Disusun oleh:
Nama : Reny Larasati
NIM : 4442170073
Kelas : VI C
Kelompok : 2 (Dua)
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah mampu menentukan pola laju respirasi beberapa
jenis buah dan sayuran
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respirasi
Respirasi adalah suatu proses biologis, yaitu oksigen diserap untuk digunakan
pada proses pembakaran (oksidatif) yang menghasilkan energi diikuti oleh
pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Substrat yang
paling banyak diperlukan tanaman untuk proses respirasi dalam jaringan tanaman
adalah karbohidrat dan asam-asam organik bila dibandingkan dengan lemak dan
protein. Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju
metabolisme pada komoditi pertanian. Laju respirasi produk hortikulturasuhu dan
kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O 2 dan CO2 di sekitar
produk (Benyamin, 2002).
Berdasarkan karakter fisiologisnya mencakup pola respirasi (produksi CO2)
dan produksi etilen, buah dapat dibedakan menjadi buah klimakterik dan buah non
klimakterik. Produksi CO2 dan produksi etilen dari buah klimakterik mengalami
lonjakan produksi pada saat buah matang, sementara untuk buah non klimakterik
tidak terjadi lonjakan produksi baik CO2 maupun etilen. Secara praktis, perbedaan
antara buah klimaterik dan buah non klimaterik adalah menyangkut perolehan buah
matang yaitu kematangan buah klimaterik dapat diperoleh melalui pemeraman,
sedangkan buah non klimakterik hanya dapat diperoleh di pohon atau tidak dapat
diperam (Sarif et al., 2016).
Semakin tinggi konsentrasi pektin yang digunakan maka ketebalan dan
kepekatan lapisan juga semakin tinggi sehingga pori-pori tomat semakin tertutup,
akibat proses respirasi dan transpirasi dapat ditekan. Ketebalan lapisan akan
mempengaruhi permeabilitas gas dan uap air, sehingga semakin tebal coating, maka
permeabilitas gas dan uap air semakin kecil dan akan melindungi produk yang
dikemas (Susilowati et al., 2017).
Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya.
Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat
dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya
dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah
CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula
perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk
tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk
akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index
yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar. Berbagai
produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur
morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut. Secara
umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih
tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa. Laju
respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan;
2
kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan
berkurangnya nilai cita rasa (Tampubolon et al., 2017).
Untuk memperpanjang umur simpan dan mencegah kerusakan tersebut dapat
ditempuh dengan cara menghambat pematangan yaitu dengan menurunkan laju
penyerapan oksigen dan pelepasan karbondioksida oleh buah salak. Hal ini dapat
dilakukan dengan teknis modifikasi atmosfer. Pengaruh rendahnya oksigen dan
tingginya karbondioksida dalam udara termodifikasi akan menurunkan laju
respirasi, menurunkan laju produksi etilen, memperlambat pematangan serta
perubahan yang berkaitan seperti pelunakan buah, perubahan warna, kehilangan
gula dan memperlambat pembusukan (Pudja, 2009).
3
(klimaterik atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya,akan
menentukan pola respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buah-buahan dan
sayuran (Nurjanah, 2002).
Berdasarkan laju respirasinya buah dibedakan menjadi dua yaitu buah
klimaterik (laju meningkat dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal
senesen) dan non klimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada
akhir pematangan buah). Contoh buah klimaterik adalah alpukat, pepaya, apel, pis
ang dan lain-lain. Buah-buahan dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan
mereka saat pertumbuhan sampai fase senescene (Zulkarnaen, 2009).
4
BAB III
METODE PRAKTIKUM
5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pola Laju Respirasi pada Buah-Sayur
Laju respirasi (mg/kg-jam)
Komoditi o
0C 4-5oC 10oC 15-16oC
Apel 3-6 5-11 14-20 18-31
Asparagus 27-80 55-136 90-304 160-327
Brokoli 19-21 32-37 75-87 161-186
Kubis 4-6 9-12 17-19 20-32
Wortel 10-20 13-26 20-42 26-54
Kembang kol 16-19 19-22 32-36 30-37
Jagung manis 30-51 43-83 104-120 151-175
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan membahas pola laju respirasi pada buah dan
sayur. Komoditas hortikultura pascapanen adalah merupakan produk hidup yang
masih aktif melakukan aktifitas metabolismenya. Hal ini dicirikan dengan adanya
proses respirasi yang masih berjalan seperti halnya sebelum produk tersebut
dipanen. Keragaman akan laju respirasi pascapanennya sering dijadikan sebagai
indicator tingkat laju kemunduran dari produk tersebut. Semakin tinggi tingkat laju
respirasinya maka semakin cepat laju kemunduran dan semakin cepat kematian
yang terjadi. Disamping itu, keragaman akan kondisi fisik-morfologis buah dan
sayuran mencirikan pula akan kepekaannya terhadap kerusakan mekanis dan
patologis. Kerusakan mekanis meliputi benturan, tekanan dan getaran. Kerusakan
patolgis adalah diakibatkan oleh serangan mikroorganisme patogenik terutama oleh
cendawan dan bakteri. Kondisi fisik-morfologis produk juga berpengaruh terhadap
traspirasi atau penguapan air dari produk itu sendiri.
Respirasi merupakan suatu reaksi kimia dimana hidrokarbon (gula) dari
jaringan komoditi dioksidasi dengan O2 yang berasal dari lingkungan sekitranya
yang menghasilkan CO2 dan air (H2O). Respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain adalah suhu lingkungan atau suhu tubuh makhluk hidup yang melakukan
respirasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salisbury dan Ross (1995) bahwa
pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian
besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai
2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau
35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun.
Menurut Kays (1991), untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan
suhu penyimpanan sebesar 10oC akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar
6
2 sampai 2,5 kali, tetapi di atas suhu 35oC laju respirasi akan menurun karena
aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan terhambatnya difusi oksigen.
Pengontrolan suhu untuk mengendalikan laju respirasi produk hasil pertanian
sangat penting artinya dalam usaha memperpanjang umur simpan produk tersebut.
Metode yang umum digunakan adalah penyimpanan dengan pendinginan karena
sederhana dan efektif.
Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya.
Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat
dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya
dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah
karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka
semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada
kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika
tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering
digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen
produk segar. Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya
tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian
tanaman tersebut. Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung
mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-
sel yang lebih dewasa.
Berdasarkan tabel hasil produk hortikultura seperti apel, asparagus, brokoli,
kubis, wortel, kembang kol dan jagung manis pada berbagai suhu yaitu 0oC, 4-5oC,
10oC, 15-16oC menghasilkan laju respirasi yang meningkat tiap suhunya.
Pengelompokkan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi dapat
dikelompokkan menjadi sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi,
sangat-sangat tinggi. Apel termasuk kategori yang laju respirasinya rendah.
Asparagus, brokoli dan jagung manis termasuk kategori yang laju respirasinya
sangat-sangat tinggi. Kubis dan wortel termasuk kategori yang laju respirasinya
sedang, dan kembang kol termasuk kategori yang laju respirasinya sangat tinggi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Phan et al., (1975) bahwa kelompok laju respirasi
sangat rendah yaitu kurang dari 5 mg/CO2/kg/jam, rendah yaitu 5-10
mg/CO2/kg/jam, sedang yaitu 10-2- mg/CO2/kg/jam, tinggi yaitu 20-40
mg/CO2/kg/jam, sangat tinggi yaitu 40-6- mg/CO2/kg/jam dan sangat-sangat tinggi
yaitu lebih dari 60 mg/CO2/kg/jam. Pada tabel hasil yang didapatkan sesuai dengan
literature diatas yang sudah dibahas yaitu semakin meningkatnya suhu pada buah
atau sayur maka proses laju respirasinya semakin tinggi/cepat. Karena pada
beberapa komoditi laju respirasi meningkat sebanyak dua atau tiga kali lipat untuk
kenaikan suhu sebesar 10⁰C, akan tetapi produk dengan laju respirasi tinggi
cenderung cepat mengalami kerusakan.
Respirasi dapat terjadi dengan adanya oksigen (respirasi aerobik) atau dengan
tidak adanya oksigen (respirasi anaerobik, sering disebut fermentasi). Laju respirasi
yang dihasilkan merupakan petunjuk yang baik dari aktifitas metabolis pada
7
jaringan dan berguna sebagai pedoman yang baik untuk penyimpanan hidup hasil
panen. Jika laju respirasi buah atau sayuran diukur dari setiap oksigen yang diserap
atau karbondioksida dikeluarkan selama tingkat perkembangan (development),
ketuaan, pemasakan, kebusukan, dapat diperoleh pola karakteristik repirasi. Laju
respirasi perunit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang
dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur.
Buah merupakan produk holtikulura yang apabila disimpan dalam bentuk segar
akan terjadi proses respirasi. Menurut Winarno dan Aman (2004) proses respirasi
diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses transport gas-
gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang
digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi
melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga
halnya dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel
dan masuk ke dalam ruang antar sel. Buah menurut pola respirasinya, terbagi
menjadi dua kelompok yaitu buah pola pernafasaan klimaterik dan non klimaterik.
Buah pola pernafasan klimaterik akan mengalami peningkatan laju produksi etilen
dan CO2. Sedangkan buah nonklimaterik tidak akan mengalami peningkatan laju
produksi etilen dan CO2. Etilen merupakan suatu hormon berbentuk gas yang
dihasilkan secara alami oleh buah-buahan yang mana gas tersebut dapa
menyebabkan perubahan-perubahan karakteristik tertentu. Menurut Kader (2004)
Produk yang tergolong klimaterik adalah pisang, tomat, pepaya, apel dan mangga.
Pola respirasi produk yang tidak menunjukkan karakteristik seperti klimaterik
disebut non-klimaterik. Contoh produknya adalah storwbery, jeruk, cabai, dan
nanas. Pengurangan laju respirasi sampai batas tertentu dapat memperpanjang daya
simpan produk segar tetapi kebutuhan energi sel terpenuhi. Pengendalian respirasi
tersebut dapat dilakukan dengan cara pelapisan, penyimpanan suhu rendah, dan
modifikasi atmosfir ruang penyimpanan.
Menurut Winarno dan Aman (1981) perubahan laju respirasi dapat diketahui
dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah ATP dan jumlah CO2 yang
dihasilkan. Menurut Julianti (2011) bahwa semakin tinggi tingkat kematangan
buah, maka laju respirasi akan semakin meningkat, tetapi setelah buah mencapai
kematangan optimum laju respirasi akan kembali menurun. Percepatan respirasi ini
juga dipengaruhi oleh keberadaan etilen. Pengukuran laju respirasi pada praktikum
ini jika mengacu pada literatur yang ada berarti terdapat kesalahan sehingga
mempengaruhi hasil akhir atau data yang diperoleh. Salah satu faktor yang dapat
menyebabkan error data atau kesalahan data adalah kurangnya ketelitian dalam
membaca angka dalam penimbangan bobot buah, selain itu waktu mentitrasi NaOH
yang tidak tepat waktu. Laju respirasi besarnya bervariasi tergantung jenis komoditi
akan tetapi terutama dipengaruhi oleh suhu dan komposisi gas disekitar komoditi
tersebut.
Menurut Fransiska et al., (2013) bahwa laju respirasi sendiri terbagi menjadi
beberapa tipe pola, yaitu tipe menurun dengan lambat, tipe meningkat sementara
8
dan tipe puncak kasip. Nilai laju respirasi pada suhu dingin maupun suhu ruang
cenderung menurun dengan data yang berfluktuasi. Untuk buah-buahan tertentu,
jumlah gas karbondioksida yang akan dihasilkan akan terus menurun kemudian
mendekati “senescene”, tiba-tiba produksi gas karbondioksida meningkat dan
kemudian meningkat dan akan turun lagi. Buah yang melakukan proses respirasi
semacam ini disebut buah klimaterik. Sedangkan buah yang menunjukkan produksi
gas karbondioksidanya terus turun secara perlahan sampai mencapai “senescene”
disebut buah nonklimaterik.
Agar tujuan penyimpanan tercapai perlu dilakukan modifikasi udara disekitar
komoditi tersebut, caranya dengan menurunkan kandungan O 2 dan atau
meningkatkan kandungan CO2. Penyimpanan dengan memodifikasi lingkungan
atmosfir disekitar produk dapat berupa penyimpanan atmosfir terkendali (CAS,
Controlled atmosphere storage) atau pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP,
Modified atmosphere packaging), kedua teknik ini menyimpan produk komoditi
dengan lingkungan udara yang mempunyai komposisi gas berbeda dengan udara
normal. Namun ada beberapa perbedaan mendasar antara penyimpanan sistem CAS
dan sistem MAP. Dalam perancangan penyimpanan secara atmosfir termodifikasi
(MA) maupun secara atmosfir terkontrol (CA) data mengenai laju respirasi pada
komposisi gas yang dapat mempertahankan mutu sangat diperlukan. Untuk tujuan
pengukuran laju respirasi tersebut diperlukan sampel gas sebagai hasil dari kegiatan
respirasi. Metode pengambilan sampel gas dapat dilakukan secara internal yaitu
dari dalam jaringan buah, maupun secara eksternal yaitu dari gas yang ditimbulkan
oleh jaringan buah. Menurut Saltveit (1989) pengambilan sampel gas secara
eksternal lebih sederhana dan tidak merusak buah. Terdapat dua metode dalam
pengambilan sampel gas secara eksternal yaitu metode statis atau sistem tertutup
(closed system) dan metode dinamis atau sistem terbuka (open system). Dalam
metode sistem tertutup bahan ditempatkan dalam suatu wadah tertutup dimana gas
CO2 yang dihasilkan terakumulasi dan gas O2 yang dikonsumsi menjadi berkurang
konsentrasinya. Metode sistem tertutup ini lebih cepat dalam persiapannya,
sederhana dan hanya membiarkan bahan pada wadah tertutup sampai terjadi
perubahan konsentrasi dan waktunya relatif singkat. Namun metode tertutup ini
tidak dapat digunakan untuk menentukan respirasi pada kondisi atmosfir terkendali
(CA).
Dalam pengukuran laju respirasi, penetapan konsentrasi gas-gas terutama O2
dan CO2 sangat diperkukan, ada beberapa cara untuk menentukan komposisi gas
antara lain yaitu secara titrasi, metode orsat, oxygen analyzer, infrared analyzer dan
metode kromatografi gas (GC). Secara umum beberapa metode diatas memiliki
beberapa keterbatasan antara lain yaitu waktu analisis yang cukup lama, jumlah
sampel besar, terbatas hanya untuk analisis CO2 atau O2 saja. Laju respirasi buah-
buahan/sayuran dan pengamatan pada komposisi gas optimum, dengan
menggunakan alat headspace analyzer oxybaby. Laju respirasi yang tinggi dan
semakin meningkat akan menyebabkan semakin cepat menurunnya mutu dan masa
9
simpan buah tersebut sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama.
Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan laju respirasi naik atau turun
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu ketersediaan substrat,
susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, dan lain-lain. Faktor eksternal yaitu
suhu, ketersediaan O2, jumlah CO2, zat-zat pengatur tumbuhan, kerusakan buah,
dan lain-lain.
10
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa buah merupakan
produk holtikulura yang apabila disimpan dalam bentuk segar akan terjadi proses
respirasi. Produk dengan laju respirasi tinggi cenderung cepat mengalami
kerusakan. Percepatan respirasi ini juga dipengaruhi oleh keberadaan etilen. Laju
respirasi yang dipengaruhi oleh komposisi gas yaitu meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi O2 dan menurunnya konsentrasi CO2. Dalam
pengukuran laju respirasi, penetapan konsentrasi gas-gas terutama O2 dan CO2
sangat diperkukan, ada beberapa cara untuk menentukan komposisi gas antara lain
yaitu secara titrasi, metode orsat, oxygen analyzer, infrared analyzer dan metode
kromatografi gas (GC). pada beberapa komoditi laju respirasi meningkat sebanyak
dua atau tiga kali lipat untuk kenaikan suhu sebesar 10⁰C.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum pola laju respirasi yaitu pastikan
sebelum praktikum praktikan telah membaca materi mengenai pola laju respirasi
pada buah dan sayur walaupun hanya sedikit, agar saat melakukan praktikum tidak
mengalami hambatan yang berarti. Selain itu praktikan harus berhati-hati dalam
melakukan percobaan agar data yang di peroleh menjadi akurat.
11
DAFTAR PUSTAKA
12
Tampubolon, M., Sukewijaya, I. M., Gunadi, I. G. A. 2017. Pengaruh pre-cooling dan
Suhu Simpan terhadap Kualitas Pascapanen Tanaman Gonda (Sphenoclea
zeylanica Gaertn). Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 6(2): 194-205.
Winarno, F.G. dan Aman M. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya.
Winarno, F.G. dan Aman M. 2004. Fisiologi Lepas Panen. Bogor (ID): Sustra Hudaya.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman Solusi Perbanyakan Tanaman Budi Daya.
Jakarta: Bumi Aksara.
13