Anda di halaman 1dari 45

KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN AMBULASI

DAN MOBILISASI
(AKTIVITAS & LATIHAN )

OLEH :
KELOMPOK 3
Andri Prianto (C12116014)
Ani Winarsi (C12116001)
Sitti Ainun MW.Pettawali (C12116506)
Amalia Andyka P. Ys (C12116310)
Tinctoria Citra Amalia (C12116016)
Sri Rahayu (C12116008)
Ayu Hastuti (C12116520)
Yunda Yeci (C12116002)
Ade Rahmawati (C12116320)
Ainun Hidayah (C12116509)
Hasrawati (C12110618)
Salsa bella Fitri Pagesa (C12116702)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat membuat makalah ini yang
berjudul “Konsep Pemenuhan kebutuhan ambulasi dan mobilisasi (aktivitas &
latihan) ” tepat pada waktu yang di tentukan.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan
baik dari segi susunan dan kalimat maupun tata bahasanya, oleh karena itu dengan
tangan terbuka, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini dan dapat membuat makalah yang lebih baik lagi
kedepannya

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menginspirasi bagi para pembacanya.

Makassar,27 maret 2017

Penyusun

KEPERAWATAN DASAR 2 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
.................……………………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
.............. 2

BAB I

PEANDAHULUAN..................................................................................................................5

A. Latar Belakang..............................................................................................................5

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5

C. Tujuan Masalah...........................................................................................................5

BAB II

PEMBAHASAN.......................................................................................................................6

A. Konsep Dasar Ambulasi...............................................................................................6

a) Definisi Ambulasi.......................................................................................................6

b) Tujuan Ambulasi.......................................................................................................6

c) Manfaat Ambulasi.....................................................................................................6

d) Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi:.......................................................7

e) Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi...................................................................9

f) Tindakan-Tindakan Ambulasi...............................................................................10

B. KONSEP DASAR MOBILISASI..............................................................................13

a. Definisi Mobilisasi...................................................................................................13

b. Jenis Mobilitas............................................................................................................13

c.Tujuan mobilisasi :.......................................................................................................14

d.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi........................................................14

C. Konsep Dasar Imobilitas............................................................................................19

a. Definisi Imobilisasi..................................................................................................19

b.    Jenis Imobilitas........................................................................................................19

c. Dampak Immobilisasi..............................................................................................20

KEPERAWATAN DASAR 2 3
d. Efek dari imobilisasi................................................................................................24

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi imobilisasi....................................................31

f. Etiologi Imobilisasi..................................................................................................32

g. Patofisiologi Mobilisasi...........................................................................................33

D. Asuhan keperawatan ......................................................................................38

BAB III

PENUTUP...............................................................................................................................43

A. Kesimpulan..................................................................................................................43

B. Saran.............................................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................44

KEPERAWATAN DASAR 2 4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran
fisik mereka berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental
dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung pada status mobilitas
mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk
mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal
mampu mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan
sangat penting agar tulang dan otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah ,
berirama, dan terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting
dalam kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari
trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat
penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total
sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan
citra tubuh. Bagi sebagian besar orang, harga diri bergantung pada rasa
kemandirian atau perasaan berguna atau merasa dibutuhkan. Orang yang
mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan
membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis,
amputasi, atau kerusakan motorik lain. Reaksi orang lain terhadap
gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau mengganggu harga diri dan
citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk
mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat
memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena
profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca
operasi. (kozier, 2010)

.
B. Rumusan Masalah

KEPERAWATAN DASAR 2 5
1.      Apa konsep dasar ambulasi?
2.      Apa saja tindakan-tindakan ambulasi?
3.      Apa alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi?
4.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi?
5.      Apa konsep dasar mobilisasi dan imobilisasi?
6.      Bagaimana etiologi imobilisasi?
7.      Bagaimana patofisiologi imobilisasi?
8.      Bagaimana tanda dan gejala imobilisasi?
9.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?

C. Tujuan Masalah
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar ambulasi
2. Mahasiswa mampu memahami tindakan-tindakan ambulasi
3. Mahasiswa mampu memahami alat-alat yang digunakan dalam
pelaksanaan ambulasi
4. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
ambulasi
5. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar mobilisasi dan
imobilisasi
6. Mahasiswa mampu memahami etiologi imobilisasi
7. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi imobilisasi
8. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala imobilisasi
9. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
mobilisasi

BAB II

KEPERAWATAN DASAR 2 6
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Ambulasi


a) Definisi Ambulasi
Ambulasi adalah latihan yang paling berat dimana pasien yang dirawat di
rumah sakit dapat berpartisipasi kecuali dikontraindikasikan oleh kondisi pasien.
Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan paska operasi
fraktur karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama
sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan
(Kozier, 1989).
Hal ini seharusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua
pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibilitas. Keuntungan
dari latihan berangsur-angsur dapat ditingkatkan seiring dengan pengkajian data
pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas (Berger & Williams,
1992). Menurut Kozier et al. (1995 dalam Asmadi, 2008) ambulasi adalah
aktivitas berjalan. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan
segera  pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien
turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan
kondisi pasien (Roper, 2002).

b) Tujuan Ambulasi
1) untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
2) mempertahankan kenyamanan
3) mempertahankan control diri pasien
4) memindahkan pasien untuk pemeriksaan

c) Manfaat Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah Mencegah
dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a  Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi,
sirkulasi yang terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi
akut dan perubahan turgor kulit.

KEPERAWATAN DASAR 2 7
b . Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve,
peningkatan beban kerja jantung, hipotensi ortostatic,
phlebotrombosis.
c. Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi
volunter maksimal, penurunan ventilasi/perfusi setempat,
mekanisme batuk yang menurun.
d. Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan
Metabolisme.
e. Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi
Urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria
f. Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis,
pemendekan serat otot
g .  Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan
gangguan syaraf pada bagian distal, nyeri yang hebat
Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah
flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus,
mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika
pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak
melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan
(Kozier, 2010).

d) Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi:


a. Kesehatan umum
Penyakit, kelemahan, infeksi, penurunan aktifitas, kurangnya
latihan fisik, dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada
fungsi muskuloskeletal (Kozier, 1987).
b. Tingkat kesadaran
Pasien dengan kondisi disorientasi, bingung atau mengalami
perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca
operasi.
c. Nutrisi

KEPERAWATAN DASAR 2 8
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot, penurunan
jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pasien juga akan mengalami defisiensi protein, keseimbangan
nitrogen negatif, dan tidak adekuat asupan vitamin C (Potter & Perry,
2006).
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan, dan pengahargaan
pada diri sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur
ambulasi (Kozier, 1987).
e. Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan atau
keterampilan yang diperoleh melalui proses belajar. Pendidikan
menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada
keterampilan yang lebih baik dalam menggunakan dan mengevaluasi
informasi (Goldman, 2002). Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan
seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran
kesehatan dan merubah perilaku yang tidak baik bagi merek (WimGroot,
2005). Jadi tingkat pendidikan mempengaruhi pelaksanaan ambulasi dini
pada pasien pasca operasi ekstremitas bawah.
f. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil
penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Notoatmodjo, 1993). Rendahnya pengetahuan pasien mengenai
pentingnya ambulasi akan menghambat pelaksanaan ambulasi dini pasca
operasi.

e) Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi


Banyak alat yang tersedia untuk membantu ketidakmampuan
pasien melaksanakan ambulasi. Jenis dari alat dipilih dan lamanya waktu
untuk menggunakan alat tersebut tergantung pada ketidakmampuannya.
Terlebih dahulu terapis harus menentukannya apakah kekuatan otot pasien

KEPERAWATAN DASAR 2 9
cukup dan mengkoordinasikannya dengan program ambulasi (Gartland,
1987).

Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah:

(1) kruk; dapat digunakan sementara ataupun permanen, terbuat dari


logam dan kayu, misalnya Conventional, Adjustable dan Lofstrand. Kruk
biasanya digunakan pada pasien fraktur hip dan ekstremitas bawah

(2) Canes (tongkat) adalah alat yang ringan, mudah dipindahkan, setinggi
pinggang, terbuat dari kayu atau logam, digunakan pada pasien yang
mengalami kelemahan pada satu kaki, terdiri dari dua tipe yaitu: single
straight-legged dan quad cane

(3) walker adalah suatu alat yang sangat ringan, mudah dipindahkan,
setinggi pinggang, terbuat dari pipa logam, dan mempunyai empat
penyangga yang kokoh (Gartland, 1987; Potter & Perry, 2006;
Wahyuningsih, 2005).

1
KEPERAWATAN DASAR 2
0
f) Tindakan-Tindakan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat
tidur di belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong
kepalanya dan vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat
dari depan kaki ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.

b. Duduk di tepi tempat tidur


1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat
tidur tempat ia akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi
pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan
menjauh dari sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur
di depan kaki yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu
pasien, sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.

1
KEPERAWATAN DASAR 2
1
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai
atas pasien memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang
tungkai dan angkat pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai

c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi


1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada
sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda,
yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan
pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien
dan tempatkan tangan pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan
panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut
perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara
langsung ke depan kursi
10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi
untuk menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan
dan penampilannya.

d. Membantu Berjalan

1
KEPERAWATAN DASAR 2
2
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau
memegang telapak tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan

e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard


Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang
tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan
pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah
pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard

f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan


Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien.
Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan
team fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti
dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap
dilakukan.

B. KONSEP DASAR MOBILISASI


a. Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas ,
mudah,dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah keadaan ketika
individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik.

1
KEPERAWATAN DASAR 2
3
b. Jenis Mobilitas
Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif dan
mobilisasi secara aktif.
- Mobilisasi secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan
tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau keseluruhan.
- Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara
mandiri tanpa bantuan dari orang lain. Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat
berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien, mobilitas aktif di bagi
menjadi dua yaitu: mobilitas penuh dan sebagian
 Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas
penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
 Mobilitas sebagianSecara psikologis mobilisasi akan memberikan
kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan kepada
pasien atau kepada keluarga pasien dan keluarga akan dapat
mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan
berpartisipasidalampelaksanaan mobilisasi.
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak
secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a)      Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel
pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang

1
KEPERAWATAN DASAR 2
4
b)      Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system
saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)

c. Tujuan mobilisasi :
1. Memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari dan aktifitas rekreasi),
2. Mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
3. Mempertahankan konsep diri,
4. Mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non verbal.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


a) Faktor Fisiologis
Apa bila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh
beresiko terjadi gangguan, tingkat keparahan dari gangguan tersebut
tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat
imobilisasi yang di alami. Sistem endokrin, merupakan produksi hormon –
sekresi kelenjar, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital
seperti: respons terhadap stres dan cedera, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, homeostasis ion, dan metabolisme
energi.Ketika cedera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu
serangkaian respons yang bertujuanmempertahankan tekanan darah dan
memelihara hidup.
Sistem endokrin berperan dalam pengaturan lingkungan internal
dangan mempertahankan keseimbangan natrium, kalium,air, dan
keseimbangan asam - basa. Sehingga sistem endokrin bekerja sebagai
pengatur metabolisme energi.Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik
normal, antara lain laju metabolik: metabilisme karbonhidrat, lemak dan
protein, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, ketidak seimbangan
kalsium dan ngangguan pencernaan. keberadaan infeksius pada klien

1
KEPERAWATAN DASAR 2
5
imobilisasi mengalami peningkatan diakibatkan karena demam atau
penyembuhan luka (Perry dan potter, 2006).
Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu
mencapai 38,5 0C pasca bedah. Demam pasca bedah hanya merupakan
sebuah gejala bukan sebuah diagnosis, yang menandakan adanya suatu
komplikasi serius (Cunningham dkk, 2005).
Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefenisikan sebagai
kehilangan darah lebih dari 1000 ml. dalam hal ini perdarahan terjadi
akibat kegagalan mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun
pada placental bed akibat atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebagian
besar penyebab terjadinya perdarahan pasca bedah. Ada beberapa keadaan
yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi dinding
rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion atau
makrosomia janin), pemajangan masa persalinan dan grandemultiparitas.
Nyeri-Nyeri merupakan sensasi yang rumit,universal dan bersifat
individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individual terhadap
sensasi nyeri beragam dan tidak bias disamakan satu dengan yang lainnya.
 Pengukuran Intensitas
NyeriMenurut Perry dan Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur
secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe
nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya.
Kadang -kadang hanya bias mengkaji nyeri dengan berpatokan
pada ucapan dan perilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk
menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan,
nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut
berbeda. Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran
skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur.
Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya
nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien.
Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk
menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri yang
dirasakan dengan menggunakan skala numeric 0-10 atau skala yang
serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas
nyerinya.

1
KEPERAWATAN DASAR 2
6
Cara mengkaji nyeri yang digunakan adalah 0-10 angka skala
intensitas nyeri. Intensitas nyeri dibedakan menjadi empat dengan
menggunakan numeric yaitu :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
1-6 : Nyeri sedangh : Secata obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat terkontrol : secara obyektif klien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu
lagi berkomunikasi, memukul.

b. Faktor Emosional
Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas). Ansitetas
merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu
diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan (Fundamental, 2006)
 Tingkat Kecemasan
Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2001) yaitu:
a) Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam

1
KEPERAWATAN DASAR 2
7
kehidupan sehari- hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi
waspada dan meningkatkan lapang persepsinya.Kecemasan ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
b)Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada
hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu
mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih
banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
c)Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir
tentang hal lain.semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi keteganggan.
Individu tersebut memrlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
d)Tingkat panic, dari kecemasan berhubungan dengan terpengaruh,
ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami
kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup dioragnisasi kepribadian
dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional.
Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung
terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian. Gejala-
gejala tersebut dapat dilihat pada table berikut:
Tingkat KecemasanTanda Fisik IntelektualSosial dan Emosional
Minimal (Mendekati 0) Tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas normal.
Pupil kontraksi, otot relaksasi sedikit atau tidak ada tahanan pada gerakan
pasif.
Aktifitas kognitif minimal, sikap mengabaikan stimulus dari lingkungan,
tidak berusaha aktif terhadap proses informasi, kesadaran tidak berubah. Tidak
ada interaksi social, tidak ada usaha menghadapi stimulus dari lingkungan,
aktifitas emosional minimal mengabaikan situasi, merasa kuat dan merasa
puas.
Kecemasan Ringan (+1) Rangsangan sistem simpatik pada tingkat
rendah,ketenangan otot skeletal mulai ringan sampai moderat, tubuh
relaksasi, pergerakan lambat dan mempunyai arti. Kontak mata

1
KEPERAWATAN DASAR 2
8
dipertahankan, suara tenang dan intonasi baik Lapangan perceptual terbuka,
mampu merubah fokus perhatian, sadar akan lingkungan luar, berfikir positif
pada dirinya, perhatian rendah terhadap sesuatu yang tak terduga atau hal
yang negatif Tingkah laku spontan. Perasaan positif dan nyaman, percaya diri
dan puas. Aktifitas menyendiri.
Kecemasan Sedang (+2) ,Sistem saraf simpatis aktif : Tekanan
darah meningkat, denyut jantung meningkat, pernafasan meningkat.
Sistem saraf simpatis aktif : tekanan darah meningkat,pernafasan
meningkat, pupil dilatasi. Peningkatan tegangan otot bersamaan dengan
penekanan penginderaan, dan gerakan tidak menentu. Suara menunjukkan
kesan perhatian dan ketertarikan masalah yang Persepsi sempit, fokus perhatian
khusus pada stimulus eksternak atau internal. Berusaha menyadari proses
informasi. Pikiran terpusat pada diri sendiri, pikiran tentang kemampuan diri
sendiri, berusaha mendapatkan sumber- sumber penting Meningkatkan
kemampuan dalam belajarmenganalisa masalah, pengaturan kognitif dan
gerakan. Meningkatkan kemampuan dalam belajar menganlisa masalah,
pengaturan kognitif dan gerakan, merasa terjadi. Kecepatan bicara
meningkat, nada suara meningkat, kewaspadaan meningkat. pemecahan
masalah. Hasil positif pemecahan masalah belum tentu dicapai.dan
tantangan dalam menyelesaiakn dilemma/masalah. Rasa percaya diselingi
rasa takut. Harga diri rendah memungkinkan tidak mampu. Perilaku lari (fligh)
dari masalah dimanifestasikan dengan menarik diri, mengingkari dan
depresi.Berat (+3)Respon berjuang atau lari dari masalah. Sistem saraf simpatis
dihambat secara umum. Rangsangan pada medulla adrenal ditandai dengan
peningkatan katekolamin, denyut jantung cepat, palpitasi, glukosa darah
meningkat, aliran darah ke sistem pencernaan menurun, aliran darah ke sistem
pencernaan menurun, aliran Kapasitas persepsi sangat sempit, perhatian yang
berlebihan pada satu stimulus, penyelesaian masalah tidak efektif/sulit,
tidak perduli pada ancaman, mengingkari masalah, disorientasi waktu Ancaman
pada diri meningkat, mengalami disosiasi darah ke otot rangka meningkat,
penegangan otot berlebihan, kaku, hiperventilasi, reaksi fisik meningkat,
agitasi, dan tempat.Kemungkinan berfikir secara negatife, aktualisasi diri
rendah gerakan tidak menentu, meremas tangan, resah, gemetar, terpaku (tidak
bergerak). Nafsu makan hilang, mual. Efek Verbal : gagap, sepat, nada suara

1
KEPERAWATAN DASAR 2
9
meningkat, berbicara putus- putus, ragu-ragu. Ekspresi wajah : Kontak mata
sedikit, gerakan mata rata/menatap,menggeretakkan gigi, rahang kaku.

c.Faktor perkembangan
Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas (Potter, 2006).
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan
umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak
dilahirkan. d.Faktor PsikososialImobilisasi menyebabkan respons emosional,
intelektual sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional paling umum
adalah depresi, perubahan prilaku, perubahan siklus tidur-bangun, dan
gangguan koping. Mengidentifikasi efek imobilisasi yang lama pada
pisikososial klien. Orang yang cenderung depresi atau suasana hati yang
tidak menentu beresiko tinggi mengalami efek psikososial selama tirah baring
atau imobilisasi (perry dan potter, 2006).

C. Konsep Dasar Imobilitas


a. Definisi Imobilisasi
Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan
immobilisasi berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk
tirah baring yang bertujuan :
1. Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh,
2. Mengurangi nyeri,
3. Untuk mengembalikan kekuatan.
Individu normal yang mengalami tirah baring akan kehilangan
kekuatan otot rata-rata 3% sehari.
b.     Jenis Imobilitas
1)      Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara
fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan
2)      Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir

2
KEPERAWATAN DASAR 2
0
3)       Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pembatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4)      Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan
sosial. (Potter, 2010)
c.Dampak Immobilisasi
Individu dengan berat dan tinggi badan rata-rata dan tanpa penyakit
kronis yang dalam keadaan tirah baring, akan kehilangan kekuatan otot
sebanyak 3% setiap hari. Immobilisasi juga dihubungkan dengan
perubahan kardiovaskuler, rangka dan organ lainnya Keparahan perubahan
sistem bergantung pada kesehatan keseluruhan, derajat lama
mobilisasi,dan usia. Misalnya lansia dengan penyakit kronis
mengembangkan dampak mobilisasi yang lebih cepat dari pada klien yang
lebih muda dengan masalah imobilisasi yang sama. Diantara dampak yang
terjadi terhadap imobilisasi adalah:

1) Perubahan Metabolisme
Perubahan mobilisasi akan mempengaruhi metabolisme endokrin,
resorpsi kalsium dan fungsi gastrointestinal. Sistem endokrin
menghasilkan hormon, mempertahankan dan meregulasi fungsi vital
seperti:
1) berespon pada stress dan cedera,
2) pertumbuhan dan perkembangan,
3) reproduksi,
4) mempertahankan lingkungan internal, serta
5) produksi pembentukan dan penyimpanan energi.
Imobilisasi mengganggu fungsi metabolisme normal seperti:
menurunkan laju metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein,dan menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti
nafsu makan dan peristaltik berkurang. Namun demikianpada proses

2
KEPERAWATAN DASAR 2
1
infeksiklien yang imobilisasi mengalami peningkatan BMR karena
demam dan penyembuhan luka membutuhkan oksigen

2) Perubahan Pernafasan
Kurangnya pergerakan dan latihan akan menyebabkan klien
memiliki komplikasi pernafasan. Komplikasi pernafasan yang paling
umum adalah atelektasis (kolapsnya alveoli) dan pneumonia hipostatik
(inflamasi pada paru akibat statis atau bertumpuknya sekret). Menurunnya
oksigenasi dan penyembuhan yang alam dapat meningkatkan
ketidaknyamanan klien. Pada atelektasis, sekresi yang terhambat pada
bronkiolus atau bronkusdan jaringan paru distal (alveoli) kolaps karena
udara yang masuk diabsorpsi dapat menyebabkan hipoventilasi. Sisi yang
tersumbat mengurangi keparahan atelektasis. Pada beberapa keadaan
berkembangnya komplikasi ini. kemampuan batuk klien secara produktif
menurun. Selanjutnya distribusi mukus pada bronkus meningkat, terutama
saat klien dalam posisi supine, telungkup atau lateral. Mukus berkumpul
pada bagian jalan nafas yang bergantung. Pneumonia hipostatik sering
menyebabkan mukus sebagai tempat yang baik untuk bertumbuhnya
bakteri.

3) Perubahan Kardiovaskuler
Imobilisasi juga mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Tiga
perubahan utama adalah hipotensi ortostatik, meningkatnya beban kerja
jantung dan pembentukan trombus. Hipotensi ortostatik adalah
peningkatan denyut jantung lebih dari 15% atau tekanan darah sistolik
menurun 15 mmHg atau lebih saaat klien berubah posisi dari posisi
terlentang ke posisi berdiri. Pada kilen yang imobilisasi, menurunnya
volume cairan yang bersirkulasi, berkumpulnya darah pada ekstremitas
bawah, menurunnya respon otonomik akan terjadi. Faktor ini akan
menurunkan aliran balik vena, disertai meningkatnya curah jantung, yang
direfleksikan dengan menurunnya tekanan darah. Hal ini terutama terjadi
pada klien lansia. Karena beban kerja jantung meningkat, konsumsi
oksigen juga meningkat. Oleh karena itu, jantung akan bekerja lebih keras

2
KEPERAWATAN DASAR 2
2
dan kurang efisiensi jantung selanjutnya akan menurun sehingga beban
kerja jantung meningkat.
4). Perubahan Muskuloskeletal
Dampak imobilisasi pada sistem musluloskeletal adalah gangguan
permanen atau temporer atau ketidakmampuan yang permanen.
Pembatasan mobilisasi terkadang menyebabkan kehilangan daya tahan,
kekuatan dan massa otot, serta menurunnya stabilitas dan keseimbangan.
Dampak pembatasan mobilisasi adalah gangguan metabolisme kalsium
dan gangguan sendi. Karena pemecahan protein, klien kehilangan massa
tubuh yang tidak berlemak. Massa otot berkurang tidak stabil untuk
mempertahankan aktivitas tanpa meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi
terus terjadi dan klien tidak melakukan latihan, kehilangan massa otot akan
terus terjadi. Kelemahan otot juga terjadi karena imobilisasi, dan
imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi angguran, dimana atrofi
angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat diobservasi terhadap
penyakitdan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari. Dan imobilisasi
kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan
instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Hal ini
dapat terjadi dalam beberapa hari bedrest, menunjukkan bahwa pasien
kritis terpasang ventilator dapat kehilangan hingga kelemahan otot perifer
25 % dalam waktu 4 hari dan kehilangan 18 % berat badannya. Hilangnya
massa otot-
otot rangka sangat tinggi dalam 2-3 minggu pertama imobilisasi selama
perawatan
intensif.
5). Perubahan Eliminasi Urine
Imobillisasi dapat mengubah eliminasi urine. Pada posisi tegak,
klien dapat mengeluarkan urine dari pelvis renal dan menuju ureter dan
kandung kemih karena gaya gravitasi. Saat klien dalam posisi berbaring
terlentang dan datar, ginjal dan ureter bergerak maju ke sisiyang lebih
datar. Urine yang dibentuk oleh ginjal harus memasuki kandung kemih
yang tidak dibantu oleh gaya gravitasi. Karena kontraksi peristaltik ureter
tidak mampu menimbulkan gaya garvitasi, pelvis ginjal terisis sebelum
urine memasuki ureter. Kejadian ini disebut stastis urine dan

2
KEPERAWATAN DASAR 2
3
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dan batu ginjal. Batu ginjal
adalah batu kalsium yang terjebak dalam pelvis ginjal atau melewati
ureter. Klien imobilisasi beresiko tinggi terkena batu ginjal, karena mereka
sering mengalami hiperklasemia.Apabila periode imobilisasi berlanjut,
asupan cairan sering berkurang. Ketika digabungkan dengan masalah lain
seperti demam, resiko dehidrasi meningkat. Akibatnya, keseluruhan urine
berkurang pada atau antara hari ke 5 atau ke 6 setelah imobilisasi, dan
urine menjadi pekat. Urine yang pekat ini meningkatkan resiko
kontaminasi traktus urinarius oleh bakteria escherchia coli. Penyebab
infeksi saluran kemih lainnya pada klien yang imobilsasi adalah
penggunaan kateter urine indwelling.
6). Perubahan Integumen
Perubahan metabolisme yang menyertai imobilisasi dapat
meningkatkan efek tekanan yang berbahaya pada kulit klien yang
imobilisasi. Hal ini membuat imobilisasi menjadi masalah resiko yang
besar terhadap luka tekan. Metabolisme jaringan bergantung pada suplai
oksigen dan nutrisi serta eliminasi sampah metabolisme dari darah.
Tekanan mempengaruhi metabolisme seluler dengan menurunkan atau
mengeliminasi sirkulasi jaringan secara keseluruhan.
7). Perubahan Perkembangan
Perubahan perkembangan merupakan dampak fisiologis yang
muncul akibat dari imobilisasi. Perubahan perkembangan cenderung
dihubungkan dengan imobilisasi pada anak yang sangat muda dan pada
lansia. Anak yang sangat muda atau lansia yang sehat namun diimobilisasi
memiliki sedikit perubahan perkembangan. Namun,
terdapatnya beberapa pengecualian. Misalnya ibu yang mengalami
komplikasi saat kelahiran harus tirah baring dan mengakibatkan tidak
mampu berinteraksi dengan bayi baru lahir seperti yang dia harapkan.
Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen Intoleransi ortostatik
maksimum

   Penurunan fungsi ventrikel kiri Peningkatan denyut jantung, sinkop

2
KEPERAWATAN DASAR 2
4
   Penurunan volume sekuncup Penurunan kapasitas kebugaran

   Perlambatan fungsi usus Konstipasi

Pengurangan miksi Penurunan evakuasi kandung kemih

Gangguan tidur Bermimpi pada siang hari, halusinasi

d. Efek dari imobilisasi

Imobilitas dapat berefek secara fisik dapat menimbulkan beberapa


masalah antara lain: masalah musculoskeletal, eliminasi urine, metabolisme
gastro-intestinal, respirasi, dan masalah kardiovaskuler.

a. Sistem Muskuloskeletal
 Disuse osteoporosis. Tanpa tekanan dari aktivitas menahan beban,
tulang mengalami demineralisasi. Tulang mengalami
depresi terutama kalsium, yang memberikan kekuatan dan
densitas tulang. Tanpa memperhatikan jumlah
kalsium dalam diet seseorang, proses demineralisasi, yang dikenal
sebagai osteoporosis, terus berlanjut seiring dengan
imobiltas. Tulang menjadi beronggga dan secara
bertahap mengalami kerusakan bentuk dan mudah
mengalami fraktur.
 Disuse atrofi. Atrofi ( pengecilan ukuran ) otot karena tidak
terpakai, kehilangan sebagian besar kekuatan dan
fungsi normalnya.
 Kontraktur. Saat serat otot tidak mampu memendek dan
memanjang, pada akhirnya akan terbentuk kontraktur
(pemendekan otot secara permanen), yang membatasi mobilitas
sendi. Proses ini pada akhirnya mobilitas tendon,
ligamen, dan kapsul sendi, keadaan ini bersifat permanen kecuali
melalui intervensi bedah. Deformitas sendi seperti
layu kaki dan rotasi panggul eksternal terjadi jika otot

2
KEPERAWATAN DASAR 2
5
yang lebih kuat mendominasi otot yang
dihadapannya.
 Kekuatan dan nyeri pada sendi. Tanpa pergerakan, jaringan
kolagen (jaringan ikat) di sendi menjadi ankilosis (tidak dapat
bergerak secara permanen). Selain itu, saat tulang mengalami
demineralisasi, kelebihan kalsium dapat berkumpul di sendi, yang
menyebabkan kekuatan dan rasa nyeri.

b. Sistem Kardiovaskular
 Pengurangan cadangan jantung. Penurunan mobilitas menciptakan
ketidakseimbangan dalam sistem saraf otonom, yang menyebabkan
peningkatan aktivitas simpatik melebihi aktivitas kolimergi yang
meningkatkan frekuensi jantung. Frekuensi jantung yang cepat
mengurang tekanan gastolik, aliran darah koroner dan kemampuan
jantung untuk berespon terhadap setiap kebutuhan metabolik di atas
tingkat basal. Karena penurunan cadangan jantung ini, ourang yang
tidak bergerak dapat mengalami takikardia meskipun dengan
mengeluarkan energi minimal.
 Peningkatan penggunaan manuver valsava. Manuver valsava adalah
menahan napas dan menegangkan glotis yang tertutup. Misalnya,
klien cenderung menahan napas mereka saat berupaya bangun di
tempat tidur atau duduk di pispot. Aktivitas ini membentuk tekanan
yang cukup bermakna pada vena besar di toraks sehingga
mengganggu pengembalian aliran darah ke jantung dan arteri koroner.
Saat klien mengeluarkan napas dan glotis terbuka kembali, tekanan
dilepaskan secara tiba-tiba, dan sentakan aliran darah mengalir ke
jantung. Takikardia dan aritmia jantung dapat terjadi jika klien
mengalami penyakit jantung.
 Hipotensi artostatik (postural). Hipotensi artostatik adalah akibat
menghindari imobilisasi. Dalam kondisi normal, aktivitas sistem saraf
simpatik menyebabkan vasokontriksi otomatis di pembuluh darah di
setengah bagian bawah tubuh saat orang yang dapat bergerak
mengubah posisinya dari posisi horizontal ke vertikal. Vasokontriksi
mencegah pengumpulan darah di tungkai dan secara efektif

2
KEPERAWATAN DASAR 2
6
mempertahankan tekanan darah pusat untuk memastikan perfusi
jantung dan otak yang memadai. Selama imobilitas yang lama,
refleksi menjadi dorman. Satu orang yang lumpuh berupaya untuk
duduk atau berdiri, mekanisme rekontriksi ini gagal berfungsi dengan
baik meskipun keluaran adrenalin mengalami peningkatan. Darah
menumpuk di ekstremitas bawah dan tekanan darah pusat menurun.
Perfusi cerebral mengalami gangguan serius dan individu merasa
pusing dan berkunang-kunang dan bahkan pingsan. Urutan biasanya
di sertai dengan peningkatan denyut jantung secara mendadak dan
nyata, yang merupakan upaya tubuh untuk melindungi otak dari suplai
darah yang tidak memadai.
 Vasodilatasi dan statis vena. Otot rangka orang yang aktif
berkontraksi pada tiap pergerakan, yang menekan pembuluh darah di
otot tersebut dan membantu memompa darah kembali ke jantung
melawan gravitasi. Katup kecil di vena tungkai membantu aliran vena
kembali ke jantung dengan mencegah aliran darah balik dan
penggenangan darah. Pada orang yang tidak dapat bergerak, otot
rangka tidak dapat berkontraksi dengan cukup dan otot mengalami
atrofi. Otot rangka tidak dapat lagi membantu memompa darah
kembali ke jantung melawan gravitasi. Genangan darah di vena
tungkai, menyebabkan vasodilatasi dan pembengkakan. Katup di vena
tersebut tidak dapat lagi bekerja secara efektif untuk mencegah aliran
darah balik dan penggenangan darah. Fenomena ini dikenal sebagai
katup inkompeten. Saat darah terus menerus menggenang di vena,
yang dapat menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan yang dikeluarkan
oleh jaringan di sekitar pembuluh darah.
 Edema tergantung. Apabila tekanan vena cukup besar, beberapa
bagian serosa darah dipaksa keluar dari pembuluh darah ke dalam
ruang interstitial di sekitar pembuluh darah, yang menyebabkan
edema. Edema paling sering terjadi di bagian tubuh yang berada di
bawah jantung. Edema tergantung paling sering terjadi di sakrum atau
tumit klien yang duduk tegak di tempat tidur atau di kaki dan tungkai
bawah yang duduk di sebuah kursi. Edema menghalangi aliran darah
balik vena ke jantung, yang menyebabkan penggenangan darah lebih

2
KEPERAWATAN DASAR 2
7
banyak dan edema lebih besar. Jaringan yang mengalami edema terasa
nyeri dan lebih rentan terhadap cedera dibandingkan jaringan normal.
 Pembentukan trombus. Tiga faktor secara bersama menyebabkan
terbentuknya tromboflebitis (bekuan yang melekat secara longgar ke
dinding darah yang mengalami inflamasi) pada klien, gangguan aliran
balik vena ke jantung, hiperkoagulabilitas darah dan cedera pada
dinding pembuluh darah. Sebuah trombus terutama berbahaya jika
terlepas dari dinding pembuluh darah vena memasuki sirkulasi umum
sebagaisebuah embolus (sebuah obyek yang berpindah dari tempat
asalnya, yang menyebabkan instruksi sirkulais manapun). Emboli
besar yang memasuki sirkulasi paru dapat menghambat pembukuh
darah yang memberi nutrisi paru sehingga menyebabkan area infark
(mati) di paru. Apabila area infark luas, fungsi paru dapat mengalami
gangguan serius atau dapat terjadi kematian.
c. Sistem Pernapasan
 Penurunan pergerakan pernapasan. Klien yang tidak dapat bergerak
dan berbaring telentang, ventilasi parunya berubah secara pasif. Tubuh
menekan tempat tidur yang kaku dan mengurangi pergerakan
dada.norgan abdomen menekan diafragma, sehingga membatasi
pergerakan paru dan mempersulit paru untuk mengembang secara
penuh. Individu yang tidak dapat bergerak dan berbaring telentang
jarang menghela napas sebagian karena atrofi otot juga memengaruhi
otot pernapasan dan sebagian karena tidak ada stimulus aktivitas.
Tanpa pergerakan meregang secara periodik ini, sendi kartilago
interkostal dapat terfiksasi pada fase ekspirasi pernapasan, yangb
makin membatasi potensi ventilasi maksimal. Perubahan ini
menyebabkan pernapasan dangkal dan mengurangi kapasitas vital.
 Penumpukan sekresi pernapasan. Sekresi saluran pernapasan secara
normal dikeluarkan dengan mengubah posisi atau postur dengan
batuk. Inaktivitas menyebabkan sekresi menumpuk karena gravitasi
yang mengganggu difusi normal oksigen dan karbondioksida di dalam
alveolus. Kemampuan batuik untuk mengeluarkan sekresi juga dapat
terganggu akibat adanya tonus otot pernapasan, dehidrasi atau sedatif
yang menekan refleks batuk. Oksigenasi yang buruk dan retensi

2
KEPERAWATAN DASAR 2
8
karbondioksida di dalam darah jika berlanjut menyebabkan seseorang
mengalami asidosis respiratorik, yang berpotensi menjadi kematian.
 Atelektatis. Apabila ventilasi menurun, sekresi yang menumpuk dapat
terakumulasi tergantung pada bronkiolus dan secara efektif
menyumbatnya. Karena perubahan dalama aliran darah regional, tirah
baring menunjukkan jumlah produksi surfaktan. Kombinasi
penurunan surfaktan dan sumbatan bronkiolus oleh lendir dapat
menyebabkan atelektatis (kolaps sebuah lobus atau seluruh paru) di
bagian distal sumbatan mukosa.
 Pneumonia hipostatik. Sekresi yang menumpuk menjadi media
pertumbuhan bakteri yang sangat baik. Di bawah kondisi ini, infeksi
pernapasan atas minor dapat berkembang menjadi infeksi saluran
pernapasan bawah yang berat. Pneumonia yang disebabkan oleh statis
sekresi pernapasan dapat merusak pertukaran oksigen-karbondioksida
di alveolus dan pada akhirnya sering menyebabkan kematian pada
orang yang lemah dan mengalami imobilitas, terutama perokok berat.
d. Sistem Metabolik
 Penurunan laju metabolik. Metabolisme adalah jumlah semua proses
fisik dan kimia yang membentuk dan mempertahankan zat hidup dan
yang menyediakan energi untuk digunakan oleh tubuh. Laju metabolik
basal adalah energi minimal yang digunakan untuk mempertahankan
proses ini,dinyatakan dalam kalori/jam/m2 permukaan tubuh. Pada
klien yang mengalami imobilisasi, laju metabolik basal dan motilitas
gastrointestinal serta sekresi berbagai kelenjar pencernaan menurun
seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
 Keseimbangan nitrogen negatif. Pada orang yang aktif, keseimbangan
terjadi antara sintesis protein (anabolisme) dan pemecahan protein
(katabolisme). Imobilisasi menciptakan ketidakseimbangan yang
nyata dan proses katabolisme melebihi proses anabolisme. Massa otot
yang dipecah melepaskan nitrogen. Setelah itu lebih banyak nitrogen
dikeluarkan daripada yang dimasukkan, yang menghasilkan
keseimbangan nitrogen negatif.
 Anoreksia. Kehilangan selera makan (anoreksia) terjadi karena
penurunan laju metabolik dan peningkatan katabolisme yang
2
KEPERAWATAN DASAR 2
9
menyertai imobilitas. Pengurangan asupan kalori biasanya adalah
respon terhadap penurunan kebutuhan energi orang yang tidak aktif.
Asupan nutrisi yang kurang menyebabkan ketidakseimbangan
nitrogen meningkat sehingga mengakibatkan malnutrisi.
 Keseimbangan kalsium negatif. Jumlah kalsium yang diekstraksi dari
tulang lebih besar daripada yang digantikan. Ketiadaan menahan
beban dan menahan tekanan struktur muskuloskeletal adalah
penyebab langsung kehilangan kalsium dari tulang. Menahan beban
dan menahan tekanan dibutuhkan untuk menggantikan kalsium dari
tulang.
e. Sistem Perkemihan
 Statis urine. Pada orang yang dapat bergerak, gravitasi memainkan
peranan penting dalam mengosongkan ginjal dan kandung kemih.
Bentuk dan posisi ginjal dan kontraksi ginjal aktif penting dalam
mengosongkan urinr dari kaliks ginjal, pelvis ginjal, dan ureter secara
komplet. Bentuk dan posisi kandung kemih yang aktif juga sangat
penting dalam upaya pengosongan yang komplet. Apabila seseorang
tetap berada dalam posisi mendatar, gravitasi menghambat
pengosongan urine dari ginjal dan kandung kemih. Untuk berkemih
seseorang yang berada dalam posisi supine harus menekan ke atas
melawan gravitasi. Pelvis ginjal dapat terisi urine sebelum urine
tersebut didorong ke dalam ureter . pengosongan tidak terjadi secara
komplet dan statis urine setelah beberapa hari menjalani tirah baring.
 Batu ginjal. Pada orang yang dapat bergerak, kalsium di dalam urine
tetap terlarut karena kalsium dan asam sitrat seimbang dalam
keasaman urine yang tepat. Pada keadaan imobilitas dan banyaknya
jumlah kalsium di dalam urine, keseimbangan ini tidak dapat lagi
dipertahankan. Urine menjadi lebih basa dan garam kalsium memicu
pembentukan kristal sehingga membentuk kalkulus (batu ginjal). Pada
individu yang imobilitas dan berbaring telentang, pelvis ginjal yang
dipenuhi dengan urine bersifat alkali yang stagnan adalah loaksi ideal
untuk terbentuknya kalkulus.
 Retensi urine. Orang yang tidak dapat bergerak dapat menderita
retensi urine (akumulasi urine di dalam kandung kemih), distensi

3
KEPERAWATAN DASAR 2
0
kandung kemih dan kadangkala inkontinensia urine. Penurunan tonus
otot kandung kemih menghambat kemampuannya untuk
mengosongkan secara komplet dan individu mengalami imobilitas
tidak mampu merelaksasi otot perineum secara cukup untuk dapat
berkemih .
 Infeksi urine. Statis urine menyediakan medium yang sempurna untuk
pertumbuhan bakteri. Tindakan pengeluaran urine yang normal dan
sering sudah tidak ada, dan distensi urine seringkali menyebabkan
robekan di mukosa dinding kemih, memungkinkan masuknya
organisme penyebab infeksi. Peningkatan alkalitas urine yang
disebabkan oleh hiperkalkuria menyokong pertumbuhan bakteri.
Organisme yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Eschericia
coli yang normalnya ada di dalam kolon.
f. Sistem Pencernaan
Konstipasi adalah masalah yang sering terjadi pada orang yang
mengalami imobiltas karena penuruna peristaltik dan motilitas kolon.
Kelemahan seluruh otot rangka memenuhi otot abdomen dan perineum yang
digunakan dalam defekasi. Apabila feses menjadi sangat keras, dibutuhkan
kekuatan lebih besar untuk mengeluarkannya. Orang yang mengalami
imobilitas mungkin tidak memiliki kekuatan ini.
g. Sistem Integumen
 Penurunan turgor kulit. Kulit dapat mengalami atrofi sebagai
akibat dari imobilitas berkepanjangan. Pergeseran cairan tubuh di
antara kompartemen cairan dapat memengaruhi konsistensi dan
kesehatan dermis dan jaringan subkutan dibagian tubuh yang
tergantung, yang pada akhirnya menyebabkan kehilangan elastisitas kulit
secara bertahap.
 Kerusakan kulit. Sirkulais darah normal bergantung pada aktivitas
otot. Imobilitas mengganggu sirkulasi dan mengurangi dan mengurangi
suplai nutrisi ke area tertentu. Akibatnya, kulit mengalami kerusakan
dan dapat terbentuk ulkus dekubitus.
h. Sistem Psikoneurologi

3
KEPERAWATAN DASAR 2
1
Individu yang tidak mampu melaksanakan aktivitas biasa terkait
dengan peran mereka menyadari peningkatan ketergantungan pada orang
lain. Faktor ini menurunkan harga diri individu. Frustasi dan penurunan
harga diri pada akhirnya mencetuskan reaksi emosional yang dahsyat.
Beberapa individu menjadi apatis dan menarik diri, regresi dan beberapa
yang lain menjadi marah dan agresif.

Karena partisipasi orang yang mengalami imobilisasi di dalam


kehidupan menjadi lebih sedikit dan berbagai stimulus menurun sehingga
persepsi seseorang mengenai interval waktu memburuk. Kemampuan
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan dapat memburuk karena
kurangnya stimulasi intelektual dan stress akibat sakit dan imobilitas.

Imobilisasi yang terlalu lama juga akan menyebabkan penekanan


yang berat dan terus-menerus pada bagian-bagian yang menonjol, sehingga
sirkulasi darah ke area tersebut menjadi berkurang yang lama-kelamaan
menjadi nekrosis (dekubitus).

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi imobilisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi immobilisasi atau kurangnya


gerak adalah sebagai berikut (Perry dan Potter, 2005):

1. Faktor fisiologis. Setiap sistem tubuh akan beresiko terjadi gangguan


apabila ada perubahan mobilisasi, tingkat keparahan dari gangguan
tersebut tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara
keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialami. Faktor fisiologis
mempengaruhi perubahan setiap sistem tubuh yaitu perubahan pada sistem
metabolik, respiratori, kardiovaskuler, musculoskeletal, integument dan
sistem eliminasi. 
2. Faktor psikososial/emosional. Imobilisasi menyebabkan respon
emosional, intelektual sensori, dan sosiokultural. Perubahan status
emosional bisa terjadi secara bertahap, perubahan emosional yang paling
umum adalah depresi, perubahan prilaku, perubahan siklus tidur-bangun,
dan gangguan koping. 

3
KEPERAWATAN DASAR 2
2
3. Faktor perkembangan. Sepanjang kehidupan, penampilan tubuh dan
fungsinya, tubuh mengalami perubahan. Pengaruh terbesar terlihat pada
usia kanak-kanak dan lansia, imobilisasi dapat menimbulkan pengaruh
yang bermakna pada tingkat kesehatan, kemandirian, dan status fungsional
lansia.

f. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat
seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot

g. Patofisiologi Mobilisasi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi

3
KEPERAWATAN DASAR 2
3
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark
miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot
merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada
ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari
otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah. (Potter, 2010)
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan
dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh:
sakrum, pada sendi vertebra
- Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi
elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang
konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya
fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang
terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula)
- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas di mana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh

3
KEPERAWATAN DASAR 2
4
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip)
dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
Tipe Pergerakan Sendi
Pergerakan Kerja
Fleksi Menurunkan sudut sendi (misalnya:
menekuk siku)
Ekstensi Meningkatkan sudut sendi (misalnya:
meluruskan lengan dibagian siku)
Hiperekstensi Ekstensi yang lebih jauh atau pelurusan
sendi (misalnya: menekuk kepala ke
belakang)
Abduksi Peregerakan tulang menjauhi garis
tengah tubuh
Aduksi Peregerakan tubuh menuju garis tengah
tubuh
Rotasi Pergerakan tulang mengelilingi sumbu
pusatnya
Sirkumduksi Pergerakan bagian distal tulang
membentuk sebuah lingkaran sementara
ujung proksimal tetap
Eversi Menggerakkan telapak kaki ke arah luar
dengan menggerakkan sendi
pergelangan kaki
Inversi Menggerakkan telapak kaki ke arah
dalam dengan menggerakkan sendi
pergelangan kaki.
Pronasi Menggerakkan tulang lengan bawah
sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah saat diletakkan di depan tubuh
Supinasi Menggerakkan tulang lengan bawah
sehingga telapak tangan menghadap ke
atas saat diletakkan di depan tubuh

Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,


mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu
fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara

3
KEPERAWATAN DASAR 2
5
vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah
kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat,
yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring,
hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago
temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia
lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
Berikut adalah skema dari salah satu contoh gangguan-gangguan
yang di akibatkan oleh imobillitas:

3
KEPERAWATAN DASAR 2
6
3
KEPERAWATAN DASAR 2
7
3
KEPERAWATAN DASAR 2
8
D. Asuhan Keperawatan

PENGKAJIAN

Pengkajian Ciri khas penting Diagnosa


keperawatan
Ukur ROM selama latihan keterbatasan ROM pada bahu Gangguan mobilisasi
Ekstremitas kiri fisik bwrhubungan
Enggan mencoba dengan nyeri pada
menggerakkan bahu kiri bahu kiri
Tanyakan klien tentang Gagal mengkoordinasi ketika
Persepsinya terhadap nyeri melakukan ROM pada bahu
kiri
Tanyakan klien tentang daya Klien mengeluh nyeri seperti
tahan dan toleransi aktivitas tertusuk pada lengan kiri,
Klien mengatakan kekuatan
otot bahu kirinya berkurang.
Inspeksi keutuhan area kulit abrasi kulit dipermeter area Resiko injuri
ekstremitas yang digips yang digips berhubungan dengan
observasi gaya jalan dan kemampuan untuk mengubah tekanan dari gips
kemampuan bergerak posisi dengan bebas berkurang
dengan bebas

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA yang berhubungan dengan mekanik
tubuh yang tidak sesuai dan gangguan mobilisasi

Intoleransi aktivitas berhubungan Gangguan integritas kulit atau risiko


dengan: gangguan integritas kulit berhubungan
- Kesegarisan tubuh yang buruk dengan/ b.d:
- Penurunan mobilisasi - Pembatasan mobilisasi
- Tekanan pada permukaan kulit
- Pengurangan kekuatan

3
KEPERAWATAN DASAR 2
9
Perubahan eliminasi urin b.d:
Risiko injuri berhubungan dengan: - Pembatasan mobilisasi
- Ketidaklayakan mekanik tubuh - Risiko infeksi
- Ketidaklayakan posisi - Retensi urin
- Ketidaklayakan teknik pemindahan
Risiko infeksi berhubungan dengan:
Gangguan mobilisasi fisik - Stasisnya sekresi paru
berhubungan dengan: - Gangguan integritas kulit
- Pengurangan ROM - Stasisnya urin
- Tirah baring
- Penurunan kekuatan
Inkontinensia total berhubungan
Tidak efektifnya bersihan jalan napas dengan:
b.d: - Perubahan pola eliminasi
- Stasisnya sekresi paru - Pembatasan mobilisasi
- Ketidaklayakan posisi tubuh
Tidak efektifnya koping individu b.d:
Tidak efektifnya pola napas b.d: - Pengurangan tingkat aktivitas
- Penurunan pengembangan paru - Isolasi sosial
- Penumpukan sekresi paru
- Ketidaklayakan posisi tubuh
Gangguan pola tidur berhubungan
Gangguan pertukaran gas dengan:
berhubungan dengan: - Pembatasan mobilisasi
- Pola napas asimetris - Rasa tidak nyaman
- Penurunan pengembangan paru
- Penumpukan sekresi paru

Risiko kurangnya volume cairan b.d


- penurunan asupan cairan

PERENCANAAN
Contoh Rencana Keperawatan pada gangguan mobilitas fisik

4
KEPERAWATAN DASAR 2
0
Diagnosa Keperawatan: gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri bahu kiri
Definisi: gangguan mobilitas fisik merupakan kondisi individu menunjukkan
keterbatasan
kemampuan dalam mobilitas fisik secara bebas

Tujuan Hasil yang Intervensi Rasional


diharapkan
Klien akan Klien akan ROM Usulkan Aktivitas
mencapai ROM pada kesatuan pemberian analgesik
normal (fleksi ekstremitas atas analgesik 30 akan maksimal
dan ekstensi menit pada saat klien
1800) bahu kiri sebelum latihan memulai latihan
dalam 4 ROM
Bulan Klien akan
menunjukkan Pendidikan
aktivitas perawatan Ajarkan klien membuat klien
diri menggunakan untuk mempunyai
lengan kiri dalam 2 latihan ROM kesempatan dan
hari spesifik pada bahu pengetahuan
dan lengan kiri untuk menjaga
dan
meningkatkan
ROM
(Lehmkuhl et al,
Klien akan 1990)
mengikuti program
latihan secara Hal ini akan
teratur pada saat Buat jadwal mendukung
pulang latihan frekuensi latihan
aktif antara waktu yang berpengaruh
makan dan mandi pada kesatuan dan
pengurangan
risiko

4
KEPERAWATAN DASAR 2
1
perkembangan
kontraktur

Rencana keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan-tujuan berikut:

1. mempertahankan kesegarisan tubuh yang sesuai


2. mencapai kembali kesegarisan tubuh atau tingkat optimal
kelurusan tubuh
3. mengurangi cidera pada kulit dan sistem musculoskeletal dari
ketidaktepatan mekanika atau kesegarisan tubuh
4. mencapai ROM penuh atau optimal
5. mencegah kontraktur
6. menjaga kepatenan jalan napas
7. mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal
8. memobilisasi sekresi jalan napas
9. menjaga fungsi kardiovaskuler
10. meningkatkan toleransi aktivitas
11. mencapai pola eliminasi normal
12. menjaga pola tidur normal
13. mencapai sosialisasi
14. mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri
15. mencapai stimulasi fisik dan mental

IMPLEMENTASI
Lihat penuntun praktikum Kriteria dasar cara mengangkat berikut ini:
a. Posisi berat. Berat yang akan diangkat sebaiknya sedekat mungkin dengan
pengangkat.Tempatkan obyek sedemikian rupa sehingga menggunakan
kekuatan mengangkat yang dimiliki perawat
b. Tinggi obyek. Tinggi yang paling baik untuk diangkat sebaiknya vertikal
yaitu sedikit di atas dari tinggi pertengahan seseorang dengan lengan
menggantung sejajar siku.
c. Posisi tubuh. Jika posisi tubuh pengangkat bervariasi dengan tugas
mengangkat yang berbedabeda,ikuti petunjuk umum yang dapat dipakai

4
KEPERAWATAN DASAR 2
2
untuk sebagian besar keadaan. Tubuh diposisikan dengan tubuh tegak
sehingga kelompok otot-otot multipel bekerja sama dengan cara yang tepat
d. Berat maksimum. Setiap perawat sebaiknya tahu berat maksimum yang
aman untuk membawa- aman bagi perawat dan klien. Obyek yang terlalu
berat adalah jika beratnya sama dengan atau lebih dari 35% berat badan
orang yang mengangkat. Oleh karena itu, perawat yang beratnya 130 lb
(59,1 kg) sebaiknya tidak mencoba mengangkat orang imobilisasi yang
beratnya 100 lb (45,5 kg). Meskipun perawat mungkin mampu
melakukannya, hal ini akan berisiko menjatuhkan klien atau menyebabkan
cidera punggung perawat.

EVALUASI
Sesuaikan dengan tujuan

4
KEPERAWATAN DASAR 2
3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulans
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik
mereka berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan
efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung pada status mobilitas mereka.
Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk mengembang,
aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu
mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting
agar tulang dan otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas merupakan kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah ,
berirama, dan terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam
kehidupan. Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan
untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi
kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan
bergantungnya dengan seorang bayi.

B. Saran
Segala usaha yang telah kami lakukan untuk menyelesaikan makalah ini.
Namun dalam pembuatannya masih terdapat kekurangan . Oleh karena itu,
kami sangat memerlukan kritik dan saran saudara(i) demi kesempurnaan
makalah kami kedepannya.

4
KEPERAWATAN DASAR 2
4
DAFTAR PUSTAKA

Korzier, B dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, proses &
Praktik. Volume 1, Edisi 7. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Potter, P & Perry A.G. 2005. Fundamental Keperawatan. Volume 1, Edisi 4.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Rosdahl, C.B & Kowalski M.T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Dasar. Volume 1,
Edisi 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Herdman, H.T & Kamitsuru, S. 2017. Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Klarifikasi, Edisi 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Potter, P & Perry, A.G. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep,
proses, & praktik. Volume 2, Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Wilkinson, M.J. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosa NANDA-I, Intervensi


NIC, Hasil NOC. Edisi 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Anggraini, M. 2013. Pengaruh Mobilisasi dini Terhadap Keberhasilan


Penyembuhan Luka Pada Pasien Pasca Operasi di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Skripsi STIKES Aisyiyah Yogyakarta. http://e-
jurnal.com/2015/12/pengaruh-mobilisasi-dini-terhadap.html?m=1 (akses: 31
maret 2017, 07:17 WITA)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24137/3/Chapter%20II.pdf
(Akses: 24 maret 2017, 19:00 WITA)

4
KEPERAWATAN DASAR 2
5

Anda mungkin juga menyukai