Anda di halaman 1dari 20

TUGAS GERONTIK

DI SUSUN OLEH:

NAMA : Muhammad Arief Choesaeri

NIM : 17111024110065

PRODI : S1 Keperawatan 6A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN

FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN

TIMUR 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang
telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya
kemunduran sejalan dengan waktu dan proses alami yang disertai dengan adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial serta saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua
yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan
(impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability),
dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.

 Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu pelayanan
konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini tidak lain untuk
meningkatkan taraf  kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian usaha  sosial ekonomi
lansia.   

 Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,37
% penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja yang cukup besar
di masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan penelitian dan pemanfaatan
hasil-hasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk mempersiapkan pelayanan yang
prima. Praktik yang bersifat evidence-based harus dibuat sebagai bagian integral dari
kebijakan organisatoris pelayanan kesehatan pada semua tingkatan agar langkah-langkah
tersebut dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan tersebut.
Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi
tindakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian keperawatan gerontik?

2.      Apa tujuan dari keperawatan gerontik?

3.      Apa fungsi dari perawat gerontik?

4.      Apa peran dari perawat gerontik?

5.      Apa masalah kesehatan pada lansia?

6.      Apa saja pendekatan yang dapat digunakan?

7.      Apa saja model konseptual gerontik menurut para ahli?


C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui defenisi gerontik

2.      Untuk mengetahui tujuan dari keperawatan gerontik

3.      Untuk mengetahui fungsi dari perawat gerontik

4.      Untuk mengetahui peran dari perawat gerontik

5.      Untuk mengetahui model konseptual dalam keperawatan gerontik menurut para ahli

 D.  Manfaat

1.      Pembaca dapat mengetahui informasi tentang keperawatan gerontik

2.      Perawat dapat mengetahui cara atau langkah yang dapat dilakukan dalam memberikan
asuhan keperawatan bagi lansia
BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Keperawatan Gerontik

Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama
kalinya sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976, nama
tersebut diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut
usia dan logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia
dengan masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis,
psikologis, dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach)
terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut
Miller (2004), gerontologi merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan
masalah yg mungkin terjadi pada lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi
dan medis yang mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari
segi promotof, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa,
dan sosial, serta penyakit cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).

Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter
dan Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah
keperawatan gerontik sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005). Gerontic
nursing berorientasi pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah
ini belum diterima secara luas, tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik.
Menurut Nugroho (2006), gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut
usia dengan segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para
ahli, istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah gerontological
nursing  karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang penyakit. Menurut Kozier
(1987), keperawatan gerontik adalah praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada
proses menua. Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan
status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
B.     Tujuan Keperawatan Gerontik

 Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):

1.      Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan
dengan proses penuaan

2.         Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik


jasmani, rohani, maupun social secara optimal

3.         Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan


lanjut usia

4.         Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari

5.         Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari

6.         Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit

7.         Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat

Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:

1.         Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan

2.         Memelihara kondisi kesehatan dengan akticitas fisik dan mental

3.         Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis
yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu

4.         Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu
suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)

5.         Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai
pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan
perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan
perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).

Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan


fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui
ilmu dan teknik keperawatan gerontik (Maryam, 2008).
C.      Fungsi Perawat Gerontik

Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam bidang gerontik.
Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi adalah :

1.         Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada
segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat)

2.         Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)

3.         Respect the tight of older adults and ensure other do the same (menghormati hak
orang yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan  hal yang sama)

4.         Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong


kualitas pelayanan)

5.         Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta menguragi
resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan)

6.         Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan


kesehatan)

7.         Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk pertumbuhan


selanjutnya)

8.         Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)

9.         Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat, dukungan, dan


harapan)

10.     Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan, mendukung,


menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)

11.     Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan restorative


dan rehabilitative)

12.     Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)

13.     Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic


maner (mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan individu dan
perawatan secara menyeluruh)

14.     Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)

15.     Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality (membangun


masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)

16.     Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17.     Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal
dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja)

18.     Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan


kenyamanan dalam menghadapi proses kematian)

19.     Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk


meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)

D.    Peran Perawat Gerontik

Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting,
seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan
kepada individu dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai
macam bentuk pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai
dari perencanaan hingga evaluasi.

Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis
klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik pelaksana/geriatric
nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung, pendidik, manajer
perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan perawatan atau
meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit,
fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant.
Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan
intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan
klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang,
dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik spesialis
klinis. Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:

a)      Provider of care

Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah sakit
dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang. Lansia
biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan perawatannya.
Maka perawat klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya
muncul di usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi,
dan perawatan di akhir hidup.

b)      Peneliti

Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate
level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode evidence
based practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan
mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada
pada level undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu
melakukan pengumpulan data.

c)      Manajer Perawat                

Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen waktu,


membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai konsultan dan
sebagai role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam
mengembangkan dan melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua
di rumah sakit. Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas
hidup yang mendorong perawat menerapkan perubahan inovatif dalam pemberian asuhan
keperawatan di panti jompo dan setting perawatan jangka panjang lainnya.

d)     Advokat

Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di


masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur
seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya
kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat termasuk pada layanan kesehatan. Namun,
perawat gerontology harus ingat bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan
untuk lansia, tetapi member kekuatan mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat,
meskipun di dalam situasi yang sulit.

e)      Edukator

Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan


dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala atipikal yang
menyertai usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan
berat badan, keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres
untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat juga harus
mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan
jantung, stroke, diabetes, alzheimer, dementia, bahkan kanker.

f)       Motivator

Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan optimal,


memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai inovator  yakni
dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan gerontik serta
melakukan riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.

g)      Manajer kasus

Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi penurunan
fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus
disediakan bagi klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.
E.     Masalah Kesehatan Pada Lansia

Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa
muda, karena  penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul
akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu
immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh),
incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment
(gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste,
smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi,
penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition
(kurang gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-
obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun),
impotence (impotensi).

Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal
dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang  seoptimal mungkin.

Kesehatan

1.    Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia
kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot,
gangguan saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah.

2.     Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang
berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun
faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor
lingkungan.  Akibat yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian
tertentu dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka
bakar karena air panas akibat terjatuh ke dalam tempat mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.

3.     Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati
pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup
mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali
dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki
terjadi baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah,
baik masalah kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup
dari lansia tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan
untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan
dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai dengan
beser buang air besar (bab), yang justru akan memperberat keluhan beser bak tadi.

4.    Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi


intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas
kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun
atau lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia
(kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50
%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga
perlu dibedakan dengan gangguan intelektual lainnya.

5.     Infeksi:  merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena
selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan
keterlambatan di dalam diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula.
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena
kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh,
terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh
yang sangat berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman
akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.

6.    Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua


semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-
otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi,
sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.

7.    Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya


konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat,
kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi
usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam
usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih
berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.

8.     Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian


sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya
depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala depresi menyertai penderita
dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan
sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu
bagian dari proses menua yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi dapat berupa
perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan
gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat
badan berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian,
kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain,
merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak
berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan
tetapi pada lansia sering timbul depresi terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan
fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan
dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.

9.    Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan


maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan
pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua
dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa penyakit
fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.

10.      Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan
mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh
dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan
penghasilan. Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit
tiga syarat, yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai  peranan di
dalam menjalani masa tuanya.

11.     Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah
menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak,
apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa
pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat
yaqng digunakan.  

12.      Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia
adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat rutin
maka kita sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada kedua
proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan
normal (sehat) maka pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur
nyenyak. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni 
sulit untuk masuk dalam proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya
banyak mimpi,  jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun
dipagi hari. 

13.      Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia
merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang 
walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula  karena
berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit
yang baru saja diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang.
Demikian juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi
organ-organ tubuh dan lain-lain.

14.  Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan


ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3
bulan.   Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang
dilakukan pada pria usia 40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi
ereksi, yang terdiri dari disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan
minimal 17 %. Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam
alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik
karena proses menua maupun penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos yang
terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap
rangsangan (Siburian, 2009).

F.     Mitos Pada Lansia

1.         Mitos kedamaian dan ketenangan

Kenyataan :

a.       Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena
penyakit

b.      Depresi

c.       Kekhawatiran

d.      Paranoid

e.       Masalah psikotik

2.      Mitos konservatisme dan kemunduran

a.       Konservatif

b.      Tidak kreatif

c.       Menolak inovasi

d.      Berorientasi ke masa silam

e.       Merindukan masa lalu

f.       Kembali ke masa kanak-kanak

g.      Susah berubah

h.      Keras kepala

i.        Cerewet

3.      Mitos berpenyakitan

Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai penderitaan
akibat bermacam penyakit yang menyertai proses manua.

4.      Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak

5.      Mitos tidak jatuh cinta

Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau sudah berkurang

6.      Mitos aseksualitas

Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat, dorongan, gairah,
kebutuhan dan daya seks berkurang

7.      Mitos ketidakproduktifan

Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif

G.    Pendekatan pada Lansia

1.      Pendekatan fisik

Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik
umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

a.       Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.

b.      Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat  harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini,
terutama tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.

2.      Pendekatan psikis

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada


klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.

Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.

Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka
kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban. Bila perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3.      Pendekatan social

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame
klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini
merupakan pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan
sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.

Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan


komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan
majalah.

Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan


sesama mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna
wherda.

H.    Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia

1.         Pelayanan social di keluarga sendiri

Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia yangdlakukan
di rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia. Tujuan pelayanan yang
diberikan adalah membantu keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia
sekaligus memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan
keluarganya.

Pelayanan ini dapat diberikan oleh:

a.       Perseorangan : perawat, pemberi asuhan

b.      Keluarga

c.       Kelompok

d.      Lembaga / organisasi sosial

e.       Dunia usaha dan pemerintah

Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, penyuluhan gizi.
Pelayanan diberikan secara kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau
keluarganya membutuhkan.

2.      Foster Care Service


Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial yang
diberikan kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia tinggal bersama
keluarga lain karena keluarganya tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau
berada dalm kondisi terlantar.

Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang
dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat
dilayani oleh keluarganya sendiri.

Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa

a.       Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan

b.      Peningkatan gizi

c.       Bantuan aktivitas

d.      Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan

e.       Pendampingan rekreasi

f.       Olah raga dsb

3.      Pusat santunan keluarga (pusaka)

Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh daritempat tinggal
lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut usia dalam mengatasi
permasalahan, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah lansia sekaligus member
kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.

Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan keluarga sendiri atau
keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi mengalami keterbatasan ekonomi.

4.      Panti social Tresna Wherda

Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan
perlindungan untuk memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar.

Pelayanan yang diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:

Ø  Kegiatan rutin

a.       Pemenuhan makan 3x/hari

b.      Senam lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih  otak dsb)

c.       Bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agama

d.      Kerajinan tangan (menjahit, menyulam, merenda)

e.       Menyalurkan hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)


Ø  Kegiatan waktu luang

a.       Bermain (catur, pingpong)

b.      Berpantun/baca puisi

c.       Menonton film

d.      Membaca Koran

I.       Model Keperawatan Gerontik Menurut Ahli

1.    Model Konseptual Adaptasi Callista Roy

Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus pada
kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam penerapannya Roy
menegaskan bahwa individu  adalah makhluk  biopsikososial sebagai satu kesatuan  utuh
yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy
mendefinisikan lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada
perkembangan manusia. Sehat adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga integritas
diri, respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu
kebutuhan dan menyebabkan individu berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya
atau prilaku tertentu. Menurutnya peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi
terhadap perubahan yang ada.

2.    Model Konseptual Human Being Rogers

Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia menyajikan lima


asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai kesatuan yang dengan
individualitas. Manusia secara kontinyu mengalami pertukaran energi dengan lingkungan.
Manusia mampu abstraksi, citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan emosi. Manusia diidentifikasi
dengan pola dan mewujudkan karakteristik dan perilaku yang berbeda dari bagian dan yang
tidak dapat diprediksi dengan pengetahuan tentang bagian - bagiannya.

1.      Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya, individu dan
lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan, tereduksi terpisahkan, energi
lapangan pandimensional diidentifikasi dengan pola dan integral dengan bidang manusia
(Rogers, 1992).

2.      Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan. Ditujukan


terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah pembangunan manusia.
Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses perubahan sehingga orang dapat mengambil
manfaat (Rogers, 1992).
3.      Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari komunikasi pribadi
dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa ia memandang kesehatan sebagai
sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan kesimpulan sebelumnya bahwa penyakit, patologi
dan kesehatan adalah sebuah nilai.

3.  Model Konseptual Keperawatan Neuman

Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara utuh dan


keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan semua variabel yang
mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat
membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level
maksimum dari total wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan dengan integrasi
dari semua variabel yang mana mendapat perhatian dari keperawatan . Neuman (1981)
menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu yang berguna untuk semua profesi
kesehatan dimana mereka dan keperawatan mungkin berbagi bahasa umum dari suatu
pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan dengan perspektif yang luas dapat dan
seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk pasien supaya fragmentasi pelayanan
dapat dicegah.

4.  Model Konseptual Keperawatan Henderson

Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki keterikatan
hidup secar individual selama daur kehidupan, dari fase ketergantungan hingga kemandirian
sesuai dengan usia, keadaan, dan lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien
dalam melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien
atau mencapai kematian yang damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena kurangnya
pengetahuan kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan 14
komponen kebutuhan dasar.

5.  Model Konseptual Budaya Leininger

Model konseptual Leininger sering disebut sebagai  Trancultural Nursing Theory atau


teori perawatan transkultural.

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture
imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau
beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan
perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan,
dan kebiasaan. Sedangkan culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan
(perawat), baik secara diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya,
keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau
kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada
budaya kelompok lain.

6.  Model Konseptual Perilaku Johnson


 Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien
beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat
mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress
sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson,
1968). Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan
perilaku berikut:

1.      Perilaku mencari keamanan

2.      Perilaku mencari perawatan

3.      Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi

4.      Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural

5.      Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural

6.      Perilaku seksual dan identitas peran

7.      Perilaku melindungi diri sendiri

Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku diatas,
yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam
lingkungannya.Akan tetapi ketika stres mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi
tidak dapat diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi
seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.

7.  Model Konseptual Self Care Orem

Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan


klien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.

a.    Teori Self care deficit

Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan
dalam mencapai taraf kesehatannya.

b.    Teori Self care

Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan diri
terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya

c.    Teori nursing system

Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur kemampuan


individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan
BAB III

PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia
yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi
serta evaluasi.

Keperawatan gerontik bertujuan memberikan asuhan keperawatan yang efektif


terhadap klien yaitu lanjut usia. Asuhan diberikan agar klien mendapatkan kenyamanan
dalam hidup.

Peran perawat dalam gerontik adalah memberikan asuhan keperawatan dan membantu
klien dalam mengahadapi masalahnya dan membantu memenuhi kebutuhan yang tidak bias
dipenuhi sendiri oleh klien.

B.       SARAN

Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui asuhan


keperawatan yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia sehingga lansia merasa
tercukupi kebutuhannya secara lebih efektif.

Bagi keluarga klien juga hendaklah mengetahui tentang cara-cara asuhan pada lansia
sehingga lansia dapat menjalani masa tuanya dengan lebih baik dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober


2012 dari http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-d189511678

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC

Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012


dari http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i

Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012


dari http://cheezabluesecret.multiply.com/journal

Anda mungkin juga menyukai