A. PENDAHULUAN
Sengsara YESUS tidak hanya sampai disitu saja Ia harus memikul salib hingga
ke bukit golgota, peristiwa ini dikenang sebagai jalan salib. YESUS wafat sekitar jam
3 sebelum kematiannya terdapat beberapa tanda-tanda kebesaran ALLAH salah
satunya “tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa
bumi, dan bukit-bukit batu terbelah” (Mat 27:51). Lalu YESUS berseru dengan suara
nyaring: “Ya BAPA, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Dan setelah
berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya (Luk 23:46). Untuk memastikan
kematian-Nya lambung YESUS ditikam oleh serdadu (Yoh 19:31-37). Memang
sesudah wafat YESUS, Ia dimakamkan dengan penuh hormat. Namun kehormatan
sesudah wafat-Nya tetap tidak dapat menutupi kerendahan-Nya di kayu salib.
Darah kristus tidak hanya menjadi perjanjian yang kekal, tetapi juga menjadi
karya keselamatan ALLAH bagi kita umat-Nya. Betapa peduli-Nya BAPA kepada
kita hamba-Nya, yang rela mengorbankan putra-Nya untuk kita. Wafat Kristus
berarti solidaritas-Nya dengan umat manusia yang harus mati karena dosa. Wafat-
Nya di kayu salib tidak menjadikan salib sebagai simbol kegagalan hidup melainkan,
sebagai tanda kemenangan karena:
Yang menjadi dasar dari misteri inkarnasi adalah ketetapan hati Yesus untuk
melaksanakan rencana penebusan Allah demi keselamatan semua orang. Bagian dari
rencana itu termasuk pengakuan akan dosa dan kegelapan kita dan memilih rencana
Allah secara lengkap dan sempurna. Oleh penderitaan-Nya di taman Getsemani dan
di tangan orang Romawi, dan oleh kematian penuh ketaatan pada kayu salib, Yesus
memutar-balikkan ketidak-taatan dan pemberontakan Adam melawan kehendak
Allah.
Dalam kodrat insani-Nya, Yesus secara sempurna tunduk kepada kodrat ilahi-
Nya serta berkoordinasi dengan kodrat ilahi-Nya itu. Dengan demikian sengsara
Yesus memungkinkan bagi orang-orang untuk mengenal dan mengasihi Allah secara
sempurna.
Penderitaan Yesus pada dirinya adalah suatu pengungkapan solidaritas-Nya
dengan mereka yang menderita. Memang Yesus hidup tanpa dosa (lihat Ibr 4:15),
namun Ia ikut ambil bagian dalam desolasi dan ‘kehancuran’ kita. Apakah ada
presiden, raja atau perdana menteri yang mau ikut ambil bagian dalam ‘nasib hidup’
seorang pengemis jalanan? Tentu saja tidak! Namun tidak demikianlah halnya
dengan ‘sang Raja segala raja’, Yesus Kristus!
Yesus mati di kayu salib untuk membebaskan semua manusia dari dosa Karena
dosalah Dia mati. Kematian Yesus sebenarnya termasuk di dalam wilayah penebusan
universal yang jauh melampaui ruang lingkup yang menyangkut bangsa/ras dan
politik. Semua orang berdosa bertanggung-jawab atas sengsara dan kematian Yesus
Yahudi maupun non-Yahudi, laki-laki maupun perempuan.
Penderitaan dan kematian Yesus di kayu salib berakar pada dan didorong oleh
kasih Allah kepada seluruh dunia (Rm 5:8). Secara bebas suka-rela Yesus
mengemban misi ini dan mempersembahkan diri-Nya kepada Bapa surgawi sebagai
kurban persembahan sempurna untuk kepentingan kita. Dengan penyerahan diri-Nya
secara sempurna kepada rencana penyelamatan Bapa, Yesus mempersembahkan
suatu kurban yang lengkap dan definitif, yang tidak dapat pernah diulangi; dan ini
terus-menerus dipersembahkan kepada Bapa di surga.
Secara bebas,Yesus menyerahkan hidupNya sebagai kurban silih, yaitu bahwa
dia telah memulihkan kita dari dosa-dosa kita dengan ketaatan penuh cinta sampai
mati. Cinta sang putra Allah “sampai pada kesudahanNya”(Yoh 13:1) ini
mendamaikan kembali seluruh umat manusia dengan Bapa. Karena itu, kurban
paskah kristus menebus umat manusia dengan cara yang unik, sempurna dan
definitif, serta membuka persekutuan dengan Allah.
Akhirnya, selagi kita melihat kemanusiaan Yesus sebagai suatu model untuk
kita sendiri, kita disadarkan bahwa kebangkitan adalah apa yang terjadi dengan kita
apabila diri kita tidak lagi dirusakkan oleh dosa.
D. PENUTUP
Sengsara dan wafat YESUS di kayu salib merupakan tanda akan kasih
ALLAH kepada kita umat-Nya, yang rela mengorbankan putra-Nya untuk
menyelamatkan kita dari dosa-dosa. Kita sebagai hamba-Nya tidak hanya
menghayati hal tersebut sebagai suatu solidaritas antara ALLAH dengan kita
hamba-Nya melalui Kristus sebagai jembatan penyelamat, tetapi juga kita harus
meneruskan ajaran Kristus tentang kasih. Sehingga dapat kita ambil maknanya
yaitu melalui sengasara dan wafat Kristus, ALLAH ingin agar kita saling
mengasihi, saling bersolidaritas antar sesama. BAPA saja sebagai pencipta ingin
mengasihi dan bersolidaritas dengan ciptaannya yaitu kita, apalagi kita sesama
ciptaannya harus saling mengasihi dan menghargai. Kebangkitan Kristus tidak
hanya menandakan kebesaran ALLAH tetapi juga Ia ingin mengajarkan kepada
kita bahwa siapa yang hidup dalam dosa akan memperoleh maut, sebab upah dosa
ialah maut, tetapi siapa yang hidup dalam Kristus akan memperoleh kehidupan
yang kekal.
Karena hidup ini adalah milik kita melalui sengsara, kematian dan
kebangkitan Yesus, maka kita dapat menghadapi hari-hari kita dengan
pengharapan dan suatu semangat penuh sukacita, karena kita merangkul
kebenaran yang dicanangkan oleh Santo Paulus: “Dalam semuanya itu kita lebih
daripada orang-orang yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi kita. Sebab
aku yakin bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun
pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau
kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk
lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita” (Rm 8:37-39).
DAFTAR PUSTAKA
IMAN KATHOLIK
KATEKISMUS