Anda di halaman 1dari 209

.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEMAM


TYPHOID PADA AN.M DIRUANG SOUTH
RS COLUMBIA ASIA
SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

DEVY DWI SYAVITRI


NIM 2.15.024

PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO

SEMARANG

2018
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEMAM
TYPHOID PADA AN.M DIRUANG SOUTH
RS COLUMBIA ASIA
SEMARANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Tinggi Diploma 3 Keperawatan

Disusun Oleh :
DEVY DWI SYAVITRI
NIM 2.15.024

PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2018

i
Ns. Sukesi , S.Kep

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan KaryaTulis Ilmiah dengan

judul “ Asuhan Keperawatan Anak dengan Demam Typhoid di Ruang South RS

Columbia Asia .“ Adapun maksud dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan program studi DIII Keperawatan di STIKES

Telogorejo Semarang.

Berikut bantuan dari berbagai pihak yang berkenan untuk memberikan segala

yang dibutuhkan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, perkenankan penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya

sehingga proses penulisan karya ilmiah ini dapat berjalan dengan lancar.

2. Dr. Murti Wandrati, M.Kes. selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Telogorejo Semarang.

3. Ns. I’ien Noer’aini, M.Kep. selaku pembantu III Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan STIKES Telogorejo Semarang.

4. Ns.Sukesi, S.Kep. selaku ketua prodi DIII Keperawatan STIKES

Telogorejo Semarang.

5. Suciwati, SST, M.H.Kes dan Ns. Rusmiyati, S.Kep, M.Si.Med selaku

pembimbing yang selalu memberikan bimbingan yang baik,mensupport

dan selalu meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan masukan.

iv
6. Ns. Siti Juwariyah, M.Kep. selaku dosen wali tingkat III program studi

DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Semarang.

7. Kedua orang tua saya Ibu Sri wahyuni dan Bapak Adi Sutopo yang selalu

memberikan semangat,dukungan dan doa untuk saya agar dapat

menyelesaikannya dengan benar dan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan.

8. RS Columbia Asia yang telah mengijinkan penulis untuk mengambil studi

kasus dan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah penulis peroleh selama

perkuliahan, sehingga penulis dapat mengambil studi kasus untuk

pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Segenap dosen dan staff Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Telogorejo

Semarang yang telah membekali ilmu dan memberikan bantuan selama

proses dibangku pendidikan.

10. Saudara saya Ayu kusuma, Putri Cintya dan Raffi ghathfan dan kakak ipar

saya Hidayatus Sibyan yang selalu memberikan motivasi saya agar tidak

menyerah dan terus berjuang agar saya mampu menyelesaikan studi saya.

11. Sahabat-sahabat saya, Ika Puji Lestari, Nana Agustiana, Nurul Istiana,

Risma Agisna, Oktavia Wahyu, Desi Setyawati yang selalu mendukung

dan menyemangati saya.

12. Buat orang kesayangan, yang selalu memotivasi dan mendengarkan keluh

kesah saya.

v
13. Seluruh pihak yang tidak bisa ditulis satu persatu penulis, penulis

mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan,bantuan dan

motivasinya dalam penyususan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun Karya Tulis

Ilmiah ini.Oleh sebab itu, segala kritik dan saran bersifat membangun sangat

penulis harapkan agar kelak dikemudian hari.Atas perhatiannya penulis

mengucapkan banyak terima kasih.

Semarang, 17 April 2018

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

PRAKATA .................................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................. vii

DAFTAR SKEMA ....................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan....................................................................... 5

C. Manfaat Penulisan..................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit ............................................................. 8

1. Definisi ............................................................................. 8

2. Anatomi Fisiologi .............................................................. 9

3. Etiologi .............................................................................. 42

4. Manifestasi Klinis .............................................................. 44

5. Patofisiologi ....................................................................... 47

6. Pathway.............................................................................. 50

vii
7. Komplikasi ......................................................................... 51

8. Pemeriksaan Diagnostik .................................................... 52

9. Penatalaksanaan ................................................................. 56

B. Konsep Dasar Anak .................................................................. 60

1. Definisi Anak ..................................................................... 60

2. Tumbuh Kembang ............................................................. 60

3. Bermain.............................................................................. 76

4. Nutrisi ............................................................................... 81

5. Hospitalisasi ...................................................................... 86

6. Imunisasi ........................................................................... 87

C. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................... 95

1. Pengkajian ......................................................................... 95

2. Pemeriksaan Fisik ............................................................. 96

3. Pemeriksaan Laboratorium ............................................... 96

4. Diagnosa Keperawatan ..................................................... 97

5. Intervensi Keperawatan .................................................... 97

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian ................................................................................. 107

B. Analisa Data .............................................................................. 115

C. Diagnosa Keperawatan ............................................................. 116

D. Intervensi Keperawatan ............................................................ 116

E. Implementasi Keperawatan....................................................... 119

F. Evaluasi Keperawatan .............................................................. 122

viii
BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian ................................................................................. 128

B. Diagnosa Keperawatan yang Muncul ....................................... 141

C. Diagnosa Keperawatan yang Tidak Muncul ............................. 151

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ................................................................................... 157

B. Saran ......................................................................................... 162

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Pathway Demam Typhoid ........................................................... 50

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Asuhan Keperawatan dengan Demam Typhoid Pada An. M di

Ruang South Rumah Sakit Columbia Asia Semarang

Lampiran 2 Lembar Konsultasi

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Pasien

xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya

mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu,

gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari

Salmonella ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah

besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai

saluran pencernaan. Pertimbangkan demam tifoid pada anak yang demam dan

memiliki salah satu tanda seperti diare (konstipasi), muntah, nyeri perut, dan

sakit kepala (batuk). Hal ini terutama bila demam telah berlangsung selama 7

hari atau lebih dan penyakit lain sudah disisihkan (WHO,2005 dalam

Sodikin,2011,hlm.240).

Menurut Soetjiningsih(2013, hlm.62).Tumbuh kembang anak dipengaruhi

oleh faktor-faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan yang kurang

memadai.Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai

tidaknya potensi genetik. Lingkungan yang baik akan memungkinkan

tercapainya potensi genetik, sedangkan yang tidak baik akan menghambatnya.

Lingkungan ini merupakan lingkungan biofisikopsikososial yang

mempengaruhi individu setap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.

1
2

Kebersihan yang kurang dapat menyebabkan anak mudah sakit, misalnya

terserang penyakit demam thypoid.

Menurut Widoyono (2011, hlm.41).Demam tifoidmenyerang penduduk di

semua negara. Seperti penyakit menular lainnya, tifoid banyak ditemukan

banyak ditemukan di negara berkembang di mana higiene pribadi dan sanitasi

lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung lokasi,

kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Angka insidensi di

seluruh dunia sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal

karena penyakit ini. WHO memperkirakan 70 % kematian terjadinya di Asia.

Indonesia merupakan negara endemik demam tifoid. Diperkirakan terdapat

800 penderita per 100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang

tahun. Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan insidensi yang tidak

berbeda jauh antar daerah. Serangan penyakit lebih bersifat sporadis dan

bukan endemik. Dalam suatu daerah terjadi kasus yang berpencar-pencar dan

tidak mengelompok. Sangat jarang ditemukan beberapa kasus pada satu

keluarga pada saat yang bersamaan.

Menurut Nasronudin (2011, hlm.191).Di Indonesia , demam tifoid merupakan

endemik dengan angka kejadian masih tinggi serta merupakan salah satu

emerging infectious disease di era globalisasi yang berkaitan dengan

kesehatan lingkungan dan sanitasi yang kurang memadai. Sejauh ini


3

imunopatogenesis demam tifoid belum sepenuhnya dipahami sehingga

penatalaksaannya belum optimal.

Menurut (WHO dalam Suratun, 2010, hlm.120), terdapat 16 juta hingga 30

juta kasus typhoid diseluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500.000 orang

meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan

tertinggi pada kasus typhoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400.000

kematian setiap tahunnya. 91% kasus typhoid menerita anak-anak berusia 3 –

9 tahun dan angkat 20.000/tahunnya. Di indonesia 14% demam enteris ini

disebabkan oleh S. Paratyphi A.

Menurut Setiati (2014, hlm.556).Tindakan preventif sebagai upaya

pencegahan demam tifoid menyangkut banyak aspek, secara garis besar ada 3

strategi pokok, yaitu: 1) Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada

kasus demam tifoid maupun karier tifoid, 2) Pencegahan transmisi langsung

dari pasien terinfeksi Salmonella Thypi akut maupun karier, 3) Proteksi

terhadap orang yang beresiko terinfeksi seperti anak-anak.

Anak dengan demam typhoid dapat dilakukan dengan menganjurkan untuk

banyak istirahat ditempat tidur, diet makanan harus mengandung cukup cairan

dan tinggi protein, serta rendah serat dan dengan pemberian obat antibiotik

dan anti radang (Suratun, 2010, hlm.126).


4

Menurut data WHO ( World Health Organisation) memperkirakan angka

insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian

akibat demam typhoid mencapai 600.000 dan 70 % nya terjadi di Asia. Di

Indonesia sendiri, penyakit Typhoid bersifat endemik, menurut WHO angka

penderita demam Typhoid di Indonesia mencapai 81 % per 100.000 (Depkes

RI, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,

berdasarkan sistem surveilansi terpadu beberapa penyakit terpilih pada tahun

2010 penderita demam typhoid ada 44.422 penderita, termasuk urutan ketiga

dibawah diare dan TBC selaput otak, sedangkan pada tahun 2011 jumlah

penderita demam typhoid meningkat menjadi 46.142 penderita. Hal ini

menunjukkan bahwa kejadian demam typhoid di Jawa Tengah termasuk tinggi

(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,2011).

Agar perawatan berjalan dengan lancar maka diperlukan kerja sama yang baik

dengan tim kesehatan yang lainnya, serta dengan melibatkan pasien dan

keluarganya.

Peran perawat dalam hal ini adalah sebagai pemberi pelayanan keperawatan

pada anak yang harus mampu fokus dalam memfasilitasi keluarga dalam

berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik berupa pemberian tindakan

keperawatan secara langsung maupun pemberian pendidikan kesehatan pada


5

keluarga. Selain itu, keperawatan pada anak perlu memperhatikan kehidupan

sosial, budaya, dan ekonomi keluarga karena tingkat sosial, budaya, dan

ekonomi keluarga mempengaruhi pola kehidupan anak selanjutnya.

Alasan mengapa perawat berfokus pada keluarga karena dalam

memperhatikan kemampuan menentukan kekuatan dan kelemahan dari

keluarga tersebut dapat dijadikan acuan dalam pemberian pelayanan

keperawatan.

Berhubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk memberikan

Asuhan Keperawatan Pada An.M dengan Demam Typhoid di Ruang South

Rumah Sakit Columbia Semarang.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan

sistematis pada anak M dengan penyakit Demam Typhoid di Ruang South

Rumah Sakit Columbia Asia

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menjelaskan konsep keperawatan Demam Typhoid pada anak

M dengan penyakit Demam Typhoid di Ruang South Rumah Sakit

Columbia Asia.
6

b. Mampu melakukan pengkajian data pada anakM dengan penyakit

Demam Typhoid di Ruang South Rumah Sakit Columbia Asia.

c. Mampu merumuskan masalah keperawatan dan menentukan diagnosa

keperawatan pada anak M dengan penyakit Demam Typhoid di Ruang

South Rumah Sakit Columbia Asia.

d. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada anak M dengan

penyakit Demam Typhoid di Ruang South Rumah Sakit Columbia

Asia.

e. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada anak M dengan

penyakit Demam Typhoid di Ruang South Rumah Sakit Columbia

Asia.

f. Mampu memberikan evaluasi dan hasil asuhan keperawatan pada anak

M dengan penyakit Demam Typhoid di Ruang South Rumah Sakit

Columbia Asia.

g. Mampu menganalisa kesenjangan data dan aplikasi asuhan

keperawatan dengan konsep teori Demam Typhoid pada anak M

dengan penyakit Demam Typhoid di Ruang South Rumah Sakit

Columbia Asia.

C. Manfaat Penulisan

Karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi :

1. Institusi Pendidikan

a. Sebagai tolak ukur mahasiswa dalam melaksanakan dan membuat

asuhan keperawatan sehingga menjadikan Karya Tulis Ilmiah (KTI)


7

ini sebagai sumber kepustakaan dalam pembuatan karya tulis

selanjutnya.

b. Menghasilkan Ahli Madya Keperawatan (AMK) sebagai seorang

perawat profesional yang memiliki pengetahuan memadai sesuai

perkembangan ilmu dan pengetahuan.

2. Profesi Keperawatan

Dengan menulis ini profesi keperawatan bisa berperan secara mandiri,

perkembangan pengetahuan tentang penyakit Demam Typhoid dan

kolaborasi terhadap penanganan kepada pasien.

3. Bagi Lahan Praktek

a. Sebagai bahan masukkan dan menambah referensi dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan tentang Demam Typhoid.

b. Meningkatkan penilitian asuhan keperawatan Demam Typhoid.

4. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, pencegahan dan

penatalaksanaan kepada masyarakat terkait dengan penyakit Demam

Typhoid.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Menurut(Ngastiyah,2005 dalam Wijaya,2013,hlm.175).Demam Typhoid

adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan gejala-gejala

sistemik yang disebabkan oleh “Salmonella Typhosa”, Salmonella

Paratyphii “A, B dan C. Penularan terjadi secara fekal oral, melalui

makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sumber infeksi terutama

“Carrier” ini mungkin penderita yang sedang sakit(“Carrier akut”).

“Carrier” menahun yang terus mengeluarkan kuman atau “Carrier” pasif

yaitu mereka yang mengeluarkan kuman melalui eksketa tetapi tak pernah

sakit, penyakit ini endemik di Indonesia.

Demam Typhoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang

disebabkan oleh Salmonella typhi (Widoyono,2011,hlm.41).

Menurut Rekawati (2008,hlm.152). Demam Typhoid (enteric fever) adalah

penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan

gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan,

dan gangguan kesadaran.

8
9

Menurut Zulkoni (2011,hlm.38).Tipes atau Thypus adalah penyakit infeksi

bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan

oleh Bakteri Salmonella typhosa atau Salmonella paratyphi A, B dan C,

selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (radang lambung).

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus,

tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau Thypus

abdominalis karena berhubungan dengan usus di dalam perut.

Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih 1

minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit

infeksi dari Salmonella ialah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan

oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella,

biasanya mengenai saluran pencernaan. Pertimbangkan demam tifoid pada

anak yang demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare (konstipasi),

muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama bila demam

telah berlangsung selama 7 hari atau lebih dan penyakit lain sudah

disisihkan (WHO,2005 dalam Sodikin,2011,hlm.240).

2. Anatomi Sistem Pencernaan

Menurut Sodikin (2011, hlm. 9 - 13).Alat pencernaan adalah bagian-

bagian tubuh yang mengambil bagian dalam mencernakan makanan yang

kita makan dan mengubahnya dari bentuk kasar menjadi lembut, sehingga
10

makanan itu dapat diserap oleh usus. Alat pencernaan kita terdiri atas

saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan terdiri

atas mulut, tekak, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan

berakhir pada anus atau poros usus. Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri

atas kelenjar ludah,kelenjar lambung, kelenjar usus, hati dan pankreas.

a. Mulut

Mulut merupakan bagian pertama saluran cerna. Bagian atas mulut

dibatasi oleh palatum, sedangkan bagian bawah dibatasi oleh

mandibula, lidah, dan struktur lain pada dasar mulut. Bagian lateral

mulut dibatasi oleh pipi.sementara itu, bagian depan mulut dibatasi

oleh bibir dan bagian belakang oleh lubang yang menuju faring.

Palatum memisahkan mulut dari hidung dan bagian atas faring.

Palatum terdiri atas dua bagian, yaitu bagian anterior ( bagian tulang),

disebut palatum durum, dan bagian posterior ( tersusun atas membran

mukosa), disebut palatum mole. Pada bayi muda, lidah beroposisi kuat

dengan palatum, sehingga bayi muda hanya dapat berbafas melalui

hidung. Pada janin, rongga mulut dan hidung masih bersatu, yang

kemudian terpisah oleh prosesus palatinus yang bertemu digaris

tengah. Celah yang menetap pada garis tengah palatum disebut

palatum sumbing. Uvula bifisa pada anak dapat normal atau terjadi

bersamaan dengan celah palatum mole.

Pipi dibentuk oleh membran mukosa dan muskulus buksinator yang

membentang dari maksila sampai mandibula. Bantalan lemak


11

buksinator berkembang baik pada waktu bayi, memberikan

penampilan bayi tembam.

Pada mulut terdapat tiga pasang kelenjar liur, yaitu kelenjar parotis,

submandibular, dan sublingual. Kelenjar liur dipersarafi oleh serabut

parasimpatis dan simpatis. Kelenjar liur bertanggung jawab, terutama

pada proses mekanis, membantu proses bicara,mastikasi, dan

menelan, serta mempunyai aksi antiseptik. Kelenjar liur menyekresi

saliva melalui duktus ke dalam mulut. Saliva mengandung air,musin

(berfungsi dalam pelumasan dan perlindungan permukaan), dan ptialin

(ᾱ-amilase yang merupakan enzim untuk mencerna karbohidrat).

Enzim ptialin terbentuk setelah usia tiga bulan, sehingga makanan

berupa tepung hanya boleh diberikan setelah usia tiga bulan. pH naik

seiring peningkatan pembentukan saliva. Sekresi saliva dirasang oleh

rasa atau pikiran tentang makanan. Sekresi saliva menurun saat

demam,sakit, dan pada pasien yang mengalami penyakit kelenjar liur.

Tiga ruang mirip celah membentuk struktur dan mulut yang

memungkinkan cairan melintas kedalam faring. Elevasi laring

mengakibatkan laring membuka ke dalam nasofaring sehingga

neonatus dapat bernafas secara bebas, sementara cairan masuk ke

dalam faring. Ini penting karena neonatus bernafas dari hidung.


12

1) Lidah

Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya

dilapisi dengan membran mukosa, lidah pada neonatus relatif

pendek dan lebar. Tunas kecap ditemukan pada papila dan respons

mengisap meningkat dengan adanya rasa bahan yang manis. Lidah

menempati kavum oris dan melekat secara langsung pada epiglotis

dalam faring. Tiga ruang mirip celah membentuk struktur dalam

mulut, yang memungkinkan cairan untuk melintas ke dalam faring.

Tiga ruang mirip celah membentuk struktur dalam mulut, yang

memungkinkan cairan untuk melintas kedalam faring. Elevasi dari

laring mengarahkan pembukaan dari laring ke dalam nasofaring

sehingga bayi dapat bernafas secara bebas, sementara cairan masuk

ke dalam faring, hal ini penting jarena neonatus bernafas melalui

hidung.

Pada permukaan atas dekat pangkal lidah terdapat alur berbentuk

“V”, yaitu sulkus terminalis yang memisahkan lidah bagian

anterior dan posterior. Permukaan sepertiga belakang lidah tampak

bernodul, permukaannya tidak rata karena adanya nodulus

limfatikus (tonsila lingual). Permukaan atas lidah dipenuhi banyak

tonjolan kecil yang disebut sebagai papil lidah. Ada tiga papila

utama yang dimiliki manusia yaitu papila filiformis, papila

fungiformis, dan papila sirkumvalata. Papila filiformis melapisi

seluruh permukaan lidah, berbentuk langsing tinggi, papila


13

fungiformis tersebar diantara papila filiformis,berbentuk

menyerupai jamur dan banyak kuncup kecap pada bagian eptelnya,

dan papila sirkumvalata yang jumlahnya pada manusia hanya 10-

14 dan tersebar sepanjang sulkus terminalis. Kedua papila – papila

fungiformis dan papila sirkumvalata – memiliki kuncup kecap.

Papila foliata – yang tidak terdapat pada manusia – terletak pada

bagian sampng dan belakang lidah, berbentuk lipatan mirip daun,

dan dengan kuncup kecap.

Semua papila mengandung banyak ujung saraf sensorik untuk

rangsang sentuhan, dan kuncup kecap terdapat pada semua papila

kecuali papila filiformis. Sekitar 12 papila besar terlihat dalam satu

baris di bagian depan sulkus terminalis, setiap papila dikelilingi

parit dangkal. Taste – bud adalah sel khusus pada dinding parit ini ,

mengandung sel tempat di mana rasa kecap dan dari sana mereka

berhubungan dengan otak. Lidah diinervasi berbagai saraf , bagian

sensorik diinervasi oleh nervus lingualis yang merupakan cabang

dari nervus mandibularis dan cabang nervus kranialis V ; nervus ini

menginervasi dua pertiga anterior lidah untuk pengecapan. Nervus

fasialis (kranialis VII) menginervasi dua pertiga anterior untuk rasa

kecap, glosofaringeus (kranialis IX) menginervasi sepertiga

posterior untuk raba dan kecap. Inervasi motorik dilakukan oleh

nervus hipoglosus.
14

Manusia memiliki empat macam pengecapan dasar, yaitu

manis,asam,pahit, serta asin. Senyawa pahit dikecap pada bagian

dorsal lidah, asam di sepanjang tepi, manis di ujung , dan asin pada

bagian dorsal di anterior. Senyawa asam dan pahit juga dikecap

pada palatum bersama sejumlah sensitivitas bagi rasa manis dan

asin. Keempat sensasi tersebut dapat di indra pada faring dan

epiglotis.

Kebanyakan senyawa manis bersifat organik. Sukrosa, maltosa,

laktosa, glukosa merupakan sumber rasa manis yang paling banyak

dikenal. Sumber lain dari rasa manis adalah polisakarida,gliserol,

serta sejumlah alkohol dan keton. Keton dan beberapa senyawa

tidak ada hubungan yang jelas dengan salah satu senyawa ini, yaitu

kloroform, garam berilium, dan berbagai amida dari asparat, yang

bila dikecap akan terasa manis. Pemanis buatan seperti sakarin dan

aspartum di butuhkan sebagai zat pemanis dalam diet pengurusan,

karena akan menghasilkan rasa manis yang memuaskan dalam

jumlah yang merupakan fraksi kecil dari jumlah sukrosa kaya

kalori, yang diperlukan bagi tujuan yang sama. Garam timah hitam,

bila dikecap juga manis.

Asam memiliki rasa asam, H+ merangsang reseptor. Pada asam

tertentu, rasa keasaman umumnya memiliki konsentrasi H+ yang

sama, tetapi asam organik sering lebih asam untuk konsentrasi H+

tertentu bila dibandingkan asam mineral.


15

Rasa asin didapatkan dari Na+. Beberapa senyawa organik bila

dikecap juga asin, contohnya seperti dipeptida lisiltaurin dan

ornitiltaurin, Lisiltaurin lebih kuat dibandingkan dengan NaCl.

Agar dapat mengetahui rasa pahit, maka digunakan kuinin sulfat,

senyawa dideteksi dalam konsentrasi 8µmol/L, tetapi ambang bagi

striknin hidroklorida lebih rendah. Senyawa lain yang memiliki

rasa pahit adalah morfin, nikotin, kafein, dan urea. Senyawa garam

anorganik seperti magnesium , amonium, dan kalsium bila dikecap

juga pahit.

Lidah berambut ditandai dengan pemanjangan papila filiformis

menjadi penonjolan seperti rambut. Papila secara umum

terkonsentrasi di daerah segetiga yaitu dibagian depan garis papila

sirkumvalata yang berbentuk V, disertai dengan akumulasi bercak-

bercak pada daerah tersebut. Bercak tersebut bisa bervariasi dari

cokelat sampai hitam, keadaan ini biasanya kronis, tetapi akan

menghilang bila bagian dorsal lidah dibersihkan secara teratur.

Lidah berambut juga dapat terjadi selama pengobatan antibiotik

yang lama, terutama dengan tablet hisap mulut. Obat-obat oral

yang mengandung bismut juga dapat menimbulkan keadaan lidah

berambut. Selain lidah berambut, kelainan yang dapat ditemukan

pada lidah adalah geografik (migratory glossitis). Pada lidah

geografik lesinya bersifat jinak dan asimtomatik, ditandai dengan

satu atau lebih bercak halus yang berwarna merah terang. Tepi
16

membran sering menunjukan warna kuning atau abu-abu atau

putih, dengan derajat kekasaran bagian lain dorsum lidah yang

normal. Kelainan berikutnya yaitu lidah pecah-pecah (srotal

tongue), merupakan suatu malformasi lidah dengan manifestasi

klinis berupa sejumlah alur kecil atau alur – alur pada permukaan

dorsal.

2) Gigi

Pertumbuhan gigi merupakan suatu proses fisiologis yang dapat

menyebabkan salivasi berlebihan dan rasa tidak nyaman (nyeri).

Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa

kehidupan yang berbeda-beda. Set pertama adalah gigi primer (gigi

susu atau desidua), yang bersifat sementara dan tumbu melalui gusi

selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan ; selanjutnya set

kedua atau set permanen , menggantika gigi primer dan mulai

tumbuh pada sekitar umur 6 tahun. Pertumbuhan gigi yang lambat

dapat terjadi karena rakhitis dan hipotiroidisme. Pertumbuhan gigi

prematur dapat terlihat saat lahir, biasanya tidak menggangu

pemberian ASI.

Saat umur 25 tahun akan ditemukan semua gigi bersifat permanen,

dengan kemungkinan pengecualian dari gigi molar ketiga atau gigi

sulung. Gigi primer (gigi susu atau gigi desidua) terdapat pada

anak-anak berjumlah lima buah pada setiap setengah rahang (

jumlah seluruhnya 20), mucul (erupsi) pada usia sekitar enam


17

bulan sampai dua tahun. Gigi susu akan berangsur tanggal (lepas)

pada umur 6 sampai 12 atau 13 tahun, kemudian akan digantikan

secara bertahap oleh gigi tetap (gigi permanen) pada prang dewasa.

Gigi permanen berjumlah 8 buah pada setiap setengah rahang

(jumlah seluruhnya 32).

Gigi mempunyai ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Setiap

gigi memiliki tiga bagian, yaitu mahkota yang terlihat di atas gusi,

leher yang ditutupi oleh gusi, dan akar yang ditahan dalam soket

tulang. Enamel mengelilingi mahkota, jika utuh maka akan

menahan aksi bakteri. Sementum melapisi leher dan kar serta

mengelilingi lapisa dentin, ,merupakan bahan padat menyerupai

tulang. Bagian dalam gigi adalah rongga pulpa yang mengandungg

saraf dan pembuluh darah.

3) Kelenjar saliva

Menurut Muttaqin (2013,hlm.5) ,Kelenjar saliva menyekresikan air

liur ke rongga mulut oleh kelenjar saliva sublingual dan

submandibular bawah lidah, serta oleh kelenjar parotis yang

mempunyai fungsi utama sebagai lubrikasi atau pelumas untuk

memperhalus material. Saliva mengandung enzim amilase (ptialin)

yang menguraikan zat tepung menjadi maltose.

b. Faring

Menurut Muttaqin (2013,hlm.5), Faring menjadi jalan untuk material

makanan, cairan , dan udara. Faring terdiri atas nasofaring, orofaring,


18

dan laringofaring. Bolus makanan secara normal melewati orofaring

dan laringofaring menuju esofagus.

c. Esofagus

Menurut Sodikin (2011,hlm.13) ,Esofagus merupakan tuba otot dengan

ukuran 8 – 10 cm dari kartilago krikoid sampai bagian kardia lambung.

Panjangnya bertambah selama 3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya

kecepatan pertumbuhan lebih lambat mencapai panjang dewasa 23 –

30 cm. Penampang rata –rata saat lahir adalah 5 mm dengan kurvatura

yang kurang mencolok dibandingkan orang dewasa. Bagian tersempit

esofagus bersatu dengan faring, area ini mudah mengalami cedera jika

mengenai peralatan yang dimasukkan seperti bougi atau kateter.

Esofagus turun dan memasuki kavum abdomen melalui suatu apertura

dalam diafragma (hiatus esofagu). Setelah sekitar 1,25 cm, membuka

ke dalam lambung melalui orifisium kardiak. Tepat diatas orifisium ini

terdapat lapisan otot sirkuler yang disebut sfingter kardiak, otot ini

mampu mengadakan kontraksi yang kuat dan kadang-kadang

mengalami sapsme atau akalasia ( akalasia kardia).

Esofagus dimulai dari leher sebagai sambungan faring, berjalan ke

bawah leher dan toraks, kemudian melalui sirus sinistra diafragma

memasuki lambung. Secara anatomis,bagian depan esofagus adalah

trakea dan kelenjar tiroid, jantung, serta diafragma ;sedangkan di

bagian belakangnya adalah kolumna vertebralis. Setiap sisinya adalah

paru serta pleura.


19

Esofagus tersusun dari lapisan dalam (membran mukosa), lapisan

submukosa yang tebal dan mengandung kelenjar mukus, lapisan otot

serat longitudinal dan sirkuler, serta lapisan fibrosa di bagian luar.

Berbagai penyekit dari esofagus termasuk cacat struktural seperti

atresia dan stenosis esofagus, infeksi, akalasia, hernia hiatus esofagus,

dan refluks. Penelanan benda asing (seperti mainan kecil), yang

kemungkinan terjadi pada anak-anak dapat menyumbatpada ketiga

tempat esofagus yang menyempit. Penyakit serta kedaan-keadaan

tersebut dapat menghalangi makanan untuk dapat melalui esofagus.

Menurut (gavaghan,2009 dalam Muttagin,2013,hlm.6) Proses Menelan

adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena hampir setiap saat

faring melakukan beberapa fungsi lain di samping menelan dan hanya

di ubah dalam beberapa detik ke dalam saluran gastrointestinal untuk

mendorong makanan. Hal yang terutama dan sangat penting adalah

bahwa respirasi tidak terganggu akibat menelan. Hal yang terutama

dan sangat penting adalah bahwa respirasi tidak terganggu akibat

menelan. Proses menelan dibagi menjadi 1) tahap volunter, yang

mencetuskan proses menelan, 2) tahap faringeal, yang bersifat

involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring ke dalam

esofagus; dan 3) tahap esofageal, fase involunter lain yang

mempermudah jalnnya makanan dan faring ke lambung.

Tahap volunter dari penelanan. Bila makanan sudah siap untuk ditelan,

“ secara sadar” makanan ditekan atau digulung ke arah podterior ke


20

dalam faring oleh tekanan lidah ke atas dan kebelakang terhadap

palatum. Setelah itu, proses menelan menjadi seluruhnya atau hampir

seluruhnya berlangsung secara otomatis dan umumnyatidak dapat

dihentikan.

Tahap faringeal dari penelanan. Sewaktu bolus makanan memasuki

bagian posterior mulut dan faring, bolus merangsang daerah reseptor

menelan di seluruh pintu faring, khususnya pada tonsil. Impuls-impuls

dari sini berjalan ke batang otak untuk mencetuskan serangkaian

kontraksi otot faringeal secara otomatis. Menurut (Guyton,1996 dalam

muttaqin,2013,hlm.6) sebagai berikut:

1) Palatum molle tertarik ke atas untuk menutupi naves posterior,

dengan cara ini mencegah refluks makanan ke rongga hidung.

2) Lipatan palatofaringeal pada kedua sisi faring tertarik ke arah

medial untuk saling mendekat satu sama lain. Dengan cara ini,

lipatan-lipatan tersebut membentuk celah sagital yang harus

dilewati oleh makanan untuk masuk ke dalam faring posterior.

Celah ini melakukan kerja selektif sehingga makanan yang telah

cukup dikunyah dapat lewat dengan mudah, sementara

menghalangi lewatnya benda yang besar. Oleh karena tahap

penelanan ini berlangsung kurang dari satu detik, setiap benda

sebesar apa pun biasanya sangat dihalangi untuk berjalan melewati

faring masuk ke esofagus.


21

3) Pita suara laring bertautan secara erat, laring ditarik ke atas dan

anterior oleh otot-otot leher. Proses ini digabung dengan adanya

ligamen yang mencegah pergerakan epiglotis ke atas menyebabkan

epiglotis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Kedua

efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea. Hal yang

paling penting adalah eratnyta tautan pita suara, namun epiglotis

juga membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita

suara. Kerusakan pita suara atau otot-otot yang membuatnya

bertautan dapat menyebabkan strangulasi. Sebaliknya,

pembuangan epiglotis biasanya tidak menyebabkan gangguan yang

serius pada penelanan.

4) Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan

esofagus. Pada saat bersamaan, 3 -4 cm di atas dinding otot

esofagus, suatu area yang dinamakan sfingter esofagus bagian atas

atau sfingter faringoesofagel berelaksasi sehingga makanan dapat

bergerak dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam

esofagus bagian atas. Di antara penelanan, sfingter ini tetap

berkontraksi dengan kuat ( sebesar tekanan 60 mmHg di dalam

lumen usus), dengan demikian mencegah udara masuk ke esofagus

selama respirasi. Gerakan laring ke atas juga mengangkat glotis

keluar dari jalan utama makanan sehingga makanan biasanya

melewati sisi-sis epiglotis dan bukan melintas di atas

permukaannya. Hal ini menambah pencegahan terhadap masuknya


22

makanan ke dalam trakea. Pada saat bersamaan dengan

terangkatnya laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh

otot dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian superior faring

dan menyebar ke bawah sebagai gelombang peristaltik yang cepat

melintasi daerah faring media dan inferior kemudian ke dalam

esofagus, yang mendorong makanan ke dalam esofagus.

5) Tahap esofageal dari penelanan. Esofagus terutama erfungsi untuk

menyalurkan makanan dari faring ke lambung, dan gerakannya

diatur secara khusus untuk fungsi tersebut. Normalnya, esofagus

memperlihatkan dua tipe gerakan perislattik: peristaltik primer dan

peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan

kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan

menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari penelanan.

Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu

sekitar 8 – 10 detik. Makanan yang ditelan seseorang dalam posisi

tegak biasanya dihantarkan ke ujung bawah esofagus bahkan lebih

cepat dari pada gelombang peristaltik itu sendiri, yaitu sekitar 5 – 8

detik. Hal ini akibat adanya efek gravitasi tambahan yang menarik

makanan ke bawah. Jika gelombang peristaltik primer gagal

mendorong semua makanan yang telah masuk esofagus ke dalam

lambung, maka akan terjadi gelombang peristaltik sekunder yang

dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan,

dan terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam


23

lambung. Gelombang sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit

saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus esofagus dan

sebagian oleh refleks-refleks yang dihantarkan melalui serat-serat

aferen vagus dari esofagus ke medula dan kemudian kembali lagi

ke esofagus melalui serat-serat eferen vagus (Gavaghan,2009

dalam Muttaqin,2013,hlm.8). Susunan otot faring dan sepertiga

bagian atas esofagus adalah otot lurik. Oleh karena itu, gelombang

peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh impuls saraf rangka

dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada dua pertiga

bagian bawah esofagus, ototnya merupakan otot polos, namun

bagian esofagus ini juga secara kuat di atur oleh saraf vagus yang

menuju esofagus terpotong, setelah bebrapa hari pleksus saraf

mienterikus esofagus menjadi cukup terangsang untuk

menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat bahkan

tanpa bantuan dari refleks vagal. Oleh karena iu, sesudah paralisis

refleks penelanan, makanan yang didorong dengan cara lain ke

dalam esofagus bagian bawah tetap siap untuk masuk ke dalam

lambung.

d. Lambung

Menurut Muttaqin (2013,hlm. 9-11),Lambung terletak di bagian kiri

atas abdomen tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong,

lambung berbentuk tabung – J , dan bila penuh berbentuk seperti buah

alpukat raksasa. Secara otomatis lambung terbagi atas fundus, badan,


24

dan antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung

terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung

terdapat kurvatura mayor.

Kapasitas normal lambung adalah sebesar 1 – 2 L (menurut lewis,2000

dalam Muttaqin,2013,hlm.8). Volume lambung akan meningkat pada

saat makan, dan menurun pada saat cairan lambung (kimus) masuk ke

dalam usus halus, pada saat lambung mengalami relaksasi (kosong),

mukosa masuk ke dalam lipatan yang disebut rugae. Rugae merupakan

tempat sementara dari pembesaran lambung. Pada saat lambung diisi,

maka rugae menyempit dan pada saat lambung penuh, maka rugae

menghilang (Simon,2003 dalam Muttaqin,2013,hlm.8).

Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan

pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan

makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung

memasuki esofagus kembali. Di saat sfingter pilorikum berelaksasi,

makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi, sfingter

ini kanan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam

lambung (Corwin,2007 dalam Muttaqin,2013,hlm.8). Menurut

(Price,1995 dalam Muttaqin,2013,hlm.8).Sfingter pilorus memiliki arti

klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis (penyempitan

pilorus yang menyumbat) sebagai komplikasi dari penyakit tukak

lambung. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi.

Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serat-serat otot di


25

sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga sfingter

gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam

duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak

mencerna atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat diperbaiki

melalui operasi atau pemberian obat-obatan adrenergik yang

menyebabkan relaksasi serat-serat otot.

Menurut ( Simon,2003 dalam Muttaqin,2013,hlm.9).Tidak seperti pada

daerah gastrointestinal lain, bagian otot-otot lambung tersusun dari tiga

lapis dan bukan dua lapis otot polos : 1) lapisan longitudinal di bagian

luar, 2) lapisan sirkular di tengah, dan 3) lapisan oblik di bagian dalam.

Susunan serat otoang unik ini memungkinkan berbagai macam

kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecahkan makanan

menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk, dan mencampur

makanan tersebut dengan cairan lambung, lalu mendorongnya ke arah

duodenum.

Menurut (Guyton,1996 dalam Muttaqin,2013,hlm.9).Persarafan

lambung sepenuhnya otonom. Suplai sraf parasimpatis untuk lambung

dan duodenum di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.

Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik, dan

seliaka.

Persarafan simpatis adalah melalui saraf splanknikus mayor dan

ganglia seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri

yang di rangsang oleh peregangan , kontraksi otot, dan peradangan,


26

serta di rasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut eferen simpatis

menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf

mesenterikus (Auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk

persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas

motorik dan sekresi mukosa lambung (Price,1995 dalam

Muttaqin,2013,hlm.9).

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan

limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trukus seliakus, yang

mempercabangkan cabang-cabang yang menyupali kurvatura ,imor

dan mayor. Dua cabang yang memperdarahi yaitu arteri

gastroduodenialis dan arteri pankreatikoduodenalis (retroduodenalis)

yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum (simon,2003

dalam Muttaqin,2013,hlm.9). Tukak dinding posterior duodenum dapat

mengerosi arteri ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari

lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas,limpa, dan

bagian lain saluran cerna, berjalan ke hati melalui vema porta

(Price,1995 dalam Muttaqin,2013,hlm.9).

Lambung memproduksi kimus, yang merupakan material yang terdiri

atas cairan perekat, asam kuat, dan komponen pencerna makanan

(Simon,2003 dalam Muttaqin,2013,hlm.10). Sekresi cairan lambung

(kimus) terutama di kontrol oleh saraf vagus yang bermanifestasi pada

tiga fase yaitu fase sefalik, fase gaster, dan fase intestinal.
27

Pada fase sefalik di mana adanya stimulus bau dari hidung, rasa dari

lidah dan masuknya makanan memberikan impuls pada sistem saraf

pusat (CNS) untuk memberikan impuls melalui serat preganglionik

saraf vagus ke pleksus submukosa lambung dan mempengaruhi sel-sel

mukus untuk memproduksi mukus, sel-sel chief untuk memproduksi

pepsinogen, sel-sel parietal untuk memproduksi HCl, dan

mempengaruhi sel-sel G untuk melepaskan gastrin. Fase sefalik

biasanya berlangsung singkat dengan tujuan untuk melakukan proses

higienis dari sekresi asam pada makanan yang masuk ke dalam

lambung (Guyton,1996 dalam Muttaqin,2013,hlm.10).

Fase gaster berkisar antara 3-4 jam, di mana terjadi proses penting

dalam melakukan digesti protein oleh pepsin dan pelepasan histamin

oleh sel mast. Pelepasan histamin akan meningkat terhadap beberapa

jenis makanan tertentu yang menjadi proteksi terhadap reaksi antigen-

antibodi (Lewis,2000 dalam Muttaqin,2013,hlm.11).

Fase intestinal sekresi lambung dimulai ketika kimus masuk ke usus

halus. Secara umum, fase ini berlangsung beberapa jam untuk

melakukan kontraksi. Kontraksi sfingter pilorus bertujuan untuk

mengendalikan yang keluar di sesuaikan dengan kemampuan usus

halus dalam melakukan absorpsi. Pada fase ini, secara hormonal akan

dilepas kolesistokinin (cholecystokinin,CCK) dan gastric inhibitory

peptide (GIP), CCK akan memberikan efek pada sistem digestif, di

antaranya adalah menghambat sekresi asam dan enzim lambung. GIP


28

akan menghambat sekresi lambung dan meningkatkan kontraksi

lambung. Hasilnya makanan yang tinggi lemak akan berada di dalam

lambung lebih lama dengan tujuan sebelum masuk usus halus material

lemak lebih halus dan lebih mudah diabsorpsi (Simon,2003 dalam

Muttaqin,2013,hlm.11)

e. Usus Halus

Menurut Wijaya (2013,hlm. 173-175),Usus halus atau usus kecil

adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung

dan usus besar. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas

jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

Pada usus dua belas jari terdapat muara saluran yaitu dari pankreas dan

kantung empedu. Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang

panjangnya sekitar 6-8 meter, lebar 25 mm dengan banyak lipatan

yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas

permukaan usus halus yang berpengaruh terhadap penyerapan

makanan.

Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul molekul pati

yang telah dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul lemak

yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di usus halus, semua

molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul

glukosa.

Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-

molekul asam amino, dan semua molekul lemak dicerna menjadi


29

molekul gliserol dan asam lemak.Pencernaan makanan yang terjadi di

usus halus lebih banyak bersifat kimiawi. Berbagai macam enzim

diperlukan untuk membantuproses pencernaan kimiawi ini.

Hati,pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding

usus halus mampu mennghasilkan getah pencernaan yang berperan di

usus halus ini berupa cairan empedu, getah pankres, dan getah usus.

1) Cairan empedu

Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan

tidak mengandung enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan

garam empedu yang berperan dalam pencernaan makanan.

Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke

usus halus. Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam

prosen pencernaan lemak, yaitu sebelum lemak di cernakan, lemak

harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Selain itu, cairan

empedu berfungsi mentralkan asam klorida dalam kimus,

menghentikan aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak

peristaltik usus.

2) Getah Pankreas

Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini

berperan sebagai kelenjareksokrin yang menghasilkan getah

pankreas ke dalam saluran pecernaan dan sebagai kelenjar

endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon ini

dikeluarkan oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau yang disebut pulau-


30

pulau langerhans. Insulin ini berfungsi menjaga gula darah agar

tetap normal dan mencegah diabtes melitus. Getah pankreas ini

dari pankreas mengalir melalui saluran pankreas mausk ke usus

halus. dalam pankreas terdapat tiga macam enzim, yaitu lipase

yang membantu dalam pemecahan lemak, tripsin membantu dalam

pemecahan pati.

3) Getah Usus

Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu

menghasilkan getah usus. Getah usus mengandung enzim-enzim

seperti berikut.

1. Sukrase, berfungsi membantu mempercepatproses pemecahan

sukrosa menjadi galaktosa dan fruktosa.

2. Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan

maltosa menjadi dua molekul glukosa.

3. Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan

laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.

4. Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses

pemecahan peptide menjadi asam amino.

Monosakarida,asam amnio,asam lemak, dan gliserol hasil

pencernaan terakhir di usus halus mulai diabsorpsi atau diserap

melalui dinding usus halus terutama di bagian jejunum dan ileum.

Selain itu vitamin dan mineraljuga diserap. Vitamin-vitamin yang

larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan pelarutnya,


31

sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan

oleh jonjot usus.

Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia

tiap-tiap mineral dan perbeadaan struktur bagian usus. Sepanjang

usus halus sangat efisien dalam penyerapan Na+, tetapi tidak untuk

Cl-, HCO3-, dan ion-ion bivalen. Ion K+ penyerapannya terbatas

dijejunum. Penyerapan Fe++ terjadi di duodenum dan jejenum.

Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi (jonjot-

jonjot usus). Di dalam villi ini terdapat pembuluh darah, pembuluh

kil (limfa), dan sel goblet. Di sini asam amino dan glukosa diserap

dan diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem vena porta

hepatikus, sedangkan asam lemak bereaksi terlebih dahulu dengan

garam empedu membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama

gliserol diserap ke dalam villi. Selanjutnya di dalam villi, asam

lemak dilepaskan, kemudian asam lemak mengikat gliserin dan

membentuk lemak kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke

tengah villi, yaitu ke dalam pembuluh kil (limfa). Melalui

pembuluh kil, emulsi lemak menuju vena sedangkan garam

empedu masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi

menjadi empedu. Bahan-bahan yang tidak dapat diserap di usus

halus akan didorong menuju usus besar (kolon).


32

f. Usus Besar

Menurut (Sodikin,2011,hlm.16-18).Usus besar berjalan dari katup

ileosaekal ke anus. Usus besar dibagi menjadi bagian sekum, kolon

asendens, kolon transversum, kolon desenden, dan kolon sigmoid.

Panjang usus besar bervariasi, berkisar sekitar ±180 cm. Sekum

adalah kantong besar yang terletak pada fosa iliaka dekstra. Ileum

memasuki sisi kiri pada lubang iioesekal dan celah oval yang

dikontrol oleh sfingter otot. Apeddiks ke dalam sekum di bawah

lubang ileosekal. Sekum berlanjut ke atas sebagai kolon asendens.

Apendiks adalah tonjolan seperti cacing dengan panjang sampai 18

cm dan membuka pada sekum pada ±2,5 cm di bawah katup

ileosekal. Appendiks memiliki lumen yang sempit. Lapisan

submukosanya mengandung banyak jaringan limfe. Apendiks yang

sebagian besar mengandung jaringanlimfoid, melekat pada dasar

sekum dan merupakan tempat peradangan akut dan menahun,

penyebabnya biasanya tidak diketahui, tetapi sering mengikuti

terjadinya sumbatan lumen. Apendiks menjadi gangrenosa atau

dapat berulserasi dan menyebabkan atau abses apendiks.

Kolon asendens,trasversum, dan desendens membentuk tiga sis dan

tampak menutupi usus kecil; sedangkan kolon sigmoid berlanjut

menjadi rektum. Kolon asendens membentang dari sekum pada

fossa iliaka dekstra ke sisi kanan abdomen, sampai fleksura kolika

dekstra di bawah lobus haptis dekstra. Kolon transversum, lalu


33

fleksura silika dekstra kolon membelok ke kiri dengan tajam dan

menyilang abdomen sebagai kolon transversum dalam lengkungan

yang dapat menggantung lebih rendah dari pada umbilikus, dan

naik pada sisi kiri berakhir pada fleksura silika sinistra di bawah

lien (limpa). Kolon sigmoid (pelvikus) mempunyai beberapa

lengkungan di dalam pelvis dan berakhir pada sisi yang

berlawanan dengan pertengahan sakrum tempatnya berhubungan

dengan rektum. Rektum memiliki panjang sekitar 12 cm dan

mendapat namanya karena berbentuk lurus atau hampir lurus.

Rektum dimulai pada pertengahan sakrum dan berakhir pada

kanalis analis.

Usus besar memiliki fungsi menyekresi mukus untuk

mempermudah jalannya feses serta mengeluarkan fraksi zat yang

tidak terserap seperti zat besi,kalsium, dan fosfat yang ditelan.

Fungsi lain dari usus besar adalah absorpsi air,garam, dan glukosa.

Sebagian besar pembentukan feses berasal dari makanan yang kita

makan, akan tetapi terutama dari sekresi usus. Feses akan

merangsang terjadinya proses defekasi, keinginan melakukan

defekasi timbul bila tekanan rektum meningkat sekitar 18 mmHg;

pada suatu keadaan dimana tekanan tersebut mencapai 55 mmHg,

maka sfingter anal eksterna maupun interna berelaksi dan isi

rektum dikeluarkan.
34

Defekasi sebagian bersifat refelks dan sebagian lainnya akibat

adanya aktivitas volunter. Prosesnya dimulai dengan adanya feses

yang masuk ke dalam rektum dan merangsang keinginan defekasi,

kemudian rangsangan tersebut ditransmisikan ke sepanjang saraf

parasimpatis aferen ke pars sakralis medula spinalis, selanjutnya

pesan aferen ditransmisikan ke sepanjang saraf parasimpatis aferen

untuk mencapai kerja otot. Sebelum tekanan yang merelaksasi

sfingter ani eksterna dicapai, maka defekasi volunter dapat dimulai

oleh relaksasi volunter sfingter eksterna dan mengontraksi otot

abdomen (meneran), hal ini akan membantu pengosongan rektum

yang terdistensi. Defekasi merupakan refleks spinalis yang dapat

dihambat secara volunter dengan menjaga sfingter eksterna

berkontraksi atau dengan merelaksasi sfingter ini dan

mengkontrasikan rektum. Respons tersebut disebut dengan refleks

gastrokolika, walaupun sejumlah bukti menunjukkan hal tersebut

terjadi karena kerja dari gastrin terhadap kolon dan tidak

diperantarai secara alamiah. Oleh karena itu defekasi setelah

makan sering terjadi pada anak-anak. Dalam usus besar terjadi

variasi ritmis yang tidak mendorong isi tetapi bertindak untuk

mencampurnya, sehingga membantu absorpsi cairan. Apabila

setelah makan terbentuk refleks gastrokolik, hal ini merupakan

peristaltik kuat, singkat, dan akan mendorong isi. Normalnya

rektum kosong, kecuali segera sebelum defekasi.


35

Beberapa kelainan gerakan pada saluran pencernaan akan menahan

isi usus, kelainan ini disebabkan adanya degenerasi lokal pleksus

Auerbach (Hirschprung), spasme sfingter pilorik yang mengarah

pada keadaan hipertrofi dan sfingter, atau ileus paralitik (obstruksi

mekanik). Feses pada neonatus berupa mekonium, yaitu suatu

bahan mukus kental yang tersusun dari zat sisa dari usus. Seiring

pertambahan usia saat anak mulai makan, maka warna serta

konsistensi feses berubah. Kebiasaan dan faktor budaya

memberikan kontribusi besar terhadap waktu timbulnya defekasi

pada orang dewasa. Feses penderita seliak, penyakit fibrokistik

kongenital, dan steatrohea infantil mengandung lemak.

Menurut (Muttaqin,2013,hlm.14), kolon, yang panjangnya sekitar

90-150 cm, berjalan dari ileum ke rektum. Bagian pertama kolon

adalah sekum, dimana merupakan bagian yang paing lebar. Kolon

berjalan dari sekum ke atas menjadi kolon kanan (kolon asendens)

melintasi abdomen atas sebagai kolon transversus, dan turun

sebagai kolon kiri (kolon desendens) de sigmoid, yaitu bagian

kolon yang paing sempit. Dari sigmoid, anatomi usus besar

dilanjutkan ke rectum (Black,1995 dalam Muttaqin,2013,hlm.14).

Ateri mesenterika superior memperdarahi sekum, kolon asendens,

dan kolon transversus melalui cabang-cabang ileokolika, kolika

kanan, dan kolika media. Aterni mesenterika inferior

memperdarahi kolon desendens, kolon sigmoid , dan rektum atas


36

melalui cabang-cabang menjalani rute yang sama dengan arteri

padanannya, kecuali vena mesenterika inferior, yang mengalirkan

darah dari kolon desendens, kolon sigmoid, dan rektum proksimal,

lalu masuk ke vena splenika (Simon,2003 dalam

Muttaqin,2013,hlm.14).

Secara fisiologis kolon menyerap air,vitamin,natrium, dan klorida

serta mengeluarkan kalium, bikarbonat, mukus, dan menyimpan

feses serta mengeluarkannya. Selain itu, kolon lingkungan yang

baik bagi akteri untuk menghasilkan vitamin K. Kolon

mengandung banyak populasi mikroba yang menekan munculnya

mikroorganisme patogen. Oleh karena adanya populasi mikroba

tersebut, maka harus dilakukan persiapan usus besar praoperatif

yang lengkap untuk mencegah infeksi pascaoperatif. Pembersihan

usus besar juga diperlukan untuk mencegah timbulnya ledakan

sewaktu elektrokuater intrakolon digunakan. Ledakan ini dapat

terjadi karena adanya gas hidrogen dan menata di kolon. Gas-gas

ini dalam keadaan normal terbentuk melalui udara yang tertelan,

difusi darah, dan produksi didalam lumen. Dinding rektum terdiri

atas mukosa, submukosa, dan dua lapisan otot lengkap yaitu otot

sirkular dibagian dalam dan longitudinal dibagian luar.

Kerja kolon. Dalam 4jam setelah makan, materi sisa melewati

ileum terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal

kolon melalui katup ileosekal. Katup ini, yang secara normal


37

tertutup, membantu mencegah isi kolon mengalir kembali keusus

halus. pada setiap gelombang peristaltik, katup terbuka secara

singkat dan memungkinkan sebagian isinya masuk ke kolon.

Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi kolon. Bakteri

membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam

empedu. Dua jenis sekresi kolon ditambahkan pada materi sisa

mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan

bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi produk akhir yangb

terbentuk melalui kerja bakteri kolonik. Mukus ini melindungi

mukosa kolon dari isi interluminal dan juga memberikan

perlekatan untuk massa fekal. Aktivitas peristaltik yang lemah

menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang saluran.

Transpor lambat ini memungkinkan reabsorpsi efesien terhadap air

dan elektrolit. Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi

untuk jarak tertentu. Hal ini terjadi secara umum setelah makan

lain dimakan, bila hormon perangsang usus dilepaskan. Mataeri

sisa dari makan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus,

biasanya kira-kira 12 jam. Sebanyak seperempat dari materi sisa

dari makanan mungkin tetap berada direktum 3 hari setelah

makanan dicerna. (Smeltzer,2002 dalam Muttaqin,2013,hlm.14).

g. Hati

Menurut Sodikin (2011,hlm.18-20)Glandula paling besar dalam

tubuh dan memiliki berat ±1.300 – 1.550 gram. Hepar berwarna


38

merah cokelat, sangat askular, dan lunak; berbentuk baji dengan

dasar pada sisi kanan dan aspeks pada sisi kiri. Organ ini terletak

pada kuadran kanan atas abdomen dan dilindungi oleh kartilago

kostalis; bagian tepi bawah mencapai garis kartilago, tetapi bagian

tepi hepar yang sehat tidak teraba. Hepar dipertahankan dalam

posisinya oleh tekanan organ lain di dalam abdomen dan oleh

ligamentum peritoneum.

Hepar diliputi sampai jaringan ikat fibrosa (Glisson), dan akan

membentuk septa jaringan ikat tipis yang masuk ke dalam hati di

porta hepatis dan membagi-bagi hati dalam lobus dan lobulus. Sel-

sel parenkim hati (hepatosit) tersusun berupa lempengan saling

berhubungan dan bercabang yang membentuk anyaman tiga

dimensi, di antara lempeng-lempeng ada sinusoid darah )mirip

kapiler darah). Penampang hati tampak berlobuli berbentuk segi

enam, pada sudut-sudut lobuli terlihat lebih banyak jaringan ikat

yang mengandung cabang-cabang vena porta, cabang arteri

hepatika, dan duktus biliaris (saluran empedu); daerah ini disebut

daerah portal (kanan portal).

Hepar terdiri atas lobus yang dibagi lagi menjadi lobulus, tiap

lobulus dibentuk dari kolom sel hepar yang bercabang-cabang yang

seringkali tidak berbatas jelas dan mirip jaringan tanpa dinding sel

yang seringkali tidak terbatas jelas dan mirip jaringan tanpa

dinding sel yang berbatas tegas. Sel ini mendapat suplai darah dari
39

vena porta dan arteri hepatika, kemudian darah mengalir keluar

melalui vena hepatika. Kapiler hepatik tidak mempunyai dinding

endotel spesifik, tetapi bercabang-cabang di antara sel hepar (hati),

oleh karena itu terdapat kontak yang erat antara darah dengan sel

hepar. Hal ini merupakan susunan yang ideal karena hepar perlu

mengubah atau memodifikasi banyak unsur dari darah.

Hepar memiliki beberapa macam lobulus, macam lobulus, yaitu

lobulus klasik (lobulus hati), lobulus portal, dan asinus hati (unit

fungsional). Lobulus klasik dibatasi oleh daerah portal (biasanya

hanya tampak tiga dari enam sudutnya dan pusatnya terdapat

lubang- yaitu vena sentrais yang menampung darah sinusoid.

Darah mengalir dari daerah portal cabang vena porta dan cabang

arteri hepatika ke dalam sinusoid, lalu ke vena sentralis.

Sebaliknya, empedu yang disekresi oleh sel-sel hati mengalir

melalui kanalikuli biliaris ke duktus biliaris di daerah portal.

Lobulus portal mempunyai daerah portal sebagai pusatnya, dan

bersudutkan tiga vena sentralis. Lobulus ini terdiri atas jaringan

yang menyalurkan empedu ke dalam duktus biliaris di daerah

portalnya. Asinus hati ( unit fungsional), seperti halnya lobus

portal, tidak jelas batas-batasnya. Tidak semua sudut dari lobulus

klasik memiliki daerah portal, namun area yang tidak memiliki

daerah portal ini tetap mendapat darah dari asinus hati. Kedua

sudut belah ketupat lobulus portal adalah vena sentralis. Hepar


40

memiliki peran penting untuk hidup karena memiliki banyak

fungsi, dan karena letaknya yang unik yaitu antara dua vena, hepar

mudah rusak oleh bahan-bahan toksik yang diserap.

Fungsi hepar antara lain : (a) memodifikasi dan menjadikan bahan

kimia menjadi tidak berbahaya, karena jika tidak akan menumpuk

dan menimbulkan keracunan pada tubuh (detoksifikasi obat dan

toksin); (b) satu-satunya sumber albumin plasma, pada penyakit

hepar terdapat penurunan kadar albumin plasma ; (c) menyintesis

glikogen jika kadar glukosa dalam darah menurun, yaitu dengan

mengubah glikogen menjadi glukosa dan kemudian dilepaskan ke

dalam darah, oleh sebab itu hepar memiliki peran penting dalam

mempertahankan suatu keseimbangan kadar glukosa; (d)

menyekresi empedu, garam empedu penting bagi pencernaan dan

absorpsi lemak karena empedu mengemulsifikasi lemak mejadi

partikel kecil yang larut dalam air, hal ini memungkinkan lipase

(enzim) untuk memetabolism lemak dan mempermudah absorpsi;

(e) membentuk dan merusak eritrosit; dan (f) sebagai organ sentral,

penting bagi metabolisme tubuh manusia ( mengaktifkan sejumlah

hormon polipeptida serta mengurangi dan konjugasi hormon

korteks adrenalis dan steroid gonad), termasuk penyimpanan dan

pelepasan karbohidrat serta pembuatan protein plasma dan

pembentukan urea.
41

Aliran darah hepar janin berasal dari arteri hepatika, vena porta,

dan arteri umbilikalis yang membentuk sinus porta. Darah dari

vena porta mengalir masuk diarahkan terutama ke dalam lobus

kanan hati, dan aliran umbilikalis terutama ke kiri. Pirau (shunt)

darah duktus venosus dari vena porta dan vena umbilikalis ke vena

hepatika, melintasi anyaman sinosoid. Duktus venosus mengalami

obliterasi ketika terdapat masukan makanan per oral. Saturasi

oksigen vena porta lebih rendah dari darah vena umbilikalis, oleh

sebab itu lobus hepatis kanan mengalami oksigenasi yang lebih

rendah dan aktivitas hematopoietiknya lebih besar dari lobus gati

kiri. Endotelium sinusoid adalah tempat makrofag besar, yang

manjadi anyaman sel kupfer (retikulo endotelial).

Hepar pada neonatus secara struktural sudah matang, tetapi

fungsinya belum matang. Hal ini dapat dilihat dari neonatus yang

belum dapat memetabolisme bilirubin secara efisien karena

defisiensi enzim, serta tidak memungkinkan vitamin K berfungsi

secara normal karena tidak adanya faktor lain.

h. Pankreas

Pankreas terletak tranversal di perut bagian atas, antara duodenum

dan limpa dalam retroperitoneum. Kaput pankreas, yang bersandar

pada vena kava renalis, melekat pada lengkungan C duodenum dan

melingkari distal duktus koledokus. Kaudal pankreas mencapai

hilus limpa kiri dan melewati sebelah atas ginjal kiri, kantong kecil
42

memisahkan kaudal pankreas dari lambung. Unit fungsional

eksokrin pankreas adalah asinus, sel-sel asinus diatur dalam

kesatuan semisirkuler disekeliling lumen(Sodikin,2011,hlm.20).

3. Fisiologi Sistem Pencernaan

Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses memakan

(ingesti) dan sekresi getah pencernaan ke sistem pencernaan. Getah

pencernaan membantu pencernaan atau digesti makanan, hasil pencernaan

akan diserap (diabsorpsi) ke dalam tubuh berupa zat gizi. Proses sekresi,

digesti, dan absorbsi terjadi secara berkesinambungan pada saluran

pencernaan, mulai dari atas yaitu mulut sampai ke rektum. Secara

bertahap, massa hasil campuran makanan dan getah pencernaan (bolus)

yang telah dicerna, di dorong (serta asam amino darah, selain itu kadar

asam lemak bebas juga merupakan stimulus rasa lapar. Para ahli bahkan

mengatakan bahwa rasa lapar merupakan faktor penting Yang

dihubungkan dengan jumlah jaringan lemak tubuh (Sodikin,2011,hlm.23-

24).

4. Etiologi

Penyakit tipes merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan

minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella thyphosa, (food and

water borne disease). Seseorang yang sering menderita penyakit tifus

menandakan bahwa ia mengkonsumsi makanan atau minuman yang

terkontaminasi bakteri ini.


43

Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk dalam kingdom

Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis Gamma proteobakteria, nella.

Salmonella thyposa adalah bakteri gram negatif yang bergerak tiga macam

antigen yaitu : antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek

lipopolisakarida), atigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin,protein

membrane). Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutanin) terhadap

ketiga macam anigen tersebut (Zulkoni,2011,hlm.38).

Menurut Widoyono (2011,hlm.42). Penyebab demam thypoid adalah

bakteri Salmonella typhi. Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, tidak

berkapsul, mempunyai flagela, dan tidak membentuk spora. Kuman ini

mempunyai tiga antigen yang penting utuk pemeriksaan

laboratorium,yaitu:

Antigen O (somatik), antigen H (flagela), dam antigen K (selaput). Bakteri

ini akan mati pada pemanasan 570 C selama beberapa menit. Menurut

nomenklatur yang baru, Salmonella dibedakan menurut adanya keterkaitan

DNA-nya, sehingga sekarang hanya terdapat dua spesies Salmonella yaitu

Salmonella bongori dan Salmonella enterica. Nama semula S. typhi

menjadi S. Enterica serovar Typhi yang disingkat menjadi S. Typhi.

Salmonella yang menyerang manusia disebut sebagai strain dalam

subspesies I dan S. Enterica.


44

Menurut (Suratun,2010,hlm.121-122) Mekanisme Transmisi Typus ini

sangat mudah terjadi pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk. Berikut

ini beberapa mekanisme penularan salmonella typhi :

a. Food (makanan/minuman) yang tercemar. Makanan yang diolah

dengan tidak bersih atau disajikan mentah berisiko mengandung

salmonella seperti: salad, karedok atau asinan, apalagi bila sayuran

tersebut diberi pupuk dengan limbah kotoran dan di cuci dengan

menggunakan air yang terkontaminasi oleh salmonella. Seyogyanya

makanan dimasak dengan matang dan air minum dididihkan.

b. Fingers (jari-jari tangan), Seseorang yang pernah menderita typhoid

dapat menjadi karier dan menularkan thypoid kepada orang lain

melalui jari-jari tangannya(Ismail dalam Suratun,2010,hlm.121).

c. Feses dapat menularkan salmonella ke orang lain melalui rute fecal-

oral. Artinya penularan dari feses dan masuk ke mulut.

d. Fly (lalat), lalat dapat menjadi vektor mekanisme penularan typhid.

Lalat dapat menghinggapi feses yang mengandung salmonella dan

menghinggapi makanan/minuman dan mengkontaminasinya.

e. Fomitus, muntahan dari penderita typhoid dapat menularkan kuman

Salmonella thypi kepada orang lain (Zulkono,2011,hlm.39)

5. Manifestasi klinis

Menurut Suratun (2010,hlm.122).Manifestasi klinis demam typhoid yang

disebabkan oleh S. Paratyphi lebih ringan dari pada S. Typhi. Masa

inkubasi dapat berlangsung 7 – 21 hari, walaupun pada umumnya dalah 10


45

-14 hari. Masa awal penyakit , tanda dam gejala berupa anoreksia, rasa

malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotot (putih ditengah

dan tepi lidah kemerahan), kadang disertai tremor lidah), nyeri perut.

Yang kemudian disusul dengan gejala klinis sebagai berikut menurut

Zulkoni (2011,hlm.41-42) :

a. Minggu pertama

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu

awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain,seperti demam

tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 390C hingga 400C, sakit

kepala,pusing, pegal-pegal,anoreksia,mual,muntah,batuk,dengan nadi

80-100 kali permenit,denyut lemah,pernapasan semakin cepat dengan

gambaran bronkitis,perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan

diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare

lebih sering terjadi. Lidah pada penderita adalah kotor ditengah,tepi

dan ujung merah serta bergetar atau tremor, tenggorokan terasa kering

dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan

menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi

pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi

pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak

merata, bercak-bercak ros (rosela) berlangsung 3-5 hari, kemudian

hilang dengan sempurna. Rosela terjadi terutama pada penderita

golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2 – 4 mm,
46

berkelompak, timbuk paling sering pada kulit perut, lengan atas atau

dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang

berat, limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

b. Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian

meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua

suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam).

Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari

berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Semestinya

nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi

lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.

Gejala toksemia (ketika kuman sudah masuk aliran darah) semakin

berat yang ditandai dengan gangguan pendengaran. Lidah tampak

kering, merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah

menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang

berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa,

perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk

terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

c. Minggu ketiga

Suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali di akhir

minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila

keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai


47

turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan

dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari

ulkus.

Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia

memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa otot-otot yang

bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontensia urin. Meteorisme

dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat

diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika

denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun

umum, maka hal ini menunjukan telah terjadinya perforasi usus

sedangkan keringat dingin, gelisah, sukar bernafas dan kolaps dari nadi

yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.

Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari

terjadinya kematian penderita demam Typhoid pada minggu ketiga.

d. Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini

dapat dijumpai sisa gejala yang terjadi sebelumnya.

6. Patofisiologi

Penularan Salmonella typhi ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal

dengan 5F yaitu: Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus

(muntah), Fly (lalat, dan melalui Feses. Fesespada penderita Thypoid

dapat menularkan kuman Salmonella typhi kepada orang lain. Kuman

dapat ditularkan lewat perantara lalat, dimana lalat akan hinggap


48

dimakanan yang akan dimakan oleh orang sehat. Apabila orang tersebur

kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan

makanan yang tercemar kuman Salmonella typhi masuk ke tubuh orang

yang sehat melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam

lambung, sebagian masuk ke usus halus, jaringan limfoid dan berkembang

biak menyerang villi usus halus. Kemudian kuman masuk ke peredaran

darah (bakterimia primer) dan mencapai sel-sel retikuloendoteleal, hati,

limfa, dan organ lain. Proses ini terjadi pada masa tunas dan berakhir saat

sel-sel retikuloendoteleal melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan

menimbulkan bakterimia kedua kali. Kemudian kuman masuk ke beberapa

jaringan organ tubuh terutama limpa, usus dan kandung empedu

(Rahayuningsih& Dermawan,2010,hlm.110)

Pada minggu 1, terjadi hiperplasia plaks player pada kelenjar limfoid usus

halus. masuknya kuman pada minggu pertama ditandai dengan suhu tubuh

naik turun, khususnya kan naik pada malam hari dan menurun menjelang

pagi hari. Demam ini disebut demam interminten (suhu tinggi yang naik

turun dan turunnya mencapai normal). Disamping kenaikan suhu, akan

terjadi obstifasi akibat penurunan moltilitas suhu. Setelah kuman melewati

fase awal infeksi intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan

tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan infeksi pada RES

nyeri perut kanan atas, spelonomegali, dan hepatomegali (Charjerjee,2009

dalam Muttaqin,2013).
49

Dalam hal ini demam atau peningkatan suhu tubuh pasien berdampak juga

pada psikologi atau psikososisal pasien karena dampak dari

hospitalisasi,hubungan anak dengan ibu sangat dekat, akibatnya

perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan pada anak akan

orang yang terdekat dengan dirinya, dan akan lingkungan yang dikenal

olehnya,sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan yang tidak

aman dan rasa cemas. Serta mempengaruhi psikologi keluarga karena

ketakutan dan rasa cemas dihubungkan dengan seriusnya penyakit dan

kurangnya informasi(Ambarwati, 2012, hlm.18 – 21).

Pada akhir minggu pertama atau pada minggu II, infeksi menjadi nekrosis

dan tukak. Tukak ini membesar di ileum dari pada kolon sesuai dengan

ukuran plak player yang disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi

kadang lebih besar menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak

yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh ulkus membaik tanpa

meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (Brusch,2009 dalam

Muttaqin,2013).

Minggu III terjadi ulsserasi plaks player. Minggu IV terjadi penyembuhan

dengan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan sampai perforasi

usus. Hepar , kelenjar mesentrikal dan limpa membesar. Gejala demam

disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala saluran cerna karena

kelainan usus halus (Rahayuningsih & Dermawan,2010).


50

7. Pathway

Skema 2.1
Pathway Demam Tifoid
5F (food, finger, fomitus, fly, feses)

Salmonella typhi

Mulut

HCL (Lambung)

Hidup Mati

Usus halus (plak player)


MK : Ansietas
Invasi
Respon psikososial Demam Tifoid

Respon inflamasi Respon inflamasi Respon inflasi (RES) Inflamasi saluran limfotik
lokal intestinal sistemik dan sirkulasi darah

Hepar Sistem
Mual, muntah, anoreksia integumen Sistem muskoloskeletal
MK :
Hipertermi Hepatomegali
Asupan nutrisi tidak adekuat Kelemahan fisik,
malaise
Distensi abdomen
MK : Gangguan nutrisi MK : Intoleransi
kurang dari kebutuhan MK : Nyeri aktiviatas
tubuh MK : Kerusakan integritas
jaringan atau kulit

Sumber :

Ambarwati, 2012

Muttaqin,2013

Rahayuningsih & Dermawan,2010


51

8. Komplikasi

Menurut (Arif mansjoer,2003 dalam wijaya,2013,hlm.179) komplikasi

demam Typoid dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus : Bila perdarahan yang terjadi banyak dan berat

dapat terjadi melena disertai nyeri perut dengan tanda-tanda

renjatan.

2) Perforasi usus: Biasanya dapat timbul pada ileus di minggu ketiga

atau lebih. Merupakan komplikasi yang sangat serius terjadi 1-3%

pada pasien terhospitalisasi

3) Peritonitis:Biasanya menyertai perforasi atau tanpa perforasi usus

dengan ditemukannya gejala akut abdomen,yaitu nyeri perut yang

hebat, dinding abdomen tegang (defans muscular) dan nyeri tekan.

b. Komplikasi ekstraintestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,

sepsis), miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.

2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, atau

koagulasi intravaskuler diseminata dan sindrom uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru: Pneumonia, Empiema , dan pleuritis.

4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: Hapatitis dan Kolelitiasis.

5) Komplikasi ginjal: Glomerulonefritis, Pielonefritis dan Perinefritis.

6) Komplikasi tulang : Osteomielitis, Perostitis, Spondilitis, dan

Arthritis.
52

7) Komplikasi neuropsikiatrik : Delirium, Meningismus, Meningitis,

Polyneuritis Perifer, Sindrom Gullain Barre, Psikosis, dan Sindrom

Katatonia.

9. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Rempengan,1999 dalam Wijaya,2013,hlm.177). Biakan darah

positif memastikan demam Typhoid, tetapi biakan darah negatif tidak

menyingkirkan demam Typhoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis

klinis demam Typhoid. Peningkata titer uji widal tes 4 kali lipat selama 2-

3 minggu memastikan diagnosis demam Typhoid. Reaksi widal tes tunggal

dengan titer antibodi O 1/320 atau titer antibodi H 1/640 menyokong

diagnosis demam Typhoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.

Pada beberapa pasien, uji widal tes tetap negatif pada pemeriksaan ulang

walaupun biakan darah positif.Widal tesSampai saat ini widal tes

merupakan reaksi serologis yang digunakan untuk membantu menegakkan

diagnosa Typhoid. Dasar widal tes adalah reaksi agglutinasi antara atigen

Salmonella Thyfosa dengan antibody yang terdapat pada serum penderita.

a. Uji Serologi

1) Pemeriksaan Widal Tes

Menurut (Rempengan 1999 dalam Wijaya,2013,hlm.177), ada 2

macam metode yang dikenal yaitu:

a) Widal cara tabung (konvensional)

b) Salmonella Slide Test (cara slide)


53

Nilai sensitifitas, spesifisitas serta ramal reaksi widal tes sangat

bervariasi dari satu laboratorium dengan laboratorium lainnya.

Disebut tidak sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan

hasil biakan positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya antibody

dengan tes ini, bila dapat dideteksi adanya titer antibody sering

titer naik sebelum timbul gejala klinis, sehingga sulit untuk

memperlihatkan terjadinya kenaikan titer yang berarti. Disebut

tidak spesifikasi oleh karena semua group D salmonella

mempunyai antigen O, demikian juga group A dan B salmonella.

Semua group D salmonella mempunyai fase H antigen yang sama

dengan Salmonella Tyfosa, titer H tetap meningkat dalam waktu

sesudah infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, widal

tes sebaliknya tidak hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu

satu seri pemeriksaan, kecuali bila hasi tersebut sesuai atau

melewati nilai standar setempat. Nilai titer pada penderita Typhoid

adalah :

a) Jika hasil widal tes terjadi pada antigen O (+) positif > 1/120

maka sedang Aktif.

b) Jika hasil titer widal tes terjadi pada antigen H dan V1 (+)

positif > 1/120 maka dikatakan infeksi lama.


54

2) Tes Tubex

Tes tubex merupakan salah satu dari uji serologis yang menguji

aglutinasi kompetiti semikuantitatif untuk mendekteksi adanya

antibodi IgM terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) 0 – 9 S. Typhi

dan tidak mendeteksi IgG. Tes tubex memiliki sensitivitas dan

spesifitas yang lebih baik daripada uji widal. Sensitivitasnya mampu

ditingkatkan melalui penggunaan partikel berwarna, sedangkan

spesifitasnya ditingkatkan dengan penggunaan antigen 09. Antigen ini

spesifik dan khas pada Salmonella serogrup D. Tes ini dapat menjadi

pemeriksaan yang ideal dan dapat digunakan untuk pemeriksaan rutin

karena prosesnya cepat, akurat, mudah dan sederhana. Respon

terhadap antigen 09 berlangsung cepat karena antigen 09 bersifat

imunodominan yang mampu merangsang respon imun, sehingga

deteksi anti-09 dapat dilakukan pada hari ke-4 hingga ke-5

(infeksiprimer) dan hari ke-2 hingga ke-3 (infeksi sekunder).

Tes tubex menggunakan pemisahan partikeluntuk mendeteksi atibodi

IgM dari seluruh serum pada antigen serotipe typhi 09

lipopolisakarida. Antibodi pasien menghambat pengikatan antara

partikel indikattor yang dilapisi dengan antibodi monoklonal anti-09

dan lipopolisakarida yang dilapisi partikel magnetik. Spesimen dapat

menggunakan sampel serum atau plasma heparin. Hasil tes tubex

ditentukan berdasarkan skor yang interpretasinya dapat dilihat dari


55

skor berikut : skor < 2 Negatif yaitu tidak menunjukkan infeksi tifoid

aktif. Skor 3 Borderline yaitu pengukuran tidak dapat disimpulkan.

Ulangi pengujian, apabila masih meragukan lakukan pengulangan

beberapa hari kemudian. Skor 4 – 5 Positif yaitu menunjukkan infeksi

tifoid aktif. Skor > 6 Positif yaitu Indikasi kuat infeksi tifoid (Jurnal

Ghaida dan Angga ¶ 2).

b. Pemeriksaan darah tepi. Menurut Arif Mansjoer,2003 dalam

Wijaya,2013,hlm.177; Suratun,2010,hlm.124 – 125)

1) Eritrosit : Kemungkinan terdapat anemia karena terjadi gangguan

absorpsi de di usus halus karena adanya inflamasi, hambatan

pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang atau adanya perforasi

usus.

2) Leukopenia polimorfonuklear (PMN) dengan jumlah lekosit antara

3000 – 4000/mm3, dan jarang terjadi kadar lekosit < 3000/mm3.

Leukopenia terjadi sebagai akibat pengahancuran lekosit oleh

endotoksin dan hilangnya eosinofil dari darah tepi (eosinofilia).

Namun dapat juga terjadi lekositosis, limfositosis relatif pada hari

ke sepuluh demam, dan peningkatan laju endap darah.

3) Trombositopenia, biasanya terjadi pada minggu pertama (depresi

fungsi sumsum tulang dan limpa).

c. Pemeriksaan urin, didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) dan

lekosit dalam urine.


56

d. Pemeriksaan tinja, kemungkinan terdapat lendir dan darah karena

terjadi perdarahan usus dan perforasi. Biakan tinja untuk menemukan

salmonella dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin

pada minggu ketiga dan ke empat.

e. Pemeriksaan bakteriologis, diagnosis pasti bila dijumpai kuman

salmonella pada biakan darah tinja, urine , cairan emepdu atau sumsum

tulang.

f. Pemeriksaan serologis yakni pemeriksaan widal.

g. Pemeriksaan radiologi yakni pemeriksaan ini untuk mengetahui

apakah ada kelainan atau komplikasi akibat demam typhoid.

10. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Istirahat (bed rest) dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat

seperti makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan buang air

besar akan membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam

perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan

perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk

mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene

perorangan tetap, perlu diperhatikan dan dijaga.


57

2) Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses

penyembuhan penyakit demam Typhoid, karena makanan yang

kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan

semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Dimasa lampau penderita demam Typhoid diberi bubur saring,

kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi

nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat

kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditunjukan

untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau

perporasi usus. Hal menunjukan bahwa pemberian makanan padat

dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari

sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman

pada penderita demam Typhoid.(Bambang,.et.al,2006 dalam

Wijaya,2013,hlm.178).

b. Penatalaksanaan Medis

1) Pemberian antibiotik

a) Klorampenikol

Di Indonesia Klorampenikol masih merupakan obat pilihan

utama untuk pengobatan demam Typhoid. Dosis yang

diberikan 4 x 500 mg perhari dapat diberikan peroral atau

intravena, diberikan sampai dengan 7 hati bebas demam.


58

b) Tiampenikol

Dosis dan efektivitas tiampenikol pada demam Typhoid hampir

sama dengan klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi

anemia aplastik lebih rendah dari klorampenikol. Dosis 4 x

500mg diberikan sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas demam.

c) Kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet diberikan selama 2

minggu.

d) Ampicilin dan amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan dengan klorampenikol, dosis diberikan 50-

150mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

e) Seflosporin generasi ke tiga

Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga yang

terbukti efektif untuk demam Typhoid adalah sefalosforin,

dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc

diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga

5 hari (Bambang.,et.al, dalam Wijaya,2013,hlm.178).

2) Pemberian Anti radang (anti inflamasi). Menurut Suratun

(2010,hlm.126).

1. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan

kesadaran.
59

2. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari IV, dibagi 3 dosis hingga

kesadaran membaik.

3) Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol

4) Antiemetik untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien.


60

B. Konsep Dasar Anak

a. Definisi Anak

Menurut Soetjingsih (2013,hlm.2). Anak merupakan dambaan setiap

keluarga. Selain itu keluarga juga mengharapkan anaknya kelak

bertumbuh kembang optimal (sehat fisik, mental/kognitif, dan sosial),

dapat dibanggakan, serta berguna bagi nusa dan bangsa. Anak harus

mendapat perhatian sejak mereka masih di dalam kandungan sampai

mereka menjadi manusia dewasa.

Anak adalah individu yang berusia 0 – 18 tahun dipandang sebagai

individu yang unik, yang punya potensi untuk tumbuh dan berkembang (

supartini, 2014, hlm.14).

Menurut Cahyaningsih (2011,hlm.1). Anak merupakan individu yang

unik, dimana mereka mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai

tahap usianya. Anak bukan miniature orang dewasa atau orang dewasa

dalam tubuh yang kecil.

b. Pertumbuhan dan perkembangan

1) Definisi pertumbuhan dan perkembangan

Menurut Soetjiningsih (2013,hlm.2), tumbuh kembang merupakan

proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak konsepsi dan terus

berlangsung sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah,


61

anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang. Tercapainya

tumbuh kembang optimal tergantung pada potensi biologik. Tingkat

tercapainya potensi biologik seseorang merupakanhasil interaksi antara

faktor genetik dan lingkungan bio-fisiko-psikososial (biologis, fisik

dan psikososial).

Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri

tersendiri pada setiap anak.Istilah tumbuh kembang sebenarnya

mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan

dan sulit dipisahkan , yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

Sementara itu mengenai pertumbuhan dan perkembangan per definisi

adalah sebagai berikut :

a) Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif

yaitu bertambahnya jumlah , ukuran , dimensi pada tingkat sel ,

organ , maupun individu. Anak tidak hanya bertambah besar

secara fisik ,melainkan juga ukuran dan struktur organ-organ

tubuh dan otak. Sebagai contoh hasil dari pertumbuhan otak

adalah anak mempunyai kapasitas lebih besar untuk belajar,

mengingat dan mempergunakan akalnya. Jadi anak tumbuh secara

fisik maupun mental. Pertumbuhan fisik dapat dinilai dengan

ukuran berat (gram,pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter),

umur tulang, dan tanda-tanda seks sekunder.


62

b) Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat

kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya

kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks,

dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari

proses diferesiasi sel tubuh , jaringan tubuh , organ , dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing

dapat memnuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan

kognitif, bahasa , motorik , emosi , dan perkembangan perilaku

sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Perkembangan

merupakan perubahan yang bersifat progresif, terarah dan terpadu

atau koheren. Progresif mengandung arti bahwa perubahan yang

terjadi mempunyai arah tertentu dan cenderung maju kedepan,

tidak mundur ke belakang. Terarah dan terpadu menunjukan

bahwa terdapat hubungan yang pasti antara perubahan yang terjadi

pada saat ini, sebelumnya dan berikutnya.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang

1) Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai peran

utama dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak.

Melalui instruksi genetik yang terkandung didalam sel telur yang

telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.

Pertumbuhan ditandai oleh intensitas dan kecepatan pembelahan,

derajat sensivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas ,


63

dan berhentinya pertumbuhan tulang. Yang termasuk faktor

genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan

patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik

yang baik, bila berinteraksi dengan lingkungan yang positif, akan

membuahkan hasil akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di

negara majsu lebih sering disebabkan oleh kelainan kromosom

seperti sindrom Dwon, sindrom Turner, dan sebagainya. Sementara

itu, di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan

selain disebabkan oleh faktor genetik, juga disebabkan oleh faktor

lingkungan yang kurang kondusif untuk tumbuh kembang anak,

seperti penyakit infeksi, kurang gizi dan sebagainya yang juga

berdampak terhadap tingginya angka kematian bayi dan anak.

2) Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai

tidaknya potensi genetik. Lingkungan yang baik akan

memungkinkan tercapainya potensi genetik, sedangkan yang tidak

baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan

lingkunganbiofisikopsikososial yang mempengaruhi individu setap

hari, mulai dari konsepsi sampai kahir hayatnya.

(Soetjiningsih,2013, hlm 61 – 62).


64

c. Tahap Pertumbuhan dan perkembangan

Menurut Hidayat (2008,hlm.14-23) tahapan pertumbuhan dan

perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau waktu kehidupan

anak. Secara umum terdiri atas masa prenatal dan masa postnatal.

1) Masa Prenatal

Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus.

Pada fase embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi

hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari

ovum menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada

minggu ke-2, terjadi pembelahan sel dan pemisahan jaringan antara

endoterm dan ektoderm. Pada minggu ke-3 terbentuk lapisan

mesoderm. Pada masa ini sampai usia 7 minggu belum tampak adanya

gerakan yang berarti melainkan hanya terdapat denyut jantung janin,

yaitu sudah mulai dapat berdenyut sejak 4 minggu. Pada fase fetus

terjadi sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12

sampai ke-40 terjadi peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah

ukuran panjang dan berat badan terutama pertumbuhan serta

penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.

2) Masa postnatal

Terdiri dari Masa postnatal terdiri atas masa neonatus,masa bayi,masa

prasekolah,masa sekolah dan masa remaja. Yang dijelaskan disini

sesuai pasien adalah pada Masa bayi.


65

Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap

pertama(antara usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan

pada masa ini dapat berlangsung secra terus-menerus, khususnya

dalam peningkatan susunan saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun):

kecepatan pertumbuhan pada masa ini mulai menurun dan terdapat

percepatan pada perkembangan motorik.

a. Tahap pertumbuhan

1) Berat badan

Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjadi dua, yaitu

usia 0-6 bulan dan usia 6-12 bulan. Untuk usia 0-6 bulan

pertumbuhan berat badan akan mengalami penambahan setiap

minggu sekitar 140-200 gram dan berat badannya akan menjadi

dua kali lipat berat badan lahir pada akhir bulan ke-6. Sedangkan

pada usia 6-12 bulan terjadi penambahan setiap minggu sekitar 25-

40 gram dan pada akhir bulan ke-12 kan terjadi penambahan tiga

kali lipat berat badan lahir.

2) Tinggi badan

Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi

badan sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan

mengalami penambahan tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap

bulannya. Pada akhir tahun pertama akan meningkat kira-kira 50%

dari tinggi badan waktu lahir.


66

3) Lingkar kepala

Pertumbuhan pada lingkar kepala ini terjadi dengan sangat cepat

sekitar enam bulan pertama, yaitu dari 35-43 cm. Pada usia-usia

selanjutnya pertumbuhan lingkar kepala mengalami perlambatan.

Pada usia 1 tahun hanya mengalami pertumbuhan kurang lebih

46,5 cm.

4) Gigi

Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang banyak mengalami

perubahan mulai dari pertumbuhan hingga penanggalan.

Pertumbuhan gigi terjadi di dua bagian, yaitu bagian rahang atas

dan bagian rahang bawah.

- Pertumbuhan gigi bagian rahang atas:

a) Gigi insisi setral pada usia 8-12 bulan;

b) Gigi insisi lateral pada usia 9-13 bulan;

c) Gigi taring (kaninus) pada usia 16-22 bulan;

d) Molar pertama anak laki-laki pada usia 13-19 bulan;

e) Molar pertama pada anak perempuan pada usia 14-18

bulan, molar kedua pada usia 25-33 bulan.

- Pertumbuhan gigi bagian rahang bawah:

a) Gigi insisi setral pada usia 6-10 bulan;

b) Gigi insisi lateral pada usia 10-16 bulan;

c) Gigi taring (kaninus) pada usia 17-23 bulan;

d) Molar pertama anak laki-laki pada usia 14-18 bulan;


67

e) Molar pertama pada anak perempuan pada usia 24-30

bulan, molar kedua pada anak laki-laki usia 29-31 bulan.

Perubahan selanjutnya adalah adanya beberapa gigi yang

mengalami penanggalan. Seperti halnya pertumbuhan gigi,

penanggalan gigi juga terjadi dibagian rahang atas dan bagian

rahang bawah.

- Penanggalan gigi bagian rahang tas :

a) Gigi insisi pertama pada usia 7 tahun;

b) Gigi insisi kedua pada usia 8 tahun;

c) Gigi taring (kaninus) pada usia 11 tahun;

d) Molar pertama pada usia 9 tahun;

e) molar kedua pada usia 11 tahun.

- Penanggalan gigi bagian rahang bawah :

a) Gigi insisi pertama pada usia 6 tahun;

b) Gigi insisi kedua pada usia 7 tahun;

c) Gigi taring (kaninus) pada usia 10 tahun;

d) Molar pertama pada usia 9 tahun;

e) molar kedua pada usia 10 tahun.

5) Organ penglihatan

Perkembangan organ penglihatan dimulai pada saat lahir. Sudah

terjadi perkembangan ketajaman penglihatan antara 20/100, adanya

refelks pupil dan kornea, memiliki kemampuan fiksasi pada objek

yang bergerak dalam rentang 450, dan bila tidak bergerak sejauh
68

20-25 cm. Pada usia 1 bulan bayi memiliki perkembangan, yaitu

adanya kemampuan melihat untuk mengikuti gerakan dalam

rentang 900, dapat melihat orang secara terus-menerus, dan

kelenjar air mata sudah mulai berfungsi. Pada usia 2-3 bulan

memiliki penglihatan perifer hingga 1800. Pada usia 4-5 bulan

kemampuan bayi untuk memfiksasi sudah mulai pada hambatan

1,25 cm, dapat mengenali botol susu, melihat tangan saat duduk

atau berbaring, melihat bayangan di cermin, dan mampu

mengakomodasi objek. Usia 5-7 bulan dapat menyesuaikan postur

untk melihat objek, mampu mengakomodasi objek. Usia 5-7 bulan

dapat menyesuaikan postur untuk melihat objek, mampu

mengembangkan warna kesukaan kuning dan merah, menyukai

rangsangan visual kompleks, serta mengembangkan koordinasi

mata dan tangan. Pada usia 7-11 bulan mampu memfiksasi objek

yang sangat kecil. Pada usia 11-12 bulan ketajaman penglihatan

mendeketai 20/20, dapat mengikuti objek yang dapat bergerak.

6) Organ Pendengaran

Perkembangan pada pendengaran dapat dimulai pada saat lahir.

Setelah lahir, bayi sudah dapat berespons terhadap bunyi yang

keras dengan refleks. Pada usia 2-3 bulan mampu memalingkan

kepala ke samping bila bunyi dibuat setinggi telinga.Pada usia 3-4

bulan anak memiliki kemampuan dalam melokalisasi bunyi dan

memalingkan kepala ke arah bunyi. Pada usia 4-6 bulan anak


69

memiliki kemampuan dalam melokalisasi bunyi makin kuat dan

mulai mampu membuat bunyi tiruan. Pada usia 6-8 bulan mampu

berespons pada nama sendiri. Pada usia 10-12 bulan mampu

mengenal beberapa kata dan artinya. Pada usia 18 bulan mulai

dapat membedakan bunyi.

7) Organ seksual

Perkembangan organ seksual antara laki-laki dan perempuan

terdapat bebrapa perbedaan. Pertumbuhan organ seksual laki-laki

antara lain terjadinya pertumbuhan yang cepat pada penis pada usia

12-15 tahun, kemudian rambut pubis pada usia 12-15 tahun.

Perkembangan pubertas diawali dengan beberapa tahap sebagai

berikut.

(Soetjiningsih 1998 dalam Hidayat,2008,hlm.18)

a) Tahap I (prapubertas) : pada dasarnya sama dengan masa anak-

anak, tidak terdapat rambut pubis.

b) Tahap II (pubertas): masa pubertas.

c) Tahap III : terjadi pembesaran penis awal terutama dalam

panjang, testis dan skrotum terus membesar,serta rambut lebih

lebat,kasar, keriting, dan merata pada seluruh pubis.

d) Tahap IV : terjadi peningkatan ukuran penis dengan

pertumbuhan diameter, glans lebih besar dan lebih lebar, serta

skrotum lebih gelap.


70

Perkembangan organ seksual perempuan antara lain terjadinya

pertumbuhan payudara antara usia 10-15 tahun dan rambut pubis

antara 11-14 tahun. Perkembangan payudara memiliki tahap-tahap

sebagai berikut:

a) Tahap I : tumbuhnya puting susu dengan area kecil, penonjolan

di sekitar papila, dan terjadinya pembesaran diamter areola.

b) Tahap II : pembesaran lanjut dari payudara dan areola tanpa

pemisahan konturnya.

c) Tahap III : terjadi proyeksi areola dan papila.

d) Tahap IV : tahap konfigurasi dewasa proyeksi papila yang

hanya disebabkan oleh resesi areola ke dalam kontur umum.

Pertumbuhan rambut pubis memiliki tahap-tahap sebagai berikut

(Wong 1996 dalam Hidayat,2008,hlm.18)

a) Tahap I (prapubertas) : tidak terdapat rambut pubis.

b) Tahap II : terjadi pertumbuhan rambut pubis yang jarang.

c) Tahap III : rambut pubis lebih hitam, kasar, keriting, dan

merata pada seluruh pubis.

d) Tahap IV : rambut pubis lebih lebat dan keriting.

e) Tahap V: rambut pubis orang dewasa dalam penyebaran, baik

kuantitas, jenis, maupun pola penyebaran ke bagian dalam

paha.
71

b. Tahap perkembangan

Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus,

perkembangan motorik kasar, perkembangan bahasa, dan

perkembangan perilaku/adaptasi sosial.

1) Perkembangan motorik halus

Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak

adalah sebagai berikut :

- Masa neonatus (0-28 hari)

Perkembangan motorik halus pada masa ini dimulai dengan

adanya kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita

memberikan respons terhadap gerakan jari atau tangan.

- Masa bayi ( 28 hari – 1 tahun)

Usia 1 – 4 bulan

Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat

melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek, mengikuti

objek dari sisi ke sisi, mencoba memegang dan memasukkan

benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas,

memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan

kedua tangan, serta menahan benda di tangan walaupun hanya

sebentar.

Usia 4-8 bulan

Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah sudah mulai

mengamatibenda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk


72

memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang.

Mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan

kedua benda di kedua tangan secara simultan, menggunakan

bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, serta memindahkan

objek dari satu tangan ke tangan yang lain.

Usia 8-12 bulan

Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah mencari atau

meraih benda kecil; bila diberi kubus mampus memindahkan,

mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari,

membenturkannya, serta meletakkan benda atau kubus ke

tempatnya.

2) Perkembangan motorik kasar

Perkembangan motorik kasar pada tahap perkembangan adalah

sebagi berikut :

- Masa Neonatus (0-28 hari)

Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini

diawali dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai

mengangkat kepala.

- Masa bayi (28 hari-1 tahun)

Usia 1-4 bulan

Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan

kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba

duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala


73

tegak, jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi

berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil

berbaring terlentang, berguling dari telentang ke miring, posisi

lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk

merangkak.

Usia 4-8 bulan

Perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada

perubahan dalam aktivitas, seperti posisi telungkup pada alas

dan sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan

gerakan menekan kedua tangannya. Pada bulan ke-4 sudah

mampu memalingkan kepala ke kanan dan ke kiri; duduk

dengan kepala tegak; membalikkan badan; bangkit dengan

kepala tegak; menumpu beban pada kaki dengan lengan

berayun ke depan dan ke belakang; berguling dari terlentang ke

tengkurap; serta duduk dengan bantuan dalam waktu singkat.

Usia 8-12 bulan

Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk

tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri,

bediri 2 detik, dan berdiri sendiri.


74

3) Perkembangan bahasa

- Masa Neonatus (0-28 hari)

Perkembangan bahasa masa neonatus ini dapat ditunjukan

dengan adanya kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi

terhadap suara atau bel.

- Masa bayi (28 hari – 1 tahun)

Usia 1-4 bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya

kemampuan bersuara dan tersenyum, mengucapkan huruf

hidup, berceloteh, mengucapkan kata “ooh/ahh”, teratawa dan

berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi dengan mengoceh.

Usia 4-8 bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat menirukan

bunyi atau kata-kata, menoleh ke ara suara atau sumber bunyi,

tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak,

serta menggunakan kata yang terdiri tas dua suku kata dan

dapat mebuat dua bunyi vokal yang bersamaan sepertu “ba-ba”

Usia 8-12 bulan

Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu

mengucapkan kata “papa” dan “mama” yang belum spesisfik,

mengoceh hingga mengatakannya secara spesifik, serta dapat

mengucapkan 1-2 kata.


75

4) Perkembangan perilaku/adaptasi sosial

Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia

adalah sebagai berikut :

- Masa neonatus (0-28 hari)

Perkembangan adaptasi sosial atau perilaku masa neonatus ini

dapat ditunjukkan dengan adanya tanda-tanda tersenyum dan

mulai menatap muka untuk mengenali seseorang.

- Masa bayi (28 hari- 1 tahun)

Usia 1-4 bulan

Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan

kemampuan mengamati tangannya; tersenyum; mengenal

ibunya dengan indra penglihatan,pendengaran,penciuman dan

kotak,menangis,membedakan wajah-wajah yang dikenal atau

tidak, senang menatap wajah yang dikenal serta diam jika

melihat orang yang tidak dikenal.

Usia 4-8 bulan

Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini antara lain anak

merasa takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing,

mulai bermain dengan mainan, mudah frustasi, serta memukul-

mukul lengan dan kaki jika sedang kesal.

Usia 8-12 bulan

Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dimulai dengan

kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah


76

mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang,

bermain bola atau lainnya dengan orang lain.

d. Kebutuhan Bermain& Jenis Permainan

1) Definisi

Menurut Ambarwati (2012,hlm.93).Bermain merupakan aktivitas yang

dilaksanakan tanpa paksaan, tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

anak, dan merupakan salah satu sarana untuk stimulus tumbuh

kembang anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Selain itu, dengan aktivitas bermain anak juga akan memperoleh

stimulasi mental yang merupakan cikal bakal dari proses belajar pada

anak untuk pengembangan, kecerdasan, ketrampilan, kemadirian,

kreativitas, agama, kepribadian, moral, etika ,dan sebagainya.

Untuk itu, ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan akan aktivitas

bermain dapat menjadi efektif dan efesien. Hal yang perlu dipahami

adalah bahwa aktivitas bermain tidak selalu membutuhkan alat

permainan. Sentuhan perhatian, dan bercanda sudah merupakan

aktivitas yang menyenangkan.

Alat-alat permainan yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan

usia anak. Jenis permainan tertentu hanya sesuai dengan usia anak.

Jenis permainan tertentu hanya sesuai dengan usia tertentu pula. Alat
77

permainan untuk anak dibawah 1 tahun jelas berbeda dengan berusia 4

tahun.

Permainan adalah stimulasi yang sangat tepat stimulasi yang sangat

yang tepat bagi anak. Usahakan memberi variasi permainan dan

sangat baik jika orang tua ikut terlibat dalam permainan , yaitu melalui

kegiatan bermainan , sehingga daya pikir anak terangsang untuk

mendayagunakan aspek emosional, sosial, serta fisiknya. Bermain

juga dapat meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman dan

pengetahuannya, serta berkembang keseimbangan mental

anak(Adriana,2017,hlm.72).

Fungsi permainan bagi anak adalah untuk perkembangan sensori

motorik, perkembangan kognitif (intelektual), sosialisasi, kreativitas ,

kesadaran diri , nilai-nilai moral dan nilai terapeutik (dapat

mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan). Dalam bermain

diperlukan prinsip-prinsip dalam aktivitas bermain yaitu perlu ekstra

energi , waktu yang cukup, alat permainan, ruang untuk bermain,

pengetahuan cara bermain, dan teman bermain. Jenis permainan pada

masa bayi (0 - 1 tahun),pada masa ini stimulus diberikan pada anak

seharusnya sudah dimulai sejak dalam kandungan, misalnya dengan

bisikan,sentuhan pada perut ibu, gizi ibu yang mencukupi, dan

menghindari pemicu stress yang mempengaruhi psikologis ibu.


78

Setelah lahir, stimulus langsung dilakukan pada bayi. Pada tahun

pertama kehidupan, stimulus diberikan untuk perkembangan sensori

motor, meskipun pada tahun-tahun berikutnya stimulus ini tetap harus

diberikan. Stimulus yang diberikan melalui aktivitas bermain

bertujuan untuk:

a) Melatih dan mengevaluasi reflek-reflek fisiologis;

b) Melatih koordinasi antara mata dan tangan serta mata dan telinga;

c) Melatih untuk mencari objek yang tidak kelihatan;

d) Melatih sumber asal suara;

e) Melatih kepekaan perabaan.

Contoh alat permainan yang dianjurkan pada masa ini adalah benda

yang aman untuk dimasukkan ke mulut, boneka orang/binatang yang

lunak, mainan yang bersuara, giring-giring bola dan lain-lain.

Karakteristik permainan pada masa bayi berdasarkan isi dalah

permainan yang memungkinkan anak berinteraksi dengan lingkungan

sosialnya ( social affective play) dan permainan yang memberikan

kesenangan pada anak (sense of pleasure play). Aktivitas bermain

sangat penting bagi anak. Meskipun anak dirawat dirumah sakit,

aktivitas ini tetap perlu dilakukan yang bertujuan untuk melanjutkan

tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan kreativitas anak,

dan anak dapat berdaptasi secara lebih efektif terhadap stres. Untuk

itu, perlu diperhatikan permainan yang sesuai dengan situasi dan

kondisi yang ada. Pelaksanaan aktivitas bermain dirumah sakit perlu


79

keterlibatan petugas kesehatan.Supaya anak dapat lebih efektif dalam

bermain di rumah sakit, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai

berikut:

a) Anak tidak menggunakan energi terlalu banyak, waktu bermain

lebih singkat untuk menghindari kelelahan, dan alat bermain lebih

sederhana seperti menyusun balok,menonton Tv, membuat kerajinan

tangan;

b) Relatif aman dan terhindar dari infeksi silang;

c) Sesuai dengan kelompok usia;

d) Tidak bertentangan dengan terapi;

e) Perlu partisipasi orang tua dan keluarga (Ambarwati,2012,hlm.93-

106).

2) Kebutuhan Bermain dan Jenis Permainan Menurut supartini (2014,

hlm.140). Berdasarkan kelompok usia anak yaitu pada masa bayi

Permainan untuk usia bayi dibagi menjadi bayi usia 0-3 bulan, 4-6

bulan dan 7-9 bulan. Karakteristik permainan anak usia bayi adalah

sense of pleasure play.

- Masa bayi usia 0-3 bulan

Karakteristik khas permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi

sosial yang menyenangkan antara bayi dan orang tua dan atau orang

dewasa sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga menjadi ciri khas

dari permainan untuk bayi usia ini. Alat permainan yang biasa

digunakan , misalnya mainan gantung yang berwarna terang dengan


80

bunyi musikyang menarik. Dari permainan tersebut, secara visual bayi

diberi objek yang berwarna terang dengan tujuan menstimulasi

penglihatannya. Oleh karena itu, bayi harus ditidurkan atau diletakkan

pada posisi yang memungkinkan agar dapat memandang bebas ke

sekelilingnya. Secara auditori ajak bayi berbicara, beri kesempatan

untuk mendengar pembicaraan, musik, dan nyanyian yang

menyenangkan.

-Masa bayi usia 4-6 bulan

Untuk menstimulasi penglihatan, dapat dilakukan permainan, seperti

mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah

dipegangnya dan berwarna terang, serta dapat pula dengan cara

memberi cermin dan meletakkan bayi didepannya sehingga

memungkinkan bayi dapat melihat bayangan dicermin.

Stimulasi pendengaran dapat dilakukan dengan cara selalu

membiasakan memanggil namanya, mengulangi suara yang

dikeluarkannya, dan sering berbicara dengan bayi, serta meletakkan

mainan yang berbunyi di dekat telinganya. Untuk stimulasi taktil,

berikan mainan yang dapat digenggamnya, lembut dan lentur, atau

pada saat memandikan, biarkan bayi bermain air dalam bak mandi.

-Masa bayi usia 7-9 bulan

Untuk stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan memberikan

mainan yang berwarna terang, atau berikan kepadanya kertas dan alat

tulis, biarkan ia mencoret-coret sesuai keinginannya. Stimulasi


81

pendengaran yang dapat dilakukan dengan memberi bayi boneka yang

berbunyi, mainan yang bisa dipegang dan berbunyi jika digerakkan.

Untuk itu, alat permainan yang dapat diberikan pada bayi, misalnya

buku dengan warna yang terang dan mencolok, gelas dan sendok yang

tidak pecah, bola yang besar, berbagai macam boneka, dan atau

mainan yang dapat didorong.

e. Kebutuhan Nutrisi

1) Definisi

Menurut Supartini (2014,hlm.105-111).Nutrien atau nutrisi adalah zat

gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang.

Setiap anak mempunyai kebutuhan nutrien yang berbeda dan anak

mempunyai karakteristik yang khas dan mengonsumsi makanan atau

zat gizi tersebut. Oleh karena itu, untuk menentukan makanan yang

tepat pada anak, tentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien, lalu

tentukan jenis bahan makanan yang dapat dipilih untuk diolah sesuai

dengan menu makanan yang diinginkan, tentukan juga jadwal

pemberian makanan, dan perhatikan porsi yang dihabiskannya. Ingat

bahwa faktor suka atau tidak suka pada makanan tertentu biasa terjadi

pada anak usia tertentu, yaitu biasanya usia todler dan prasekolah.

2) Kebutuhan nutrisi pada bayi

Bayi (0-12 bulan) memerlukan jenis makanan air susu ibu (ASI), susu

formula, dan makanan padat. Kebutuhan kalori bayi antara 100-200

kkal/kgBB. Pada empat bulan pertama, bayi lebih baik hanya


82

mendapatkan ASI saja (ASI ekskusif) tanpa diberikan susu formula.

Usia lebih dari empat bulan baru dapat diberikan makanan

pendamping ASI atau susu formula, kecuali pada beberapa kasus

tertentu ketika anak tidak bisa mendapatkan ASI, seperti ibu dengan

komplikasi postnatal, seperti menderita penyeakit menular, dan sedang

dalam terapi steroud atau morfin.

Pengaturan makanan untuk bayi dan anak sehat yaitu :

a) Untuk bayi, makanan utama adalah ASI ditambah makanan

pelengkap setelah melahirkan. Hindari pemberian makanan

tambahan seperti madu, glukosa, dan makanan pralakteal lainnya.

Pada usia di atas empat bulan boleh diberikan makanan lumat

berup bubur susu 1 kali dan buah 1 kali.

Untuk bayi usia 5-6 bulan diberikan 2 kali bubur susu, buah-

buahan, dan telur.

Untuk bayi umur 6-7 bulan dapat dimulai dengan pemberian nasi

tim dengan campuran antara beras, sayuran, dan daging atau ikan.

Bayi umur 8-12 bulan diberikan nasi tim dengan frekuensi 3 kali

sehari, dan bubur susu tidak diberikan lagi.

b) Makanan padat. Makanan padat mulai diberikan pada usia di atas

empat bulan, saat bayi mulai belajar duduk, kuat menahan leher

dari kepalanya, serta dapat menyatakan keinginannya.


83

Manfaat ASI untuk bayi adalah melindungi dari penyakit infeksi,

diare, dan alergi, mempererat hubungan dengan ibu, dan meningkatkan

daya tahan ibu, sedangkan manfaat untuk ibu adalah memberikan

kepuasn, lebih praktid dan murah, dan dapat menunda masa subur

(Supartini,2014,hlm.108).

3) Jenisnutrien yang diperlukan tubuh adalah

air,protein,lemak,karbohidrat, vitamin, dan mineral. Berikut adalah

dari setiap nutrien tersebut.

-Air

Usia 9 bulan membutuhkan 125-145 air per kg BB per hari (ml)

-Protein

Nilai gizi protein ditentukan oleh kadar asamamino esensial. Dua jenis

protein, yaitu protein hewani, yang didapat dari daging hewan dan

protein nabati dari tumbuh-tumbuhan. Nilai gizi protein hewani lebih

besar dari pada protein nabati dan lebih mudah diserap oleh tubuh.

Walaupun demikian, kombinasi penggunaan protein hewani dan

protein nabati sangat dianjurkan.

-Lemak

Pada dasarnya, lemak tidak banyak dibutuhkan dalam jumlah besar

kecuali lemak esensial, yaitu asam linoleat dan asam arakidonat. Pada

anak usai bayisampai kurang lebih 3 bulan, lemak merupakan sumber

gliserida dan kolesterol yang tidak dapat dibuat dari karbohidrat.


84

Lemak berfungsi untuk mempermudah absrorbsi vitamin yang larut

dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E , dan K.

-Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber tenaga bagi anak. Bayi yang baru

mendapat asupan makanan dari ASI akan mendapatkan 40% kalori

dari laktosa yang dikandung dalam ASI. Pada anak yang lebih besar

yang sudah mendapatkan makanan yang banyak mengandung tepung,

seperti bubur susu,sereal, nasi tim atau nasi. Apabila tidak

mendapatkan asupan karbohidrat yang memadai untuk menghasilkan

energi, tubuh akan memecah protein dan lemak cadangan dalam tubuh.

Berikut kebutuhan kalori pada anak menurut (Marlow,1988 dalam

Supartini, 2014, hlm. 107).

Usia 6 sampai 12 bulan dengan BB 10-15 kg, permukaan tubuh 0,45-

0,55 m2 yaitu kebutuhan kalorinya adalah 50-60 Cal/kg.

-Vitamin

Vitamin adalah sejumlah zat yang terdapat dalam makanan, yang

berfungsi untuk mempertahankan fungsi tubuh (Marlow,1988 dalam

Supartini, 2014, hlm.107). vitamin terbagi dalam dua bagian besar,

yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin yang

larut dalam lemak ( A, D, E, dan K).

4) Pada masa bayi status gizi bayi dalam bulan-bulan pertama dari

kehidupannya sangat menentukan untuk kehidupan selanjutnya. Segala

usaha yang memungkinkan harus dijalankan untuk mendapatkan


85

makanan yang bergizi. Masa bayi ini merupakan masa pertumbuhan

dan perkembangan yang cepat. Berat badan bayi normal menjadi dua

kali berat lahir pada usia 4 bulan dan menjadi tiga kali pada usia 10-12

bulan.

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi memerlukan

masukan zat-zat gizi yang seimbang dan relatif kecil, tetapi besar

apabila dihitung per kilogram berat badan. Namun, kemampuan bayi

untuk makan dibatasi oleh keadaan saluran pencernaannya yang masih

dalam tahap pendewasaan.

Bayi belum dapat makan makanan padat, yang berserat banyak atau

yang membebani ginjal. Satu-satunya makanan yang sesuai dengan

keadaan saluran pencernaan dan memenuhi kebutuhan nutrisi adalah

Air Susu Ibu(ASI). ASI merupakan makanan terbaik karena :

a) Paling sesuai dengan kondisi bayi;

b) Terjamin kebersihan sehingga aman dikonsumsi;

c) Mengandung zat antibodi yang melindungi bayi dari serangan

penyakit selama 6 bulan pertama kehidupannya.Maryunani

(2010,hlm.258).
86

f. Hospitalisasi

1) Definisi

Hospitalisasi merupakan pengalaman penuh stres baik bagi anak

maupun keluarganya. Stressor utama atau dampak yang dialami anak

pada usia 0-1 tahun dapat berupa cemas karena perpisahan dengan

keluarga dengan respon anak menangis,marah,menjerit,menolak, dan

anak tampak tegang. Kehilangan kendalianak akan kehilangan

kebebasan pandangan egosentris dalam mengembangkan otonominya

yaitu anak menjadi ketergantungan,cepat marah dan agresif, dalam

usia ini respon anak terhadap rasa nyeri adalah dengan mengerutkan

wajah,menangis, menggigit bibir dan lain-lain. Reaksi anak dapat

dipengaruhi oleh perkembangan usia, pengalaman terhadap sakit dan

perpisahan, diagnosis penyakit, sistem dukungan, dan koping terhadap

stres. Sedangkan dampak stressor terhadap orang tua atau keluarga

adalah rasa takut, cemas, rasa bersalah, tidak percaya bila anak sakit,

dan frustasi (Ambarwati,2012,hlm.17-35).

2) Reaksi anak terhadap hospitalisasi Menurut Supartini (2014, hlm.189).

Pada masa bayi (0 – 1 tahun)

Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan

orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih

sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety

atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya

dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak
87

usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan

sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan

merasakan cemas karena perpisahan adan perilaku yang ditunjukkan

adalah dengan menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan

ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.

3) Untuk mengatasi stres akibat hospitalisasi, maka perawat sebaiknya

melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui

pendekatan proses keperawatan, mulai dari pengkajian,diagnosis

masalah, rencana tidakan,tindakan sampai evaluasi. Contohnya

dengan mengajak bermain untuk mengurangi stres akibat

hospitalisasi,tentunya disesuaikan dengan kondisi pasien dan usia

pasien dan memberi dukungan pada anggota keluarga seperti memberi

informasi tentang kondisi pasien,prosedur pengobatan dan lain-lain

(Ambarwati,2012,hlm.17-35).

g. Imunisasi

Menurut Maryunani (2010,hlm.208-255).

1) Pengertian Imunisasi

Imunisasi merupakan upaya pencegahan yang telah berhasil

menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka

kematian) penyakit infeksi pada bayi dan anak.

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak

dengan mesakukkan vaksin ke dalam tubuh agra tubuh membuat zat

anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin


88

adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti

yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin

BCG, DPT, campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio.

2) Tujuan Imunisasi

Imunisasi bertujuan untuk:

a) Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan

menghilangkan penyakit tertentu di dunia;

b) Untuk melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang

sangat berbahaya bagi bayi dan anak;

c) Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat

mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu;

d) Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin

didapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.

e) Untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat

membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian

pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan

imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, bentuk rejan,

hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya;

f) Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan

menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

atau penyakit tertentu dari duania seperti pada imunisasi cacar.


89

3) Macam – macam imunisasi

Untuk macam-macam imunisasi dibagi dua yaitu imunisasi aktif dan

imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun

kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk

merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Sedangkan

imunisasi pasif adalah zat anti yang didapat dari luar tubuh.

4) Jenis-jenis imunisasi

Berikut ini adalah jenis-jenis imunisasi:

a) Imunisasi BCG (0-11 bulan)

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis

(TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular. Frekuensi

pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang

(booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga

antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Usia pemberiann

imunisasi dapat dilakukan sedini mungkin atau secepatnya, tetapi

pada umumnya dibawa 2 bulan. Cara pemberian imunisasi BCG

adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan

kanan atas atau penyuntikan pada paha. Tanda keberhasilan nya

adanya timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah)

didaerah bekas suntikan setelah satu atau dua minggu kemudian,

yang berubah menjadi pustula, kemudiaan pecah menjaid ulkus

(luka),tidak menimbulkan nyeri atau demam. Jika benjolan tidak


90

timbul,hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Karena kemungkinan cara

penyuntikan yang salah. Jadi benjolan tida timbul, antibodi tetap

terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi tidak perlu

diulang, karena di daerah endemi TB, infeksi alamiah selalu ada.

Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.

Sedangakan efek samping dari imunisasi ini, umunya tidak ada.

Namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah

bening diketiak atau leher bagian bawah dan biasanya akan

sembuh sendiri. Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak

yang berpenyakit TB atau menunjukan uji Mantoux positif atau

pada anak yang mempunyai penyakit kulit yang berat/menahun.

b) Imunisasi DPT (2-11 bulan)

Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit difteri (radang

tenggorokan),pertusis(radang paru) dan tetanus. Pemberian

imunisa diberikan 3 kali, yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6

bulan. Namun, bisa juga ditambahkan lagi 2 kali lagi, yaitu 1 kali

usia 18 bulan dan 1 kali usia 5 tahun. Selanjutnya usia 12 tahun,

diberikan imunisasi TT. Imunisasi ini diberikan dengan cara

suntikan intra muskuler (IM). Efek dari imunisasi ini biasanya

dengan gejala-gejala ringan, seperti demam (“sumeng”) saja dan

rewel selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan dan agak nyeri

atau pegal-pegal pada tempat suntikan, yang akan hilang sendiri


91

dalam beberapa hari. Dan untuk imunisasi DPT tidak dapat

diberikan pada anak-anak yang mempunyai penyakit atau kelainan

saraf baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsi.

c) Imunisasi polio (0 - 11 bulan)

Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis, yaitu

penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan

lumpuh kaki. Pemberian imunisasi ini bisa lebih dari jadwal yang

telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal atau

pekan Imunisasi Nasional. Pemberian imunisasi poilo diberikan 4

kali pada usia 0 – 11 bulan, dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan,

4 bulan, dan 6 bulan. Dengan interval minimal 4 minggu. Kecuali

saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin

DPT. Pemberian imunisasi polio diberikan dengan cara oral atau

mulut, untuk efek samping nya hampir tidak ada efek samping

terhadap imunisasi polio ini. Hanya sebagian kecil saja yang

mengalami pusing, diare ringan dan sakit otot. Sebaiknya pada

anak dengan diare berat atau sedang sakit parah, seoerti demam

tinggi dan pada anak yang mendertia penyakit kekebalan seperti

HIV/AIDS tidak diberikan imunisasi polio.

d) Imunisasi campak ( 9 – 11 bulan)

Imunisasi campak adalah imunisasi yang digunakan untuk

mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena


92

penyakitini sangat menular. Frekuensi pemberian imunisasi

campak adalah satu kali pada usia 9 – 11 bulan, dan dianjurkan

pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena anti bodi dari ibu sudah

menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umunya

menyerang anak usia balita.jika pada usia 12 bulan anak belum

mendapatkan imunisasi campak,maka dianjurkan anak harus

dimunisasi MMR (measles Mups Rubelle). Cara pemberian

imunisasi ini adalah dengan cara subkutan dan untuk efek samping

biasaya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, hanya mungkin

terjadi demam ringan dan terdapat efek kemerahan pada pipi

dibawah telinga pada hari 7-8 setelah penyuntikan,, pembengkakan

pada tempat penyuntikan. Imunisasi campak tidak disarankan pada

anak dengan infeksi akut disertai demam, gangguan kekebalan,

TBC, gizi berat.

e) Imunisasi Hepatitis B (1 – 11 bulan)

Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu

penyakit infeksi yang dapat merusak hati. Frekuensi pemberian

adalah tiga kali, usia pemberian sebaiknya diberikan 12 jam setelah

lahir dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan stabil, kemudian

dilanjut pada usia 1 bulan, dan usia antar 3 – 6 bulan. Untuk cara

pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intra muskuler

(IM). Efek sampingnya umumnya tidak terjadi, jika pun terjadi


93

biasaya berupa keluhan nyeri pada tempat penyuntikan,yang

disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan

hilang dalam waktu dua hari. Imunisasi ini tidak dapat diberikan

pada anak yang sakit berat.

f) Menurut (Widoyono,2011,hlm.46) , tambahan imunisasi atau

vaksin khusus Typhoid adalah sebagai berikut :

a) Vaksin parenteral

Berasal dari sel. S. Typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc

vaksin mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak

usia 1 – 5 tahun adalah 0,1 cc, anak usia 6 – 12 tahun 0,25 cc,

dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan interval 4

minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya

yang pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi.

b) Vaksin oral Ty21a

Ini adalah vaksin oral yang mengandung S. Typhi strain Ty21a

hidup. Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan

dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut lapora,

vaksin oral Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5

tahun.

c) Vaksin parenteral polisakarida

Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella.

Vaksin diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc

intramuskular pada usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan


94

(booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar 60 – 70%.

Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relatif aman.


95

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Ambarwati ( 2012,hlm.190) dan Andra (2013,hlm.179).

a) Identitas

Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.

b) Keluhan utama

Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan

kurang bersemangat, serta nafsu makan berkurang (terutama selama

masa inkubasi).

c) Riwayat kesehatan sekarang

Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama

pasien,sehingga dapat ditegakkan proritas masalah keperawatan yang

dapat muncul.

d) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.

f) Riwayat tumbuh kembang

Yang dimaksud riwayat tumbuh kembang adalah kelainan-kelainan

fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang

yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, misalnya pernah ikterius

saat proses kelahiran yang lama atau lahir prematur. Kelengkapan


96

imunisasi pada form yang tersedia tidak terdapat isisan yang berkaitan

dengan tumbuh kembang.

2. Pemeriksaan Fisik

Menurut Ambarwati ( 2012,hlm.191)

a) Mata : Konjungtiva anemis.

b) Mulut : Terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor, sementara

ujung dan tepinya berwarna kemerahan, jarang disertai tremor.

c) Abdomen : Dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).

Bila terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.

d) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

3. Pemeriksaan laboratorium

Menurut Ambarwati ( 2012,hlm.190)

a) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,

limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.

b) Darah untuk kultus (biakan,emepdu) dan widal.

c) Biakan empedu basil Salmonella Thyposa dapat ditemukan dalam

darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih serung

ditemukan dalam urine dan faeces.

d) Pemeriksaan widal

Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat

anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih

menunjukan kenaikan yang progresif.


97

4. Diagnosa Keperawatan

Menurut Wilkinson (2016,hlm 15-399)

a) Hipertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal ( reaksi

infeksi Salmonella Typhi).

b) Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b.d kurangnya asupan makanan yang adekuat.

c) Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal.

d) Resiko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan stempat, tirah

baring, kelemahan fisik umum.

e) Ansietas b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi.

f) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik umum, malaise dan kram otot.

5. Intervensi keperawatan

Menurut Wilkinson (2016,hlm 15-399)

a. Hipertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal (infeksi

Salmonella Thypi)

Tujuan : dalam waktu 1 x 4 jam terjadi penurunan suhu tubuh.

Kriteria hasil :

1) Suhu dalam batas normal (36-370C).

2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

3) Turgor kulit elastis.

4) Pengisian kapiler kurang dari 3.

5) Membran mukosa lembab.


98

Intervensi

1) Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 atau 4 jam

Rasional : tindakan ini sebagai dasar untuk menentukan intervensi.

2) Observasi membran mukosa, pengisian kapiler, dan turgor kulit

Rasional : untuk mengidentifikasi tanda-tanda dehidrasi akibat

panas.

3) Berikan minum 2 – 2,5 liter sehari selama 24 jam

Rasional : kebutuhan cairan dalam tubuh cukup mencegah

terjadinya panas.

4) Berikan kompres air biasa pada daerah aksila, lipat paha, dan

temporal bila terjadi panas.

Rasional : secara konduksi dan konveksi panas tubuh akan

berpindah dari tubuh ke material yang dingin. Area yang

digunakan dalah tempat dimana pembuluh darah arteri besar

berada sehingga meningkakan efektivitas dari proses konduksi.

5) Anjurkan pasien untuk tirah baring (bedrest) sebagi upaya

pembatasa aktivitas selama fase akut.

Rasional : menurunkan kebutuhan metabolisme tubuh sehingga

turut menurunkan panas.

6) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan

menyerap keringat.

Rasional : pakaian tipis memudahkan penguapan panas. Saat suhu

tubuh naik, pasien akan banyak mengeluarkan keringat.


99

7) Berikan terapi obat golongan antipiretik sesuai program medis dan

evaluasi efektivitasnya.

Rasional : untuk menurunkan atau mengontrol panas badan.

8) Pemberian antibiotik sesuai program medis.

Rasional : untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran

infeksi.

9) Pemberian cairan parenteral sesuai program medis.

Rasional : mengganti cairan akibat penguapan panas tubuh.

10) Observasi hasil pemeriksaan darah dan feses.

Rasional : untuk mengetahui perkembangan penyakit typhoid dan

efektivitas terapi.

11) Observasi adanya peningkatan suhu tubuh secara terus-meneruss,

distensi abdomen, dan nyeri abdomen.

Rasional : peningkatan suhu tubuh secara terus menerus setelah

pemberian antipiretik dan antibiotik, kemungkinan

mengindikasikan terjadinya komplikasi perforasi usus.

b. Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b.d kurangnya asupan makanan yang adekuat, karena pasien tidak

nafsu makan.

Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil:

1) Nafsu makan meningkat.

2) Pasien mampu menghabiskan satu porsi makanan (bubur).


100

3) Berat badan meningkat atau normal (seperti semula)

Intervensi

1) Kaji pola makan dan status pasien

Rasional : sebagai dasar untuk menentukan intervensi.

2) Berikan makanan yang tidak merangsang (pedas,asam, dan

mengandung gas)

Rasional : mencegah iritasi usus.

3) Berikan makanan lunak selama fase akut (masih ada panas atau

suhu tubuh lebih dari normal)

Rasional : mencegah terjadinya iritasi usus dan komplikasi

perforasi usus.

4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering

Rasional : mencegah rangsangan mual atau muntah

5) Timbang berat badan pasien tiap hari

Rasiional : untuk mengetahui masukan makanan atau penambahn

berat badan.

6) Lakukan perawatan mulut secara teratur dan sering

Rasional : meningkatkan nafsu makan.

7) Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang memadahi

Rasional : agar pasien bersikap kooperatif dalam

pemenuhannutrisi.

8) Berikan terapi aritemik sesuai program medis


101

Rasional : untuk mengontrol mual dan muntah, sehingga dapat

meningkatkan masukan makanan.

9) Berikan nutrisi parenteral sessuai program terapi, jika pemberian

makanan oral tidak dapat diberikan.

Rasional : untuk mengistirahatkaan gastrointestinal dan

memberikan nutrisi penting untuk metabolisme tubuh.

c. Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang atau beradaptasi

Kriteria hasil :

1) Secara subjektif melaporkannyeri berkurang atau dapatdiadaptasi.

2) Skala nyeri 0 – 1 (0- 4).

3) Dapat menidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau

menurunkan nyeri.

4) Pasien tidak gelisah.

Intervensi

1) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi dan noninvasif

Rasional : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan non

farmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan dalam

mengurangi nyeri.

2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :

a) Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.


102

Rasional : istirahat secara fisiologis akan menurunkan

kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme.

b) Ajarkan teknik pernafasan dalam pada saat nyeri muncul

Rasional : meningkatkan asupan oksigen sehingga akan

menurunkan nyeri skunder dari iskemia spina.

c) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

Rasional : distraksi ( pengalihan perhatian) dapat menurunksn

stimulus internal.

d) Manajemen lingkungan yang tenang, batasi pengunjung dan

istirahatkan pasien

Rasional : lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri.

3) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri dan

menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

Rasional : pengetahuan yang akan dirasakan membantu

mengurangi nyerinya dan dapat membantu menegmbangkan

kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.

d. Resiko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah

baring lama, kelemahan fisik umum

Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam resiko dekubitus tidak terjadi.

Kriteria hasil :

1) Pasien terlihat mampu melakukan pencegahan dekubitus.

2) Area yang berisiko tinggi penekanan setempat tidak hiperemi


103

atau tidak ada gejala dekubitus.

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengatahuan pasien tentang cara dan teknik

peningkatan kondisi mobilisasi

Rasional : tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial

ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai

dengan kondidi individu dengan mengetahui tingkat pengetahuan

tersebut.

2) Lakukan mobilisasi miring kanan-kiri setiap 2 jam

Rasional : mencegah stimulus setempat yang berlanjut pada

nekrosis bagian lunak.

3) Jaga kebersihan dan ganti sprei jika kotor atau lunak

Rasional : mencegah stimulus kerusakan pada area bokong yang

resiko terjadi dekubitus.

4) Bantu pasien melakukan latihan ROM dan perawatan sesuai

toleransi.

Rasional : untuk memlihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan

dan meningkatkan aliran darah ke ekstremitas.

5) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami

tekanan pada waktu berubah posisi.

Rasional : menghindari kerusakan kapiler-kapiler.


104

6) Observasi terhadap eritema dan kepucatan, serta palpasi area

sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah

posisi

Rasional : deteksi dini adanya gangguan dan hilangnya sensai

risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi

bedrest total dan imobilisasi. Hangat dan pelunakan adalah tanda

kerusakan jaringan.

e. Ansietas b.d prognosis penyakit, misinterpretasi informasi

Tujuan : secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.

Kriteria hasil :

1) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.

2) Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecah

masalahnya dan perubahan digunakan sesuai situasi yang dihadapi.

3) Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan atau ketakutan

dibawah standar.

4) Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik

Intervensi :

1) Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda-tanda

vital, gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respon verbal

dan nonverbal selama komunikasi.

Rasional : digunakan mengevaluasi derajat/tingkat

kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi

verbal.
105

2) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan

mengekspresikan rasa takutnya.

Rasional : kesempatan diberikan pada pasien untuk

mengekspresikan rasa takut dan kekhawatiran tentang akan adanya

perasaan malu akibat kurang kontrol terhadap eliminasi usus.

Ketakutan atas rasa malu ini sering menjadi masalah utama.

3) Catat reaksi dari pasien atau keluarga. Berikan kesempatan untuk

mendiskusikan perasaannya atau konsentrasinya, dan harapan masa

depan.

Rasional : anggota keluarga dengan responnya yang terjadi dan

kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.

4) Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan

individu, seperti nonton TV.

Rasional : meningkatan distraksi dari pikiran pasien dengan

kondisi sakit.

f. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik umum, malaise, kram otot.

Tujuan : setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan diharapkan

pasien toleran terhadap aktivitas.

Kriteria hasil :

1) Tidak ada keluhan lelah

2) Tidak ada takikardia dan takipnea saat melakukan aktivitas.

3) Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi.


106

Intervensi :

1) Kaji tingkat toleransi pasien terhadap aktivitas

Rasional : sebagai dasar untuk menentukan intervensi.

2) Kaji jumlah makanan yang dikonsumsi pasien setiap hari

Rasional : untuk mengidentifikasi asupan nutrisi pasien.

3) Anjurkan tirah baring (bedrest) selama fase akut

Rasional : untuk menurunkan metabolisme tubuh dan mencegah

iritasi usus.

4) Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas

Rasional: untuk mengurangi gerak peristaltik usus, sehingga

mencegah iritasi usus.

5) Bantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan

Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi dengan energi minimal,

sehingga mengurangi gerak peristaltik usus.

6) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memenuhi kebutuhan

aktivitas sehari-hari

Rasional : partisipasi keluarga meningkatkan sikap bekerjasama

dalam perawatan pasien.


BAB III

TINJAUAN KASUS

Padabab ini menguraikan tentang kajian penulis terhadap pasien bernama An.

M di ruang South RS Columbia Asia dengan kelolaan selama 3 hari dari

tanggal 30 Januari 2018 sampai 1 Januari 2018. Kasus yang dituliskan

berbentuk resume keperawatan yang disusun mulai dari pengkajian, diagnosa,

intervensi, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2018 pukul

15.30 WIB. Di ruang South RS Columbia Asia .

1. Identitas

Pasien berinisial An. M, berusia 9 bulan, jenis kelamin Perempuan,

agama Katolik, Alamat Boja dengan Demam Thyphoid, penanggung

jawab An. M yakni nama ibu Ny. A dan nama ayah Tn. I, pekerjaan

ayah adalah pedagang dan ibu sebagai ibu rumah tangga, alamat

Kendal, suku Jawa, Bangsa Indonesia.

2. Riwayat Kesehatan

Saat dilakukan analisa data keluhan utama yang didapatkan saat

pengkajian yaitu Demam naik turun .

Riwayat kesehatan sekarang, pada hari Minggu tanggal 28 januari

2018 An. M mengalami demam, tidak nafsu makan dan lemas,serta

107
108

rewel. Oleh orang tua diberikan paracetamol syrup. Setelah diberi obat

beberapa hari An. M tidak mengalami perubahan dan demam tidak

kunjung turun. Kemudian pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2018

pukul 15.00 An. M masuk ke RS Columbia Asia.

Pasien di IGDdilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu Suhu

38,50C, Nadi : 112x/menit, RR : 20 x/menit, SpO2 : 99. Di Columbia

pasien dilakukan cek lab dengan hasil Hb 9,2 g/dl dan Salmonella

Typhi positif 4,pasien juga mendapatkan infus RL 10 tpmdi vena

dorsal Metacarpal Sinistra dengan menggunakan IV cath no 24, tetesan

lancar, tidak ada plebitis.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :pada masa prenatal selama

kehamilan, ibu pasien mengatakan tidak pernah sakit parah, ibu pasien

mengatakn teratur memeriksakan kandungannya, mendapatkan vaksin

TT dan minum vitamin. Pada masa intra natal ibu pasien mengatakan

pasien lahir secara secar dan dalam kondisi sehat,menangis kencang ,

lahir di RS Panti Wilasa Citarum Semarang. Pada masa post natal ibu

pasien mengatakan pasien diasuh oleh kedua orang tua kandung dan

mendapatkan ASI dan MPASI bubur susu sejak umur 8 bulan.

Riwayat dahulu, ibu pasien mengatakan anak pernah mengalami

batuk, pilek. Sebelumnya tidak pernah dirawat di rumah sakit, saat


109

demam pasien diberikan obat penurun panas yaitu paracetamol syrup,

pasien belum pernah dilakukan tindakan operasi, pasien tidak

mempunyai riwayat alergi obat maupun makanan, dan tidak pernah

mengalami kejang demam, tidak pernah mengalami kecelakaan, ibu

pasien mengatakan An. M mendapat imunisasi BCG, DPT, Polio,

Hepatitis, dan yang belum adalah imunisasi campak. Ibu pasien

mengatakan dalam keluarga pasien tidak ada yang mempunyai

penyakit menurun seperti DM dan hipertensi.

Genogram

Keterangan :

: Laki - laki

: Perempuan

: Laki –laki Meninggal


110

: Perempuan Meninggal

: Pasien

: Menikah

: Keturunan

: Tinggal Serumah

An. M usia 9 bulan, anak kedua dari dua bersaudara. An. M

mempunyai kakak berjenis kelamin laki-laki . An. M bertempat

tingga l serumah bersama ayah,ibu,dan saudaranya.

Riwayat sosial, An. M diasuh oleh kedua orang tuanya. Ayahnya

bekerja sebagai pedagang, dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Ibu

pasien mengatakan hubungan pasien dengan keluarga harmonis,

pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ibu pasien

mengatakan pasien setiap hari bermain dengan kakaknya., pasien

selalu aktif dan responsif saat bermain dengan kakak dan ibunya dan

tampak ceria. Ibu pasien mengatakan lingkungan dirumahnya tidak

terlalu bersih, banyak sampah yang tidak dibuang pada tempatnya.


111

3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon

Pola persepsi kesehatan dan managemen kesehatan, ibu pasien

mengatakan belum mengetahui penyebab typhoid dan gejalanya, tapi

setelah sudah dijelaskan oleh perawatibu pasien mengatakan sudah

paham tentang penyakit typhoid baik penyebab dan gejalanya. Ibu

pasien mengatakan jika anak sakit ibu pasien langsung memeriksakan

anaknya keklinik terdekat, ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan

kesehatan dan melakukan imunisasi secara teratur di RS Panti Wilasa

Citarum, pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara dengan

proses kelahiran secara secar, ibu pasien mengatakan pakaian dan

popok ganti 3x sehari dan orang tua tidak merokok, pasien

kesehariannya bermain dengan kakaknya. Pola nutrisi dan metabolik,

ibu pasien mengatakn pasien masih mendapat ASI, untuk selera

makan pasien menurun, makan cuma habis ± 5 sendok dengan disuapi

oleh ibunya. Berat badan pasien menurun dari 11,5 kg menjadi 11 kg

karena nafsu mkan pasien berkurang, pasien mengonsumsi vitamin

penambah darah yaitu songobion. Pola eliminasi, ibu pasien

mengatakan pasien BAB 1x sehari dan konsistenso lunak, BAK 3x

sehari dengan memakai popok. Pola aktivitas dan latihan, ibu pasien

mengatakan pasien rutin mandi 2x sehari, dimandikan oleh ibunya,

untuk aktifitas sehari-hari pasien dirumah dalah bemain dengan

kakaknya dan ibunya, hanya saja untuk dirumah sakit pasien lebih

membatasi aktifitasnya dan banyak istirahat dan tidur, pasien masih


112

dalam pengawasan dan dibantu orang tua. Pola istirahat dan tidur, ibu

pasien mengatakan di rumah sakit anaknya susah tidur dan sering

rewel saat badan terasa demam, tidur ± 8 jam, siang ± 3 jam setiap

hari. Pola kognitif dan persepsi, ibu pasien mengatakan respon anak

jika sesuatu atau menyampaikan kebutuhannya yaitu dengan

menangis.Pola toleransi stress dan koping, ibu pasien mengatakan

yang menyebabkan anak stess adalah pasien sering rewel karena

demam dan tampak takut jika didekati perawat, untuk penanganan

masalah ini adalah dengan ibu menggendong anak dan memberi ASI.

Pola konsepdiri,ibu pasien mengatakan anak sering rewel semenjak

sakit. Pola peran hubungan , ibu pasien mengatakan hubunga pasien

dengan keluarga baik dan harmonis, anak rewel dan tampak tegang

jika didekati perawat. Pola seksualitas, pasien berjenis kelamin

perempuan berumur 9 bulan dan tidak terpasang DowerCateter. Pola

nilai dan keyakinan, ibu pasien mengatakn pasien dan keluarga

beragama katolik dan rutin kegeraja setiap hari minggu.

4. Keadaan Kesehatan Saat Ini

Diagnosa medis adalah Demam Typhoid, pasien tidak menjalani

operasi, obat-obatan terapi pasien adalah untuk injeksi yaitu lapixime

125mg, Gentamycin 40 mg/ml, Tamoliv 100 mg dan untuk peroral

yaitu Fosicol 125 mg/5ml, Songobion drop 15 ml dan Sanmol drop 3

x 0,6 ml. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah dengan ukur


113

tanda-tanda vital, berikan kompres air hangat, anjurkan pasien untuk

banyak minu, memantau status nutrisi pasien.

5. Pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan imunologi adalah

Salmonella Typhi positif 4, hal pemeriksaan laboratorium

adalahHemoglobin 9,2 g/dl, Hematokrit 27,5%, Leukosit 21,11


x
103/µLdan trombosit H742x103/µL. Pemeriksaan urin didapatkan

hasil PH 8,5. Pemeriksaan Thorax adalah didapatkan kesan tidak

tampak kelainan pada foto thoraks saat ini.

6. Pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum composmentis,

TB : 80 cm, BB : 11 kg, lingkar kepala : 50, 2 cm. Penilaian status

gizi z-score pasien menurut jenis kelamin dan nutrisi pasien adalah

baik dengan angka 0,30. Tanda-tanda vital Suhu 38,50C, Nadi: 112

x/menit, RR: 20 x/menit, SpO2: 99 %. Mata tampak simetris, pupil

isokor dan konjungtiva anemis . pada mulut didapatkan lidah kotor,

mukosa bibir kering, dan gigi tumbuh 4 dibagian depan.

Pada pemeriksaan telinga didapatkan telinga simetris, bersih, tidak

ada serumen berlebih.Dada jantung, inspeksi pulsasi ictus cordis

tidak tampak, palpasi teraba pulsasiictus cordis pada ICS 5 kiri,

perkusi terdengar pekak, dan auskultasi bunyi jantung B1lup B2 dup

reguler. Pada paru didapatkan inspeksi tampak simetris kanan dan

kiri, tidak ada retraksi dinding dada, palpasi tidak ada nyeri tekan,

perkusi sonor dan auskultasi terdengar vesikuler. Abdomen inspeksi


114

tampak membesar, auskultasi bising usus 10 x/menit, perkusi perut

kembung, palpasi tympani. Pada punggung normal,tidak ada lesi,

genetalia perempuan bersih, tidak terpasang DC. Pada ekstremitas

atas terpasang infus RL 10 Tpm di vena dorsal metacarpal sinistra, IV

cath no 24, ektremitas bawah tidak tampak oedema, dan tidak ada

lesi. Turgor kulit elastis, dan kulit bersih.

7. Data Imunisasi

Pasien sudah di imunisasi BCG diberikan pada usia 1 bulan

,DPTdiberikan pada usia 2-4 bulan, Polio diberikan 1-4 bulan, dan

Hepatitis diberikan pada usia kurang dari 1 bulan ,dilakukan di RS

Panti Wilasa Citarum Semarang, dan yang belum dilakukan adalah

imunisasi Campak.

8. Pemeriksaan tumbuh kembang

Tumbuh kembang pasien pada saat lahi 3005 gr, panjang badan

saat lahir 50 cm, tengkurap pada usia 3 bulan, mulai duduk pada

usia 6 bulan, usia gigi tumbuh pada usia 7 bulan, usia anak

merambat ditembok atau mencoba berdiri pada usia 9 bulan.

9. Pemeriksaan tingkat perkembangan Denver II didapatkan

perkembangan anak normal sesuai usia. Tingkat kemandirian dan

bergaul, anak dapat melihat atau menatap wajah ibu, daag daag

dengan tangan, menyatakan keinginan, tepuk tangan, mengenal ibu

dengan melihat,mencium, mendengar dan kontak mata, main ciluk

baa, mencari mainan yang jatuh, makan dengan tangan sendiri.


115

Tingkat perkembangan motorik halus, pasien dapat membenturkan

2 benda, mengambil 2 benda dengan tangan bergantian,

memegang dengan ibu jari dan jari-jari. Tingkat perkembangan

kognitif dan bahasa ,pasien dapat bersuara “maa”, “paa”. Tingkat

perkembangan motorik kasar, pasien dapat, duduk tanpa sandaran,

belajar berdiri dengan kedua kaki, berbalikdan tengkurap,

merangkak meraih mainan. Jadi kesimpulan dari hasil

pemeriksaanDenver II tidak ada kelainan dalam semua sektor.

10. Analisa Data

Analisa data dilakukan pada hari Selasa 30 Januari 2018, dari

analisa tersebut telah ditemukan masalah antara lain :

a. Diagnosa pertama yaitu hipertermi berhubungan dengan proses

infeksi Salmonella Typhi. Dengan data subyektifnya , ibu

pasien mengatakan anaknya demam naik turun , rewel, nafsu

makan menurun dan lemas. Data objektifnya , pasien tampak

rewel dan lemas, dan gelisah, akral hangat, lidah kotor,

konjungtiva anemis, hasil lab didapatkan Salmonella Typhi

positif 4, Suhu 38,50C, Nadi : 112x/menit. RR: 20 x/menit,

SpO2 : 99 %.

b. Diagnosa kedua yaitu resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak

adekuat. Dengan data subyektifnya , ibu pasien mengatakan

nafsu makan pasien menurun. Data objektifnya,A : BB sebelum


116

11,5 kg, BB sesudah 11 kg, B : Salmonella Typhi positif 4, Hb

: 9,2 g/dl, Hematokrit : 27,5%, C : lidah kotor, perut kembung,

konjungtiva anemis, D : diit lunak (bubur).

c. Diagnosa ketiga yaitu ansietas berhubungan dengan reaksi

psikologi atau dampak dari hospitalisasi. Dengan data

subyektifnya ibu pasien mengatakan anaknya sering rewel,dan

susah tidur. Data objektifnya pasien tampak lemah, rewel dan

tampak tegang jika didekati perawat,malam tidur ± 8 jam, siang

± 3 jam setiap hari.

B. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Typhi.

2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake tidak adekuat.

3. Ansietas berhubungan dengan reaksi psikologi atau dampak dari

hospitalisasi.

C. Intervensi keperawatan

Dari hasil analisa data yang sudah didapat penulis melakukan

perencanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang

pertama hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Typhi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 7 jam penurunan

suhu tubuh dapat terjadi, dengan kriteria hasil suhu normal (36 – 370C),

tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit elastis, pengisian kapiler

kurang dari 3, membran mukosa lembab, dengan ini penulis merencanakan


117

yaitu, kaji dan catat suhu tiap 2 atau 4 jam, Rasional : tindakan ini sebagai

sebagai dasar untuk menentukan intervensi. Observasi membran mukosa

dan turgor kulit, Rasional : untuk mengidentifikasi tanda-tanda akibat

panas. Berikan minum 2 – 2,5 liter sehari selama 24 jam, Rasional :

kebutuhan cairan dalam tubuh cukup untuk mencegah terjadinya

panas.berikan kompres air biasa pada daerah aksila, lipat paha, dan

temporal bila terjadi panas, Rasional : secara konduksi dan konveksi

panas tubuh akan berpindah dari tubuh ke material yang dingin. Area yang

digunakan adalah tempat dimana pembuluh darah arteri besar berada

sehingga meningkatkan efektifitas dari proses konduksi. Anjurkan

keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

Rasional : pakaian tipis memudahkan penguapan panas. Saat suhu tubuh

naik, pasien akan banyak mengeluarkan keringat. Berikan terapi obat

golongan antipiretik sesuai program medis ( Tamoliv 100 mg dan sanmol

drop 3 x 0,6 ml), Rasional : untuk menurunkan atau mengontrol panas

badan. Pemberian antibiotik sesuai program medis (lapixime 125 mg,

Gentamycin 20 mg, Fosicol 125 mg/ 5 ml) Rasional : untuk mengatasi

infeksi dan mencegah penyebaran infeksi. Observasi adanya peningkatan

suhu tubuh secara terus menerus, distensi abdomen, dan nyeri abdomen,

Rasional : peningkatan suhu tubuh secara terus menerus setelah pemberian

antipiretik dan antibiotik, kemungkinan mengindikasikan terjadinya

komplikasi perforasi usus.


118

Intervensi diagnosa kedua adalah, tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 8

jam pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil, tidak

terjadi mual dan kembung, nafsu makan meningkat, pasien mampu

menghabiskan satu porsi makanan, berat badan stabil atau meningkat dan

tidak ada tanda- tanda malnutrisi. Dengan rencana keperawatan sebagai

berikut,kaji pola makan dan status nutrisi pasien, Rasional : sebagai dasar

untuk menentukan intervensi. Berikan makanan makan porsi kecil tapi

sering, Rasional untuk mencegah rangsangan mual,muntah. Timbang BB,

Rasional untuk mengetahui masukan makanan dan perkembangan nutrisi

pasien. Berikan makanan lunak selama fase akut (masih ada panas atau

suhu tubuh lebih dari normal), Rasional : untuk mencegah iritasi usus dan

komplikasi perforasi usus. Lakukan perawatan mulut secara teratur dan

sering, Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan pasien. Jelaskan

pentingnya asupan nutrisi yang memadai kepada keluarga, Rasional : agar

pasien atau keluarga kooperatif dalam pemberian kebutuhan nutrisi pasien.

Intervensi diagnosa ketiga, tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 8 jam

secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang dengan kriteria hasil

pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat, pasien dapat

mendemonstrasikan keterampilan pemecah masalahnya dan perubahan

sesuai yang dihadapi, pasien dapat mencatat penurunan

kecemasan/ketakutan dibawah standar, pasien dapat rileks dan

tidur/istirahat dengan baik, dengan intervensi yaitu, monitor respon fisik


119

seperti kelemahan, perubahan tanda vital, gerakan yang berulang-ulang,

catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal selama komunikasi, Rasional

: di gunakan mengevaluasi derajat/ tingkat kesadaran/konsentrasi,

khususnya saat melakukan komunikasi verbal atau nonverbal selama

komunikasi. Anjurkan keluarga dan pasien mengekspresikan rasa

cemas/rasa takutnya, Rasional : kesempatan diberikan pada pasien untuk

mengekspresikan rasa takutnya (menangis ) dan kekhawatirannya tentang

rasa malu akibat kurang kontrol (dampak hospitalisasi). Catat reaksi pasien

atau keluarga dan berikan kesempatan untuk mendiskusikan

kecemasannya dan harapan di masa depan dan jelaskan tentang

penyakitnya. Rasional : berikan kesempatan untuk mendiskusikan

perasaannya/konsentrasinya, dan harapan dimasa depan atau untuk

menentukan intervensi selanjutnya dan untuk mengurangi kecemasan

dengan pemberian penjelasan dari perawat. Anjurkan aktivitas pengalihan

perhatian sesuai kemampuan individu, seperti menonton TV, Rasional :

meningkatkan distraksi dari pikiran pasien dengan kondisi sakit atau

mengurangi rasa cemas.

D. Implementasi Keperawatan

Pada hari Selasa 30 Januari 2018 tindakan keperawatan yang dilakukan

pada pukul 15.45 adalah monitor KU dan TTV, dengan respon data

subyektif ibu pasien mengatakan anaknya masih demam naik turun, data

obyektif akral teraba hangat, suhu 38,50C, Nadi : 112 x/menit, RR : 20

x/menit.Pukul 17.00. Menganjurkan keluarga untuk memberikan minum


120

pasien, dengan respon data subyektif : ibu pasien mengatakan akan

memberikan minum kepada pasien, data obyektif : pasien minum ASI dan

air putih sedikit. Pukul 17.30. Menganjurkan keluarga untuk memakaikan

pakaian tipis agar menyerap keringat, dengan respon data subyektif, ibu

pasien mengatakan akan mengganti baju pasien, data objektif, pasien

tampak lebih nyaman. Pukul 18.15. Memberikan terapi obat antipiretik

(Tamoliv 100 mg dan sanmol drop 3 x 0,6 ml) tambahan Songobion drop

15 ml, dengan respon, data subjektif ibu pasien mengatakan akan

membantu membri obat, data objektif obat masuk lancar , pasien tidak

mengalami muntah dan tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 19.00. Kaji

pola makan dan status nutrisi pasien, dengan respon, data subyektif ibu

pasien mengatakan nafsu makan pasien menurun, data objektif pasien

tampak lemas dan rewel. Pukul 19.45. Jelaskan pentingnya asupan nutrisi

yang memadai kepada keluarga dan menganjurkan keluarga pasien untuk

menyuapi pasien makan sedikit tapi sering, dengan respon ibu pasien

mengatakan paham tentang pentingnya nutrisi bagi anaknya dan akan

menyuapi pasien bubur, data objektif, pasien makan habis ± 5 sendok

makan. Pukul 20.30. Catat reaksi cemas dan berikan penjelasan tentang

penyakit,dengan respon, data subjektif ibu pasien mengatakan anak sering

rewel jika demam dan didekati perawat, ibu pun juga sekiti cemas karena

anaknya sering rewel dan belum sembuh, data objektif anak tampak rewel

dan tegang jika didekati perawat, anak masih tampak cemas, sedangkan

setelah diberikan penjelasan ibu pasien mengerti dan tidak cemas.


121

Pada hari Rabu, 31 Januari 2018. Pukul 08.30. Memberikan kompres air

biasa di axila atau lipatan paha,serta monitor suhu, dengan respon, data

subjektif ibu pasien mengatakan anaknya masih demam naik turun, data

objektif akral teraba hangat, suhu 38,30C. Pukul 09.15. memberikan terapi

obat antibiotik (Fosicol DS 125 mg/5ml, Lapixime 125 mg dan

Gentamycin 20 mg) tambahan Songobion drop 15 ml, dengan respon data

subyektif ibu pasien mengatakan akan membantu dalam memberikan obat

kepada anak, data objektif bat masuk lancar, tidak ada tanda-tanda alergi

obat. Pukul 10.30 menimbang BB pasien, dengan respon, data subjektif

ibu pasien mengatakan anak masih susah makan, data objektif BB : 11,1

kg. Pukul 12.10. Membantu menyuapi makan pasien (sedikit tapi sering),

dengan respon, data subjektif ibu pasien mengatakn nafsu makan pasien

kembali bertambah, data objektif pasien makan habis ± 8 sendok bubur

dan minum air putih 3 sendok. Pukul 13.15. Monitor respon fisik seperti

kelemahan, TTV, dan abdomen, reaksi verbal dan nonverbal.dengan

respon, data subjektif ibu pasien mengatakan anaknya sering rewel, masih

lemas, data objektif anak tampak rewel dan sering menangis jika didekati

perawat dan demam, anak tampak lemas,suhu :380C. Pukul 13.45.

Anjurkan untuk mengekspresikan rasa cemasnya, dengan respon, data

subjektif ibu pasien mengatakan anaknya sering sekali rewel , data objektif

anak tampak sering menangis dan rewel.


122

Pada hari kamis, 1 Januari 2018. Pukul 08.00. Melakukan perawatan mulut

secara teratur,dengan respon, data subjektif ibu pasien mengatakan

anaknya mau makan habis ¼ porsi,data objektif kebersihan mulut pasien

belum baik, tampak masih ada sisa-sisa makanan,dan tampak bersih

sesudah dibersihkan, anak tampak lebih nyaman. Pukul 09.15. Memonitor

suhu badan pasien, dengan respon, data subjektif ibu pasien mengatakan

demam anak sudah turun, data objektif, suhu badan 36,50C. Pukul 12.15.

Membantu pasien untuk makan makanan lunak (bubur) dan minum air

putih atau ASI, dengan respon, data subjektif, ibu pasien mengatakanakan

menyuapi makan anak, data objektif, nafsu makan pasien bertambah, habis

seporsi bubur, minum ASI dan sedikit air putih, pasien tampak kooperatif.

Pukul 13.00. Memberikan terapi obat (songobion drop 15 ml dan fosicol

DS 125 mg/ 5 ml) sesuai program, dengan respon, data subjektif ibu

pasien mengatakan anak sudah tidak demam, data objektif, obat masuk

lancar pasien tampak kooperatif, suhu :360C. Pukul 13.45. Membantu

pasien untuk menonton TV untuk pengalihan kecemasan, dengan respon,

data subjektif ibu pasien mengatakan anaknya suka menonton kartun dan

juga akan membantu anak untuk menonton TV, data objektif pasien

tampak menikmati acara TV dan rasa cemas atu rewel bisa dialihkan dan

berkurang.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi hari pertama pada hari Selasa 30 Januari 2018 pukul 21.00, pada

diagnosa pertama SOAP pulang. Hipertermi berhubungan dengan proses


123

infeksi Salmonella Typhi. Ditemukan data subjektif : ibu pasien

mengatakan anaknya demam naik turun, data objektif : suhu badan 38,30C,

Nadi : 112 x/menit, RR : 20 x/menit, SpO2 : 99%, akral hangat, mukosa

bibir kering. Assesment :masalah hipertermi. Planning : lanjutkan

intervensi.

Hari kedua hari Rabu tanggal 31 Januari 2018 pukul 07.00. Data fokus nya

yaitu. Data subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya demam,sering

rewel, dan tidak nafsu makan. Data objektif : suhu tubuh 38,30C, akral

hangat, pasien rewel, nafsu makan dan minum berkurang (pasien tampak

tidak nafsu makan), habis ± 5 sendok.

Pada diagnosa pertama, SOAP datang tanggal 31 Januari 2018, data

subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya demam tadi malam, data

objektif : suhu 38, 30C, akral teraba hangat. Assesment : masalah

hipertermi. Planning : lanjutkan intervensi.

SOAP pulang tanggal 31 Januari 2018, diagnosa pertama,dengan data

subjektif : ibu pasien mengatakan suhu badan anaknya mulai turun, data

objektif : suhu tubuh 380C, akral teraba hangat. Assesment : Masalah

hipertermi. Planning : lanjutkan intervensi.

Hari ketiga hari kamis, tanggal 1 Januari 2018, data fokusnya yaitu, data

subjektif : ibu pasien mengatakan suhu badan anaknya turun,sudah mau


124

makan, rewel berkurang, data objektifnya : suhu 36,50C, akral teraba

hangat, makan bubur habis ± 10 sendok.

Diagnosa pertama, SOAP datang tanggal 1 Januari 2018, diagnosa

pertama,data subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak

demam, data objektif : suhu badan 36,50C. Assesment: masalah

hipertermi. Planning : lanjutkan intervensi.

SOAP pulang tanggal 1 Januari 2018,diagnosa pertama, data subjektif :

ibu pasien mengatakan suhu badan anaknya turun dan tidak demam lagi,

data objektif : suhu 360C, RR : 20 x/menit, kesadaran : Composmentis,

anak tampak kooperatif. Assesment : Masalah hipertermi teratasi. Planning

: Hentikan intervensi.

Evaluasi hari pertama, Selasa tanggal 30 Januari 2018,untuk diagnosa

kedua, SOAP pulang, data subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya

susah makan, data objektif : makan habis ± 5 sendok bubur. Assesment :

Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Planning :

lanjutkan intervensi.

Hari kedua hari Rabu tanggal 31 Januari 2018 pukul 07.00. Data fokusnya

yaitu. Data subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya demam,sering

rewel, dan tidak nafsu makan. Data objektif : suhu tubuh 38,30C, akral

hangat, pasien rewel, nafsu makan dan minum berkurang (pasien tampak

tidak nafsu makan), habis ± 5 sendok.


125

SOAP datang, hari Rabu tanggal 31 Januari 2018,diagnosa kedua, data

subjektif : ibu pasien mengatakan nafsu makan anaknya berkurang, data

objektif : makan habis ± 6 sendok,pasien tampak rewel dan tegang.

Assesment : Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. Planning : lanjutkan intervensi.

SOAP pulang, hari Rabu tanggal 31 Januari 2018, diagnosa kedua, data

subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau makan lagi, data

objektif : makan bubur ± 8 sendok. Assesment : Resiko

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Planning :

lanjutkan intervensi.

Hari ketiga hari kamis, tanggal 1 Januari 2018, data fokusnya yaitu, data

subjektif : ibu pasien mengatakan suhu badan anaknya turun,sudah mau

makan, rewel berkurang, data objektifnya : suhu 36,50C, akral teraba

hangat, makan bubur habis ± 10 sendok.

SOAP datang, tanggal 1 Januari 2018, diagnosa kedua, data subjektif : ibu

pasien mengatakan nafsu makan pasien mulai meningkat, data objektif :

makan habis ¼ porsi bubur. Assesment : Resiko ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Planning : lanjutkan intervensi.

SOAP pulang, tanggal 1 Januari 2018, diagnosa kedua, data subjektif : ibu

pasien mengatakan anaknya sudah mau makan dan minum, data objektif :

habis seporsi bubur, BB stabil, mukosa lembab. Assesment : Resiko


126

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.

Planning : Hentikan intervensi.

Evaluasi hari pertama, Selasa tanggal 30 Januari 2018,untuk diagnosa

ketiga, SOAP pulang, data subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya

sering rewel dan menangis saat didatangi perawat, data objektif : pasien

tampak ketakutan dan menangis. Assesment : Masalah ansietas. Planning :

lanjutkan intervensi.

Hari kedua hari Rabu tanggal 31 Januari 2018 pukul 07.00. Data fokusnya

yaitu. Data subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya demam,sering

rewel, dan tidak nafsu makan. Data objektif : suhu tubuh 38,30C, akral

hangat, pasien rewel, nafsu makan dan minum berkurang (pasien tampak

tidak nafsu makan), habis ± 5 sendok.

SOAP datang, tanggal 31 Januari 2018,diagnosa ketiga, data subjektif : ibu

pasien mengatakan anaknya masih rewel, data objektif : pasien tampak

gelisah dan ketakutan. Assesment : Masalah ansietas. Planning : lanjutkan

intervensi.

SOAP pulang, tanggal 1 Januari 2018, diagnosa ketiga, data subjektif : ibu

pasien mengatkan anaknya sudah mulai ceria dan tapi masih sedikit rewel,

data objektif : anak tampak ceria dan cemas berkurang. Assesment :

masalah ansietas. Planning : lanjutkan intervensi.


127

Hari ketiga hari kamis, tanggal 1 Januari 2018, data fokusnya yaitu, data

subjektif : ibu pasien mengatakan suhu badan anaknya turun,sudah mau

makan, rewel berkurang, data objektifnya : suhu 36,50C, akral teraba

hangat, makan bubur habis ± 10 sendok.

SOAP datang, tanggal 1 januari 2018,diagnosa ketiga, data subjektif : ibu

pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel lagi, dan masih takut jika

didekati perawat, data objektif : anak tampak tegang jika didekati perawat.

Asesment : Masalah ansietas. Planning : lanjutkan intervensi.

SOAP pulang, tanggal 1 januari 2018,diagnosa ketiga,data subjektif : ibu

pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel dan tidak takut perawat

lagi, data objektif : pasien tampak kooperatif, bermain dan menonton TV

dengan kakaknya serta tidak rewel lagi. Assesment : Masalah ansietas

teratasi. Planning : Hentikan intervensi.


BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang pembahasan tentang

asuhan keperawatan yang dilakukan pada An. M dengan demam

Typhoid. Pembahasan mengenai masalah yang muncul pada pasien dan

membandingkan masalah yang muncul sesuai teori. Penulis menguraikan

masalah yang muncul mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi keperawatan, evaluasi keperawatan dan masalah yang tidak

muncul pada pasien.

A. Pengkajian

Menurut Budiono (2015,hlm.127) pengkajian adalah tahap awal dari

proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien. Penulis melakukan asuhan

keperawatan pada An. M selama 3 hari, dimulai dengan melakukan

pengkajian pada hari Selasa, 30 Januari 2018 pukul 15.30 WIB diruang

south Rumah Sakit Columbia Asia Semarang, pasien An. M berumur 9

bulan, jenis kelamin perempuan, alamat Kendal, beragama Katolik.

Pasien masuk dengan diagnosa typhoid.

128
129

Pengkajian yang dilakukan penulis didapatkan keluhan utama pasien

adalah demam naik turun dengan suhu axila 38,50C. Peningkatan suhu

tubuh yang terjadi pada pasien merupakan hasil dari reaksi sistemik.

Karena peningkatan suhu tubuh merupakan bagian dari pertahanan

tubuh terhadap bakteri dan virus, beberapa peneliti menunjukkan

bahwa tubuh dapat melawan infeksi lebih efektif bila suhunya tinggi

(bakteri dan virus lebih memilih lingkungan yang suhu ada sekitar

98,60F, atau 370C) (Marmi,2015,hlm.84).

Menurut Meita Shanty (2015,hlm.91) yang terjadi pada pasien adalah

demam typhoid, karena demam typhoid adalah penyakit akut yang

berhubungan dengan demam yang paling sering disebabkan oleh

bakteri Salmonella Typhi.

Menurut Ahmed dan Naveed (2016 ¶2), bahwa peningkatan suhu

tubuh yang dialami pasien merupakan salah satu gejala dari demam

Typhoid yang disebabkan oleh adanya reaksi endotoksis bakteri

Salmonella Typhi. Karena demam Typhoid merupakan penyakit yang

disebabkan oleh bakteri basil gram negatif yang menyebabkan

spektrum sindrom klinis karakteristik termasuk gastroenteritis, demam

enterik, bakteremia, infeksi endovascular, dan focal infeksi seperti

osteomyelitis atau abses.


130

Keluhan pasien selanjutnya adalah tidak nafsu makan pasien. Hal ini

pada pasien demam typhoid terjadi karena adanya rasa tidak enak pada

perut disebabkan keasaman lambung yang merupakan faktor penentu

dan suseptibilitas (kemampuan merespon atau kerentanan) terhadap

kuman Salmonella yang melekat pada jonjot ileum, sehingga

menyebabkan nafsu makan berkurang (Widagdo, 2012).

Menurut Andra dan Yessie (2013,hlm.180) biasanya pada pasien

dengan demam Typhoid, nafsu makan klien berkurang karena terjadi

gangguan pada usus halus.

Hasil pengkajian pada pasien meliputi riwayat kesehatan sekarang.

Menurut Muhamad Ardiansyah (2012,hlm.240) riwayat kesehatan

sekarang adalah mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan

utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah

keperawatan yang dapat muncul. Pada tanggal 28 Januari 2018 An. M

mengalami demam naik turun, lemas dan tidak nafsu makan. Oleh

orang tua diberikan paracetamol syrup. Setelah diberi obat beberapa

hari An. M belum mengalami perubahan. Pada hari Selasa tanggal 30

Januari 2018 An. M dibawa ke RS Columbia Asia, pukul 15.00 pasien

masuk IGD RS Columbia Asia, di IGD dilakukan tindakan pengukuran

suhu yaitu hasilnya 38,50C, cek lab dengan hasil Hb : 9,2 g/dl dan

Salmonella Typhi positif 4. Pasien dipasang cairan RL 10 Tpm divena


131

dorsal metacarpal sinistra dengan menggunakan IV cath no 24, tetesan

lancar, tidak ada plebitis.

Menurut Muhamad Ardiansyah (2012,hlm.240). Riwayat kesehatan

sebelumnya yaitu apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang

sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit lain

berhubungan dengan penyakit sistem pencernaan, sehingga

menyebabkan penyakit Typhus Abdominalis. Dari hasil pengkajian

ditemukan data ibu pasien mengatakan anak pernah mengalami batuk,

pilek sebelumnya tetapi tidak pernah dirawat di rumah sakit. Anak

juga tidak mempunyai alergi obat,makanan dan tidak mempunyai

riwayat kejang demam.

Menurut Muhamad Ardiansyah (2012,hlm.240). Riwayat tumbuh

kembang yaitu yang dimaksud adalah adakah kelainan-kelainan atau

kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang

dapat mempengaruhi keadaan penyaakit, seperti pernah ikterus saat

kelahiran, kelengkapan imunisasi. Dari hasil pengkajian ditemukan

data bahwa ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah

mengalami kelaianan, proses kelahiran lancar, imunisasi diberikan

kepada anak secara teratur atau tepat waktu dan yang belum dilakukan

adalah imunisasi campak.


132

Pada pengkajian pola gordon, anak mengalami gangguan kebutuhan

nutrisi, anak mengalami anoreksia atau tidak nafsu makan. Menurut

Meita Shanty(2015,hlm.91) salah satu gejala demam typhoid adalah

kurang nafsu makan.

Menurut Andra & Yessie (2013,hlm.180) Pengkajian Pola Fungsi

Kesehatan atau pola gordon yaitu Pola nutrisi dan metabolisme :

Biasanya nafsu makan berkurang karena terjadi gangguan pada usus

halus. Pola istirahat dan tidur : selama sakit pasien merasa tidak dapat

istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah,

kadang diare. Hal ini sesuai teori yaitu, pasien mengalami nafsu makan

berkurang, susah tidur karena demam dan sering rewel atau

menangis,jadi pola istirahat tidurnya juga terganggu.

Pengkajian nutrisi didapatkan pasien makan dan minum 3x sehari

dengan jenis bubur bayi dan minum air putih dan ASI. BB sebelum

sakit 11, 5 kg, setelah sakit 11 kg, TB 80 cm, penilaian Z-score pasien

adalah 0,30 dan dalam kategori normal. Pemeriksaan fisik pasien

didapatkan tampak lemas, lidah kotor, mukosa bibir kering, turgor

kulit kembali cepat, konjungtiva anemis, pemeriksaan abdomen

inspeksi tampak membesar, kembung, auskultasi bising usus

10x/menit, perkusi perut kembung, agak keras, palpasi bunyi timpani.


133

Penurunan BB pada pasien ketika sebelum dan sesudah sakit yaitu BB

sebelum sakit 11,5 kg, setelah sakit 11 kg. Penurunan berat badan

pasien disebabkan oleh asupan nutrisi pada pasien tidak adekuat. Hal

ini disebabkan oleh adanya gangguan gastrointestinal yang dialami

pasien seperti mual muntah dan lainnya ( Irawati & Hanriko, 2016 ¶5).

Lidah tampak kotor disebabkan oleh karena mukosa permukaan dorsal

anterior lidah ditandai dengan dua jenis papila dengan fungsi tertentu

yaitu papila filiformis dan papila fungiformis. Epitel keratin yang

melapisi permukaannya memberikan warna abu-abu pada lidah dan

pada dasarnya berfungsi dalam menjilat dan menggiring makanan ke

distal. Pada keadaan infeksi seperti yang dialami pasien Typhoid pada

papila ini terdapat timbunan bakteri dan sel-sel epitel mati sehingga

warna abu-abu akan tampak lebih jelas meliputi permukaan dorsum

(Jurnal Universitas Sumatra Utara diakses pada 11 Mei 2017 pukul

01.38 WIB).

Lidah pasien demam tifoid yang khas yaitu berselaput (kotor ditengah,

tepi dan ujung merah). Lidah berselaput ini akan mengganggu fungsi

papila tengah pada lidah yang andil dalam pengecapan rasa pahit

sehingga fungsi papila tengah lebih dominan terhadap intake cairan

dan makanan ke tubuh selanjutnya lidah kan terasa pahit kadang


134

disertaitremor.(Http//:www.informasikedokteran.com/2015/07/demam

-tifoid) tanggal 8 maret 2018, pukul 19.30 WIB.

Pemeriksaan abdomen Inspeksi tampak membesar,kembung,

Auskultasi bising usus 10 x/menit, Perkusi perut kembung, agak keras,

Palpasi bunyi timpani. Perut kembung ini merupakan salah satu tanda

gejala dari demam typhoid. Hal ini disebabkan oleh karena adanya

pembesaran hati dan limfa yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella

yang menginfeksi (Ardiyansyah, 2012, hlm.236).

Konjungtiva anemis disebabkan karena kadar hemoglobin pada pasien

mengalami penurunan sehingga pasien mengalami anemia. Pada kasus

demam tifoid dapat ditemukan adanya anemianormokromik normositer

dalam beberapa minggu setelah sakit. Anemia dapat terjadi antara lain

oleh karena pengaruh berbagai sitokin dan mediator sehingga terjadi

depresi sitokin dan mediator sehingga terjadi depresi sumsum tulang,

penghentian tahap pematangan eritrosit maupun kerusakan langsung

pada eritrosit. Disamping itu anemia bisa disebabkan perdarahan usus

yang terjadi saat pasien sudah memasuki fase akut (Sucipto, 2015 ¶13).

Pemeriksaan Imunologi didapatkan hasil Salmonella Typhi postif

4,yaitu menurut teori menggunakan pemeriksaan Tes tubex.Tes tubex

menggunakan pemisahan partikeluntuk mendeteksi atibodi IgM dari


135

seluruh serum pada antigen serotipe typhi 09 lipopolisakarida.

Antibodi pasien menghambat pengikatan antara partikel indikattor

yang dilapisi dengan antibodi monoklonal anti-09 dan lipopolisakarida

yang dilapisi partikel magnetik. Spesimen dapat menggunakan sampel

serum atau plasma heparin. Hasil tes tubex ditentukan berdasarkan

skor yang interpretasinya dapat dilihat dari skor berikut : skor < 2

Negatif yaitu tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif. Skor 3 Borderline

yaitu pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila

masih meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian. Skor

4 – 5 Positif yaitu menunjukkan infeksi tifoid aktif. Skor > 6 Positif

yaitu Indikasi kuat infeksi tifoid (Jurnal Ghaida dan Angga ¶ 2).

Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 30 Januari 2018, didapatkan

Hemoglobin 9,2 g/dl, Hematokrit 27,5%, leukosit 21,11


x
103/µL,trombosit 742 x103/µL, MCV 56,4 fL, MCH 16,8 pg,

Neutrofil 56,7%, Monosit 8,6%.

Pemeriksaan Hemoglobin didapatkan hasil 9,2 g/dl. Untuk anak usia 6

bulan sampai 1 tahun nilai normalnya adalah 10 – 15 g/dl. Hemoglobin

adalah suatu substansi protein dalam sel-sel darah merah yang terdiri

dari zat besi, yang merupakan pembawa oksigen. Nilai hemoglobin

yang rendah disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi pada pasien


136

karena pasien mengalami gangguan gastrointestinal akibat infeksi

virus Salmonella (Kee, 2012, hlm.114).

Pemeriksaan Leukosit didapatkan hasil 21,11 x103/µL. Untuk usia baru

lahir 9.000 – 30.000µL ; 2 tahun : 6.000 – 17.000 µL. Leukosit adalah

bagian dari sistem pertahanan tubuh; leokosit akan segera bereaksi

terhadap benda asing yang masuk dan membuat mekanisme

pertahanan. Peningkatan jumlah leukosit disebut leukositosis dan

penurun jumlah leukosit disebut leukopenia (Kee, 2012, hlm.114).

Pemeriksaan trombosit 742 x103/µL, jumlah normalnya 200.000 –

400.000 per microliter darah. Trombosit adalah komponen sel darah

yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik, dan berfungsi utama dalam

proses pembekuan darah. Penurunan sampai dibawah 100.000/Mcl

berpotensi untuk terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan

darah ( Sutedjo, 2008, hlm. 27).

Pemeriksaan Hematokrit didapatkan hasil 27,5% dari nilai normal usia

baru lahir sampai 1 tahun adalah 44 – 65%. Hematokrit merupakan

volume sel-sel darah merah dalam 100ml darah, dihitung dalam

persen. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengukur konsentrasi

sel-sel darah merah (eritrosit) dalam darah. Pemeriksaan ini berkaitan


137

dengan kadar hemoglobin dalam darah, jika hemoglobin rendah maka

kadar hematrokit akan rendah (Kee, 2012, hlm. 112).

Pemeriksaan MCV didapatkan hasil 66,7 dari normal untuk bayi yaitu

96 – 108 dan MCH 20,7 pg dari nilai normal 32 – 34. MCV (Mean

Corpuscular Volume), MCH ( Mean Corpuscular Hemoglobin) dari

seldarah merah. Penurunan MCV dan MCH ini merupakan indikasi

dari anemia. Pemeriksaan ini berhubungan dengan kadar hemoglobin

dalam darah, jika hemoglobin dalam darah pasien mengalami

penurunan maka akan secara otomatis kadar MCV dan MCH akan

turun (Kee, 2012, hlm.138).

Pemeriksaan Neutrofil didapatkan hasil 56,7 dari nilai normal untuk

bayi yaitu 61 %. Penurunan kadar neutrofil disebabkan oleh penyakit

virus, anemia. Kadar neutrofil pada pasien turun disebabkan oleh

adanya penyakit virus Salmonella pada pasien, bereaksi sangat cepat

terhadap inflamasi dan tempat perlukaan jaringan dibandingkan jenis

SDP yang lain. Selama fase akut, garis depan pertahanan tubuh adalah

neutrofil. (Kee, 2012, hlm. 73).

Pemeriksaan Monosit 8,6%, nilai normal umur anak 9%. Penurunan

kadar oleh penyakit leukemia limfosit dan anemia aplastik. Monosit

adalah garis pertahanan kedua melawan infeksi bakteri dan benda-


138

benda asing. Reaksinya lebih lambat terhadap penyakit-penyakit

infeksi dan inflamasi, tetapi lebih kuat dari neutrofil dan dapat

memakan partikel-debris yang lebih besar (Kee, 2012, hlm. 73).

Menurut (Ngastiyah, 2014) komplikasi pada pasien thyphoid adalah

komplikasi pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi

sering fatal yang pertama yaitu perdarahan usus, bila sedikit hanya

ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika

perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan

tanda-tanda renjatan, yang kedua yaitu perforasi usus, timbul biasanya

pada minggu ketiga setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.

Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila

terdapat udara dirongga peritonium, yang ketiga yaitu peritonitis

biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.

Hal tersebut merupakan komplikasi yang mungkin bisa muncul pada

pasien demam thyphoid tetapi, pada pemeriksaan An. M tidak

ditemukan adanya komplikasi.

Menurut (Maryunani,2010,hlm.208-255), Imunisasi merupakan upaya

pencegahan yang telah berhasil menurunkan morbiditas (angka

kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada bayi

dan anak.
139

Pengkajian tentang immunisasi, imunisasi adalah usaha memberikan

kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam

tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit

tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk

merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh

melalui suntikan, seperti vaksin BCG, DPT, campak, hepatitis B dan

melalui mulut seperti vaksin polio.Sedangkan imunisasi yang

dilakukan pada pasien berumur 9 bulan,belum lengkap yaitu pasien

belum memperoleh imunisasi campak.

Alasan pasien tidak dilakukan imunisasi dikarenakan pada saat umur 9

bulan ini, keadaan pasien sedang sakit. Menurut teori bahwa syarat

paling utama anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi

sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus

dengan memasukkan virus,bakteri yang dilemahkan , atau bagian dari

bakteri ke dalam tubuh dan kemudian menimbulkan antibodi. Jadi

ketika anak sakit, maka tidak diperbolehkan untuk imunisasi

(Hanum,2010).

Pemeriksaan tingkat perkembangan Denver II didapatkan, Tingkat

kemandirian dan bergaul atau personal sosial, anak dapat melihat atau

menatap wajah ibu, daag daag dengan tangan, menyatakan keinginan,

tepuk tangan, mengenal ibu dengan melihat,mencium, mendengar dan


140

kontak mata, main ciluk baa, mencari mainan yang jatuh, makan

dengan tangan sendiri. Tingkat perkembangan motorik halus, pasien

dapat membenturkan 2 benda, mengambil 2 benda dengan tangan

bergantian, memegang dengan ibu jari dan jari-jari. Tingkat

perkembangan kognitif dan bahasa ,pasien dapat bersuara “maa”,

“paa”. Tingkat perkembangan motorik kasar, pasien dapat, duduk

tanpa sandaran, belajar berdiri dengan kedua kaki, berbalikdan

tengkurap, merangkak meraih mainan.

Jadi dari hasil pemeriksaan Denver II tidak ada kelainan dalam semua

sektor, karena menurut teori, tingkat kemandirian dan bergaul atau

personal sosial, Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dimulai

dengan kemampuan bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah

mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang, bermain

bola atau lainnya dengan orang lain. Motorik halus, Perkembangan

motorik halus pada usia ini adalah mencari atau meraih benda kecil;

bila diberi kubus mampus memindahkan, mengambil, memegang

dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkannya, serta meletakkan

benda atau kubus ke tempatnya. Motorik kasar, Perkembangan

motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri

dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, bediri 2 detik, dan berdiri

sendiri. Bahasa, Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu

mengucapkan kata “papa” dan “mama” yang belum spesisfik,


141

mengoceh hingga mengatakannya secara spesifik, serta dapat

mengucapkan 1-2 kata. Hidayat (2008,hlm.23).

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Typhi

Penulis mengangkat diagnosa ini karena didukung dengan data –

data pasien yaitu ibu pasien mengatakan anaknya demam naik

turun, akral hangat, rewel, tampak lemah, konjungtiva anemis,

suhu 38,50C, RR 20 x/menit, Nadi 112 x/menit, Hb 9,2 g/dl, hasil

lab Salmonella Typhi positif 4, nafsu makan turun, abdomen

kembung, pasien gelisah.

Definisi hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh dari

rentang normal. Faktor yang berhubungan dengan yaitu, dehidrasi,

penyakit infeksi atau trauma, peningkatan laju metabolisme

( Wilkinson & Ahern, 2011, hlm. 390).

Batasan karakteristik menurut Wilkinson dan Ahern (2016, hlm.

216) adalah kulit merah, suhu tubuh meningkat diatas rentang

normal, kulit teraba hangat, kejang atau konvulsi, takikardia,

takipnea.
142

Sedangkan menurut Heather (2015, hlm. 457) batasan karakteristik

hipertermi meliputi apnea, pada bayi tidak dapat mempertahankan

menyusu, gelisah, hipotensi, kejang, koma, kulit kemerahan, kulit

terasa hangat, letargi, postur abnormal, stupor, takikardia,

takipnea, dan vasodilatasi.

Penulis mengangkatdiagnosa ini sebagai diagnosa utama

dikarenakan peningkatan suhu tubuh pada pasien ini merupakan

respon sistemik tubuh melawan infeksi Salmonella yang

menyebabkan suhu tubuh naik. Ketika suhu tubuh naik dan tidak

segera ditangani maka akan menyebabkan komplikasi yang serius

seperti perdarahan usus (perforasi), hingga terjadi penurunan

kesadaran (Widoyono, 2011, hlm. 44).

Berdasarkan data diatas, maka penulis menyusun intervensi dengan

tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam,

terjadi penurunan suhu. Dengan kriteria hasil suhu tubuh dalam

batas normal (36 – 370C), nadi normal dan tubuh tidak teraba

hangat.

Intervensi yang penulis rencanakan sesuai dengan intervensi NIC

yaitu, pemantauan tanda – tanda vital, rasionalnya yaitu

mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskuler, pernafasan,


143

dan suhu tubuh untuk menentukan sertamencegah komplikasi;

Berikan kompres air biasa, rasionalnya adalah untuk menurunkan

suhu tubuh pasien; Anjurkan asupan oral ± 1 liter/hari dan pakai

baju mudah menyerap keringat, rasionalnya untuk mempercepat

proses evaporasi; lanjutkan kolaborasi pemberian antipiretik,

rasionalnya yaitu membantu menurunkan suhu tubuh (Walkinson

& Ahern, 2011, hlm. 392).

Pemberian kompres pada anak demam dapat menurunkan suhu

tubuh. Hal ini disebabkan oleh pemberian kompres pada daerah

pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan

pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh.

Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus

akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal

oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya

pengeluaran panas yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu

dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat ( Potter & Perry,

2005, hlm. 758 dalam Hartini & Pertiwi, 2015 ¶16).

Implementasi yang telah dilakukan penulis selama 3 hari yaitu,

pemantauan TTV pasien, menyarankan pasien untuk memakai baju

yang tipis dan menyerap keringat, mengompres pasien dengan air

biasa atau air hangat dan melakukan kolaborasi pemberian


144

antipiretik. Didapatkan evaluasi pada hari pertama masalah

hipertermi pada pasien teratasi setelah pasien diberikan obat

Tamoliv 100 mg. Dan implementasi dilanjutkan pada hari kedua

yaitu mengobservasi TTV pasien, didapatkan pasien mengalami

peningkatan suhu tubuh kembali, sehingga penulis melakukan

kompres dengan air hangat dan menganjurkan memakai baju yang

tipis yang menyerapa keringat. Kemudian pada hari terakhir yaitu

penulis masih melakukan implementasi yang sama dan didapatkan

evaluasi terakhir yaitu masalah pasien teratasi, pasien sudah tidak

panas, suhu 360C.

2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan kurangnya

asupan makan yang tidak adekuat, anoreksia.

Penulis mengangkat diagnosa ini sebagai diagnosa kedua didukung

dengan data ibu pasien mengatakan anaknya tidak nafsu makan.

Antropometri : BB sebelum sakit 11, 5 kg, BB setelah sakit turun

menjadi 11 kg. TB :80 cm, IMT 13,75, makan habis ± 5 sendok.

Biochemical hasil lab Salmonella Typhi positif 4, Hb 9,2 g/dll, Ht

27,5% clinical sign anak tampak lemas, kesadaran composmentis,

lidah kotor keputihan, mukosanbibir kering, perut kembung, Diit

lunak (bubur) rendah serat.


145

Definisi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Faktot

yang berhubungan adalah kesulitan menlan atau mengunyah,

hilangnya nafsu makan, mula dan muntah ( Wilkinson, 2016, hlm.

283).

Batasan karakteristik untuk diagnosa ini adalah berat badan kurang

dari 20% atau dibawah berat badan ideal, asupan makanan kurang

dari kebutuhan metabolik, baik kalori total maupun zat gizi

tertentu, kehilangan berat badan dengan asupan makan adekuat,

melaporkan asupan makan yang tidak adekuat kurang Recomended

Daily Allowance (RDA). Untuk batasan subjektifnya adalah kram

abdomen, nyeri abdomen. Menolak makanan. Batasa objektifnya

adalah pembuluh kapiler rapuh, diare atau steatore, kurangan

makanan, bising usus hiperaktif, kurang informasi atau informasi

yang salah, kurangnya minat terhadap makanan, membrane

mukosa pucat, menolak untuk makan (Wilkinson, 2016, hlm. 282).

Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

ini dapat muncul dikarenakan pada pasien Typhoid akan

mengalami gangguan saluran pernapasan seperti napas berbau

tidak sedap, bibir kering pecah – pecah , lidah putih kotor ( coated

tongue), ujung tepi lidah kemerahan , perut kembung, pembesaran


146

hati dan limfa serta nyeri perabaan. Sehingga hal ini menyebabkan

penderita demam Typhoid tidak nafsu makan (Ardiansyah, 2012,

hlm. 238).

Berdasarkan data tersebut, penulis merumuskan intervensi dengan

tujuan setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam pemenuhan

nutrisi pasien terpenuhi. Dengan kriteria hasil BB stabil/meningkat,

tidak ada tanda-tanda mal nutrisi, nafsu makan meningkat dan

mukosa bibir lembab.

Intervensi yang direncanakan penulis adalah sesuai dengan NIC

yaitu pemantauan nutrisi, manajemen nutrisi (penyediaan asupan

makanan dan cairan diet seimbang). Pemantauan TTV dan timbang

BB tiap hari, rasionalnya adalah untuk memonitor intake nutrisi;

berikan makanan dalam porsi kecil dan sering, rasionalnya adalah

untuk mencegah mula muntah pada anak; berikan makanan yang

bervariasi, rasionalnya adalah untuk meningkatkan nafsu makan

anak; kolaborasi nutrisi yang tepat (Wilkinson, 2016, hlm. 284).

Pemberian makan pada pasien yang dilakukan dengan teknik

pemberian makan porsi sedikitnamun sering ini dimaksudkan

untuk membantu menurunkan kelemahan dan meningkatkan


147

pemasukan juga mencegah distensi gaster (Wijaya, 2013, hlm.

172).

Implementasiyang dilakukan penulis selama 3 hari sudah sesuai

dengan intervensi yang direncanakan. Pada hari pertama dilakukan

pengecekan BB pasien dengan hasil evaluasi pasien mengalami

penurunan berat badan, berat badan sebelum 11,5 kg dan berat

badan sesudah 11 kg. Dan pada hari kedua, mengajarkan orang tua

untuk memberikan makan sedikit- sedikit tapi sering. Didapatkan

hasil evaluasi pasien mau makan ± ¼ porsi dengan dibantu ibu.

Dan hasil evaluasi hari terakhir didapatkan masalah pasien teratasi

dengan data nafsu makan pasien meningkat, pasien habis seporsi

dan tidak terdapat penurunan BB, hasil terakhir penimbangan BB

yaitu 11,1 kg.

3. Ansietas berhubungan dengan stressor (hospitalisasi)

Penulis menegakkan diagnosa ini didukung dengan data ibu pasien

mengatakan anaknya sering rewel, menangis dan tidak bisa tidur.

Saat didekati perawat yang membawa alat medis pasien selalu

menangis. Data objektif didapatkan anak tampak cemas dan

ketakutan, gelisah tidak bisa tidur. Frekuensi tidur sehari ± 8 jam

malam, dan siang ± 3 jam.


148

Definisi ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran

yang samar disertai respons otonom (sumber sering kali tidak

spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang

disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan

isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu untuk

bertindak menghadapi ancaman. Faktor yang berhubungan adalah

ancaman pada status terkini, hereditas, hubungan interpersonal,

kebutuhan yang tidak terpenuhi, konflik nilai, konflik tentang

tujuan hidup, krisi maturasi, krisis situasi, pajanan pada toksin ,

penularan interpersonal, penyalahgunaan zat, perubahan besar,

riwayat keluarga tentang ansietas, stressor: hospitalisasi (Herdman,

2016, hlm. 346).

Batasan karakteristik untuk diagnosa ansietas adalah gelisah,

insomnia, ketakutan, anoreksia, diare, gangguan pernapasan, lemah

, agitasi, gerakan ekstra, kontak mata yang buruk, melihat sepintas,

mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan peristiwa hidup,

penurunan produktivitas, perilaku mengintai, tampak waspada

(Herdman, 2016, hlm. 343).

Penulis mengangkat diagnosa ini karena menurut Susan dan Klye

(2014, hlm. 3) bahwa pada anak yang masuk rumah sakit akan

mengalami stressor yang dapat menghasilkan beberapa reaksi.


149

Anak bereaksi terhadap stres hospitalisasi sebelum masuk, selama

hospitalisasi dan setelah pulang. Selain efek fisiologis masalah

kesehatan, efek psikologi dan penyakit hospitalisasi anak

mencakup ansietas serta ketakutan yang berhubungan dengan

berbagai kemungkinan proses dan kemngkinan cedera tubuh,

bahaya fisik, dan nyeri. Selain itu, anak dipisahkan dari rumah,

keluarga dan teman mereka, yang dapat mengakibatkan ansietas

perpisahan (distres yang berhubungan dengan pelepasan dari

keluarga dan lingkungan familiar mereka). Terjadi kehilangan

kontrol secara umum terhadap kehidupan dan terkadang emosi

serta perilaku mereka. Hasilnya dapat berupa perasaan marah dan

bersalah, regresi (kembali ketahap perkembangan sebelumnya),

bertingkah rewel dan jenis mekanisme pertahanan diri yang lain

untuk mengatasi efek ini.

Penulis telah merencanakan intervensi sesuai NIC yaitu penurunan

ansietas, rasionalnya yaitu meminimalkan kekhawatiran, ketakutan,

prasangka atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan

sumber berbahaya yang diantisipasi dan tidak jelas; teknik

menenangkan diri, rasionalnya yaitu meredakan kecemasan pada

pasien yang distres akut; peingkatan koping, rasionalnya yaitu

membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor,

perubahan atau ancaman yang menghambat tuntutan dan peran


150

hidup; dukungan emosi, rasionalnya yaitu memberi penenangan

penerimaan, dan bantuan atau dukungan selama masa stress

(Wilkinson & Ahern, 2011, hlm. 48).

Menurut Adriana (2013 hlm. 61) terapi bermain merupakan suatu

usaha yang mengubah tingkah laku masalah, dengan menempatkan

anak dalam situasi bermain. Bermain merupakan kegiatan yang

dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan atau

kepuasan. Aktivitas bergerak dan bersuara menjadi sarana dan

proses belajar yang efektif buat anak. Dengan bermain anak merasa

bahagia. Rasa bahagia inilah yang menstimulasi syaraf-yaraf otak

anak untuk saling terhubung, sehingga membentuk sebuah memori

baru yaitu memori indah yang akan membuat jiwanya sehat dan

kuat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hale dan Tjahjono (2014) yang menyatakan ada penurunan

kecemasan pada anak yang diberikan terapi bermain. Bermain

mempengaruhi sistem limbik dan saraf otonom yang bisa

memperbaiki suasana hati (mood) yang menciptakan suasana hati

yang tenang, rileks, aman, serta menyenangkan hati. Hal ini karena

produksi hormon serotonim meningkat, serotonin merupakan zat

kimia yang menstramisikan impuls saraf diseluruh ruang antara


151

sel-sel saraf atau neurin dan berperan mengurangi kecemasan,

muntah dan migrain (Hastomi & Sumaryati 2012, hlm. 89-90

dalam Purnawati & Hartanti, 2016 ¶14).

Implementasi selama 3 hari yang dilakukan penulis sudah selesai

dengan intervensi yang dirumuskan. Pada hari pertama penulis

mengobservasi tingkat kecemasan pasien, pada hari kedua penulis

mencoba mengajak pasien berkomunikasi sambil bermain. Hari

ketiga penulis melakukan kegiatan terapi bermain terhadap pasien

diruang bermain dan menonton TV bersama pasien. Dan

didapatkan hasil evaluasi terkahir yaitu masalah ansietas teratasi

dengan data anak sudah tampak kooperatif, tidak lagi rewel dan

menangis. Pasien sudah tidak takut dengan kedatangan perawat.

C. Diagnosa Keperawatan Yang Tidak Muncul

1. Nyeri akut b.d Iritasi Saluran Gastrointestinal

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau

potensil, atau digambarkan dengan istilah seperti (International

Assosiation for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau

perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang

dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari

enam bulan ( Wilkinson & Ahern, 2011, hlm.530).


152

Batasan karakteristik melaporkan secara verbal atau

mengungkapkan nyeri dengan isyarat, posisi untuk menghindari

nyeri, perubahan tonus otot (dari rentang lemas, tidak bertenaga,

hingga kaku), respon autonomik (misalnya, diaforesis; perubahan

teakanan darah, pernapasan, atau nadi, dilatasi pupil), perubahan

selera makan, perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir,

mencari orang atau aktivitas lain, aktivitas berulang), perilaku

ekspresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan

berlebihan, peka terhadap rangsangan, dan menghela nafas

panjang), wajah topeng, perilaku menjaga atau sikap melindungi,

fokus menyempit (misalnya, gangguan persepsi waktu, gangguan

proses pikir, interaksi dengan orang lain atau lingkungan

menurun), bukti nyeri yang dapat diamati, berfokus pada diri

sendiri, gangguan tidur (mata terlihat kayu, gerakan tidak teratur

atau menentu, dan menyeringai) (Wilkinson & Ahern, 2011, hlm.

531).

Menurut Jurnal Yudiyanta, Khoirunnisa, dan Novitasari (2015)

pada bayi usia 0 – 1 tahun pengkajian nyeri yang digunakan adalah

NIPS (Neonatal Infant Pain Scale). Komponen - komponen

pengkajian nyeri pada balita adalah adalah :

- Penilaian ekspresi wajah


153

0- Otot relaks (Wajah tenang, ekspresi netral)

1- Meringis (Otot wajah tegang, alis berkerut (ekspresi wajah

negatif))

- Penilaian tangisam

0- Tidak menangis (Tenag, tidak menangis)

1- Merengek (Mengerang lemah intermiten)

2- Menangis keras (Menangis kencang, melengking terus-

menerus)

(catatan:menangis tanpa suara diberi skor bila bayi

diintubasi)

- Pola napas

0- Relak (Bernapas biasa)

1- Perubahan nafas(Tarikan ireguler, lebih cepat dibanding

biasa, menahan napas, tersedak)

- Tungkai

0- Relaks (Tidak ada kekuatan otot, gerakan tungkai biasa)

1- Fleksi/ekstensi (Tegang kaku)

- Tingkat kesadaran

0- Tisur/bangun (Tenang tidur lelap atau bangun)

1- Gelisah(Sadar atau gelisah)

Pada pasien ditemukan pada ekspresi wajah pasien dengan skor 0

(wajah tenang ekspresi datar), pada tangisan pasien dengan skor


154

1(merengek), pada pola nafas skor 0 (bernafas biasa), dan pada

tingkat kesadaran pasien skor 1 (gelisah). Skor untuk pasien adalah

2 artinya skala nyeri pasien masih dalam kategori intervensi non

farmakologis. Kriteria Interpretasi: Skor 0 tidak perlu intervensi,

Skor 1 – 3 intervensi non-farmakologis, Skor 4 – 5 terapi analgetik

non-opioid, Skor 6 – 7 terapi opioid.

Namun, penulis menyimpulkan bahwa menurut Susan dan Kyle

(2014,hlm.58) pada kasus bayi dengan menangis belum tentu

bahwa bayi tersebut menangis karena nyeri, namun bisa saja bayi

menangis karena respon terhadap hospitalisasi yang dialami oleh

bayi. Jadi, penulis tidak mengangkat diagnosa nyeri dikarenakan

pada saat pengkajian, data yang ditemukan penulis kurang

mendukung diagnosa tersebut.

2. Resiko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah

baring lama, kelemahan fisik umum

Kerusakan integritas jaringan adalah kerusakan pada membran

mukosa, jaringan kornea, integumen, atau subkutan. Batas

karakteristiknya adalah kerusakan atau kehancuran jaringan

(misalnya, kornea, membran mukosa, integumen, atau subkutan)

(Wilkinson, 2016, hlm.440).


155

Pada pengkajian integumen didapatkan bahwa elastisitas kulit pasien

kembali dengan cepat saat dicubit, tidak mengalami kering dan tidak

terdapat ruam kulit yang muncul. Jadi, penulis tidak mengangkat

diagnosa sebagai diagnosa yang muncul dikarenakan penulis tidak

menemukan data yang mendukung diagnosa tersebut.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

malaise dan kram otot.

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi fisiologis atau

psikologis untuk melanjutkan atau menyelesaikanaktivitas sehari –

hari yang ingin atau harus dilakukan (Wilkinson & Ahern, 2011,

hlm.24).

Batasan karakteristiknya adalah ketidaknyamanan atau dispneu

saatberaktivitas, melaporkan keletihan atau kelemahan secara

verbal, frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai

respon terhadap aktivitas, perubahan EKG yang menunjukkan

aritmia atau iskemia (Wilkinson & Ahern, 2011, hlm.24).

Penulis tidak mengangkat diagnosa ini dikarenakan pada saat

pengkajian tidak ditemukan data yang mendukung.

Jadi , Ada 3 diagnosa yang ditemukan pada pasien yang sesuai

teori yaituHipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Salmonella Typhi, Resiko ketidakseimbangan nutrisi berhubungan


156

dengan kurangnya asupan makan yang tidak adekuat, anoreksia

dan Ansietas berhubungan dengan stressor (hospitalisasi).

Lalu ada 3 diagnosa yang tidak ditemukan pada pasien menurut

teori adalah Nyeri akut b.d Iritasi Saluran Gastrointestinal,Resiko

kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah baring

lama, kelemahan fisik umum dan Intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan fisik umum, malaise dan kram otot.


BAB V

PENUTUP

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. M dengan demam

Typhoid di Ruang South Rumah Sakit Columbia Asia Semarang,

didapatkan kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Simpulan

1. Konsep penyakit demam Typhoid

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. M, penulis

menjadi mengerti dan memahami konsep penyakit demam

Typhoid. Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi

akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala

demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan

gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonella ialah

segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar

spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya

mengenai saluran pencernaan. Pertimbangkan demam tifoid pada

anak yang demam dan memiliki salah satu tanda seperti diare

(konstipasi), muntah, nyeri perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini

terutama bila demam telah berlangsung selama 7 hari atau lebih

dan penyakit lain sudah disisihkan (WHO,2005 dalam

Sodikin,2011,hlm.240).

157
158

2. Pengkajian

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. M, penulis

mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan demam

Typhoid. Didapatkan data saat pertama dikaji, keluhan utama

pasien adalah demam naik turun, akral hangat, rewel, tampak

lemah, konjungtiva anemis, suhu 38,50C, RR 20 x/menit, Nadi 112

x/menit, Hb 9,2 g/dl, sering rewel dan susah makan serta minum.

Pemeriksaan imunologi Salmonella Typhi positif 4. Pemeriksaan

Thorax adalah didapatkan kesan tidak tampak kelainan pada foto

thoraks saat ini, tidak ada pembesaran jantung,bentuk normal, pada

paru tak tampak bercak infiltrat pada kedua paru, corakan paru

baik, kedua apeks tak ada kesuraman.Tanda dam gejala berupa

anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah

kotot (putih ditengah dan tepi lidah kemerahan), kadang disertai

tremor lidah), nyeri perut.Suratun (2010,hlm.122).

3. Diagnosa

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. M penulis

mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

demam Typhoid melalui analisa data pada An. M yang ditemukan

penulis saat pengkajian serta observasi yang dilakukan penulis

terhadap pasien, permasalahn yang muncul pada An. M yaitu

hipertermi berhubungan proses infeksi, ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual


159

muntah (intake tidak adekuat) serta ansietas berhubungan dengan

stressor (hospitalisasi).Dan ada 3 diagnosa yang tidak ditemukan

pada pasien menurut teori adalah Nyeri akut b.d Iritasi Saluran

Gastrointestinal,Resiko kerusakan integritas jaringan b.d

penekanan setempat, tirah baring lama, kelemahan fisik umum dan

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

malaise dan kram otot.

4. Intervensi

Setelah melakukan asuhan keperawatan An. M penulis mampu

menentukan tujuan dan rencana tindakan keperawatan pada

pasien demam Typhoid sesuai dengan diagnosa keperawatan yang

ditemukan.

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksiSalmonella

Thyphi

Intervensi yang penulis rencanakan yaitu, pemantauan tanda –

tanda vital, berikan kompres air biasa, anjurkan asupan oral ±

1 liter/hari dan pakai baju mudah menyerap keringat,

lanjutkan kolaborasi pemberian antipiretik.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhungan dengan anoreksia,mual muntah.

Intervensi yang direncanakn penulis yaitu pemantauan nutrisi,

manajemen nutrisi (penyediaan asupan makanan dan cairan,

diet seimbang). Pemantauan TTV dan timbang BB tiap hari,


160

berikan makanan dalam porsi kecil dan sering, berikan

makanan yang bervariasi, kolaborasi dengan ahli gizi.

c. Ansietas berhubungan dengan stressor (Hospitalisasi)

Intervensi yang telah direncanakan penulis yaitu penurunan

ansietas, teknik menenangkan diri, peningkatan koping,

therapi bermain, perubahan atau ancaman yang menghambat

tuntutan dan peran hidup dan bantuan atau dukungan selama

masa stress.

5. Implementasi

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. M, penulis

mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien demam

Typhoid. Implementasi yang dilakukan penulis yaitu :

a. Hipertermi berhungan dengan proses infeksi

Memantau tanda-tanda vital pasien, memberikan kompres air

biasa untuk menurunkan suhu tubuh pasien, menganjurkan

asupan oral ± 1 liter/hari dan memakai baju mudah menyerap

keringat untuk mempercepat proses evaporasi, dan antipiretik

Tamoliv 100 mg sesuai anjuran dokter.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhungan dengan anoreksia, mual muntah.

Pemantauan nutrisi dan memanajemen nutrisi pasien

(penyediaan asupan makanan dan cairan diet seimbang),

memantau TTV dan menimbang BB tiap hari untuk


161

memonitor intake nutrisi; memberikan makanan dalam porsi

kecil dan sering, memberikan makanan yang bervariasi, dan

melakukan kolaborasi dengan ahli gizi.

c. Ansietas berhungan dengan stressor (hospitalisasi)

Menurunkan stressor pada pasien dengan cara mengajak

pasien bermain, menganjurkan ibu pasien untuk membantu

pasien menonton TV, membuat pasien merasa nyaman

dengan mengalihan perhatian pasien ke hal yang disukai oleh

pasien.

6. Evaluasi

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada An. M, penulis

mampu melakukan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan oleh

penulis pada pasien pada diagnosa pertama masalah teratasi

tanggal 1 Januari 2018,diagnosa pertama, data subjektif : ibu

pasien mengatakan suhu badan anaknya turun dan tidak demam

lagi, data objektif : suhu 360C, RR : 20 x/menit, kesadaran :

Composmentis, anak tampak kooperatif. Assesment : Masalah

hipertermi teratasi. Planning : Hentikan intervensi.

Pada diagnosa kedua masalah teratasi 1 Januari 2018, diagnosa

kedua, data subjektif : ibu pasien mengatakan anaknya sudah mau

makan dan minum, data objektif : habis seporsi bubur, BB stabil,

mukosa lembab. Assesment : Resiko ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi. Planning : Hentikan


162

intervensi. Pada diagnosa ketiga masalah teratasi tanggal 1

Januari 2018,diagnosa ketiga,data subjektif : ibu pasien

mengatakan anaknya sudah tidak rewel dan tidak takut perawat

lagi, data objektif : pasien tampak kooperatif, bermain dan

menonton TV dengan kakaknya serta tidak rewel lagi. Assesment

: Masalah ansietas teratasi. Planning : Hentikan intervensi.

7. Kegiatan perawatan yang dilakukan oleh penulis pada An. M di

ruang South RS Columbia Asia Semarang sudah

didokumentasikan dalam bentuk narasi. Dan penulis mampu

mengaplikasikan, melakukan pengkajian, mampu merumuskan

dan menentukan diagnosa keperawatan, menyusun rencana

tindakan keperawatan sesuai dengan masalah, melaksanakan

tindakan keperawatan, melakukan evaluasi hasil dari asuhan

keperawatan.

8. Penulis juga sudah mampu menganalisa kesenjangan yang terjadi

pada pasien dan menghubungkannya dengan konsep teori – teori

dan jurnal yang ada.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan di atas juga untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan, maka penulis menyampaikan saran sebagai

berikut :
163

1. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi tambahan wacana dan bahan masukan Institusi Pendidikan

untuk memberikan informasi dengan memperbanyak pustaka

tentang asuhan keperawatan penyakit Demam Typhoid agar

pembaca lebih memahami dan mengenal penyakit ini sehingga dapat

mengatasi dan mencegah serta melakukan asuhan keperawatan pada

pasien dengan penyakit Demam Typhoid dan mendukung dalam

pembuatan karya tulis ilmiah.

2. Bagi Rumah Sakit

Rumah sakit hendaknya memberikan kunjungan rumah ke daerah

binaan informasi pada masyarakat tentang penyuluhan Demam

Typhoid dan cara pencegahan, disamping itu membagikan leaflet

dan poster dan diharapkan lahan praktik dapat memberikan

keperawatan secara komprehensif, dari pengkajian sampai evaluasi

keperawatan pada pasien Demam Typhoid.

3. Bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat menambahkan ilmu atau wacana tentang

Demam Typhoid dengan memberikan asuhan keperawatan yang

tepat pada klien dengan Demam Typhoid. Penulis hendaknya

melakukan pengkajian secara tepat agar menemukan diagnosa

keperawatan yang tepat sehingga tidak mucul komplikasi yang berat.

Supaya dapat mengambil keputusan klinis yang tepat dalam

menentukan tindakan keperawatan.


164

4. Bagi Klien dan keluarga

setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatam pada An. M dengan

Demam Typhoid, keluarga hendaknya lebih memahami tentang

bagaimana cara pencegahan dan penanganan awal dari Demam

Typhoid, sehingga anak tidak terkena Demam Typhoid lagi,serta

keluarga dapat menghindari komplikasi yang mungkin terjadi pada

Demam Typhoid, dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada

dan keluarga mampu menjaga kesehatan secara mandiri.

5. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat ikut berpatisipasi dalam mengatasi tentang penyakit

Demam Typhoid,dengan selalu menjaga kebersihan baik fisik

maupun lingkungan, untuk mencegah meningkatnya angka kesakitan

dan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Adam W. Lowry. (2014). Buku Saku Pediatri dan Neotologi. Jakarta : EGC

Adriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta
: Salemba Medika

Ahmed, Zeeshan,& Naveed, Amna, (2016). Treatment of Typhoid Fever in


Children: Comparison of Efficacy of Ciprofloxacin with Ceftiaxone. 346 –
348

Ambarwati, Fitri, & Nita, Nasution. (2012). Asuhan Keperawatan Bayi dan
Balita. Yogyakarta : Cakrawala Ilmu

Anik, Maryunani. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM

Ardiyansyah, Muhammad. (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta : DIVA Press

Asmadi. (2009). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Budiono, & Sumirah, Budi Pertami. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta
: Bumi Medika

Buku Saku Antropometri. 2010. 23 – 24

Cahyaningsih, Sulistyo, Dwi. (2011). Pertumbuhan Anak dan Remaja. Jakarta :


CV.Trans Info Media

Hartini, Sri & Pertiwi, Putri Pandu, (2015). Efektifitas Kompres Air Hangat
Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia 1 – 3 Tahun di SMC
Rs Telogorejo Semarang. 1 – 5

Herdman, T. Heather. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi – Klasifikasi


2015-2017 Ed. 10. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Salemba Medika

____________, (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta : Salemba


Medika

https://www.informasikedokteran.com/2015/07/demam-tifoiddiperoleh pada
tanggal 8 maret 2018, pukul 19.30 WIB

Irawati, Virginia, & Hanriko, Rizki, (2016). Management of Typhoid Fever in


Children Under Five Years Old. 1 – 5

Kee, Joyce LeFever. (2012). Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan


Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Kyle, Terri, & Susan, Carman. (2014). Buku Praktik Keperawatan Pediatri.
Jakarta : EGC

Lynda Juall Carpenito-Moyet. (2012). Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Marimbi, Hanum. (2010). Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar
Pada Balita. Yogyakarta : Nuha Medika

Marmi. (2011). Panduan Lengkap Sakit Dan Luka Pada Anak. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

Muttaqin, Arif, & Kumala, Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta :


Salemba Medika

Nandar, Dedi Agus. Laporan Pendahuluan Demam Typhoid. 4 – 5

Nursalam. (2008). Asuhan Keperawtan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Nasir, Abdul. (2011). Buku Ajar : Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :


Nuha Medika

Nasronudin. (2011). Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya : AUP


Ngastiyah. (2015). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Purnawati,lina, & Rita Dwi Hartanti. Perbedaan Efektivitas Terapi Bermain


Bercerita dan Musik terhadap Kecemasan Akibat Tindakan Injeksi.14 –15

Rahayuningsij,Tutik, & Deden, Dermawan. (2010). Keperawatan Medikal Bedah


(Sistem Pencernaan). Yogyakarta : Gosyen Publishing

Rohmah, Nikmatur, & Saiful, Walid. (2014). Proses Keperawatan. Yoyakarta :


AR-RUZZ Media

Setiana, Ghaida Putri, &Angga, Prawira Kautsar.(2015). Perbandingan Metode


Diagnosis Demam Tifoid Compariso of Methods for Diagnosis of Typhoid
Fever. 1 – 2

Setiati, Siti. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing

Shanty, Meita. (2015). Penyakit Saluran Pencernaan. Yogyakarta : Katahati

Sodikin. (2011). Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta :


Salemba Medika

______. (2011). Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta : EGC

Soetjiningsih, & IG. N. Gde Ranuh. (2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta :
EGC

Sucipta, A. 2015. Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid


pada Anak. Jurnal Skala Husada. 12 – 13

Sulistyawati, Ari. (2014). Deteksi Tumbuh KembangAnak. Jakarta : Salemba


Medika

Supartini, Yupi. (2014). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC
Suratun. (2010). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta
: Trans Info Media

Sutedjo. (2008). Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan


Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis. Semarang : Erlangga

Wijaya , Andra, & Yessie, Mariza. (2013). Keperawatan Medikal Bedah edisi 2.
Yogyakarta : Nuha Medika

Wilkinson, Judith M. (2011). Diagnosis Keperawatan : diagnosis NANDA-I,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

____________ . (2016). Diagnosis Keperawatan : diagnosis NANDA-I, Intervensi


NIC,Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Yudiyanta, Khoirunnisa, Novitasari. (2015). Assessment Nyeri. Hlm. 215 – 216

Zulkoni, Akhsin. (2011). Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai