Abstrak
Gelembung renang ikan cunang (M. talabon) adalah hasil samping industri perikanan yang memiliki
kandungan protein mencapai 96.16% bk serta berpotensi menghasilkan kolagen dengan sifat fungsional yang
khas. Kolagen (C102H149N31O38) digunakan sebagai bahan aktif dalam industri kosmetik, misalnya krim pelembab
wajah karena memiliki sifat yang oklusif. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi dan menentukan karakteristik
kolagen larut asam dan aplikasinya dalam formula sediaan krim pelembab wajah. Pra ekstraksi dengan NaOH
0.1 selama 8 jam merupakan proses yang efektif dalam menghilangkan protein non-kolagen dari gelembung
renang ikan cunang dan ekstraksi asam asetat 0.25 M selama 72 jam pada suhu 4ºC merupakan perlakuan
terpilih yang menghasilkan rendemen 14.50% kolagen kering. Kolagen terpilih memiliki kadar air (12.12±0.04%
bb); protein (88.54±0.08% bb); tidak terdeteksi logam berat (Pb, Hg, As, Cd); pH (4.31); nilai warna L * 62.91;
negatif cemaran E. coli dan Salmonella; asam amino yang terdeteksi utamanya adalah glisina (241.06 mg/g),
prolina (88.73 mg/g), alanina (86.98 mg/g). Spektrum FTIR kolagen mengungkapkan adanya struktur triple
helix; pola elektroforesis mencirikan kolagen tipe I terdiri dari 200 kDa (β), 136 kDa (α1), dan 117 kDa (α2);
dan memiliki stabilitas termal (Tmax 39.50ºC). Krim pelembab wajah dengan 4% kolagen memiliki kestabilan
terhadap suhu yang berbeda selama penyimpanan 4 minggu; bebas dari cemaran mikroba; sensori (warna
contemporary white, bau harum); nilai pH (5.87±0.25); viskositas (95666±577.35 cps) dan konsistensi
(277±5.77 10-1 mm).
Kata kunci: gelembung renang ikan cunang, kolagen tipe I, krim pelembab wajah
Abstract
Yellow pike conger (M. talabon) swim bladder is by-products of fishery industries with 96.16% dw
protein content and potentially produces collagen with unique functional properties. Collagen (C 102H149N31O38) is
used as an active ingredient in the cosmetics industry, for example, facial moisturizing face cream, because it
had occlusive properties. The purposes of this study were to isolate and determine the characteristics of soluble
acid collagen and its application in the formula of moisturizing face cream. Pre extraction with NaOH 0.1 for 8
hours was detected as an effective process in removing non-collagen proteins from cunang swim bladders and
the acid extraction process of 0.25 M for 72 hours at 4ºC was identified as the best treatment resulting in a
14.50% dried collagen yield. Selected collagen had a water content water content (12.12±0.04% wb); protein
(88.54±0.08% wb); undetectable heavy metals (Pb, Hg, As, Cd); pH (4.311); color value L* 62.91; negative
contamination of E. coli and Salmonella; amino acids that were detected primarily dominated by glycine (241.06
mg/g), proline (8.73 mg/g), alanine (86.98 mg/g). The FTIR spectra revealed the presence structure collagen
triple helix; electrophoresis pattern consisted of 200 kDa (β), 136 kDa (α1), and 117 kDa (α2) that characterizes
type I collagen; and had thermal stability (T max 39.50ºC). Facial moisturizing cream with 4% collagen has
stability against different temperatures during 4 weeks storage; free from microbial contamination; sensory
(contemporary white color, fragrant odor); pH value (5.87±0.25); viscosity (95666±577.35 cps) and consistency
(277±5.77 10-1 mm).
Keywords: moisturizing facial cream, type I collagen, yellow-pike conger swim bladder
PENDAHULUAN
Gelembung renang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan gel tipis kering
dan transparan (isinglass) untuk fining agent pada industri bir di Eropa dan sebagai bahan
tambahan makanan dalam sop sayur bagi masyarakat di Cina (Trilaksani et al. 2006).
Informasi penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan gelembung renang ikan di Indonesia
sudah mulai dilakukan sejak tahun 2006, yaitu pemanfaatan gelembung renang ikan patin
sebagai edible film (Trilaksani 2008) dan baru pada tahun 2106 dimanfaatkan sebagai kolagen
(Djailaini et al. 2016; Kartika dan Trilaksani 2016). Potensi gelembung renang ikan cunang
cukup banyak di Kabupaten Indramayu sehingga dapat menjadi alternatif sumber kolagen
Beberapa penelitian yang telah mengkaji tentang kandungan protein gelembung renang
ikan diantaranya ikan patin 76.75% bk (Trilaksani 2006); tuna sirip kuning 72.53% bk
(Kaewdang 2015) dan cunang 93.39% bk (Kartika dan Trilaksani 2016). Hal ini menunjukkan
bahwa gelembung renang ikan memiliki komponen kolagen. Ekstraksi kolagen dari
by-product hasil perairan mulai berkembang, di antaranya kulit, tulang, sisik, dan gelembung
renang (Nagai dan Zuzuki 2000). Metode ekstraksi kolagen yang diterapkan, meliputi
ekstraksi kolagen larut asam (acid solubilized collagen/ASC) dan kolagen larut enzim pepsin
(pepsin soluble collagen/PSC) atau enzim papain. Karakteristik kolagen yang diisolasi
merupakan kolagen tipe I yang memiliki bobot molekul lebih kecil dibandingkan dengan
biomedis dan industri farmasi yang terdiri dari tiga rantai polipeptida (triple helix) dan
merupakan protein berserat. Menurut Liu et al. (2015) kolagen komersial biasanya bersumber
dari kulit dan tulang sapi, babi dan unggas yang berpotensi tidak halal dan terkontaminasi
biologis yang dapat menyebabkan beberapa jenis penyakit, seperti bovine spongiform
encephalophaty (BSE), transmissible spongiform encephalophaty (TSE), foot and mouth
disease (FMD), dan infeksi cacing pita sehingga mendapat reaksi negatif dari konsumen yang
sadar akan pentingnya kesehatan. Kolagen hasil perairan dapat menjadi alternatif
Kolagen banyak digunakan sebagai sediaan kosmetik, terutama dalam krim pelembab
wajah karena bersifat oklusif, yaitu menghambat penguapan air yang berlebihan sehingga
tetap menjaga kelembaban kulit, membuat kulit kembali elastis serta dapat mengurangi
keriput sebagai efek dari penuaan (Zhai dan Maibach 2002). Andirisnanti (2012)
menggunakan ekstrak kolagen teripang (Stichopus hermanni) dalam krim pelembab kulit;
kolagen dari spons (Chondrosia reniformis) sebagai bahan baku sediaan kosmetik
(Swatscheck et al. 2002). Data penelitian gelembung renang ikan dan pemanfaatannya di
Indonesia masih terbatas dan penggunaan kolagen gelembung renang ikan cunang dalam krim
pelembab wajah belum pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
ekstraksi kolagen dari gelembung renang ikan cunang sebagai sediaan krim pelembab wajah.
Tujuan penelitian adalah untuk: 1) mengisolasi dan menentukan profil kolagen larut asam dari
gelembung renang ikan cunang; 2) formulasi kolagen larut asam menjadi sediaan krim
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelembung renang ikan cunang
dari by product pengolahan kerupuk di sentra pengolahan Desa Kenanga, Kecamatan Sindang
Kabupaten Indramayu-Jawa Barat. Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu NaOH, asam
asetat (CH3COOH), NaCl, tris hidroksimetil aminomethane, etilen diamin tetraasetat (EDTA),
Comassie Briliant Blue G-250 (SIGMA), Bovine Serum Albumin (SIGMA); dan bahan-bahan
pembuatan krim pelembab wajah, seperti deionize water, gliserin, emulgade® 1000 NI, asam
stearat, setil alkohol, parafin cair, trietanolamin (TEA), metil paraben, butilhidroksitoluen
Peralatan utama yang digunakan untuk ekstraksi kolagen, pembuatan krim dan
freeze dryer (Eyela FD-1000), oven (Memmert UNB 400), pH meter (ORION 3 STAR Thermo
Scientific), seperangkat alat sokhlet, tanur, dan Kjeldahl, kromameter (CR-410), fourier
calorimetry (DSC-60 Shimadzu Kyoto Japan), dan ultra performance liquid chromatography
(Herzoo German).
Metode penelitian
Penelitian ini diawali dengan penentuan kandungan kimia gelembung renang ikan
cunang dan pra ekstraksi menggunakan larutan basa NaOH 0.1 M selama 8 jam. Penelitian
utama yaitu 1) ekstraksi kolagen menggunakan asam asetat dan karakterisasi fisik, kimia dan
Pra ekstraksi dan optimasi ekstraksi kolagen gelembung renang ikan cunang
Gelembung renang ikan cunang dipreparasi dengan cara dibersihkan dengan air dingin
yang mengalir, kemudian dipotong ukuran 2x2 cm 2. Sampel yang sudah dipreparasi direndam
dalam larutan NaOH 0.1 M selama 8 jam (rasio 1:10 b/v) dan diukur protein terlarutnya
(Bradford 1976) kemudian sampel dicuci dengan akuades hingga netral. Optimasi ekstraksi
kolagen menggunakan asam asetat (CH3COOH) 0.25; 0.50 dan 0.75 M (M1, M2, M3) selama
24; 48 dan 72 jam (T1, T2, T3) pada suhu 4°C (rasio 1:6 b/v). Filtrat disaring kemudian
dipresipitasi dengan NaCl (2.6 M) pada 0.5 M buffer tris (hydroximethyl) aminomethane (pH
7.5) dan disimpan selama 24 jam pada suhu 4°C. Presipitat dipisahkan dengan sentrifugasi
pada kecepatan 6910 xg selama 1 jam. Peletnya diambil dan dilarutkan ke dalam 0.5 M asam
asetat (rasio 1:2 b/v) kemudian didialisis terhadap 0.1 M asam asetat (rasio 1:10 b/v) selama
12 jam, dialisis dilanjutkan terhadap akuades (rasio 1:10 b/v) sampai pH >5. Dialisat yang
dihasilkan diliofilisasi.
Karakterisasi fisik, kimia dan mikrobiologi kolagen, meliputi analisis proksimat; logam
berat (arsen, kadmium, timbal dan merkuri); warna kolagen, derajat keasaman, asam amino
dengan UPLC, gugus fungsi dengan FTIR (Budrugeac et al. 2010), bobot molekul
(Laemmli 1970), stabilitas termal dengan DSC (Kaewdang 2015), dan mikrobiologi yaitu
Pembuatan sediaan krim menggunakan bahan-bahan yang terdiri dari fase minyak
meliputi asam stearat, setil alkohol, emulgade, dan parafin cair kemudian dicampurkan dalam
satu beaker glass (sediaan 1). Fase air meliputi gliserin, triethanolamin (TEA) dan air
deionisasi (deionize water) kemudian dicampurkan dalam satu beaker glass (sediaan 2).
Jumlah kolagen larut asam yang digunakan adalah 4% (Flick 1992). Formulasi sediaan krim
berdasarkan modifikasi Mitsui (1997) yang sesuai persyaratan Annexes of the ASEAN
Sediaan 1 dan 2 dipanaskan dan diaduk pada suhu 70ºC secara terpisah hingga
homogen. Kedua sediaan yang telah homogen tersebut dicampurkan dan diaduk hingga
merata selama 30 menit sampai suhu mencapai 35 dan/atau 40°C (sediaan 3). Langkah
±5000 rpm selama 15 menit hingga sediaan krim homogen, kemudian metil paraben, kolagen
gelembung renang ikan cunang (0% dan 4%), BHT dan parfum dimasukkan ke dalam
Analisis sediaan krim meliputi Angka Lempeng Total/ALT, uji organoleptik terhadap
30 panelis semi terlatih, pengukuran nilai pH, uji stabilitas, uji siklus, homogenitas,
berulang (RAL in time) dengan 3 ulangan pada optimasi ekstraksi kolagen. Data hasil
penelitian dianalisis dengan program SAS 9.3 untuk mengetahui ragam (ANOVA) dan jika
terdapat beda nyata antara taraf perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Analisis data krim dengan independent
sampel t-test menggunakan SPSS versi 15.1 serta analisis deskriptif terhadap data
By-product gelembung renang ikan cunang memiliki kandungan protein cukup tinggi,
yaitu 96.21±0.71% basis kering (bk). Rerata kandungan protein kasar dari jenis bahan baku
gelembung renang ikan cunang yang sama adalah 95.69±0.84% bk (Djailani 2016; Kartika
dan Trilaksani 2016). Hal ini berarti kandungan protein gelembung renang ikan cunang lebih
tinggi dibandingkan dengan gelembung renang ikan lainnya, di antaranya gelembung renang
Protein gelembung renang ikan umumnya didominasi oleh protein kolagen (Jonsson
dan Vidarsson 2016). Kolagen (C102H149N31O38) merupakan salah satu protein yang
keberadaannya kurang lebih 30% dari seluruh protein yang terdapat di tubuh, dan merupakan
struktur organik pembangun tulang, gigi, sendi, otot, dan kulit (Voet et al. 2013).
Tabel 1 Komposisi proksimat by-product gelembung renang ikan cunang, tuna sirip kuning dan
patin
Sumber Gelembung Renang Ikan
Komposisi Cunang1 Cunang 3 Tuna 4 Patin5
2
Cunang (Thunnus (Pangasisus
proksimat (Muarenesox (Congresox (Muarenesox albacares) sp.)
talabon) talabon) talabon)
Air6 35.00±0.64 41.72±1.21 26.12±0.22 16.67 21.66
Protein7 96.21±0.71 96.16±1.25 94.72±0.75 72.53 68.00
Lemak7 0.86±0.49 1.03±0.05 1.91±0.05 8.64 0.14
Abu7 0.49±0.21 1.13±0.06 1.03±0.03 1.74 0.23
Karbohidrat*,7 2.43±0.31 1.68±0.06 2.90±0.36 17.10 19.48
Keterangan: 1Data penelitian, rerata ± SD dari 3 ulangan pada sampel yang sama, 2Djailani (2016),
3
Kartika dan Trilaksani (2016) 4Kaewdang (2015), 5Riyanto (2006), 6persentase bahan kering
(% bk), 7persentase basis kering (% bk), *dihitung secara by difference
Gelembung renang ikan cunang pada penelitian ini memiliki kadar air bahan kering
(Kaewdang 2015), patin (Riyanto 2006) dan bighead carp (Liu et al. 2012). Kadar air dalam
suatu bahan terdiri atas air bebas dan air terikat secara kimia, dan kadar air yang terukur
merupakan air bebas dalam bahan baku. Kandungan air juga ikut menentukan kesegaran dan
daya tahan suatu bahan. Holma et al. (2013) menyatakan bahwa pada umumnya ikan terdiri
atas 70 sampai 84% air, 15-24% protein, 0.1-22% lemak dan 1-2% mineral. Kadar lemak
(0.86±0.49% bk), abu (0.49±0.21% bk) dan karbohidrat (2.43±0.31% bk) menentukan tahap
pra ekstraksi yang akan diterapkan pada proses ekstraksi gelembung renang, yang akan
memberikan keuntungan di antaranya efektif dan ekonomis dari sisi waktu dan biaya.
Tahapan pra ekstraksi yang dimaksud adalah penghilangan komponen protein non kolagen
Optimasi ekstraksi kolagen larut asam dilakukan setelah pra ekstraksi menggunakan
NaOH 0.1 M dengan waktu perendaman 8 jam. Hasil sidik ragam (ANOVA) kelarutan
kolagen gelembung renang ikan cunang saat diekstraksi dengan asam asetat (CH 3COOH)
menunjukkan perlakuan konsentrasi asam asetat (M) dan lama waktu perendaman (T) serta
interaksinya (MT) berpengaruh signifikan terhadap kelarutan kolagen gelembung renang ikan
cunang (p<0.05). Uji lanjut DMRT menunjukkan perlakuan konsentrasi asam asetat (M1, M2
dan M3) dan lama waktu perendaman 72 jam (T3) berbeda nyata. Kelarutan kolagen dalam
asam asetat dan rendemen kolagen liofilisasi ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1 Persentase kelarutan kolagen gelembung renang ikan cunang dalam asam asetat
0.25 M (M1), 0.50 M (M2) dan 0.75 M (M3). Lama perendaman 24 jam ( ),
48 jam ( ) dan 72 jam ( ). Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil
perlakuan yang berbeda nyata (p<0.05).
Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan lama waktu perendaman (T) berpengaruh
nyata terhadap rendemen kolagen (p<0,05). Gambar 2 menunjukkan hasil uji lanjut DMRT
terhadap rendemen kolagen meningkat seiring bertambahnya waktu ekstraksi, yaitu pada
perlakuan konsentrasi asam asetat 0.25 M; 0.50 M; 0.75 M (M1, M2 dan M3) dengan waktu
perendaman 72 jam (T3) berbeda nyata. Asam asetat memiliki kemampuan yang baik untuk
melarutkan atau melepaskan rantai polipeptida penyusun kolagen yang terdapat dalam matriks
tropokolagen (Liu et al. 2015). Proses ekstraksi juga dipengaruhi oleh waktu untuk
Gambar 2 Persentase rendemen kolagen liofilisasi gelembung renang ikan cunang ekstraksi
CH3COOH 0.25 M (M1); 0.50 M (M2) dan 0.75 M (M3) selama 24 jam ( ),
48 jam ( ) dan 72 jam ( ). Angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda
menunjukkan hasil perlakuan yang berbeda nyata (p<0.05).
Hasil FTIR kolagen memiliki puncak serapan amida A (3441.50 cm -1), amida B
(2922.53 cm-1), amida I (1649.93 cm-1), amida II (1512.96 cm-1) dan amida III (1316.20 cm-1)
yang mencirikan struktur-struktur penyusun protein kolagen. Amida A merupakan gugus khas
kolagen yang menunjukkan NH stretching (Muyonga et al. 2004); amida B terbentuk dari
asimetrikal stretching CH2 (Coates 2006); amida I menunjukkan vibrasi C=O stretching
(Kong dan Yu 2007); amida I terdiri dari empat komponen struktur sekunder protein, yaitu
α-heliks (1654 cm-1 dan 1658 cm-1), β-sheet (1624 cm-1 dan 1642 cm-1), β-turn (1666
cm-1, 1672 cm-1, 1680 cm-1, 1688 cm-1), dan random coil (1648 cm-1) yang saling bertumpang
tindih (Muyonga et al. 2004). Hal ini menunjukkan bahwa kolagen memiliki struktur β-sheet
sebagai komponen penyusun kolagen. Gugus amida II dan III berada pada puncak wilayah
serapan 1480-1575 cm-1 dan 1229-1301 cm-1 yang menunjukkan interaksi intermolekuler pada
kolagen dengan adanya gugus CN stretching dan NH bending (Kong and Yu 2007).
Bobot molekul (BM) kolagen pada Gambar 3 memiliki pita utama α1 (136 kDa) dan
α2 (117 kDa). Keberadaan rantai α menunjukkan bahwa kolagen merupakan tipe I (Kaewdang
2015). Kolagen tipe I dapat ditemukan pada bagian tendon dan jaringan ikat dengan BM rata-
rata 290 kDa dan mengandung 3 rantai polipeptida sebagai rantai α yang melingkari rantai
lainnya seperti untaian tali (struktur triple helix) sehingga membuat molekul kaku dan
dominan dibandingkan dengan komponen lainnya. Kolagen yang dihasilkan bersifat asam,
disebabkan karena ekstraksi menggunakan asam asetat dan tidak distirrer saat proses dialisis.
Menurut Dennison (2002), laju difusi ditentukan oleh konsentrasi molekul pelarut dalam
kantung dialisis, luas permukaan, volume pelarut dan pengadukan. Kolagen memiliki warna
yang baik dan tidak terdeteksi cemaran logam berat dan mikroba (E. coli dan Salmonella)
Tabel 2 Komposisi proksimat, pH, logam berat, dan mikrobiologi kolagen larut asam
(ASC) dari gelembung renang ikan cunang
Kolagen gelembung renang
Parameter uji Satuan Syarat mutu kolagen
M. talabon1
Air %bb 12,12±0,04 < 12 (BSN 2014)
Protein %bb 86,74±0,20 > 75 (BSN 2014)
Lemak %bb 0,00±0,00 < 1 (BSN 2014)
Abu mg/kg 1,14±0,13 < 1 (BSN 2014)
pH - 4,31 6.5-8 (BSN 2014)
Warna
ΔE 63.38 total perbedaan warna
L* (terang dan gelap) - 62.91 L* (terang)
a* (merah dan hijau) -1.89 a* (hijau)
b* (kuning dan biru) 7.44 b* (kuning)
Pb mg/kg 0,009* < 0.4 (BSN 2014)
Hg mg/kg 0,004* < 0.5 (BSN 2014)
As mg/kg 0,008* < 1 (BSN 2014)
Cd mg/kg 0,00011* < 0.1 (BSN 2014)
E. coli /0,1 gram 0,000 < 3 (BSN 2014)
Salmonella /10 gram 0,000 Negatif (BSN 2014)
Komposisi asam amino kolagen didominasi oleh asam amino glisina (241.06 mg/g),
prolina (88.73 mg/g), dan alanina (86.98 mg/g). Struktur triple helix kolagen dirakit dari
polipeptida spesifik rantai α dengan posisi Gly-X-Y, dimana posisi X diisi dengan asam
amino prolina dan pada posisi Y diisi dengan asam amino hidroksiprolina atau hisdroksilisina
(Shoulders dan Raines 2009). Menurut Van der Rest dan Garrone (1991) bahwa
hidroksiprolina berasal dari prolina yang dikatalisis oleh enzim prolin hidroksilase dan
hidroksilisin berasal dari hidroksilasi lisin oleh enzim lisil, keduanya memerlukan vitamin C
sebagai kofaktor sedangkan asam amino prolina merupakan asam amino yang dapat
Hasil pengukuran DSC kolagen pada suhu 20-50 ºC dengan laju pemanasan 1 ºC/menit
menunjukkan reaksi endotermik dengan puncak Tmax 39.05 ºC dan nilai entalpi (ΔH) adalah
0.6388 J/g. Nilai Tmax kolagen lebih tinggi dibandingkan dengan suhu transisi ASC gelembung
renang ikan tuna sirip kuning yaitu 33.92 ºC (Kaewdang 2015). Perbendaan nilai Tmax
berhubungan dengan komponen asam amino kolagen (prolina dan hidroksipolina) dan suhu
Karakteristik fisik sediaan krim plasebo (krim A) dan krim kolagen (krim B) pada
minggu ke-0 ditunjukkan pada Tabel 3; visualisasi sediaan krim A dan krim B pada Gambar
Gambar 4 (a) Sediaan krim A dan krim B pada minggu ke-0; (b) Pengamatan
homogentitas sediaan krim A dan krim B pada kaca objek
Tabel 3 Hasil evaluasi sediaan krim A dan krim B pada minggu ke-0
Pengamatan Sediaan
Krim plasebo Krim kolagen
Organoleptik Warna putih, bau Warna putih keruh, bau
harum harum
Homogenitas Homogen Homogen
Nilai pH 6.75 6.35
Viskositas (cps) 52000 95000
Konsistensi (10-1 mm) 300 290
Hasil penilaian organoleptik oleh responden terhadap sediaan krim A dan krim B
memiliki bau harum; warna dominan high hiding white (E34) dan contemporary white (E35);
serta tidak menunjukkan pemisahan fase emulsi. Bau harum pada krim disebabkan karena
adanya penambahan fragrences mawar sedangkan perbedaan warna disebabkan karena pada
krim B ditambahkan dengan kolagen yang memiliki warna dasar L* 62.91% dan b* 7.44%.
Hasil pengujian total mikroba pada minggu ke-0 dan ke-4 (Tabel 5) menunjukkan
krim A dan krim B tidak terdeteksi cemaran mikroba. Menurut syarat mutu yang ditetapkan
BSN (1998) yaitu 105 koloni/gram, sehingga krim yang dihasilkan aman bagi kulit.
Metil paraben adalah bahan yang berperan sebagai pengawet antimikroba pada krim. Menurut
seperti Aspergillus niger, Candida albicans, Staphylacoccus aureus, dan Escherichia coli
Tabel 5 Rerata jumlah total mikroba yang terdapat pada sediaan krim A dan krim B pada minggu
ke-0 dan ke-4
Rerata Hasil
Syarat mutu krim (BSN
Jenis sampel Pengamatan jumlah (koloni/g atau
1988)
koloni koloni/mL)
Minggu ke-0 0 x 102
Krim A Negatif Maks. 105
Minggu ke-4 0 x 102
Minggu ke-0 0 x 102
Krim B Negatif Maks. 105
Minggu ke-4 0 x 102
Reogram viskositas krim A dan krim B pada minggu ke-0 (Gambar 6) dan minggu ke-4
terjadi kenaikan viskositas. Hal ini disebabkan karena adanya peristiwa tiksotropik, yaitu
proses pengadukan saat krim tersebut baru dibuat (minggu ke-0) sehingga memiliki nilai
viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan viskositas pada minggu ke-4. Sifat
tiksotropik merupakan sifat aliran yang diharapkan dalam sediaan kosmetik, yaitu memiliki
konsistensi dan daya sebar yang baik sehingga diharapkan mudah berpenetrasi ke dalam kulit
Hasil pengukuran konsistensi krim A dan krim B pada minggu ke-0 memiliki angka
kedalaman penetrasi sebesar 300 x 10-1 mm dan 290 x 10-1 mm. Pengkuran pada minggu ke-
4 yaitu 290 x 10-1 mm dan 280 x 10-1 mm. Masing-masing sediaan krim mengalami
peningkatan konsistensi pada minggu ke-4 yang berkaitan dengan peristiwa tiksotropik.
Menurut Juwita et al. (2013) kenaikan viskositas berbanding lurus dengan konsistensi, yaitu
semakin tinggi viskositas maka konsistensi krim juga semakin meningkat yang ditandai
Uji stabilitas bertujuan untuk menguji kestabilan emulsi sediaan krim pada suhu yang
berbeda (4 °C, 24 °C, dan 40 °C); pengamatan cycling test; dan centrifugal test. Hasil
pengamatan organoleptik krim A dan krim B yaitu memiliki stabilitas yang baik dalam
penyimpanan di suhu dingin, suhu kamar, dan suhu tinggi. Perubahan nilai pH krim A dan
krim B (Tabel 7) menunjukkan nilai pH sediaan krim berada di kisaran pH blance kulit
(4.5 sampai 6.5) dan standar pH krim pelembab yaitu 3.4 sampai 8.0 (BSN 1998) sehingga
memenuhi kriteria. Menurut DEPKES (1995), nilai pH yang terlalu asam dapat menyebabkan
kulit bersisik. Faktor penyimpanan sediaan krim pada suhu yang berbeda tidak memberikan
Hasil pengamatan organoleptik cycling test (4 siklus) terhadap sediaan krim A dan krim
B disajikan pada Gambar 8. Kestabilan emulsi pada sediaan krim terjadi karena adanya peran
penting dari emulgator yang berfungsi sebagai film penutup untuk melindungi emulsi. Jika
film pengemulsi dapat bekerja kembali di bawah tekanan yang diinduksi oleh kristal es
sebelum koalesens terjadi, maka sistem emulsi tersebut akan stabil karena akan terjadi
pelepasan air pada saat didinginkan (Juwita et al. 2012). Koalesens adalah peristiwa pecahnya
lapisan atau endapan yang bersifat irrevesible yaitu emulsi tidak dapat terbentuk kembali
seperti semula.
Hasil pengamatan centrifugal test sediaan krim A dan krim B (Gambar 9) menunjukkan
tidak ada pemisahan fase emulsi setelah diberikan gaya sentrifugasi dengan kecepatan 3800
rpm (1360 xg) selama 280 menit, sehingga dapat dipastikan bahwa sediaan krim memiliki
umur simpan selama setahun. Menurut Lachman et al. (1994) sentrifugasi dengan kecepatan
3750 rpm selama 300 menit (gaya gravitasi setahun) bertujuan untuk mengetahui masa
simpan dari sediaan krim. Menurut hukum Stokes bahwa kenaikan dan gaya gravitasi dapat
(B.1) (B.2)
Keterangan: A.1 = krim A pada siklus ke-0; A.2 = krim A pada siklus ke-4; B.1 = krim B pada siklus ke-0;
B.2 = krim B pada siklus ke-4
Gambar 8 Hasil uji cycling test sediaan krim A dan krim kolagen B pada siklus
ke-0 dan siklus ke-4
(a) (b)
Gambar 9 Hasil uji mekanik sediaan krim plasebo (krim A) dan krim kolagen (krim B)
pada minggu ke-0 (a) dan minggu ke-4 (b)
SIMPULAN
Gelembung renang ikan cunang mengandung protein kolagen yang tinggi. Kolagen
gelembung renang ikan cunang termasuk tipe I dengan komposisi proksimat, warna, logam
berat dan mikrobiologi kolagen yang masih sesuai dengan syarat mutu kolagen. Formula
sediaan krim pelembab wajah dengan 4% kolagen memenuhi syarat mutu krim pelembab
Terima kasih disampaikan kepada Rektor dan Yayasan Universitas Kristen Artha
DAFTAR PUSTAKA
Andirisnanti WA. 2012. Uji manfaat ekstrak kolagen kasar dari teripang Stichopus hermanni
Indonesia.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram
72:248-254.
[BSN] Badan Standardisasi Indonesia. 1998. Krim Pemutih Kulit: SNI 16-4954-1998.
Budrugeac, P., E. Badea, G.D. Gatta, L. Miu, and A. Comanescu. 2010. A DSC study
Coates J. 2006. Interpretation of infrared spectra, a practical approach. Di dalam: Meyers RA,
editor. Encyclopedia of Analytical Chemistry. Chichester (GB): John Miley and Sons Ltd.
Dennison C. 2002. A Guide to Protein Isolation. Kluwer Academic Publishers. New York,
Djajadissastra J. 2004. Cosmetic Stability. Seminar Setengah Hari HIKI. Depok: Universitas
Indonesia.
Flick EW. 1992. Cosmetic and Toiletry Formulations Volume 2. Park Ridge, New Jersey,
Juwita NK, Djajasastra J, Azizahwati. 2013. Uji penghambatan tirosinase dan stabilitas fisik
sediaan krim pemutih yang mengandung ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus
Kaewdang O. 2015. Value-added products from yellowfin tuna swim bladder: collagen and
cunang hasil ekstraksi asam dan hidrotermal. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia 19(3):222-232.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice. Oxford:
Pergamon-Press.
Lachman L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Siti S, penerjemah. Edisi ke-3.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of head of
Liu D, Zhang X, Li T, Yang H, Zhang H, Regenstein MJ, Zhou P. 2015. Extraction and
characterization of acid and pepsin soluble collagens from the scales, skins and swim
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan
Muyonga JH, Cole CGB, Duodu KG. 2004. Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopic
study of acid soluble collagen and gelatin from skins and bones of young and adult nile
Nagai T, Suzuki N. 2002.Isolation of collagen from fish waste material-skin, bone and fins.
Nollet LML. 1996. Handbook of Food Analysis: Physical characterization and nutrient
78: 929-958.
53: 107-113.
Trilaksani W, Bambang R, Nur R. 2008. Karakteristik edible film dari isinglasss dengan
Van der Rest M, Garrone R. 1991. Collagen family of proteins. Journal FASEB 5:2814-2823.
Zhai H, Maibach HI. 2002. Occlusion vs skin barrier function. Skin Research and
Technology 8: 1-6.