Anda di halaman 1dari 5

Alang-alang (Imperata cylindrica L.) termasuk kedalam famili tumbuhan Gramineae atau Poaceae.

Tumbuhan ini tumbuh liar dimana saja tanpa dimanfaatkan dan lebih sering dianggap sebagai tanaman
pengganggu. Tanaman alang-alang (Imperata cylindrica L.) sebenarnya memiliki banyak khasiat. Akar,
rimpang dan bunga alang-alang adalah bagian yang bisa digunakan untuk pengobatan. Berdasarkan
penelitian Mulyadi, dkk (2013) menunjukkan bahwa akar, daun dan bunga alang-alang berpotensi dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Pseudomonas aeroginosa, Bacillus subtilis dan
Staphylococcus aureus. Hasil penelitian Elysa (2014) rebusan rimpang alang-alang konsentrasi 30%, 40%
dan 50% menghasilkan efek diuretik pada menit ke 90 pada mencit. Bahkan telah dilakukan juga
penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak alkohol akar ilalang terhadap suhu tubuh pada tikus
putih jantan oleh Chairul (2000) yang menyebutkan bahwa pemberian ekstrak alkohol akar ilalang dosis
50 mg/kg bb dapat memberikan efek antipiretik setara dengan pemberian paracetamol 200 mg/kg bb.
Dari hasil skrining fitokimia Seniwaty (2009) menunjukkan bahwa tumbuhan alang- alang positif
mengandung metabolit sekunder seperti alkaloid dan flavonoid. Flavonoid berpotensi untuk mengurangi
rasa nyeri dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase (Safwan dkk., 2016). Berdasarkan uraian
diatas, akar alang- alang (Imperata cylindrica L.) mempunyai kandungan flavonoid yang diharapkan
dapat dijadikan sebagai obat baru dalam pengobatan analgetik. Prosedur Pengujian Efek Analgetik
Hewan percobaan dipuasakan makan selama ±18 jam, minum tetap diberikan. Hewan percobaan
ditimbang, dibagi menjadi kelompok kontrol negatif dan kelompok uji. Masing-masing kelompok terdiri
dari 5 ekor mencit. Untuk kelompok kontrol negatif diberi CMC Na 0,5% sebanyak 0,1 ml/20 gr bb. Pada
kelompok uji, masing-masing hewan percobaan diberi zat uji dengan dosis yang sesuai sebanyak 0,2
ml/20 gr bb secara oral. Setelah pemberian zat uji, hewan uji dimasukkan kedalam chamber plantar test
yang telah di tentukan besar intensitas infra red nya dan di ukur pada menit 10, 20, 30, 40, 50 dan 60.
Lalu plantar instrument infra red di posisikan dibawah chamber tersebut. Ketika sudah ada gerakan dari
hewan uji, maka plantar instrument akan berhenti dan plantar instrument akan menunjukkan pada
waktu keberapa hewan uji tersebut kepanasan dan bergerak.

DEFINISI NYERI

Nyeri merupakan sensasi emosional tidak menyenangkan yang ditunjukkan pada saat terjadi kerusakan
jaringan (International Association for the Study of Pain, 2017). Berdasarkan studi, didapatkan data
bahwa rata- rata prevalensi nyeri kronis di dunia mencapai angka yang cukup tinggi, yaitu 30,3%
sehingga hal ini patut diperhatikan (Elzahaf dkk, 2012). Rangsangan nyeri dibedakan menjadi empat
jenis, berupa rangsangan kimia, mekanik, panas, dan dingin (Guyton dan Hall, 2011). Mekanisme
terjadinya nyeri dimulai pada saat saraf perifer menerima stimulus hingga ambang batas tertentu
(threshold) dari luar tubuh. Stimulus tersebut memicu sintesis prostaglandin (PG) serta beberapa
senyawa lain oleh membran fosfolipid sel perifer, kemudian stimulus ditransduksikan ke traktus
spinotalamikus dan ditransmisikan ke sistem saraf pusat agar dapat diproyeksikan menjadi rasa nyeri
(Golan dkk, 2017). Selama ini efek analgesik didapatkan dari penggunaan obat jenis opioid yang bekerja
di sistem saraf pusat, serta obat anti inflamasi non- steroid (OAINS) yang bekerja di sistem saraf perifer.
Salah satu jenis OAINS yaitu aspirin, memiliki efek sebagai antipiretik, anti-inflamasi dan analgesik
(Hitner dan Nagle, 2012). Penggunaan obat analgesik menunjukkan angka yang tinggi, namun obat-obat
tersebut memiliki efek samping yang tidak diinginkan, seperti gangguan pada saluran cerna, ginjal, dan
hati, sehingga masyarakat mulai mencari alternatif obat-obat tradisional sebagai pengganti. Salah satu
yang banyak digunakan yaitu kelompok jahe (Pudjiastuti, 1999; Setyawati, 2012). Nyeri berdasarkan
waktunya dibagi menjadi dua, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi
dalam waktu kurang dari enam bulan, mudah diketahui penyebabnya, dan akan menghilang saat luka
telah sembuh. Sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi lebih dari enam bulan, penyebabnya
sulit ditentukan, dan nyeri akan terus berlangsung walaupun luka telah sembuh. 1 Contoh penyakit
dengan keluhan nyeri adalah luka bakar.

Obat analgetik merupakan kelompok obat yang memiliki aktivitas mengurangi rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Pengujian aktivitas analgetik dilakukan dengan dua metode yaitu induksi
nyeri cara kimiawi dan induksi nyeri cara termik. Daya kerja analgetik dinilai pada hewan dengan
mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau
jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri (Sirait dkk., 1993). Rasa nyeri setelah induksi
nyeri cara kimiawi pada hewan uji ditunjukkan dalam bentuk gerakan geliat, frekuensi gerakan ini dalam
waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya, sedangkan rasa nyeri setelah induksi nyeri
cara termik pada hewan uji ditunjukkan dengan menjilat kaki belakang atau meloncat saat diletakkan di
atas hot plate. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri yang berupa panas sampai terjadinya
respon disebut waktu reaksi. Obat-obat analgetik dapat memperpanjang waktu reaksi ini (Sirait dkk.,
1993; Sumardiyanta, 1999).

TANAMAN zingiber

Zingiber cassumunar Roxb. merupakan tanaman yang biasa dikenal dengan nama bangle dan digunakan
sebagai obat tradisional (Arafah dkk, 2004). Tanaman ini merupakan salah satu jenis dari kelompok jahe,
serta memiliki efek analgesik karena beberapa kandungan di dalamnya yang bekerja menurunkan
prostaglandin E2 (PGE2) dan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) (Aupaphong dkk, 2012). Namun
penggunaannya secara luas masih sedikit dipelajari, sehingga guna membuktikan manfaat analgesik dari
herbal ini dibutuhkan obat pembanding dan pengujian yang salah satunya dengan menggunakan
metode writhing test, yaitu metode yang digunakan untuk menginduksi nyeri saraf perifer dengan
menginjeksikan zat iritan seperti asam asetat ke intraperitoneal, menyebabkan respon nyeri pada
hewan coba berupa refleks geliat (Milind dan Monu, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efek analgesik ekstrak etanol Zingiber cassumunar Roxb. serta dosis efektif yang dapat digunakan dalam
mengurangi rasa nyeri.

Ekstraksi

Zingiber cassumunar Roxb. diekstraksi dengan metode maserasi. Metode ekstraksi dimulai dengan
maserasi 200 gram serbuk rimpang Zingiber cassumunar Roxb. yang sudah kering dan halus dengan
menggunakan 1,5 liter etanol 70% pada suhu kamar selama 2-3 hari, kemudian disaring. Residu
dimaserasi ulang dengan 500 ml etanol 70% pada suhu kamar selama 2 hari, lalu disaring dan filtrat
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 50 C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental
ditimbang dan disuspensi dengan CMC-Na dan Aquades sesuai dosis yang telah ditentukan.
TANAMAN KARIKA

Karika (Carica pubescens) merupakan tumbuhan khas di dataran tinggi Dieng yang termasuk dalam
familia Caricaceae dan satu genus dengan papaya (Laily, 2011). Dalam daun karika (Carica pubescens)
selain terdapat vitamin C juga terdapat senyawa fitokimia yaitu flavonoid, alkaloid, tannin dan fenol
(Novalina et al 2013). Bagi manusia, flavonoid berguna sebagai antioksidan, antimikrobia, antibakteri,
antivirus (Harborne and Williams, 2000), antiinflamasi, antialergi, antimutagenik, antiklastogenik,
antikanker , dan antiplatelet (Setyawan dan Darusman, 2008).Flavonoid juga berperan sebagai analgesik
dengan cara menghambat kerja enzim siklooksigenase dengan cara mengurangi produksi prostaglandin
oleh asam arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri. Selain itu flavonoid juga menghambat
degranulasi neutrofil sehingga akan menghambat pengeluaran sitokin, radikal bebas, serta enzim yang
berperan dalam peradangan (Christiana et al, 2012). Sampai saat ini belum ada penelitian tentang
aktivitas analgetik dari daun Carica pubescens. Pada daun Carica papaya yang merupakan satu family
dari Carica pubescens telah diketahui aktivitasnya sebagai analgetik dengan dosis efektif 2,4 g/KgBB
(Octavianus, 2014). Penelitian oleh Anaga and Onehi (2010) menunjukkan bahwa Carica papaya pada
dosis 20 mg/kg mempunyai aktivitas sebagai antinociceptiveatau antinyeri.Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas analgetik daun karika (Carica pubescens) pada mencit dengan metode geliat
(writhing test).

TANAMAN MAHKOTA DEWA

Indonesia sendiri adalah rumah ter- besar bagi sumber tanaman obat tradisional di dunia yang sangat
kaya akan sumber khasiatnya, di dukung iklim tropis yang memungkinkan berbagai tanaman hidup
subur. Di Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan, dimana 940 jenis di antaranya merupakan
tumbuhan berkhasiat obat. 2,3 Salah satu tumbuhan tradisional yang dapat digunakan sebagai
tumbuhan obat yaitu daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Manfaatnya dapat di temui hampir di
setiap bagian tumbuhan, meliputi batang, daun, biji, daging dan kulit buah yang didalamnya terkandung
senyawa- senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, resin, tannin, polifenol, fenol, lignan, minyak asiri dan
sterol. 5-7 Diantara senyawa- senyawa tersebut flavonoid dan saponin mempunyai bermacam-macam
efek, yaitu antitumor, anti HIV, immunostimulant, antioksidan, analgesik, antiradang (anti- inflamasi),
antivirus, antibakteri, anti- fungal, antidiare, antihepatotoksik, anti- hiperglikemik dan sebagai
vasodilator.8,9 Berdasarkan bukti empiris, tanaman mahkota dewa berkhasiat dalam mengatasi
berbagai penyakit seperti kanker, tumor, diabetes melitus, hipertensi, mengurangi rasa sakit jika terjadi
pendarahan atau pembengkakan, reumatik, asam urat (arthritis gout), penyakit jantung, gangguan
ginjal, eksim (penyakit kulit), jerawat dan luka gigitan serangga. 5,1

TANAMAN EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA

Salah satu jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisonal adalah daun pepaya dari famili
Caricaceae. Daun pepaya merupakan salah satu tumbuhan yang sering digunakan untuk pengobatan
bagi masyarakat. Daun pepaya telah lama dipergunakan oleh kelompok masyarakat untuk pengobatan,
seperti obat sakit malaria, penambah nafsu makan, obat cacing, obat batu ginjal, meluruhkan haid, dan
menghilangkan rasa sakit (2). Daun pepaya mengandung berbagai senyawa seperti flavonoid, enzim
papain, sakarosa, dekstrosa, levulosa, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi vitamin A, vitamin
B1, vitamin C, air dan kalori. Flavonoid adalah senyawa yang dapat melindungi membran lipid dari
kerusakan dan menghambat enzim cyclooxygenase I yang merupakan jalur pertama sintesis mediator
nyeri seperti prostaglandin. Daun pepaya yang mengandung berbagai macam enzim salah satunya yaitu
enzim papain memiliki aktifitas sebagai analgetik dan anti Uji Aktifitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun
Pepaya (Carica... | Afrianti dkk. inflamasi (3, 4). Rasa sakit atau nyeri merupakan pertanda ada bagian
tubuh yang bermasalah, yang merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi serta
memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh seperti peradangan
(rematik,encok), infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri timbul karena adanya rangsangan mekanis
ataupun kimiawi, yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu
yang disebut mediator (perantara) nyeri seperti bradikinin, histamin, serotonin, dan prostaglandin (5).
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan daun pepaya yang
diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol untuk penghilangan rasa nyeri. Efek proteksi ditujukan
karena nyeri yang terjadi pada mencit adalah nyeri viseral dimana penghantaran nyeri lebih lambat dan
terjadi secara berkesinambungan, sehingga metoda yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metoda
writhing test yaitu dengan melihat adanya efek proteksi terhadap rasa sakit akibat pemberian asam
asetat secara intra peritoneal pada mencit percobaan (6). Efek proteksi yang diberikan ekstrak
menunjukkan keefektifan bahan uji yang diduga berfungsi sebagai analgetik (7, 8).

TANAMAN KUNYIT PUTIH

Obat-obatan tradisional menjadi salah satu alternatif dalam pemilihan obat- obatan analgetik, karena
tingginya efek samping obat-obatan kimia dan masih adanya keluarga di Indonesia yang menyimpan
obat-obatan tradisional. Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, dari 300.000
rumah tangga, ditemukan dari 35,2% rumah tangga yang menyimpan obat-obatan dan 15,7%
diantaranya menyimpan obat-obatan tradisional.6 Obat tradisional yang sering digunakan masyarakat
Indonesia sebagai analgetik adalah kunyit putih. Kunyit putih atau Curcuma zedoaria berasal dari famili
Zingiberaceae. Tanaman ini biasanya tumbuh pada ketinggian 1.000 mdpl dan tersebar di China,
Vietnam, Jepang, Thailand, dan Indonesia terutama di pulau Sumatra dan Jawa. Kunyit putih memiliki
zat aktif berupa curcumin yang memiliki efek analgetik.7 Curcumin akan menghambat aktivitas enzim
COX, sehingga prostaglandin tidak terbentuk dan perkembangan rasa nyeri akan terhambat.8 Penelitian
yang dilakukan pada kunyit putih sudah banyak dilakukan seperti penelitian Golam A dkk. pada tahun
2013 mengenai efek antipiretik, penelitian Krishnamoorthy dkk. pada tahun 2009 mengenai efek
antikanker, dan penelitian Zullies dkk. pada tahun 2014 mengenai efek analgetik. Tetapi penelitian
mengenai efek analgetik pada kunyit putih belum pernah dilakukan.

TANAMAN UMBI TEKI

Teki terutama umbinya merupakan salah satu tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri (Sudarsono dkk., 1996). Umbi teki mempunyai kandungan kimia berupa minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, polifenol, resin, amilum, tanin, triterpen, d-glukosa, d-fruktosa dan gula tak
mereduksi (Murnah, 1995; Sudarsono dkk., 1996). Kandungan minyak atsiri umbi teki sebesar 0,43%
dalam 25 gram berat kering umbi teki (Hellyana, 1997). Fungsi minyak atsiri bagi manusia antara lain
sebagai bahan campuran obat sakit gigi, obat gosok, antiseptik, bahan wangi-wangian dan analgetik
(Turner, 1965). Khasiat umbi teki sebagai analgetik, kemungkinan karena kandungan minyak atsirinya
yang cukup besar. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan yaitu tentang
khasiat minyak atsiri kencur sebagai analgetik (Hariyadi, 1989 dalam Astuti dan Pudjiasttuti, 1996) dan
oleh Winarno dkk. (1996) yang hasilnya adalah bahwa minyak atsiri kencur dapat memberikan efek
analgetik pada konsentrasi 3,45%; 6,9%; 13,8%; 27,6% dengan metode geliat pada mencit, sedangkan
dengan metode termik didapat bahwa minyak atsiri dengan konsentrasi 13,8% dan 27,6% menunjukkan
adanya kenaikan nilai ambang nyeri. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan efek analgetik dari
ekstrak umbi teki ini karena adanya interaksi efek dari kandungan kimia yang lain seperti flavonoidnya
dan hal ini telah dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Nurdiana dkk. (2000) menggunakan
ekstrak kasar dan ekstrak flavonoid daun wungu pada tikus yang menyatakan bahwa salah satu
kandungan daun wungu yang diduga mempunyai efek analgetik adalah flavonoidnya, sedangkan efek
analgetik ekstrak kasar lebih kuat daripada ekstrak flavonoidnya. Efek analgetik yang lebih kuat ini
diduga karena ada kandungan kimia lain di dalam ekstrak kasar ini yang mempunyai efek analgetik.
Laporan penelitian dari Purwaningsih (1999) dalam Nurdiana dkk. (2000) menyebutkan bahwa ekstrak
alkaloid daun wungu mempunyai efek analgetik pada tikus. Penelitian yang dilakukan oleh Pudjiastuti
dkk. (1996) tentang efek analgetik daun sembung didapatkan hasil bahwa kandungan senyawa
terpennya bersifat analgetik. Jadi, khasiat umbi teki sebagai analgetik karena kandungan senyawa-
senyawa kimia yang ada di dalamnya yaitu minyak atsiri, flavonoid dan triterpen. Salah satu sifat minyak
atsiri dan terpen dapat digunakan sebagai analgetik (Trease dan Evans, 1978). Prostaglandin merupakan
mediator nyeri yang spesifik untuk nyeri yang berlangsung lama yaitu nyeri kedua dan nyeri viseral.
Respon nyeri geliat termasuk dalam nyeri viseral dan menjilat kaki belakang termasuk ke dalam nyeri
kedua dengan pembebasan prostaglandin sebagai mediator nyerinya, sehingga dengan menghambat
sintesis prostaglandin diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri melalui pengurangan jumlah geliat dan
perpanjangan waktu reaksi untuk meningkatkan daya tahan hewan uji terhadap rangasang nyeri
(kenaikan nilai ambang nyeri) (Mutschler, 1991; Guyton, 1994).

Anda mungkin juga menyukai