuh dengan cara menghambat pematangan yaitu dengan menurunkan laju
penyerapan oksigen dan pelepasan karbondioksida oleh buah salak. Hal ini dapat
dilakukan dengan teknis modifikasi atmosfer. Pengaruh rendahnya oksigen dan
tingginya karbondioksida dalam udara termodifikasi akan menurunkan laju
respirasi, menurunkan laju produksi etilen, memperlambat pematangan serta
perubahan yang berkaitan seperti pelunakan buah, perubahan warna, kehilangan
gula dan memperlambat pembusukan (Pudja, 2009).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi


Menurut Gardjito dan Swasti (2018) terdapat dua faktor yang mempengaruhi
laju respirasi yaitu :
a) Faktor internal
Proses respirasi dipengaruhi oleh factor internal yang meliputi jenis organ, sifat
genetic, kondisi saat panen, kandungan kimia dan sifat buah. jenis organ
tanaman (bunga, tunas, daun, batang) memiliki laju respirasi yang berbeda-
beda, demikian pula sifat genetisnya. Misalnya, ubi jalar putih, ungu dan
kuning atau manga gadung dan manga indramayu yang masing-masing
mempunyai laju respirasi yang berbeda-beda. Pada buah muda laju respirasi
lebih tinggi dibandingkan pada buah masak. Pada kondisi kandungan air hasil
pertanian rendah, laju respirasi cenderung menurun. Pada buah klimakterik,
laju respirasi meningkat pada saat buah masak, sedangkan pada buah
nonklimakterik, laju respirasi hamper tidak berubah mencolok. Struktur bahan
yang berbeda juga memberikan laju respirasi yang berbeda. Misalnya laju
respirasi tunas yang lebih tinggi dibandingkan bunga dan umbi mempunyai
kecepatan respirasi yang lebih rendah lagi.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi kecepatan respirasi adalah suhu, O2, CO2,
CO, etilen, stress dan kondisi saat komoditas dipanen. Laju respirasi meningkat
dengan meningkatnya suhu diatas suhu bekusampai suhu saat terjadi kerusakan
akibat panas, lalu menurun. Saat terjadinya peningkatan laju respirasi harus
lebih diperhatikan daripada penurunannya karena dapat dipergunakan untuk
menentukan pilihan cara dalam penanganan pasca panennya. Laju respirasi
dapat meningkat pada suhu rendah sebagai akibat bahan hasil pertanian
mengalami chilling injury karena dinding sel dalam jaringan telah koyak.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor internal. Yang
termasuk faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara dan adanya
kerusakan mekanik. Ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang dapat
mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis komoditi

3
(klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya,akan
menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah-buahan dan
sayuran (Nurjanah, 2002).
Berdasarkan laju respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah
klimaterik (laju meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal
senesen) dan non klimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada
akhir pematangan buah). Contoh buah klimaterik adalah alpukat, pepaya, apel, pis
ang dan lain-lain. Buah-buahan dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan
mereka saat pertumbuhan sampai fase senescene (Zulkarnaen, 2009).

2.3 Teknik Pengukuran Laju Respirasi


Dalam proses respirasi beberapa senyawa penting yang dapat digunakan unuk
mengukur laju respirasi adalah perubahan kandungan glukosa, jumlah ATP, CO 2
yang diproduksi dan O2 yang dikonsumsi. Dari keempat cara tersebut, pengukuran
dengan menghitung produksi CO2 dan konsumsi O2 lebih sederhana dan praktis.
Untuk tujuan pengukuran laju respirasi tersebut diperlukan sampel gas sebagai hasil
dari kegiatan respirasi. Metode pengambilan sampel gas dapat dilakukan secara
internal yaitu dari dalam jaringan buah, maupun secara eksternal yaitu dari gas
yang ditimbulkan oleh jaringan buah. terdapat dua metode dalam pengambilan
sampel gas secara eksternal yaitu metode statis atau sistem tertutup dan metode
dinamis atau sistem terbuka (Hasbullah, 2007).
Dalam metode tertutup bahan ditempatkan dalam suatu wadah tertutup dimana
gas CO2 yang dihasilkan terakumulasi dan gas O2 yang dikonsumsi menjadi
berkurang konsentrasinya. Metode sistem tertutup lebih cepat dalam persiapannya,
sederhana hanya membiarkan bahan pada wadah tertutup sampai terjadi perubahan
konsentrasi gas dan waktunya relative singkat. Laju respirasi dihitung dengan
mengetahui berat bahan, volume bebas wadah dan perbedaab konsentrasi setelah
waktu tertentu (Hasbullah, 2007).
Dalam metode sistem terbuka, campuran gas diketahui konsentrasinya
dialirkan melalui “respiration chamber”. Setelah kondisi kesetimbangan tercapai,
produksi O2 dihitung dengan mengetahui berat bahan, laju aliran dan perbedaan
konsentrasi antara inlet dan outlet pada “respiration chamber”. Metode sistem
terbuka lebih sulit dalam persiapannya, melibatkan unit pencampur gas dan lebih
boros dalam pemakaian gas. Akan tetapi dapat digunakan untuk menentukan
respirasi selama periode penyimpanan yang cukup lama (Hasbullah, 2007).

4
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan praktikum Pola Laju Respirasi mata kuliah Penanganan Pasca Panen
dilaksanakan pada hari Kamis, 30 April 2020 pukul 09.10-10.50 WIB di rumah
masing-masing.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah headspace analyzer oxybaby,
karbon filter, jarum, toples, digunakan laptop, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang
digunakan adalah buah mangga, siring, apel, asparagus, brokoli, kubis, wortel,
kembang kol dan jagung manis.

3.3 Cara Kerja


Adapun langkah – langkah yang dilakukan pada saat praktikum yaitu:
3.3.1. Prosedur Kerja Praktikum
1) Video dan modul praktikum Penanganan Pasca Panen di download.
2) Dipahami video jurnal yang terlampir di lampiran modul praktikum
3) Ditulis dan dianalisis data hasil penelitian pada jurnal
3.3.2. Tahapan Mengukur Pola Laju Respirasi (pada Jurnal)
1) Disiapkan wadah tertutup (toples gelas volume 4,3L).
2) Komposisi gas dikendalikan dengan cara mengalirkan gas CO2, O2
dan N2 ke dalam toples.
3) Buah mangga dimasukkan dalam toples, disimpan pada suhu 13oC.
4) Diamkan selama 8-10 jam sampai dalam kondisi terkendali
5) Dilakukan sampling gas di dalam toples menggunakan siring 1mL
secara periodic pada interval waktu 2-3jam.
6) Gas dianalisis menggunakan kromatografi gas
7) Laju respirasi dihitung berdasarkan perubahan konsentrasi O2 atau
CO2, interval waktu dan berat sampel.
3.3.3. Langkah Menggunakan Alat ukur Laju Respirasi (Headspace analysis)
1) Tekan tombol Go pada headspace analyzer oxybaby
2) Tempelkan lapisan kecil pada kemasan produk
3) Pasang jarum pada alat headspace analyzer oxybaby
4) Tusukkan jarum kedalam kemasan, uji ketahanan dikontrol dengan alarm
5) Laju respirasi dihasilkan dalam waktu 6 detik pada layar digital yang terdapat
pada alat
6) Data yang dihasilkan dapat disimpan pada software
7) Alat tersambung pada priniter, dan hasil dapat di print secara otomatis
8) Biasanya diletakkan di luar kemasan produk sebagai informasi laju respirasi
produk buah ataupun sayur.

5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pola Laju Respirasi pada Buah-Sayur
Laju respirasi (mg/kg-jam)
Komoditi o
0C 4-5oC 10oC 15-16oC
Apel 3-6 5-11 14-20 18-31
Asparagus 27-80 55-136 90-304 160-327
Brokoli 19-21 32-37 75-87 161-186
Kubis 4-6 9-12 17-19 20-32
Wortel 10-20 13-26 20-42 26-54
Kembang kol 16-19 19-22 32-36 30-37
Jagung manis 30-51 43-83 104-120 151-175

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan membahas pola laju respirasi pada buah dan
sayur. Komoditas hortikultura pascapanen adalah merupakan produk hidup yang
masih aktif melakukan aktifitas metabolismenya. Hal ini dicirikan dengan adanya
proses respirasi yang masih berjalan seperti halnya sebelum produk tersebut
dipanen. Keragaman akan laju respirasi pascapanennya sering dijadikan sebagai
indicator tingkat laju kemunduran dari produk tersebut. Semakin tinggi tingkat laju
respirasinya maka semakin cepat laju kemunduran dan semakin cepat kematian
yang terjadi. Disamping itu, keragaman akan kondisi fisik-morfologis buah dan
sayuran mencirikan pula akan kepekaannya terhadap kerusakan mekanis dan
patologis. Kerusakan mekanis meliputi benturan, tekanan dan getaran. Kerusakan
patolgis adalah diakibatkan oleh serangan mikroorganisme patogenik terutama oleh
cendawan dan bakteri. Kondisi fisik-morfologis produk juga berpengaruh terhadap
traspirasi atau penguapan air dari produk itu sendiri.
Respirasi merupakan suatu reaksi kimia dimana hidrokarbon (gula) dari
jaringan komoditi dioksidasi dengan O2 yang berasal dari lingkungan sekitranya
yang menghasilkan CO2 dan air (H2O). Respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain adalah suhu lingkungan atau suhu tubuh makhluk hidup yang melakukan
respirasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury dan Ross (1995) bahwa
pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian
besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai
2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau
35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun.
Menurut Kays (1991), untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan
suhu penyimpanan sebesar 10oC akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar

6
2 sampai 2,5 kali, tetapi di atas suhu 35oC laju respirasi akan menurun karena
aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan terhambatnya difusi oksigen.
Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian
sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut.
Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena
sederhana dan efektif.
Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya.
Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat
dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya
dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah
karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka
semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada
kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika
tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering
digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen
produk segar. Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya
tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian
tanaman tersebut. Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung
mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-
sel yang lebih dewasa.
Berdasarkan tabel hasil produk hortikultura seperti apel, asparagus, brokoli,
kubis, wortel, kembang kol dan jagung manis pada berbagai suhu yaitu 0oC, 4-5oC,
10oC, 15-16oC menghasilkan laju respirasi yang meningkat tiap suhunya.
Pengelompokkan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi dapat
dikelompokkan menjadi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi,
sangat-sangat tinggi. Apel termasuk kategori yang laju respirasinya rendah.
Asparagus, brokoli dan jagung manis termasuk kategori yang laju respirasinya
sangat-sangat tinggi. Kubis dan wortel termasuk kategori yang laju respirasinya
sedang, dan kembang kol termasuk kategori yang laju respirasinya sangat tinggi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Phan et al., (1975) bahwa kelompok laju respirasi
sangat rendah yaitu kurang dari 5 mg/CO2/kg/jam, rendah yaitu 5-10
mg/CO2/kg/jam, sedang yaitu 10-2- mg/CO2/kg/jam, tinggi yaitu 20-40
mg/CO2/kg/jam, sangat tinggi yaitu 40-6- mg/CO2/kg/jam dan sangat-sangat tinggi
yaitu lebih dari 60 mg/CO2/kg/jam. Pada tabel hasil yang didapatkan sesuai dengan
literature diatas yang sudah dibahas yaitu semakin meningkatnya suhu pada buah
atau sayur maka proses laju respirasinya semakin tinggi/cepat. Karena pada
beberapa komoditi laju respirasi meningkat sebanyak dua atau tiga kali lipat untuk
kenaikan suhu sebesar 10⁰C, akan tetapi produk dengan laju respirasi tinggi
cenderung cepat mengalami kerusakan.
Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan
tidak adanya oksigen (respirasi anaerobik, sering disebut fermentasi). Laju respirasi
yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada

7
jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil
panen. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap
atau karbondioksida dikeluarkan selama tingkat perkembangan (development),
ketuaan, pemasakan, kebusukan, dapat diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju
respirasi perunit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang
dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur.
Buah merupakan produk holtikulura yang apabila disimpan dalam bentuk segar
akan terjadi proses respirasi. Menurut Winarno dan Aman (2004) proses respirasi
diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses transport gas-
gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang
digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi
melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga
halnya dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel
dan masuk ke dalam ruang antar sel. Buah menurut pola respirasinya, terbagi
menjadi dua kelompok yaitu buah pola pernafasaan klimaterik dan non klimaterik.
Buah pola pernafasan klimaterik akan mengalami peningkatan laju produksi etilen
dan CO2. Sedangkan buah nonklimaterik tidak akan mengalami peningkatan laju
produksi etilen dan CO2. Etilen merupakan suatu hormon berbentuk gas yang
dihasilkan secara alami oleh buah-buahan yang mana gas tersebut dapa
menyebabkan perubahan-perubahan karakteristik tertentu. Menurut Kader (2004)
Produk yang tergolong klimaterik adalah pisang, tomat, pepaya, apel dan mangga.
Pola respirasi produk yang tidak menunjukkan karakteristik seperti klimaterik
disebut non-klimaterik. Contoh produknya adalah storwbery, jeruk, cabai, dan
nanas. Pengurangan laju respirasi sampai batas tertentu dapat memperpanjang daya
simpan produk segar tetapi kebutuhan energi sel terpenuhi. Pengendalian respirasi
tersebut dapat dilakukan dengan cara pelapisan, penyimpanan suhu rendah, dan
modifikasi atmosfir ruang penyimpanan.
Menurut Winarno dan Aman (1981) perubahan laju respirasi dapat diketahui
dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP dan jumlah CO2 yang
dihasilkan. Menurut Julianti (2011) bahwa semakin tinggi tingkat kematangan
buah, maka laju respirasi akan semakin meningkat, tetapi setelah buah mencapai
kematangan optimum laju respirasi akan kembali menurun. Percepatan respirasi ini
juga dipengaruhi oleh keberadaan etilen. Pengukuran laju respirasi pada praktikum
ini jika mengacu pada literatur yang ada berarti terdapat kesalahan sehingga
mempengaruhi hasil akhir atau data yang diperoleh. Salah satu faktor yang dapat
menyebabkan error data atau kesalahan data adalah kurangnya ketelitian dalam
membaca angka dalam penimbangan bobot buah, selain itu waktu mentitrasi NaOH
yang tidak tepat waktu. Laju respirasi besarnya bervariasi tergantung jenis komoditi
akan tetapi terutama dipengaruhi oleh suhu dan komposisi gas disekitar komoditi
tersebut.
Menurut Fransiska et al., (2013) bahwa laju respirasi sendiri terbagi menjadi
beberapa tipe pola, yaitu tipe menurun dengan lambat, tipe meningkat sementara

8
dan tipe puncak kasip. Nilai laju respirasi pada suhu dingin maupun suhu ruang
cenderung menurun dengan data yang berfluktuasi. Untuk buah-buahan tertentu,
jumlah gas karbondioksida yang akan dihasilkan akan terus menurun kemudian
mendekati “senescene”, tiba-tiba produksi gas karbondioksida meningkat dan
kemudian meningkat dan akan turun lagi. Buah yang melakukan proses respirasi
semacam ini disebut buah klimaterik. Sedangkan buah yang menunjukkan produksi
gas karbondioksidanya terus turun secara perlahan sampai mencapai “senescene”
disebut buah nonklimaterik.
Agar tujuan penyimpanan tercapai perlu dilakukan modifikasi udara disekitar
komoditi tersebut, caranya dengan menurunkan kandungan O 2 dan atau
meningkatkan kandungan CO2. Penyimpanan dengan memodifikasi lingkungan
atmosfir disekitar produk dapat berupa penyimpanan atmosfir terkendali (CAS,
Controlled atmosphere storage) atau pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP,
Modified atmosphere packaging), kedua teknik ini menyimpan produk komoditi
dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara
normal. Namun ada beberapa perbedaan mendasar antara penyimpanan sistem CAS
dan sistem MAP. Dalam perancangan penyimpanan secara atmosfir termodifikasi
(MA) maupun secara atmosfir terkontrol (CA) data mengenai laju respirasi pada
komposisi gas yang dapat mempertahankan mutu sangat diperlukan. Untuk tujuan
pengukuran laju respirasi tersebut diperlukan sampel gas sebagai hasil dari kegiatan
respirasi. Metode pengambilan sampel gas dapat dilakukan secara internal yaitu
dari dalam jaringan buah, maupun secara eksternal yaitu dari gas yang ditimbulkan
oleh jaringan buah. Menurut Saltveit (1989) pengambilan sampel gas secara
eksternal lebih sederhana dan tidak merusak buah. Terdapat dua metode dalam
pengambilan sampel gas secara eksternal yaitu metode statis atau sistem tertutup
(closed system) dan metode dinamis atau sistem terbuka (open system). Dalam
metode sistem tertutup bahan ditempatkan dalam suatu wadah tertutup dimana gas
CO2 yang dihasilkan terakumulasi dan gas O2 yang dikonsumsi menjadi berkurang
konsentrasinya. Metode sistem tertutup ini lebih cepat dalam persiapannya,
sederhana dan hanya membiarkan bahan pada wadah tertutup sampai terjadi
perubahan konsentrasi dan waktunya relatif singkat. Namun metode tertutup ini
tidak dapat digunakan untuk menentukan respirasi pada kondisi atmosfir terkendali
(CA).
Dalam pengukuran laju respirasi, penetapan konsentrasi gas-gas terutama O2
dan CO2 sangat diperkukan, ada beberapa cara untuk menentukan komposisi gas
antara lain yaitu secara titrasi, metode orsat, oxygen analyzer, infrared analyzer dan
metode kromatografi gas (GC). Secara umum beberapa metode diatas memiliki
beberapa keterbatasan antara lain yaitu waktu analisis yang cukup lama, jumlah
sampel besar, terbatas hanya untuk analisis CO2 atau O2 saja. Laju respirasi buah-
buahan/sayuran dan pengamatan pada komposisi gas optimum, dengan
menggunakan alat headspace analyzer oxybaby. Laju respirasi yang tinggi dan
semakin meningkat akan menyebabkan semakin cepat menurunnya mutu dan masa

9
simpan buah tersebut sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama.
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan laju respirasi naik atau turun
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu ketersediaan substrat,
susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, dan lain-lain. Faktor eksternal yaitu
suhu, ketersediaan O2, jumlah CO2, zat-zat pengatur tumbuhan, kerusakan buah,
dan lain-lain.

10
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa buah merupakan
produk holtikulura yang apabila disimpan dalam bentuk segar akan terjadi proses
respirasi. Produk dengan laju respirasi tinggi cenderung cepat mengalami
kerusakan. Percepatan respirasi ini juga dipengaruhi oleh keberadaan etilen. Laju
respirasi yang dipengaruhi oleh komposisi gas yaitu meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi O2 dan menurunnya konsentrasi CO2. Dalam
pengukuran laju respirasi, penetapan konsentrasi gas-gas terutama O2 dan CO2
sangat diperkukan, ada beberapa cara untuk menentukan komposisi gas antara lain
yaitu secara titrasi, metode orsat, oxygen analyzer, infrared analyzer dan metode
kromatografi gas (GC). pada beberapa komoditi laju respirasi meningkat sebanyak
dua atau tiga kali lipat untuk kenaikan suhu sebesar 10⁰C.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum pola laju respirasi yaitu pastikan
sebelum praktikum praktikan telah membaca materi mengenai pola laju respirasi
pada buah dan sayur walaupun hanya sedikit, agar saat melakukan praktikum tidak
mengalami hambatan yang berarti. Selain itu praktikan harus berhati-hati dalam
melakukan percobaan agar data yang di peroleh menjadi akurat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Benyamin, L. 2002. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Grafindo Persada.


Dewi, N. K. 2007. Teknik Atmosfir Termodifikasi Dalam Penanganan Buah Dan Sayur
Segar. Mediagro. Vol. 3(1): 1-8.
Fransiska, A., Hartanto, R., Lanya, B., dan Tamrin. 2013. Karakteristik Fisiologi
Manggis (Garcinia Mangostana L.) Dalam Penyimpanan Atmosfer
Termodifikasi. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol. 2(1): 1-8.
Gardjito, M. dan Swasti, Y.R. 2018. Fisiologi Pascapanen Buah dan Sayur.
Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Hasbullah, R. 2007. Teknik Pengukuran Laju Respirasi Produk Hortikultura Pada
Kondisi Amosfir Terkendali. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol. 21(4): 419-428.
Julianti, E. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu Penyimpanan Terhadap
Mutu Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea). Jurnal Pertanian. Vol.
2(1): 14-20.
Kader, A.A. 2004. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops. Davies
(USA): University of California.
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York:
Van Nostrand Reinhold.
Nurjanah, S. 2002. Kajian Laju Respirasi dan Produksi Etilen Sebagai Dasar Penentuan
Waktu Simpan Sayuran Dan Buah-Buahan. Jurnal Bionatura. Vol. 4(3): 148-156.
Phan, C.T., Er. B. Pantastico, K. Ogata, and K. Chachin. 1975. Respiration and Peak
of Respiration. In Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology, Handling, and
Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. The Avi
Publishing Company. Inc., Connecticut.
Pudja, I. A. R. P. 2009. Laju Respirasi Dan Susut Bobot Buah Salak Bali Segar Pada
Pengemasan Plastik Polyethylene Selama Penyimpanan Dalam Atmosfer
Termodifikasi. Jurnal Agrotekno. Vol. 15(1): 8 - 11.
Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Bandung: ITB.
Saltveit, M.E. 1989. A Summary of CA and MA Requirements and Recommendations
for the Storage of Harvested Vegetables. Proceedings of the Fifth International
Controlled Atmosphere Research Conference. USA: Wenatchee, WA.
Sarif, M., Sugriwan, I., Fahrudin, E. dan Arfan. 2016. Fabrikasi Sistem Alat Ukur
Temperatur Lapisan Buah Mangga dengan Menggunakan Sensor Waterproof
LM35. Jurnal Fisika FLUX. Vol. 13(2): 111-116.
Susilowati, P. E., Fitri, A., dan Natsir.M. 2017. Penggunaan Pektin Kulit Buah Kakao
sebagai Edible Coating pada Kualitas Buah Tomat dan Masa Simpan. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 6(2): 65 - 68.

12
Tampubolon, M., Sukewijaya, I. M., Gunadi, I. G. A. 2017. Pengaruh pre-cooling dan
Suhu Simpan terhadap Kualitas Pascapanen Tanaman Gonda (Sphenoclea
zeylanica Gaertn). Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 6(2): 194-205.
Winarno, F.G. dan Aman M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya.
Winarno, F.G. dan Aman M. 2004. Fisiologi Lepas Panen. Bogor (ID): Sustra Hudaya.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyakan Tanaman Budi Daya.
Jakarta: Bumi Aksara.

13

Anda mungkin juga menyukai