Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit yang sudah cukup sering ditemui di
Indonesia. Sebagian besar penyakit kanker ditemukan pada stadium lanjut,
ditambah dengan ditemukannya kasus-kasus yang tidak mendapatkan
pengobatan kanker menyebabkan angka harapan hidup yang lebih pendek.
Salah satu kanker yang angka kejadiannya cukup tinggi yaitu kanker saluran
pencernaan.
Prevalensi kanker di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 1,4 per 1000
penduduk. Provinsi DI Yogyakarta merupakan provinsi dengan prevalensi
kanker tertinggi yaitu 4,1%, disusul oleh Jawa Tengah 2,1 % dan Bali 2%
sedangkan Sulawesi Utara memiliki prevalensi kanker sebanyak 1,7%. Salah
satu kanker yang angka kejadiannya cukup tinggi yaitu kanker saluran
pencernaan.
Kanker saluran cerna mengacu pada kondisi keganasan pada saluran
pencernaan dan organ aksesori pencernaan, termasuk esofagus, lambung,
sistem empedu, pankreas, usus kecil, usus besar, rektum dan anus. Menurut
American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker ketiga
terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak pada
pria dan wanita di Amerika Serikat.Berdasarkan survei GLOBOCAN 2012,
insidens KKR di seluruh dunia menempati urutan ketiga (1360 dari 100.000
penduduk [9,7%], keseluruhan laki-laki dan perempuan) dan menduduki
peringkat keempat sebagai penyebab kematian (694 dari 100.000 penduduk
[8,5%], keseluruhan laki-laki dan perempuan). Di Amerika Serikat sendiri
pada tahun 2016, diprediksi akan terdapat 95.270 kasus KKR baru, dan 49.190
kematian yang terjadi akibat KKR. Studi oleh WHO tahun 2012 melaporkan
insiden terjadinya kanker kolorektal 1,361, kanker perut/gaster 0,952, dan
kanker esofagus 0,456 per 100.000 penduduk. Indonesia menempati urutan
ke-3 kanker kolorektal, hal ini disebabkan oleh karena perubahan pola makan

1
masyarakat Indonesia yang mengikuti pola makan orang Barat (westernisasi)
yaitu mengonsumsi makanan yang lebih tinggi lemak serta rendah serat.
Risiko terjadinya kanker kolorektal mulai meningkat setelah usia 40 tahun
dan meningkat tajam pada usia 50-55 tahun, dan risiko meningkat dua kali
lipat setiap dekade berikutnya.Sekarang sudah mulai terjadi pergeseran usia.
Banyak kanker kolon rektal ditemukan pada usia yang lebih muda, hal ini
disebabkan karena gaya hidup yang kurang sehat. Terdapat beberapa faktor
yang menjadi penyebab terjadinya kanker kolorektal antara lain faktor genetik.
Berdasarkan studi yang dilakukan sekitar 20% kasus kanker kolorektal
diturunkan secara genetik. Faktor lain yang juga turut berkontribusi terhadap
terjadinya kanker kolorektal yaitu kurangnya aktifitas fisik serta obesitas,
keduanya paling sering dilaporkan sebagai faktor yang berhubungan dengan
kanker kolorektal. Faktor-faktor lain seperti pola makan yang tinggi lemak
serta rendah serat¸ merokok, dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker kolorektal
Pasien-pasien dengan kondisi tersebut mengalami masalah yang
memerlukan pendekatan terintegrasi berbagai disiplin agar pasien memiliki
kualitas hidup yang baik dan pada akhirnya meninggal secara bermartabat.
Integrasi perawatan paliatif ke dalam tata laksana kanker terpadu telah lama
dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, seiring dengan terus
meningkatnya jumlah pasien kanker dan angka kematian akibat kanker.
Penatalaksanaan kanker telah berkembang dengan pesat. Walaupun demikian,
angka kesembuhan dan angka harapan hidup pasien kanker belum seperti yang
diharapkan. Sebagian besar pasien kanker akhirnya akan meninggal karena
penyakitnya. Pada saat pengobatan kuratif belum mampu memberikan
kesembuhan yang diharapakan dan usaha preventif baik primer maupun
sekunder belum terlaksana dengan baik sehingga sebagian besar pasien
ditemukan dalam stadium lanjut, pelayanan paliatif sudah semestinya menjadi
satu satunya layanan fragmatis dan jawaban yang manusiawi bagi mereka
yang menderita akibat penyakit- penyakit tersebut di atas.

2
Sebagai disiplin ilmu keperawatan yang relatif baru, pelayanan paliatif
merupakan filosofi dan bentuk layanan kesehatan yang perlu terus
dikembangkan, sehingga penatalaksanaan pasien kanker menjadi efektif dan
efisien. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengambil
kasus tentang Perawatan Paliatif Pada Pasien Kanker Saluran Pencernaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
berikut:
1. Bagaimana konsep dasar kanker saluran pencernaan?
2. Bagaimana asuhan paliatif pada kanker saluran pencernaan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar kanker saluran pencernaan
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan paliatif pada pasien dengan kanker
saluran pencernaan

3
BAB II
PELAYANAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER SALURAN
PENCERNAAN

A. Konsep Dasar Kanker Saluran Pencernaan


Menurut WHO, kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok
besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain
yang digunakan adalah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu fitur
mendefinisikan kanker adalah pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal
yang tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang
bagian sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain. Proses ini disebut
metastasis. Metastasis merupakan penyebab utama kematian akibat kanker
(WHO, 2009).
Ada berbagai macam kanker pada saluran pencernaan, yaitu kanker
rongga mulut, kanker esofagus, kanker hati, kanker lambung, dan kanker
kolon.
Dalam makalah ini akan dibahas salah satu jenis kanker sauran
pencernaan yaitu kanker kolon.
1. Definisi
Kanker kolon merupakan suatu bentuk keganasan dari masa
abnormal / neoplasma yang muncul dari jaringan ephitel dari kolon
(Haryono, 2010). Kanker kolorektal ditunjukan pada tumor ganas yang
ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rectum adalah bagian dari
usus besar pada sistem pencernaan yang disebut traktus
gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus
besar dan rektum dibagian distal sekitar 5- 7 cm diatas anus. Kolon dan
rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran
gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi

4
bagi tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna (Penzzoli dkk,
2007).

2. Etiologi
Adapun beberapa faktor yang menpengaruhi kejadian kanker kolon
menurut (Soebachman, 2011) yaitu :
a. Usia
Risiko terkena kanker kolon meningkat dengan bertambahnya
usia. Kebanyakan kasus terjadi pada orang yang berusia 60 - 70
tahun sebagai akibat dari degenerasi sel. Namun tidak menutup
kemungkinan rentang usia produktif juga mengalami kanker
kolon sebagai akibat dari gaya hidup dan pola makan.
b. Polip
Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis
adenomatosa. Jika polip ini langsung dihilangkan pada saat
ditemukan, tindakan penghilangan tersebut akan bisa
mengurangi risiko terjadinya kanker kolon di kemudian hari.
c. Riwayat kanker
Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap kanker
kolon berisiko tinggi terkena kanker kolon lagi dikemudian
hari. Wanita yang pernah mengidap kanker ovarium ( indung
telur), kanker uterus, dan kanker payudara juga memiliki risiko
yang lebih besar untuk terkena kanker kolon.
d. Faktor keturunan / genetika
Sejarah adanya kanker kolon dalam keluarga, khususnya
pada keluarga dekat. Orang yang keluarganya punya riwayat
penyakit FAP ( Familial Adenomatous Polyposis ) atau polip
adenomatosa familial memiliki risiko 100% untuk terkena
kanker kolon sebelum usia 40 tahun bila FPA-nya tidak
diobati. Penyakit lain dalam keluarga adalah HNPCC
( Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer ), yakni penyakit

5
kanker kolorektal nonpolip yang menurun dalam keluarga, atau
sindrom Lynch.
e. Penyakit kolitis ( radang kolon ) ulseratif yang tidak diobati.

f. Kebiasaan merokok.
Perokok memiliki risiko jauh lebih besar untuk terkena
kanker kolon dibandingkan dengan yang bukan perokok.
g. Kebiasan makan
Kebiasaan makan banyak daging merah ( dan sebaliknya
sedikit makan buah, sayuran serta ikan ) turut meningkatkan
risiko terjadinya kanker kolon. Daging olahan adalah daging
merah (sapi, kambing, ayam, domba, babi) yang sudah
mengalami perubahan, baik bentuk maupun rasa lewat
penggaraman, fermentasi, pengasapan, pengawetan atau cara
lainnya untuk meningkatkan masa simpannya agar lebih tahan
lama. Proses pengolahan tersebut biasanya dilakukan dengan
cara menambahkan zat-zat kimia pada daging. Zat tambahan
yang digunakan dalam proses pembuatan daging olahan inilah
yang dipercaya dapat mengubah kandungan daging sehingga
pada akhirnya bisa meningkatkan risiko kanker.
Pada daging merah, proses pemasakan daging tersebut juga
bisa meningkatkan risiko kanker apabila menggunakan metode
masak dalam suhu tinggi, seperti dibakar, digoreng, ataupun
dipanggang. Memasak dengan temperatur tinggi akan memicu
kehadiran amino heterocyclic (HCAs) yang diklaim
karsinogenik. Arang yang menempel pada daging bakar juga
mengandung komponen karsinogen polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAHs) sehingga keduanya sama-sama berpotensi
meningkatkan risiko kanker.
h. Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung
pewarna, apalagi jika pewarnanya adalah pewarna

6
nonmakanan.
i. Terlalu banyak mengonsumsi makanan makanan yang
mengandung bahan pengawet.
j. Kurangnya aktivitas fisik, Orang yang beraktivitas lebih
banyak memiliki risiko lebih rendah untuk terkena kanker
kolon.
k. Berat badan yang berlebihan ( obesitas ).
l. Infeksi virus tertentu seperti HPV (Human Papiloma Virus)
turut andil dalam terjadinya kanker kolon.
m. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Misalnya logam berat,
toksin, dan ototoksin serta gelombang elektromagnetik.

n. Keniasaan mengonsumsi minuman beralkohol, khususnya bir.


Usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang
meningkatkan risiko terkena kanker kolon.
o. Bekerja sambil duduk seharian. Misalnya para eksekutif,
pegawai administrasi, atau pengemudi kendaran umum

7
3. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan
epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar
kebagian tubuh yang lain (paling sering ke hati). (Japaries, 2013).
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder meliputi penyumbatan
lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan.
Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya
metastase pada jaringan lain. Prognosis relativ baik bila lesi terbatas pada
mukosa dan submukosa pada saat reseks dilakukan, dan jauh lebih jelek
telah terjadi mestatase ke kelenjr limfe (Japaries, 2013).
Menurut Diyono (2013), tingakatan kanker kolorektal dari duke sebagai berikut
 Stadium 1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum
dan kolon).
 Stadium 2 : menembus dinding otot, belum metastase.
 Stadium 3 : melibatkan kelenjar limfe.
 Stadium 4 : metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dan ke
organ lain.

Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat


tumbuh secara lokal dan bermetastase luas. Adapun cara penyebaran ini
melalui beberapa cara. Penyebaran secara lokal biasanya masuk kedalam
lapisan dinding usus sampai keserosa dan lemak mesentrik, lalu sel
kanker tersebut akanmengenai organ disekitarnya. Adapun penyebaran
yang lebih luas lagi didalam lumen usus yaitu melalui limfatik dan sistem
sirkulasi. Bila sel tersebut masuk melalui sistem sirkulasi, maka sel kanker
tersebut dapat terus masuk ke organ hati, kemudian metastase ke orgab
paru-paru. Penyebaran lain dapat ke adrenal, ginjal, kuli, tulang, dan otak.
Sel kanker pu dapat menyebar ke daerah peritoneal pada saat akan
dilakukan reseksi tumor (Diyono, 2013).
Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip
adenoma jenis villous, tubular, dan viloutubular. Namun dari ketiga jenis

8
adenoma ini, hanya jenis villous dan tubular yang diperkirakan akan
menjadi premaligna. Jenis tubular berstruktur seperti bola dan bertangkai,
sedangkan jenis villous berstuktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan
tidak bertangkai. Kedua jenis ini tumbuh menyerupai bunga kol didalam
kolon sehingga massa tesebut akan menekan dinding mukosa kolon.
Penekanan yang terus-menerus ini akan mengalami lesi-lesi ulserasi yang
akhirnya akan menjadi perdarahan kolon. Selain perdarahan, maka
obstruksi pun kadang dapat terjadi. Hanya saja lokasi tumbuhnya adenoma
tersebut sebagai acuan. Bila adenoma tumbuh di dalam lumen luas
(ascendens dan transversum), maka obstruksi jarang terjadi. Hal ini
dikarenakan isi ( feses masih mempunyai konsentrasi air cukup) masih
dapat melewati lumen tersebut dengan mengubah bentuk (disesuaikan
dengan lekukan lumen karena tonjolan massa). Tetapi bila adenoma
tersebut tumbuh dan berkembang di daerah lumen yang sempit
(descendens atau bagian bawah), maka obstruksi akan terjadi karena tidak
dapat melewati lumen yang telah terdesak oleh massa. Namun kejadian
obstruksi tersebut dapat menjadi total atau parsial (Diyono, 2013).
Secara genetik, kanker kolon merupakan penyakit yang kompleks.
Perubahan genetik sering dikaitkan dengan perkembangan dari lesi
permalignan (adenoma) untuk adenokarsinoma invasif. Rangkain peristiwa
molekuler dan genetik yang menyebabkan transformsi dari keganasan
polip adenomatosa. Proses awal adalah mutasi APC (adenomatosa
Poliposis Gen) yang pertama kali ditemukan pada individu dengan
keluarga adenomatosa poliposis (FAP= familial adenomatous polyposis).
Protein yang dikodekan oleh APC penting dalam aktivasi pnkogen c-myc
dan siklinD1, yang mendorong pengembangan menjadi fenotipe ganas
(Muttaqin, 2013).

9
4. Pathway
Gaya hidup/pola
Usia lanjut Infeksi usus Genetika makan

Peningkatan
asam lambung

Mutase
genetik Colitis

Polip
adenomatosa Penyumbatan
lumen

Lapisan epitel
usus Ulserasi

Adeno Perotinitis
karsinoma perrforasi,
abses

Kanker kolon

Perubahan ileus
fisik/prnurun
an fungsi
tubuh

Disensi abdomen

Isolasi sosial Harga diri


rendah
Gangguan
defekasi
Nyeri

Obstipasi

Resiko infeksi Kolostomi Flatus

10
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak
spesifik.. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa
cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali sedikit
kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar
dari feses masih encer. Gejala klinis sering brupa rasa penuh, nyeri
abdomen, perdarahan dan symptomatik anemia (menyebabkan
kelemahan, pusing dan penurunan berat badan). Tumor yang berada pada
kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai
akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses,
dan komplikasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar
mengakibatkan obstruksi. Tumor pada rektum atau sigmoid bersifat lebih
infiltratif pada waktu diagnosis dari leksi proksimal, maka prognosisnya
lebih jelek (Kumar dkk, 2010).
Menurut Japaries (2013) Kanker usus besar dibagi menajadi dua
stadium yaitu :
1. Stadium dini
a. Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi : sering buang
air besar, diare atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare silih
berganti, tenesmus, anus turun tegang, sering terdapat nyeri samar
abdomen. Pasien lansia bereaksi tumpul dan lamban, tidak peka

nyeri, kadang kala setelah terjadi perforasi tumor, peritonitis baru


merasakan nyeri dan berobat.
b. Hematokezia : tumor luka ulserasi berdarah, kadang kala merah
segar atau merah gelap, biasanya tidak banyak, intermitan. Jika
posisi tumor agak tinggi, darah dan feses becampur menjadikan
feses mirip selai. Kadang kala keluar lendir berdarah.
c. Ileus : ileus merupakan tanda lanjut kanker kolon. Ileus kolon sisi
kiri sering ditemukan . kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplstik
menginvasi kesekitar dinding usus membuat lumen usus
menyempit hingga ileus, sering berupa ileus mekanik nontotal
kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perut

11
intermiten, borborigmi, obstipasi atau feses menjadi kecil (seperti
pensil atau tahi kambing) bahkan tak dapat buang angin atau feses.
Sedangkan ileus akut umumnya disebabkan karsinoma kolon tipe
infiltratif. Tidak jarang terjadi intususepsi dan ileus karena tumor
pada pasien lansia, maka pada lansia dengan intususepsi harus
memikirkan kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut
maupun kronik, gejala muntah tidak menonjol, bila terdapat
muntah, mungkin usus kecil (khususnya proksimal) sudah terinvasi
tumor.
d. Massa abdominal. Ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu
didaerah abdomen dapat diraba adanya massa, sering ditemukan
pada koon belahan kanan. Pasien lansia umumnya mengurus,

dinding abdomen relatif longgar, massa mudah diraba. Pada


awalnya massa bersifat mobil, setelah menginvasi sekitar menjadi
infeksi.
e. Anemia, pengurusan, demam, astenia dan gejala toksik sistemik
lain. Karena pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi tubuh,
perdarahan kronis jangka panjang menyebabkan anemia; infeksi
sekunder tumor menyebabkan demam dan gejala toksik.
2. Stadium lanjut
Selain gejala lokal tersebut diatas, dokter harus memperhatikan tumo
adalah penyakit sistemik, pada fase akhir progresi kanker usus besar
timbul grjala stadium lanjut yang sesuai. Misal, invasi luas tumor
dalam kavum pelvis menimbulkan nyeri daerah lumbosakra, iskialgia
dan neuralgia obturatoria; ke anterior menginvasi mukosa vagina dan
vesika urinaria menimbulkan perdarhan pervaginam atau hematuria,
bila parah dapat timbul fistel rektovaginal, fistel rektovesikel;
obstruksi ureter bilateral menimbulkan anuria, uremia; tekanan pada
retra menimbulkan retensi urin; asites, hambatan saluran limfatik atau
tekanan pada vena iliaka menimbulkan udem tungkai, skrotal, labial;
perforasi menimbulkan peritonitis akut, abses abdomen; metastasis ke
paru menimbulkan batuk, nafas memburu, hemoptisis; metastasis ke
otak menyebabkan koma; metastasis tulang menimbulkan nyeri

12
tulang, pincang. Akhirnya dapat timbul kakeksia, kegagalan sistemk
(Japaries, 2013).

6. Pemeriksaan penunjang

Menurut Casciato (2004) ada beberapa macam pemeriksaan penunjang yang


dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker kolon yaitu :
a. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting
jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukanya
biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna (Casciato, 2004).
b. Carsinoembrionik Antigen (CEA) Screening
CEA adalah sebuah glikopretein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker
serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi
rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik
untuk bisa digunakan sebagai screening kanker kolorektal.
Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan
beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade
1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ
dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik
independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada
monitoring berkelanjutan setelah pembedahan (Casciato, 2004).
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun
tes ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA
sebelum opersai sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor
primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai
CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari dari metastase karena
sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA
(Casciato, 2004).
c. Digital Rectal Examination
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral,posterior, dan
anterior, serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan
13
mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum
dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat
infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi jari
yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari
kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal examination
merupakan cara yang tidak dapat begitu saja diabaikan (Schwartz, 2005).
d. Barium Enema
Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras
varium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip
yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel
sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif
pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada
pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi.
Risiko perforasi dengan menggunakan barium eneme sangat rendah, yaitu
sebesar 0,02% jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras
larut air harus digunakan dari pada barium enema. Barium peritonitis
merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan
berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras
larut air tidak dapat menunjukan detail yang penting untuk menunjukam lesi
kecil pada mukosa kolon (Schwartz, 2005).
e. Endoskopi
Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena 3%
dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk
mempunyai polip premaligna (Casciato, 2004).
f. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat
mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk
dapat menunjukan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan
dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar sebesar 94%, lebih baik dari pada
barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67% (Depkes, 2006).
Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi,
mengontrol perdarahan dan dilatasi dari struktur. Kolonoskopi merupakan

14
prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan,
komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada
pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis dan manajemen dari Inflamatory Bowel Disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleedin, megakolon non
toksik, struktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada
kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi
merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik (Schwartz,
2005).
7. Penatalaksanaan umum
a. Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima
sebagai penangan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif
untuk kaker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas
yang luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara
mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum,
reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm bebas tumor (Casciato, 2004).
Menurut Haryono (2012), pembedahan merupakan tindakan primer pada
kira-kira 75% pasien dengan kanker kolorektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas
pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolosotomi laparoskopik
dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk
meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop
digunakan sebagai pedoman dalan membuat keputusan dikolon massa
tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi
kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan
untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan dalam situasi ini
adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencangkup struktur
vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
b. Terapi Radiasi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray
berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian
terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan

15
cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker (Henry
Ford, 2006).
c. Kemotherapi
Kemoterapi dalam bahasa inggris (chemotherapy) adalah penggunaan zat
kimia untuk perawatan penyakit. Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia
untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini
hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan
untuk merawat kanker.
Kemoterapi bermanfaat untuk menurunkan ukuran kanker sebelum operasi,
merusak semua sel-sel kanker yang tertinggal setelah operasi, dan
mengobati beberapa macam kanker darah. Kemoterapi Merupakan bentuk
pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-
zat yang dapat menghambat proliferasi sel- sel kanker.
Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel
kanker. Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak
merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain
untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada
sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang mempengaruhi
kemampuan sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali
dan cepat adalah ciri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu
bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat (seperti yang
di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua obat
kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.
Tujuan pemberian kemoterapi : Pengobatan, Mengurangi massa tumor
selain pembedahan atau radiasi, Meningkatkan kelangsungan hidup dan
memperbaiki kualitas hidup, Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Kemoterapi dapat diberikan dengan cara Infus, Suntikan langsung (pada
otot, bawah kulit, rongga tubuh) dan cara Diminum (tablet/kapsul).
Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain: Lemas, Mual dan
Muntah, Gangguan Pencernaan, Sariawan, Efek Pada Darah, Otot dan
Saraf, Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna, dan Produksi
Hormon.
Dalam beberapa penelitian kemoterapi mampu menekan jumlah kematian
penderita kanker tahap dini, namun bagi penderita kanker tahap akhir /

16
metastase, tindakan kemoterapi hanya mampu menunda kematian atau
memperpanjang usia hidup pasien untuk sementara waktu. Bagaimanapun
manusia hanya bisa berharap sedangkan kejadian akhir hanyalah Tuhan
yang menentukan.

B. Pelayanan Paliatif Kanker Saluran Pencernaan


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual.
Pelayanan paliatif pasien kanker saluran pencernaan adalah pelayanan
terintegrasi oleh tim paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan
memberikan dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan kondisi pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui
identifikasi dini, penilaian yang seksama serta pengobatan nyeri dan masalah
masalah lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual (WHO, 2002), dan
pelayanan masa duka cita bagi keluarga (WHO 2005) khususnya pada klien dengan
masalah kanker saluran pencernaan.
C. Tahapan Program Pencegahan Timbulnya Kanker Saluran Pencernaan
1. Pendidikan Masyarakat
2. Pencegahan penyakit stadium lanjut melalui program deteksi dini
3. Penurunan angka kematian dengan terapi kanker
4. Pencegahan penderita dengan perawatan paliatif
D. Masalah Pasien Kanker Saluran Pencernaan
1. Fisik
Gejala fisik juga dapat muncul karena pengobatan yang dilakukan.
Kemoterapi atau radiasi dibagian tertentu dapat memberikan efek samping
mual, muntah, tidak nafsu makan, cepat lelah dsb. Nyeri atau gangguan fungsi
bagian tubuh yang dioperasi dapat terjadi akibat operasi. Kondisi tirah baring
dalam waktu lama dapat menimbulkan pasien merasa semakin lelah, gangguan
buang air besar, luka dibagian tubuh yang tertindih dan sebagainya.
17
Masalah fisik ada pasien dengan kanker kolon sesuai dengan tanda dan
gejala yang muncul.
2. Psikologis
Gangguan psikologis dapat juga muncul akibat gejala fisik, progresifitas
penyakit, kecacatan yang timbul, perubahan bentuk tubuh, ketergantungan
fisik, kelelahan fisik, kegagalan pengobatan, biaya yang harus dibayarkan,
komunikasi yang buruk dengan petugas kesehatan.
Jika klien gagal mengelola kopingnya, maka masalah yang mungkin
muncul adalah rasa tidak mau menerima diri sendiri, menganggap dirinya
tidak berguna dan hanya merepotkan.
3. Social
Masalah social sangat mungkin muncul pada klien dengan kanker kolon.
Sebagai penderita kanker, klien akan merasa minder bergaul dengan
lingkungan sosialnya. Sebagai akibatnya, kliean akan menarik diri dari
pergaulan di masyarakat.
4. Spiritual dan Agama
Masalah spiritual dan agama seperti menganggap penyakit akibat
hukuman, menyalahkan diri sendiri, hidup tidak berguna dapat menjadi
sumber penderitaan. Ketergantungan pengobatan dapat mempengaruhi
ketenangan spiritual klien. Kebebasan dalam beribadah terganggu, sehingga
ketenangan batin klien ikut terganggu.
E. Prinsip Pelayanan Paliatif Pasien Kanker Saluran Pencernaan
Pada pelayanan paliatif, pasien memiliki peran yang penting dalam membuat
keputusan yang akan diambil. Tujuan pelayanan paliatif bagi setiap pasien berbeda
dan dibuat dengan memperhatikan hal yang ingin dicapai oleh pasien bila
memungkinkan, hal ini biasanya disampaikan dalam bentuk fungsi tubuh misalnya
Aku ingin bisa melakukan….atau kejadian penting misalnya Aku ingin melihat
anakku menikah.
Secara umum pelayanan paliatif bertujuan untuk menghilangkan nyeri dan
gejala lain, meningkatkan kualitas hidup, memberikan dukungan psikososial dan
spiritual serta memberikan dukungan kepada keluarga selama pasien sakit dan selama
masa dukacita.
Prinsip-prinsip pada pelayanan paliatif pasien kanker saluran pencernaan
sama dengan pasien kanker pada umumnya, yaitu:

18
1. Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain
2. Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal
3. Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian
4. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual
5. Memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin
6. Memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita
7. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya
8. Menghindari tindakan yang sia sia
F. Indikator Pelayanan Paliatif Saluran Pencernaan
Pelayanan paliatif dimulai sejak diagnosis kanker ditegakkan bila didapatkan
satu atau lebih kondisi di bawah ini :
1. Nyeri atau keluhan fisik lainnya yang tidak dapat diatasi
2. Stres berat sehubungan dengan diagnosis atau terapi kanker
3. Penyakit penyerta yang berat dan kondisi sosial yang diakibatkannya
4. Permasalahan dalam pengambilan keputusann tentang terapi yang akan atau
sedang dilakukan
5. Pasien/keluarga meminta untuk dirujuk ke perawatan paliatif
6. Angka harapan hidup < 12 bulan (ECOG > 3 atau kanofsky < 50%, metastasis
otak, dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial, vena cava superior
sindrom, kaheksia, serta kondisi berikut bila tidak dilakukan tindakan atau tidak
respon terhadap tindakan yaitu: kompresi tulang belakang, bilirubin ≥2,5 mg/dl,
kreatinin ≥3 mg/dl ). *tidak berlaku pada pasien kanker anak
7. Pada pasien kanker stadium lanjut yang tidak respon dengan terapi yang diberikan
G. Langkah-langkah Dalam Pelayanan Paliatif :
1. Menentukan tujuan perawatan dan harapan pasien
2. Membantu pasien dalam membuat Advanced Care Planning (wasiat atau
keingingan terakhir)
3. Pengobatan penyakit penyerta dan aspek sosial yang muncul
4. Tata laksana gejala ( sesuai panduan dibawah )
5. Informasi dan edukasi perawatan pasien
6. Dukungan psikologis, kultural dan social
7. Respon pada fase terminal: memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan
keluarga bila wasiat belum dibuat, misalnya: penghentian atau tidak memberikan

19
pengobatan yang memperpanjang proses menuju kematian (resusitasi, ventilator,
cairan, dll)
8. Pelayanan terhadap pasien dengan fase terminal

EVALUASI, apakah
a. Nyeri dan gejala lain teratasi dengan baik
b. Stress pasien dan keluarga berkurang
c. Merasa memiliki kemampuan untuk mengontrol kondisi yang ada
d. Beban keluarga berkurang
e. Hubungan dengan orang lain lebih baik
f. Kualitas hidup meningkat
g. Pasien merasakan arti hidup dan bertumbuh secara spiritual
Jika Pasien MENINGGAL
a. Perawatan jenazah
b. Kelengkapan surat dan keperluan pemakaman
c. Dukungan masa duka cita ( berkabung )

H. Tim dan Tempat Pelayanan Paliatif


Dalam mencapai tujuan pelayanan paliatif pasien kanker, yaitu mengurangi
penderitaan pasien , beban keluarga, serta mencapai kualitas hidup yang lebih baik,
diperlukan sebuah tim yang bekerja secara terpadu ( lihat tabel tim paliatif ).
Pelayanan paliatif pasien kanker juga membutuhkan keterlibatan keluarga dan tenaga
relawan.
Dengan prinsip interdisipliner (koordinasi antar bidang ilmu dalam menentukan
tujuan yang akan dicapai dan tindakan yang akan dilakukan guna mencapai tujuan),
tim paliatif secara berkala melakukan diskusi untuk melakukan penilaian dan
diagnosis, untuk bersama pasien dan keluarga membuat tujuan dan rencana
pelayanan paliatif pasien kanker, serta melakukan monitoring dan follow up.
Kepemimpinan yang kuat dan manajemen program secara keseluruhan harus
memastikan bahwa manajer lokal dan penyedia layanan kesehatan bekerja sebagai tim
multidisiplin dalam sistem kesehatan, dan mengkoordinasikan erat dengan tokoh
masyarakat dan organisasi yang terlibat dalam program ini, untuk mencapai tujuan
bersama. Komposisi tim perawatan paliatif terdiri :

20
1. Dokter
Dokter memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif interdisipliner,
harus kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam pengendalian rasa sakit
dan gejala lain, dan juga harus akrab dengan prinsip-prinsip pengelolaan penyakit
pasien. Dokter yang bekerja di pelayanan paliatif mungkin bertanggung jawab
untuk penilaian, pengawasan dan pengelolaan dari banyak dilema pengobatan
sulit.
2. Perawat
Merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak terlama
dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk mengetahui pasien
dan pengasuh, menilai secara mendalam apa yang terjadi dan apa yang penting
bagi pasien, dan untuk membantu pasien mengatasi dampak kemajuan penyakit.
Perawat dapat bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam membuat
rujukan sesuai dengan disiplin ilmu lain dan pelayanan kesehatan. Peran perawat
dalam
a. Konsultasi layanan paliatif
b. Penanggulangan nyeri
c. Penanggulangan keluhan lain penyerta penyakit primer
d. Bimbingan psikologis, social dan spiritual
e. Persiapan kemampuan keluarga untuk perawatan pasien dirumah
f. Kunjungan rumah berkala, sesuai kebutuhan pasien dan keluarga
g. Bimbingan perawatan untuk pasien dan keluarga
h. Membantu penyediaan tenaga perawat homecare
i. Membantu penyediaan pelaku perawat (caregiver)
j. Membantu kesiapan akhir hayat dengan tenang dalam iman
k. Membantu dukungan masa duka cita
l. Konsultasi melalui telepon.
3. Pekerja sosial dan psikolog
Perannya membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah
pribadi dan sosial, penyakit dan kecacatan, serta memberikan dukungan
emosional/konseling selama perkembangan penyakit dan proses berkabung.
Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan, terutama karena keluarga
mulai merencanakan masa depan.
4. Konselor spiritual

21
Konselor spiritual harus menjadi pendengar yang terampil dan tidak
menghakimi, mampu menangani pertanyaan yang berkaitan dengan makna
kehidupan. Sering juga berfungsi sebagai orang yang dipercaya sekaligus sebagai
sumber dukungan terkait tradisi keagamaan, pengorganisasian ritual keagamaan
dan sakramen yang berarti bagi pasien kanker. Sehingga konselor spiritual perlu
dilatih dalam perawatan akhir kehidupan

BAB III
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik, serta review catatan sebelumnya. Langkah-langkah pengkajian yang
sistemik adalah pengumpulan data, sumber data, klasifikasi data, analisa data dan
diagnosa keperawatan
Pengkajian yang dapat dilakukan menurut wijaya dan putri (2013),
diantaranya adalah sebagai berikut :
i. Data Demografi
1. Kanker klorektal sering ditemukan terjadi pada usia lebih dari
40 tahun.
2. Pada wanita sering ditemukan kanker kolon dan kanker rekti
lebih sering terjadi pada laki-laki.
ii. Riwayat kesehatan dahulu
1. Kemungkinan pernah menderita polip kolon, radang kronik

22
kolon dan kolitis ulseratif yang tidak teratasi.
2. Adanya infeksi dan obstruksi pada usus besar.
3. Diet atau konsumsi diet yang tidak baik, tinggi protein, tinggi
lemak dan rendah serat.
iii. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat kanker pada keluarga, diidentifikasi kanker yang
menyerang tubuh atau organ termasuk kanker kolorektal adalah
diturunkan sebagai sifat dominan.
iv. Riwayat kesehatan sekarang
1. Klien mengeluh lemah, nyeri abdomen dan kembung.
2. Klien mengeluh perubahan pada defekasi : Buang Air
Besar(BAB) seperti pita, diare yang bercampur darah dan
lendir dan rasa tidak puas setelah buang air besar.
3. Klien megalami anoreksia, mual, muntah dan penurunn berat
badan.

v. Pemeriksaan fisik
1. Mata : konjungtiva subanemis / anemis.
2. Leher : distensi vena jugularis (JVP).
3. Mulut : mukosa mulut kering dan pucat, lidah pecah – pecah dan
bau yang tidak enak.
4. Abdomen : distensi abdomen, adanya teraba massa, penurunn
bising usus dan kembung.
5. Kulit : turgor kulit buruk, kering (dehidrasi / malnutrisi.
vi. Pengkajian Fungsional Gordon
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, merasa
gelisah dan ansietas, tidak tidur semalaman karena diare,
pembatasan aktivitas / kerja sehubungan dengan efek proses
penyakit.
2. Pernafasan : nafas pendek, dispnea (respon terhadap nyeri yang
dirasakan) yang ditandai dengan takipnea dan frekuensi menurun.
3. Sirkulasi

23
Tanda : Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses
inflamasi dan nyeri), hopotensi, kulit/membran : turgor buruk,
kering, lidah pecah-pecah, (dehidrasi/malnutrisi).
4. Integritas Ego
Gejala : ansietas, ketakutan, emosi kesal, misal : perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Faktor stress akut/kronis : misal hubungan dengan keluarga /
pekerjaan, pengobatan yang mahal.
Tanda : menolak, perhatian yang menyempit, depresi.
5. Eliminasi
Gejala : tekstur feses bervariasi dan bentuk lunak sampai bau.
Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering
tak dapat dikontrol (sebanyak 20-30 kali/hari), perasaan tidak
nyaman/tidak puas, deteksi berdarah/ mukosa dengan atau tanpa
keluar feses
Tanda : menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya
peristaltik yang dapat dilihat, oliguria.

6. Makan / Cairan
Gejala : anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tidak
toleran terhadap diit/sensitif (misal : buah segar/massa otot,
kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buru, membran mukosa
pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
7. Hygine
Tanda : ketidakmampuan melakukan perawatan diri, stomatitis,
menunjukan kekurangan vitamin.
8. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah.
9. Keamanan
Gejala : adanya riwayat polip, radang kronik viseratif.
10. Muskuloskeletal : penurunan kekuatan otot, kelemahan dan
malaise (diare, dehidrasi, dan malnutrisi).
11. Seksualitas
Gejala : tidak bisa melakukan hubungan seksual/ frekuensi

24
menurun.
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah hubungan / peran sehubungan dengan kondisi
ketidakmampuan aktif dalam sosial

25
26
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri fisik.
b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan
sekunder.
d. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
e. Isolasi Sosial
3. Fokus Intervensi

No. Dx keperawatan NOC NIC


1. Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Pain Management:
berhubungan keperawatan 2x24 jam
dengan agen diharapkan nyeri berkurang 1. kaji nyeri secara
injuri fisik. dengan kriteria hasil: komprehensif.
1. Vital sign dalam batas 2. observasi non
normal verbal dari
2. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamana
3. ajarkan teknik
3. Melaporkan bahwa nyeri
relaksasi nafas
berkurang
dalam
4. monitor vital sign

5. anjurkan untuk
istiraha
6. kolaborasi medis
dalam pemberian
analgetik
2. Kerusakan Setelah dilkukan tindakan 1. anjurkan untuk
integritas keperawatan selama 2x24 jam memakai pakaian
jaringan diharapkan jaringan dan kulit longgar.

27
berhubungan baik, dengan kriteria hasil: 2. jaga kulit agar
dengan tetap bersih.
1. Tidak ada nekrosis
kerusakan 3. observasi luka
2. Perfusi jaringan normal
lapisan kulit.
4. ajarkan kepada
3. Menunjukan proses
keluarga tentang
penyembuhan jaringan
luka dan
5. perawatan luka
bantu mobilisasi
pasien
3. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. observasi kondisi
infeksi keperawatan 2x24 jam di luka
berhubungan harapkan tidak ada infeksi, 2. monitor tanda dan
dengan dengan kriteria hasil: gejala infeksi
penurunan 1. Bebas dari tanda dan gejala 3. dorong pasien
pertahanan infeksi untuk
primer dan 2. Jumlah leukosit dalam meningkatkan
sekunder. batas normal intake nutrisi
3. Mampu untuk mencegah 4. batasi jumlah
timbulnya infeksi pengunjung
5. kolaborasi dengan
ahli gizi untuk diit
tinggi kalori tinggi
protein
6. kolaborasi untuk
pemberian
antibiotic
4. Gangguan konsep - Tujuan Umum :
diri: Harga diri Klien memiliki konsep diri
rendah yang positif
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina Intervensi :
a. Sapa klien dengan
28
hubngan saling percaya ramah dan nama
panggilan yang disukai
klien
b. Perkenalkan diri
dengan sopan
c. Tanyakan nama
lengkap dan nama
panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan
pertemuan
e. Jujur dan menepati
janji
f. Beri perhatian kepada
klien dan perjhatikan
kebutuhan dasar klien

a. Diskusikan
2. Klien dapat kemampuan dan aspek
mengidentifikasi positif yang dimiliki
kemampuan dan aspek klien
positif yang dimiliki klien b. Hindarkan pemberi
penilaian negatif setiap
bertemu klien
c. Untuk memberi pujian
yang realistik

3. Klien dapat menilai


a. Diskusikan
kemampuan yang dimiliki
kemampuan yang
untuk dilaksanakan
masih dapat dilakukan
b. Diskusikan
kemampuan yang
dapat dilanjutkan
pelaksanaannya
29
a. Rencanakan bersama
4. Klien dapat merencanakan
aktivitas klien yang
kegiatan sesuai kemampuan
dapat dilakukan setiap
yang dimiliki
hari
b. Tingkatkan kegiatna
sesuai kondisi klien
c. Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan
yang dapat klien
lakukan

a. Anjurkan klien untuk


5. Klien dapat melakukan
melaksanakan kegiatan
kegiatan sesuai rencana
yang telah
yang dibuat
direncanakan
b. Pantau kegiatan yang
dilaksanakan klien
c. Beri pujian atas usaha
yang dilakukan klien
d. Diskusikan
kemungkinan
pelaksaan kegiatan
setelah pulang

6. Klien dapat memanfaatkan a. Beri pendidikan

system pendukung yang ada kesehatan pada


keluarga tentang cara
merawat klien dengan
harga diri rendah
b. Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirumah

30
c. Bantu keluarga
menyiapkan
lingkungan rumah

5. Isolasi Sosial - Tujuan Umum:


Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain
- Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina Intervensi:
hubungan saling percaya a. Beri salam setiap
interaksi
b. Perkenalkan nama, nama
panggilan perawat dan
tujuan perawat
berkenalan
c. Tanyakan dan panggil
nama kesukaan klien
d. Tunjukkan sikap jujur
dan menepati janjji
setiap kali berinteraksi
e. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi klien
f. Buat kontrak interaksi
yang jelas
g. Dengarkan dengan
penuh perhatian ekspresi
perasaan klien

a. Tanyakan pada klien


tentang:
2. Klien mampu menyebutkan
- Orang yang tinggal
penyebab menarik diri
serumah atau teman
sekamar klien

31
- Orang yang paling dekat
dengan klien di rumah
atau di ruang perawatan
- Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
- Orang yang tidak dekat
dengan klien di rumah
atau di ruang perawatan
- Apa yang membuat
klien tidak dekat dengan
orang tersebut
- Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul
dengan orang lain
c. Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaan
a. Tanyakan pada klien
tentang manfaat
3. Klien mampu menyebutkan hubungan social dan
keuntungan berhubungan kerugian menarik diri
social dan kerugianmenarik b. Diskusikan bersama
diri klien tentang manfaat
berhubungan social dan
kerugian menarik diri
a. c. Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan

32
perasaannya

a. Observasi perilaku klien


saat berhubungan social
4. Klien dapat melaksanakan
b. Beri motivasi dan bantu
hubungan sosial secara
klien untuk berkenalan
bertahap
atau berkomunikasi
dengan perawat lain,
klien lain dan kelompok.
c. Libatkan klien dalam
terapi aktivitas
kelompok sosialisasi
d. Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi
e. Beti motivasi klien
untuk melakukan
kegiatan sesuai dengan
jadwal yang telah dibuat
f. Beri pujian terhadap
kemampuan klien
memperluas
pergaulannya melalui
aktivitas yang
dilaksanakan

a. Diskusikan dengan klien


tentang perasaannya
setelah berhubungan
5. Klien mampu menjelaskan
sosial dengan orang lain
perasaannya setelah
33
dan kelompok
berhubungan social
b. Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya

a. Diskusikan pentingnya
peran serta keluarga

6. Klien mendapat dukungan sebagai pendukung

keluarga dalam memperluas untuk mengatasi

hubungan sosial perilaku menarik diri


b. Diskusikan potensi
keluarga untuk
membantu klien
mengatasi perilaku
menarik diri
c. Jelaskan pada keluarga
tentang:
- Pengertian menarik diri
- Tanda dan gejala
menarik diri
- Penyebab dan akibat
menarik diri
- Cara merawat kllien
menarik diri
d. Latih keluarga cara
merawat klien menarik
diri
e. Tanyakan perasaan
keluarga setalah
mencoba cara yang
dilatihkan
f. Beri motivasi keluarga
agar membantu klien
34
untuk bersosialisasi
g. Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya merawat
klien di rumah sakit

a. Diskusikan dengan
klien tentang manfaat
dan kerugian tidak
minum obat, nama,
7. Klien dapat memanfaatkan warna, dosisi, cara,
obat dengan baik efek terapi dan efek
samping penggunaan
obat
b. Pantau klien saat
penggunaan obat
c. Beri pujian jika klien
menggunakan obat
dengan benar
d. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultsi dengan
dokter
e. Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada
dokter atau perawat
jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
35
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.
Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap
biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia
perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan
berikutnya
5. Evaluasi
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke
arah pencapaian hasil

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Kanker merupakan pertumbuhan sel-sel baru secara abnormal yang
tumbuh melampaui batas normal, dan yang kemudian dapat menyerang bagian
sebelah tubuh dan menyebar ke organ lain. Salah satu kanker yang angka
kejadiannya cukup tinggi yaitu kanker saluran pencernaan, dengan kejadian paling
banyak yaitu kanker colon. Sebagian besar penyakit kanker terdeteksi saat sudah
memasuki stadium lanjut bahkan sudah menyebar ke organ lain. Maka terapi yang
dibutuhkan tersebut bersifat paliatif yang berguna untuk memperbaiki kualitas
hidup klien dengan memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, sosial dan spiritual.

36
Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan kanker saluran
pencernaan juga diberikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh klien dan
keluarga untuk meningkatkan kualitas hidup klien, serta mengurangi gejala dari
penyakit tersebut.

B. Saran
Sebaiknya perawatan paliatif untuk klien dengan kanker turut
mengikutsertakan keluarga. Perawatan paliatif lebih berfokus pada meningkatkan
kualitas hidup dan masa kematian pasien dengan memandang kematian sebagai
fase dalam kehidupan yang harus dihadapi. Hasil akhir dari perawatan paliatif
memberikan kenyamanan dari gejala yang memberikan rasa tidak nyaman,
mengurangi rasa sakit, serta meningkatkan kualitas hidup klien.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta


Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman teknis pelayanan paliatif kanker. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Jakarta
Mansjoer, dkk. (2009). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. EGC : Jakarta
Sjamsuhidajat. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. EGC : Jakarta
Tapan. (2005). Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplementer, Elex Media
Komputindo, Jakarta

37
38
39
40
41
42
43
44
45

Anda mungkin juga menyukai