Disusun Oleh :
Nama : AGUS SYAHPUTRA
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
UNIVERSITAS AL – WASHLIYAH
LABUHANBATU
Tahun Akademik 2020/2021
i
KATA PENGANTAR
Penulis
Agus Syahputra
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Pembahasan .......................................................................................... 2
1. Konsepsi Hukum Islam di Indonesia................................................. 3
2. Kompilasi Hukum Islam, Positivisasi Hukum Islam........................... 5
3. Kapitaselekta Kompilasi Hukum Islam.............................................. 6
4. Penerapan Maqashid Sebagai Pembaharuan
Sistem Hukum Islam.......................................................................... 7
C. Penutup
1. Kesimpulan........................................................................................ 11
2. Saran................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12
iii
PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
(Peranan Ushul Fiqh)
A. LATAR BELAKANG
1
A. Athaillah, "Mengenal 'Ulum Alquran", Makalah, Program Pascasarjana IAIN Antasari
Banjarmasin, 2005, hal. 2
2
Abu Yasid, Nalar dan Wahyu: Interrelasi dalam Proses Pembentukan Syari’at, (selanjutnya disebut
Nalar), (Jakarta: Erlangga, 2007), hal. 4.
3
A. Athaillah, “Mengenal Qawa‟id Fiqhiyyah (Legal Maxim)”, Makalah, Program Pascasarjana IAIN
Antasari Banjarmasin, 2007, hal. 2. Lihat pula H. A. Athaillah, Sejarah Alquran: Verifikasi tentang Otentisitas
Alquran, (Banjarmasin: Antasari Press Banjarmasin, 2006), Cet. ke-1, hal. 21-22.
1
B. PEMBAHASAN
2
Razi, dan Ibn Qudamah, 900 ayat dinyatakan Ibn al-Mubarak dan 1100 ayat
oleh Abu Yusuf. Jadi ayat al-ahkam berkisar antara 150 sampai 1100 ayat atau
2,5 % sampai 17,2% dari 6000 lebih ayat Alquran. 7 Sedangkan hadis yang
berkenaan dengan hukum berdasarkan perkiraan Ibn al-Qayyim hanya sekitar
500 hadis, pendapat lain menyebutkan 1200 hadis dan 300 hadis dari sekian
banyak hadis Nabi Muhammad saw.8
Istilah hukum Islam sering dikaitkan dengan fikih dan syariat. Hukum
Islam secara teknis dalam literatur arab tidak ditemukan, kecuali istilah al hukm
dan istilah al Islam yang terpisah terminologinya, sehingga arti definitifnya sulit
ditemukan. Untuk memahami pengertian hukum Islam perlu diketahui lebih
dahulu arti dari kata hukum dalam Bahasa Indonesia, kemudian pengertian
hukum di sandarkan kepada kata Islam. Memang terdapat kesulitan dalam
memberikan definisi hukum, karena setiap definisi akan menemukan titik
lemah. Oleh karena itu untuk memudahkan memahami pengertian hukum,
berikut ini akan diketengahkan definisi hukum sederhana, yaitu seperangkat
peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui oleh sekelompok
masyarakat, disusun dan ditetapkan oleh orang-orang yang diberi wewenang
oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.
Bila kata hukum menurut definisi tersebut di atas dihubungkan dengan
kata Islam atau syariat maka hukum Islam akan berarti “seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah swt dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia
mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua yang
beragama Islam”. Kata ’seperangkat peraturan’ dalam definisi tersebut,
menjelaskan bahwa hukum Islam itu adalah peraturan yang dirumuskan secara
terperinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat baik di dunia maupun di
akhirat. Kata ’yang berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul’ menjelaskan
bahwa perangkat peraturan itu digali dari dan berdasarkan kepada wahyu Allah
dan sunnah Rasul atau yang populer dengan sebutan ’syari`at’. Kata ’tentang
tingkah laku manusia mukallaf’ mengandung arti bahwa hukum Islam itu hanya
7
Lihat KH. Moh. Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), Cet. ke-
1, hal. 32.
8
Lihat Amir Mu‟alim dan Yusdani, Ijtihad dan Legislasi Muslim Kontemporer, (Yogyakarta: UII Press,
2005), Cet. ke-1, hal. 27
3
mengatur tingkah laku manusia yang dikenai beban hukum. Peraturan tersebut
berlaku dan mempunyai kekuatan terhadap orang Islam.
Bila pengertian hukum Islam ini dihubungkan dengan pengertian ’fiqh’
maka dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Islam dalam
terminologi ini adalah fiqh dalam literatur Islam yang berbahasa Arab. Fiqh
yang dimaksud di sini adalah fiqh di Indonesia. Fiqh adalah hasil penalaran
para pakar hukum Islam, biasanya diberi nama dengan menghubungkan
kepada nama pakar hukum yang menghasilkannya. Ajaran tentang fiqh
menurut hasil penalaran pakar hukum atau mujtahid itu disebut mazhab
dengan menggunakan nama, sesuai dengan nama mujtahidnya.
Sedangkan kelompok orang yang mengikutinya disebut golongan yang
juga diberi nama dengan nama mujtahid perumus fiqh tersebut. Misalnya
madzhab Syafi`i, sedangkan golongan yang mengikutinya disebut Syafi`iyyah.
Oleh karena itu mazhab Syafi`i mendominasi perkembangan fiqh di Indonesia.
Bila diperhatikan kebiasaan rata-rata umat Islam di Indonesia, dalam
melakukan shalat sehari-hari mulai dari cara berwudhu’ yang hanya menyapu
kepala sekedarnya, membasuh tangan lengkap dengan siku, mencuci kaki
sampai dengan mata kaki, wudhu’ batal bila bersentuhan laki-laki dengan
perempuan yang bukan mahram, begitu pula ketika shalat yang berdirinya
dengan meletakkan tangan terpangku di bawah dada, membaca basmalah
secara jahr waktu membaca surah al-fatihah dan surah-surah pendek lainnya,
meletakkan kaki kiri di bawah ketika tahiyyat akhir, membaca qunut waktu
shalat subuh, kemudian dibandingkan dengan kitab-kitab fiqh mazhab Syafi`i,
akan bisa disimpulkan bahwa mayoritas shalatnya umat Islam di Indonesia
adalah menurut mazhab Syafi`i.9
Bila diperhatikan pula cara yang biasa dilakukan umat Islam di negeri ini
dalam melakukan pernikahan, pada umumnya waktu akad nikah dihadiri oleh
wali dan sekaligus meng’aqadkan nikah, dihadiri pula oleh dua orang saksi laki-
laki yang dewasa, cara mengucapkan ijab qabul dan mahar dijelaskan
langsung dalam aqad nikah, Begitu pula bila diperhatikan cara-cara umat Islam
di Indonesia menyelesaikan berbagai persoalan hukum, seperti menyelesaikan
harta warisan, cara-cara menetapkan siapa ahli waris, siapa-siapa yang
9
Ali Imron, Kontribusi Hukum Islam Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Disertasi Program
Doktor Ilmu Hukum UNDIP Semarang.tahun 2008. hal 258
4
terhalang dari hak warisan, demikian pula cara melakukan akad jual beli dalam
setiap barang berharga yang diperjual belikan dan lainnya, maka dapat
dikatakan, muslim Indonesia umumnya menggunakan mazhab Syafi`i.10 Yang
menjadi pertanyaan bagi penulis, Bagaimanakah peran dan fungsi undang-
undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku saat ini ? misalnya
dalam; Pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa ’Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya’,
telah memenuhi ketentuan umum dengan tidak bertentangan antara hukum
nasional dengan hukum agama. Demikian pula Pasal 3 ayat (2) yang
menjelaskan bahwa ”pengadilan dapat memberikan izin kepada seseorang
untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan” telah memenuhi tuntutan khusus hukum Islam yang
memungkinkan adanya poligami dalam perkawinan Islam. Tidak
bertentangannya ketentuan dalam hukum nasional dengan hukum agama akan
berpengaruh positif pada pertanggungjawaban hukum warga negara yang juga
penganut ajaran agama.11
10
Ali Imron, Kontribusi Hukum Islam ... hal. 260
11
Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974
Suparman Usma, “Hukum Islam; Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia”, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001) h. 111
5
M Yahya Harahap dalam “Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam;
Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam menambahkan bahwa keberhasilan
umat Islam Indonesia merumuskan materi hukum Islam secara tertulis dalam
KHI, merupakan wujud konkrit dalam rangka pemberlakuan hukum Islam bagi
umat Islam Indonesia, yang sudah lama di cita-citakan. Dengan demikian maka
sebenarnya “tema utama penyusunan KHI adalah ‘Mempositifkan’ hukum Islam
Indonesia.
6
4. Penerapan Maqashid Sebagai Pembaharuan Sistim Hukum Islam
Dari sisi lain, sebenarnya setiap disiplin ilmu memiliki aspek teoritis dan
aspek terapan, meskipun banyak yang memilah diri dalam ilmu yang berbeda.
Di samping yang disebut di atas, dalam tradisi keilmuan umat Islam, dikenal
juga banyak ilmu lain yang pernah berkembang, antara lain ilm al-'umran (ilmu
kemakmuran), 'ilm tazkiyat al-nafs (ilmu kesehatan jiwa), 'ilm al-iqtisad (ilmu
ekonomi), 'ulum al-mujtama' (ilmu-ilmu sosial) dan masih banyak yang lain. Dari
segi materi, metodologi dan nilai, ilmu-ilmu tersebut, di balik banyak
persamaan, terdapat perbedaan dengan yang dikembangkan dari disiplin-
disiplin astronomi, sosiologi, ekonomi dan psikologi yang dikembangkan di
universitas-univesitas konvensional, yang umumnya diimpor dari tradisi
keilmuan Barat. Pendekatan sistem, menurut Jasser Audah, untuk
merumuskan kembali dan membangun epistemologi hukum Islam di era global.
Menurutnya, sebuah pembaharuan dalil dan bukti kesempurnaan kreasi Tuhan
melalui ciptaan-Nya harus bergantung pada sebuah pendekatan sistem dari
pada hukum kausalitas berbasis beberapa argumen penting: 12
12
Jassir Audah, Maqasid al-Syariah as Philosophy of Islamic Law: Syistems Approch, (London: The
International Institute of Islamic Thought, 2008), hal 26.
13
Jassir Audah, Maqasid al-Syariah as Philosophy of Islamic Law:..hal 46.
7
b) Keutuhan Integritas (Wholeness) Hukum Islam
Wholeness ialah saling terkait antar berbagai komponen atau unit yang
ada. Adapun salah satu faktor yang mendorong Auda menganggap
penting komponen ini adalah pengamatannya terhadap adanya
kecenderungan beberapa ahli hukum Islam untuk membatasi pendekatan
berpikirnya pada pendekatan yang bersifat reduksionistic dan atomistik,
yang umum digunakan dalam ushul al-fiqh. 14 Pada intinya, Jasser Auda
menyatakan bahwa prinsip dan cara berpikir holistik sangat dibutuhkan
dalam kerangka ushul fiqh, karena dapat memainkan peran dalam isu-isu
kontemporer, sehingga dapat dijadikan prinsip-prinsip permanen dalam
hukum Islam. Dengan sistem ini, Auda mencoba membawa dan
memperluas Maqasid al-Syari‟ah yang berdimensi individu menuju
dimensi universal, sehingga bisa diterima oleh masyarakat banyak, seperti
masalah keadilan dan kebebasan. Sedangkan mengenai asas kausalitas,
ketidakmungkinan penciptaan tanpa adanya sebab akan bergeser
menjadi tidak mungkin ada penciptaan tanpa ada tujuan.
8
proses pemilahan antara perbedaan dan persamaan di antara sekian
banyak bagian-bagian yang ada. Bagian terkecil menjadi representasi dari
bagian yang besar, demikian juga sebaliknya. 16 Salah satu implikasi fitur
interrelated hierarkhi ini menurut Amin Abdullah, yaitu baik daruriyyat,
hajiyyat maupun tahsiniyyat, dinilai sama pentingnya. 17 Penerapan fitur ini
adalah baik shalat (daruriyyat), olahraga (hajiyyat) maupun rekreasi
(tahsiniyyat) adalah sama-sama dinilai penting untuk dilakukan.
16
Ibid., 462
17
Abdullah, “Bangunan Baru”, 351.
18
Ibid., 354.
9
al-Syari‟ah berada dalam pengertian porpuse (al-ghayah), tidak monolitik
dan mekanistik, tetapi beragam sesuai dengan situasi dan kondisi. 19
19
Muammar, “Studi Islam”, 464.
20
M. Amin Abdullah, “Etika Hukum Di Era Perubahan Sosial: Paradigma Profetik dalam Hukum Islam
melalui Pendekatan Systems”, (Makalah—Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2012), 25.
21
Ibid., 26.
10
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Sebuah Upaya penerapan Hukum Islam yang Syamil
Kesadaran umat Islam akhir-akhir ini semakin membawa angin segar termasuk
dari para pemimpin bangsa ini, baik aparatur pemerintah maupun para
ulamanya. Rancangan Undang-undang (RUU) yang sedang dalam proses
penggodokan tampaknya di kawal ketat oleh para ulama, khususnya oleh MUI.
Dan dilihat dari upaya-upaya itu, penulis optimis, walaupun pelan tapi pasti,
penerapan hukum Islam di Indonesia bagi pemeluknya semakin mendapatkan
ruang.
2. Saran
Terlepas dari pro-kontra dalam upaya pembaharuan hukum Islam di
Indonesia, kita seyogyanya mendukung usaha unifikasi yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang berkompeten di dalam merumuskan hukum Islam, bahkan
penulis berharap, kita kelak menjadi bagian yang ikut andil dalam
merumuskannya. Semoga kita bisa melanjutkan usaha-usaha pendahulu kita
sehingga ajaran Islam bisa diaplikasikan dalam semua aspek
kehidupan. Wallahu A’lam Bisshawab
11
DAFTAR PUSTAKA
12